Anda di halaman 1dari 20

Laporankasus

PERDARAHAN SALURAN CERNA


BAGIAN ATAS (PSCBA)

OLEH
Alvi Syukrina
0908113732
Pembimbing :
dr. Andi Zainal

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2014
BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) merupakan suatu keadaan
kegawatdaruratan yang sering terjadi dan membawa pasien datang untuk berobat
ke dokter. Angka kejadian dan angka kematian akibat kejadian muntah darah ini
masih tinggi. Pasien biasanya datang dengan keluhan muntah darah dirumah atau
buang air besar hitam. Keadaan ini perlu menjadi perhatian terutama pada
penanganan pertama diruang gawat darurat. Salah satu bentuk manifestasi klinik
dari perdarahan SCBA adalah hematemesis. Hematemesis adalah muntah darah
segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau hematin (berubah
karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti
butiran kopi). Hematemesis biasanya menunjukkan adanya perdarahan disebelah
proksimal LigamentumTreiz, karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal
dibawah duodenumjarang masuk kedalam lambung.1
Kasus perdarahan saluran cerna yang paling banyak ditemukan adalah
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCBA). Di Amerika Serikat,
diperkirakan 100/100.000 penduduk dirawat di rumah sakit karena penyakit ini.
Kasus ini paling banyak ditemui pada pria dan semakin meningkat insidennya
pada orangtua ( >60 tahun ). Di Prancis, dilaporkan angka kematian dari
perdarahan SCBA telah menurun dari 11% menjadi 7% dan di Spanyol juga
dilaporkan angka kematian perdarahan SCBA lebih besar 6x dari angka kematian
perdarahan SCBB. Perdarahan SCBA berdasarkan keperluan klinik dibedakan
atas perdarahan varises esophagus dan perdarahan non varises, karena terdapat
perbedaan penanganan dan prognosis diantara keduanya. Penyebab tersering
timbulnya perdarahan SCBA adalah ulkus peptikum, varises esophagus, gastritis
erosif, gastropati kongestif, sindrom Mallory-Weiss, dan keganasan. Dari
penyebab perdarahan SCBA, meliputi hampir 90% dapat ditemukan suatu lesi
yang pasti. Pecahnya varises esophagus merupakan penyebab tersering terjadinya
perdarahan SCBA terutama pada negara berkembang.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
1

Perdarahan SCBA adalah perdarahan saluran makan pada daerah


proksimal dari Ligamentum Treitz. Manifestasi kliniknya dapat berupa
hematemesis. Hematemesis adalah muntah darah segar (bekuan/gumpalan atau
cairan berwarna merah cerah) atau hematin (berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi).
2.2
Etiologi
Di Indonesia, dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di SMF Penyakit Dalam RSU dr, Sutomo Surabaya penyebabnya 76,9 %
pecahnya varises esophagus, 19% gastritis erosif, 1% tukak peptik, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan kasus di RS Swasta yakni
RS Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptik 51,2%, gastritis erosif
11,7%, varises esophagus 0,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom
Mallory-weiss 1,4%, tidak diketahui 7%. Dinegara barat tukak peptik berada
diurutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.
Perdarah SCBA yang berat dapat disebabkan olek peptic ulcer 55%, varises
esophagus 14%, angioma 6%, sindrom Mallory-weiss 5%, tumor 4%, tidak
diketahui 11%.3
2.3

Patofisiologi
Patogenesis terjadinya gastritis dan ulkus peptikum jika terjadi

ketidakseimbangan antar faktor agresif dan faktor defensif pada mukosa


gastroduodenal :
1. Faktor agresif
a. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan acethyl salcylat acid (ASA)
OAINS dan ASA merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam
berbagai keperluan, seperti antipiretik, antiinflamasi, analgetik, antitrombotik, dan
komoprevensi kanker kolorektal. Pemakaian OAINS dan ASA secara kronik dapat
menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3x lipat dibanding
dengan yang bukan pemakai. Pemakaian OAINS dan ASA bukan hanya dapat
menyebabkan kerusakan struktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus
halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi atau perforasi.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksisk atau iritasi langsung pada
mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi
kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama dalah efek
2

OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada


asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin, seperti
diketahui prostaglandin endogen sangat berperan dalam memelihara keutuhan
mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi
mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal
asam lambung.
Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenzim siklooksigenase (COX) yaitu
COX-1 dan COX-2, COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, juga
dalam ginjal, endotelin, otak dan trombosit ; dan berperan penting dalam
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-1 merupakan house
keeping dalam saluran cerna gastrointestinal. COX-2 ditemukan dalam otak dan
ginjal, yang juga bertaanggung jawab dalam respon inflamasi/injuri.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan OAINS/ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan
bikarbonat,

terganggunya

sekresi

asam

dan

pro;iferasi

sel-sel

mukus,

berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat


oleh kerjasama platelet dan mekanisme koagulasi.
Endotel vaskuler secara terus-menerus

menghasilkan

vasodilator

prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan dan hambatan (COX-1) akan
timbul vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan nekrose
epitel.
Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN
pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesenterik, dimulai dengan pelepasan
protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel dan
endotel, perlekatan leukosit PMN menimbulkan stres aliran mikrovaskuler,
iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa/tukak peptik.
Titik sentral kerusakan mukosa gastroduodenal pada penggunaan
OAINS/ASA berada pada kerusakan mikrovaskuler yang merupakan kerjasama
antara COX-1 dan COX-2.
b. Asam lambung
Bahan iritan akan menimbulkan kerusakan mukosa dan terjadi difusi balik
ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan

mukosa lambung, gastritis akut atau kronis dan ulkus lambung. Ulkus lambung
yang letaknya dekat pilorus atau dijumpai bersama dengan ulkus duodenum
biasanya disertai hipersekresi asam sedangkan bila lokasinya pada tempat lain
dilambung biasanya disertai hiposekresi asam.
c. Helicobacter pylory
Kolonisasi H. Pylori dalam duodenum terbatas pada daerah metaplasia
lambung dan ditemukan dalam epitel lambung yang metaplastik dalam bulbus
duodenum pada pasien dengan ulkus duodenum. H. Pylori terbukti merupakan
penyebab dari beberapa bentuk gastritis akut dan kronis
d. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ulkus duodenum adalah
merokok, stres, malnutrisi, faktor genetik dan beberapa penyakit tertentu seperti
Zollinger Elison, hiperparatiroid.
2. Faktor defensif
a. Faktor preepitel terdiri dari :
- Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam
lambung/pepsin. Mukus lambung penting dalam pertahanan mukosa dan
dalam mencegah ulserasi peptik. Ciri mukus lambung bersifat alkalis oleh
karena itu dinding normal lambung tidak pernah secara langsung terpapar
dengan sekresi lambung yang sangat asam dan proteolitik. Bikarbonat, bila
pankreas dirangsang untuk mensekresikan sangat banyak getah pankreas,
konsentrasi ion bikarbonat akan meningkat sampai setinggi 145 mEq/L, suatu
angka lima kali lebih besar dari ion bikarbonat dalam plasma. Keadaan ini
menghasilkan sejumlah besar ion alkali pada getah pankreas yang berfungdi
-

untuk menetralkan asam yang dikeluarkan lambung kedalam duodenum.


Mucoid cup, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang

terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.


Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan hidrofobisitas
membran sel dan meningkatkan viskositas mukus

b. Faktor epitel

Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak


Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient

dan mencegah pengasaman seL.


Kemampuan transfor asam basa untuk mengangkut bikarbonat kedalam
lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar

jaringan.
Faktor pertumbuhan, prostaglandin, dan nitrit oksida

c. Faktor subepitel
-

Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan

bikarbonat ke epitel usus


Prostaglandin endogen menekan perlengketan dan ekstravasasi leukosit yang
merangsang reaksi inflamasi jaringan. Prostaglandin endogen merupakan
elemen penting yang membangun pertahanan mukosa. Prostaglandin berperan
dalam mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan dalam integritas
mukosa lambung.

2.4

Gambaran klinis
Gejala klinis dari perdaraha SCBA diantaranya adalah hematemesis,

melenemesis atau melena. Hematemesis adalah muntah darah segar. Hematemesis


menunjukkan terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas yaitu
proksimal dari Ligamentum treitz. Sebagian besar hematemesis menunjukkan
adanya perdarahan pada esophagus, lambung atau duodenum. Namun ada kalanya
perdarahan ginggival, perdarahan nasofaring, perdarahan pulmoner dan bahkan
perdarahan pankreatobilier juga bermanifestasi sebagai hematemesis. Adanya
riwayat seperti lemah, pusing dan pingsan bisa diasosiasikan dengan manifestasi
klinis hematemesis dan melena. Kadang-kadang perdarahan SCBA dapat
bermanifestasikan sebagai hematoskezia (feses yang disertai darah merah segar),
hematoskezia ini biasanya disebabkan oleh perdarahan SCBA yang banyak dan
langsung turun ke saluran cerna bagian bawah. Timbulnya hematoskezia pada

perdarahan SCBA dapat diidentifikasi penyebabnya dengan pemeriksaan


esophagogastroduodenoscopy.3
Pasien dengan perdarahan SCBA umumnya memiliki riwayat seperti
dyspepsia, cepat merasa kenyang, konsumsi obat-obat anti inflamasi, muntamuntah berlebihan, konsumsi alkohol dan riwayat penyakit hati. Adanya riwayat
dyspepsia (terutama gejala dyspepsia pada malam hari) memperberat dugaan
ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak
berdarah lebih kearah robekan Mallory-weisss. Konsumsi obat-obat anti inflamasi
seperti aspirin atau ibuprofen mengarah dugaan kegastritis (30-40%). Erosi
lambung sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan
dan penyakit sistemik yang berat, khususnya pada pasien luka bakar dan pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Penyakit ulkus peptikum (30-40%) atau
kadang-kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke
keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok
refrakter meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan Aorta
Abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada
pasien usia muda dengan riwayat SCBA singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy
(adanya arteri submukosa, biasanya dekat kardia, yang dapat menyebabkan
perdarahan SCBA. Perdarhan varises secara khas terjadi mendadak dan massif.
Kehilangan darah gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari
varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang
terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Suatu meta analisis melaporkan insidensi
dari perdarahan SCBA yang akut memiliki manifestasi klinis sebagai berikut:4,5
Hematemesis 40-50%
Melena 70-80%
Hematoskezia 15-20%
Hematoskezia atau melena 90-98%
Sinkop 14,4%
Presinkop 43,2%
Dyspepsia 18%
Nyeri epigastrium 41%
Rasa terbakar didada 21%
Nyeri seluruh perut 10%
Nyeri menelan 5%
Penurunan berat badan 12%

Ikterik 5,2%
2.5
a.

Pendekatan Pada Pasien Dengan Hematemesis


Pemeriksaan awal
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran cerna adalah

menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.


Pemeriksaan meliputi :4
Tekanan darah dan nadi posisi baring
Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
Ada tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin)
Kelayakan nafas
Tingkat kesadaran
Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskuler
akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda
sebagai berikut :

Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi

>100/menit
Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
Akral dingin
Kesadarn menurun
Anuria atau oliguria (produksi urin < 30ml/jam)
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi

hemodinamik tidak stabil adalah bila ditemukan :

Hematemesis
Hematoskezia
Darah segar pada pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segera jernih
Hipotensi persisten
Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000ml

2.6

Pemeriksaan Lanjutan
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik

lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang


diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan :1,3,4
Sejak kapan terjadinya perdarahan danberapa perkiraan darah yang keluar
Riwayat perdarahan sebelumnya
7

Riwayat perdarahan dalam keluarga


Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
Penggunaan obat-obatan terutama anti inflamasi non steroid dan antikoagulan
Kebiasaan minum alkohol
Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam

tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan


Riwayat transfudi sebelumnya

2.7 Pemeriksaan Fisik Yang Diperlukan


Stigmata penyakit hati kronik
Suhu badan dan perdarahan ditempat lain
Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan
saluran cerna, misalnya pigmentasi mukokutaneus pasa sindrom Peutz-Jegher
2.8 Kelengkapan Pemeriksaan Yang Perlu Dilakukan
Elektro kardiogram : terutama pasien berusia >40 tahun
BUN, kreatinin serum : pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman
usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap

normal atau sedikit meningkat


Elektrolit (Na, K, Cl) : perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan,

transfusi, atau kumbah lambung


Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi

2.9

Tatalaksana Hematemesis
1. Non endoskopi
a. Kumbah lambung dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi
distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik. Kumbah lambung
diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi.
b. Pemberian vitamin K. Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati
kronis diperbolehkan dengan pertimbangan biaya relatif murah dan tidak
merugikan.
c. Vasopressin. Perdarahan SCBA dapat dihentikan melalui efek vasokontriksi
pembuluh darah splankik yang menyebabkan aliran darah dan tekanan vena
porta menurun. Pemberian vasopressin dengan cara mengencerkan sediaan
vasopressin 50 unit dalam 100 mL dekstrose 5% diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang setiap 3-6 jam ; setelah pemberian
pertama dilanjutkan perinfus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan
efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak sehingga
pemberiannya

disarankan

dengan

preparat

nitrat,

misalnya

dengan

nitrogliserin IV dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian dititrasi sampai


maksimal 400 mcg/menit
d. Somatostatin dan analognya diketahui dapat menurunkan aliran darah
splanknik. Somatostatin dapat menghentikan pendarahan akut varises
esophagus pada 70-80% kasus dan dapat digunakan untuk perdarahan non
varises. Dosis awal bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan periinfus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti
e. Proton pump inhibitor. Golongan obat ini diketahui bermanfaat untuk
mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali dengan bolus omeprazol 80
mg/iv kemudian dilanjutkan periinfus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Dari
hasil penelitian didapatkan perdarahan ulang pada kelompok placebo 20%
sedangkan yang diberi omeprazol hanya 4,2 %
f. Pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2. Pemberian obatobatan ini masih diperbolehkan dengan tujuan penyembuhan lesi mukosa
penyebab perdarahan.
2. Endoskopi terapeutik
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan yang masih aktif atau dengan
pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi :
Kontak termal (bipolar elektrokoagulasi)
Non kontak termal (laser)
Non termal (suntikan adrenalin, alkohol, atau pemakaian klip)
Sedangkan kontraindikasi dari terapi endoskopi adalah sebagai berikut
Kontraindikasi absolut :

Pasien tidak kooperatif


Oklusi koroner akut
Gagal jantung berat
Koma
Emfisema dan penyakit paru obstruktif berat

Kontraindikasi relatif :

Pasien gagal jantung


Penyakit infeksi akut
Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai dengan hipotensi berat

atau kejang-kejang
Gangguan kesadaran
9

Tumor mediastinum

ILUSTRASI KASUS
Identitaspasien

10

Nama

: Tn. S

No RM

: 59.28.12

Umur

: 55tahun

JenisKelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Garuda SaktiPekanbaru

Masuk RS

: 26Juni 2013

Tanggalpemeriksaan : 26Juni 2013

ANAMNESIS
Autoanamnesis
KeluhanUtama
Pasienmengeluhkanmuntahdarahdisertai BAB berwarnahitamsejak 6 jam SMRS
(SebelumMasukRumahSakit)
RiwayatPenyakitSekarang
-

jam

SMRS

(SebelumMasukRumahSakit),pasienmengeluhkanmuntahdarahberwarnake
hitamansebanyak

gelas

Sebelumnyapasienmengeluhkan

aqua,
BAB

muntahdisertaisisamakanan.
(Buang

Air

Besar)

berwarnakehitaman, frekuensi 1 kali, lendir (-), darah (-). BAK (Buang Air
Kecil)

normal.

Pasienmengeluhkansulittidursejak

hari

SMRS

(SebelumMasukRumahSakit).PasienrutinkontrolkepoliParudanmengkonsu
msiobatsesaknafas. Dan pasienmengkonsumsijamurutin.

RiwayatPenyakitDahulu

11

RiwayatAsma (+)sejakusia 10 tahun


Riwayat TB Paru (+)
Riwayathipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)

RiwayatPenyakitKeluarga
-

Riwayatsakit yang sama (-)


RiwayatAsma (+)
Riwayattekanandarahtinggi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)

RiwayatSosialEkonomidanKebiasaan
-

Pasienmerokok (+)tetapisudahberhenti
Konsumsijamurutin (+)
Konsumsiobatsesaknafasrutin

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Vital Sign

: - Tekanan darah

: 110/70mmHg

Frekuensi nadi

: 72x/menit, regular

Frekuensi napas : 28x/menit

Suhu

: 36,70 C

Status gizi

: sedang

Tinggibadan

: 158 cm

Beratbadan

: 45 kg

Kepala danleher
-

Mata : konjungtivaanemis (+/+), skleraikterik (-/-), pupil bulat, isokhor,

diameter 2 mm/2 mm, reflex cahaya (+/+)


Lidah : lidah tremor (-), lidahkotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

Paru
-

Inspeksi

: Gerakan dada simetris kanan = kiri

Palpasi

: vokal fremituskanan = kiri

Perkusi

: Sonor padakedualapanganparu

Auskultasi

: vesikulerseluruhlapanganparu,wheezing (+/+),ronki (-/-)


12

Jantung
-

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis tidakteraba

Perkusi
Dextra
Sinistra
Auskultasi

: batas-batasjantung
: RIC V lineaparasternalisdekstra
: RIC V 2 jari medial LMCS
: bunyijantung I dan II normal, mur-mur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: peruttampakdatar, venektasi (-), scar (-)


: bisingusus (+) normal
: supel, nyeritekanpada region epigastrium
: timpani, shifting dullness (-)

Ekstremitas
-

Akral hangat

CRT < 2 detik

Pitting oedem (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
Hasillaboratorium
Tanggal 26Juni 2013

WBC

: 15.600/ul

RBC

: 4.070.000 /ul

Hb

: 10,4 gr/dl

Ht

: 32,1 %

MCV

: 78,7

MCH

: 25,5

MCHC

: 32,4

PLT

: 557.000/ul

Kimia darah
Tanggal 26Juni 2013

AST

: 31,3 u/l

ALT

: 31 u/l

BilD

: 0,22 mg/dl

Glu

: 116 mg/dl

13

URE

: 59,5 mg/dl

CRE

: 0,8 mg/dl

BUN

: 27,8 mg/dl

RESUME
-

Pasien

Tn.

S,

55tahundatangke

RSUD

AA

dengankeluhanmuntahberdarahberwarnakehitamanbercampurmakanan,
disertai

BAB

berwarnakehitamansejak

(SebelumMasukRumahSakit),Pasiensulittidursejak

jam
3

hari

SMRS
SMRS

(SebelumMasukRumahSakit).
Pasienmemilikiriwayatasmadankonsumsiobatsesaknafassejakmuda.
Pasienmengkonsumsijamusecararutin.
Padapemeriksaanfisikditemukankonjungtivaanemis

(+/+)

danpadapemeriksaanlaboratoriumdidapatkanleukosit 15.600 /ul, Hb 10,4


g/dl, Ht 32,1 %.
DAFTAR MASALAH
-

Hematemesisdan melena

Nyeri ulu hati

Anemia

Riwayat konsumsi OAINS

Leukositosis

RencanaPemeriksaan
-

Endoskopi

RencanaPenatalaksanaan
-

Non farmakologis
Istirahat/ tirah baring

Farmakologis
Pemasangan NGT
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/mnt

14

Diet cair 4x200 cc


Inj omeprazole2x1 amp
Inj kalnex 3x1 amp
Ozid 2x1
Vit K 3x1
DIAGNOSIS KERJA
PerdarahanSaluranCernaBagianAtasetcausa OIANS
FOLLOW UP PASIEN
27 Juni 2013
S: badan lemas, nyeriuluhati (+),
O: TD 110/70 mmHg
HR82x/menit, regular, isicukup
RR 22x/menit
T 36,6C
Pemeriksaanfisik :konjuctiva anemis (+/+), NT epigastrium (+)
A: PSCBA etcausa OAINS
P:IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/mnt
Inj ranitidine2x1 amp
Inj ceftriaxone 2x1 amp
Inj kalnex 3x1 amp
Impepsasyr 3x 2cth

28Juni 2013
S: pasienudahmerasalebihbaik, lemasmasihada minimal
O: TD 110/70 mmHg

15

HR80x/menit, regular, isicukup


RR 22x/menit
T 36,4C
Pemeriksaanfisik :konjuctiva anemis (+/+), NT epigastrium (-)
A: PSCBA etcausa OAINS
P:Inj omeprazole2x40mg
Inj kalnex 3x1 amp
Impepsasyr 3x 2cth

29 Juni 2013
S: pasienudahmerasalebihbaik, lemasmasihada minimal
O: TD 120/70 mmHg
HR83x/menit, regular, isicukup
RR 21x/menit
T 36,5C
Pemeriksaanfisik :konjuctiva anemis (-/-), NT epigastrium (-)
A: PSCBA etcausa OAINS
P:Inj omeprazole2x40mg
Inj kalnex 3x1 amp
Impepsasyr 3x 2cth
PasienPulang

PEMBAHASAN

16

Hematemesis dan melena merupakan perdarahan saluran cerna bagian


atas, dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus atau perdarahan non varises
yaitu perdarahan dari gaster dan duodenum dengan berbagai sebab misalnya
gastritis, ulkus peptik, atau keganasan. Pada pasien ini terdapat muntah
kehitaman, ini berarti darah telah bercampur dengan asam lambung atau enzim
pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi hematin.
BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh tercampurnya darah
dengan asam lambung. BAB hitam dijumpai apabila terjadi paling sedikit
perdarahan sebanyak 50-100 mL.
Pasien juga mengeluhkan nyeri diulu hati, nyeri tidak menjalar kebahu dan
punggung dan tidak pernah terbangun karena nyeri pada malam hari, nyeri tidak
mereda dengan berubah posisi, nyeri juga tidak mereda walaupun di isi makanan,
mual (+), muntah (+). Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien
pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung,
gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan
defensif.Gastritis akut dapat disebabkan oleh OAINS, alkohol, gangguan
mikrosirkulasi lambung maupun stres dan gastritis kronik disebabkan oleh
Helicobacter pylori.
Kemungkinan terjadi gastritis erosif pada pasien ini karena terdapat
riwayat pemakaian obat herbal. Umumnya obat tersebut mengandung bahanbahan yang dapat mengakibatkan perangsangan asam lambung yang berlebihan
ataupun menghambat serta mengganggu dari fungsi perlindungan mukosa lang
terhadapasam lambung sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan
lambung.
OAINS merusak lambung melalui 2 mekanisme, yakni : topikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam
dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan
menimbulkan kerusakan. Efek sistemik OAINS nampaknya lebih penting
yaitukerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun (OAINS
secara bermakna menekan prostaglandin). Seperti diketahui prostaglandin
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek
sitoproteksi

itu

dilakukan

dengan

caramenjaga

aliran

darah

mukosa,

meningkatkan sekresi mukus dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial

17

defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adesi neutrofil pada
endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis.
Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut
akan merusak mukosa lambung.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
hematemesis melena ec gastropati NSAID. Namun untuk menegakkan diagnosis
secara

pasti

harus

dilakukan

endoskopi.Padapasienjugaterdapatpeningkatanleukosit

pemeriksaan
(leukositosis)

dengan
sebesar

15.600 /uldicurigaipadapasientelahterjadiinfeksiterutamabakteri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Accute upper gasrtrointestinal
bleeding. Dalam: Current diagnosis & treatment in gastroenterology. Second
edition. USA: international edition. 2003. 53-16.

18

2. Davey P. At a glance medicine Indonesia, penerbit erlangga. Jakarta. 2006. 367.


3. Cerulli MA. Upper gastrointestinal bleeding. Update 2011, November. Di
unduh dari http://emedicine.medscape.com.article/187857-overview
4. Isselbacher KJ, Richter JM. Perdarahan saluran makan. Dalam: Harrison
prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Achmad HA dkk, editor. Volume 1 Edisi
13. Jakarta: EGC.19999.259-62.
5. Simadibrata M, Syam AF, Fauzi A, Abdullah M, Rani AA. Side effects of
endoscopic variceal ligation by using Indonesia endoscopic ligator versus
endoscopic varicealsclerotherapy. Acta med Indones J Intern Med. Vol 43.
January. 20011.

19

Anda mungkin juga menyukai