PENDAHULUAN
Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan
alasan yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi
umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa
faktor peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang
diinginkan makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga
berkontribusi untuk peningkatan angka seksio sesarea.1
Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea
standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari
empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio
sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada
tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari
tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat
progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi
sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002
mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.1,2
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan
dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang
pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau
partus pervaginam pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari
risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan
partus pervaginam sekitar 50 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah
ruptura uteri sekitar 0,5 1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga
dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin.
Dengan adanya pilihan untuk persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat
seksio sesarea ini menurunkan angka kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada
tahun 1996. 2,3,4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. W
Usia
: 23 tahun
Pendidikan
: SMP
2
Pekerjaan
Agama
: protestan
Alamat
: sukajadi pekanbaru
No. MR
: 77 51 74
ANAMNESIS
Pasien datang ke RSUD Arifin Achmad melalui VK IGD, pada tanggal 25
Agustus 2013 pada pukul 09.05 WIB dengan
Keluhan Utama: nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 8 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT : tidak ingat TP : -/-/-. Nyeri pinggang
yang menjalar ke ari-ari (+), keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (-), keluar
air-air yang banyak dari kemaluan (-), gerakan janin dirasakan aktif sejak usia
kehamilan 4 bulan.
Riwayat Hamil Muda
Mual (+), muntah (+) namun tidak menganggu aktivitas, perdarahan (-)
Riwayat Hamil Tua
Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat ANC
Pasien mengaku kontrol ke bidan tiap bulan,. Selama kontrol kebidan dikatakan bayi
dalam kondisi baik.
Pasien mengaku pernah di USG, USG terakhir janin baik dan hamil 8 bulan.
Riwayat Makan Obat : vitamin dan obat penambah darah (+)
Riwayat Haid
Menarche usia 14 tahun, teratur, selama 5-7 hari, siklus 28 hari, ganti pembalut 23x/hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
3
: (-)
: baik
Kesadaran
: komposmentis
Vital Sign
Tekanan darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 80x/menit
Frekuensi napas
: 21x/menit
Suhu
: afebris
Gizi
Kepala
Abdomen
: Status obstetrikus
Genitalia
: Status obstetrikus
Ekstremitas
Status Obstetri
Muka
Mamae
+)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+), scar (+)
Palpasi : supel, NT (-)
L1: TFU 4 jari dibawah proc. xyphoideus, teraba massa bulat lunak tidak melenting
L2: tahanan terbesar disebelah kiri
L3: teraba massa bulat keras dan melenting
L4: bagian terbawah janin sudah masuk PAP
His : 2 x 10 x30
TFU: 34 cm
Genitalia
Vulva uretra
VT
Portio konsistensi
: lunak
Arah sumbu
: posterior
Penipisan
: 25 %
Pembukaan
: 1 cm
Ketuban
: utuh
Terbawah
: kepala
Penurunan
: kepala hodge I
Penunjuk
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (25/10/2013) pukul 9.30 WIB
Darah lengkap
Hb: 10,5 g/dl
Ht: 31,4 vol%
5
Leukosit: 9800/l
Trombossit: 228.000/l
Laboratorium (25/10/2013) pukul 22.00 WIB
Darah lengkap
Hb: 9,6 g/dl
Ht: 29 vol%
Leukosit: 16200/l
Trombossit: 256.000/l
VBAC score :
VBAC score berdasarkan Flamm-Geiger :
-
:2
:1
:1
Dilatasi serviks
:0
:0
Indikasi SC sebelumnya
:6
nyeri menjalar ke ari ari semakin sering , keluar air-air (-), lendir bercampur
darah (-), gerak janin aktif
O:
Ku : baik
Kes: Composmentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetric :
his : 3 x 10 x 30
Djj : 140 dpm
VT : portio lunak, posterior, dilatasi 3 cm, ketuban (+), eff 75 %, kepala HI
A:
G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas sc 1x a/i letak
bokong + Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi
kepala
P:
-
nyeri menjalar ke ari ari semakin sering , keluar air-air (-), lendir bercampur
darah (+), gerak janin aktif
O:
Ku : baik
Kes: Composmentis
TD : 120/90 mmHg
7
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetric : his : 3 x 10 x 30
Djj : 142 dpm
VT : portio lunak, posterior, dilatasi 3 cm, ketuban (+), eff 75 %, kepala HI
A:
G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas sc 1x a/i letak
bokong + Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi
kepala
P:
-
Kes: Composmentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36,50C
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetric :
his : 3x10x35
Djj : 142 dpm
VT : portio lunak, axial, dilatasi 6 cm, ketuban (-), sisa jernih kepala HII, sutura
melintang
8
A : G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase aktif + bekas sc 1x a/i letak bokong +
Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi kepala
P:
-
Observasi tanda ruptur uteri, infeksi intra uterin, kompresi tali pusat
Kes: Composmentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,30C
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetric :
his : 4x10x40
Djj : 135 dpm
VT : portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban (-), sisa jernih
kepala
Dilakukan episiotomi
Dipasang cup vacum sejajar sutura sagitalis sedekat mungkin dengan ubun ubun
kecil
Tekanan dinaikkan 0,2 kg/ cm2 dan dipertahankan selama 2 menit sampai
terbentuk caput
Tekanan dinaikkan sampai 0,6 kg/cm2 dan dilakukan tarikan sesuai dengan
datangnya his
Lahir bayi perempuan, BBL 3900 gr , PB 52 cm, Apgar score 5/8, ketuban
jernih, jumlah cukup.
Dilakukan PTT
Amoxicilin 3 x 500 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
SF tab 1 x1
Mobilisasi dini
10
diet TKTP
rawat camar 1
observasi kala IV
Pukul
Tekanan
Nadi
TFU
Kontraksi
Perdarahan
21.20
21.35
21.50
22.05
22.35
23.05
darah
110/80
110/70
110/80
110/70
110/80
110/80
95
88
86
90
86
88
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
Minimal
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
VBAC (Vaginal Birth After C-Section) ialah proses persalinan per vaginam
yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada
kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya
satu ataupun lebih miomektomi intramural). Seksio sesaria adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut.5
3.2
Persalinan pervaginam pada pasien hamil pasca bedah caesar telah banyak
dilakukan, dan memberikan konsekuensi pada keadaan dinding perut dan rahim
akibat pembedahan caesar sebelumnya. Masalah utama setelah pembedahan adalah
mengenai penyembuhan luka. Sehingga harus pula kita perhatikan berbagai faktor
yang mempengaruhi proses penyembuhan luka.6
Uterus sembuh dengan regenerasi serabut-serabut otot, tidak dengan
pembentukan jaringan parut. Hal ini didasarkan hasil pemeriksaan histologik pada
tempat insisi dan 2 pengamatan penting. Pertama, bahwa pada pemeriksaan pandang
sebelum uterus dibuka pada saat bedah caesar ulang biasanya tidak ditemukan bekas
irisan pertama, atau paling banyak hanya dijumpai suatu parut berbentuk garis yang
hampir tak terlihat. Kedua, bila uterus diangkat setelah melakukan fiksasi seringkali
tak dijumpai parut atau hanya terlihat suatu cekungan dangkal vertikal pada
permukaan dalam dan luar dinding depan uterus tanpa adanya jaringan parut
diantaranya. Penyembuhan luka pada uterus hamil terjadi dengan cara pembentukan
jaringan ikat. Proses ini berjalan sebagai berikut yaitu setelah dilakukan sayatan maka
antara kedua sisi luka timbul eksudat, pembentukan dan deposit fibrin, proliferasi dan
infilrasi fibroblast, kemudian terbentuklah jaringan parut. Jaringan parut kemudian
menarik kedua sisi otot sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya. 6,7
Penyembuhan luka pada uterus adalah unik. Sayatan yang dilakukan adalah
sayatan pada suatu dinding organ yang terdiri dari otot halus. Atau ada pula sayatan
pada tempat yang sebagian besar terdiri atas jaringan ikat. Di sini ada faktor mekanik
berupa kontraksi dan retraksi yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Badan
uterus akan mengecil 1/4- 1/5 dari ukuran semula. Suatu sayatan longitudinal
sepanjang 10 cm akan cepat mengecil membentuk parut sepanjang 2 cm. Sayatan
pada segmen bawah rahim akan mengecil lebih lambat. Pada kehamilan berikutnya
serabut-serabut otot mengalami pemanjangan dan perubahan konsistensi. Daerah
jaringan parut relatif statis, konsistensi jaringan parut mengalami perubahan menjadi
lebih lunak mirip dengan perubahan yang dialami jaringan fibromuskular servik
12
dikala awal persalinan. Perubahan tampak nyata pada miometrium tidak pada
jaringan fibrous parut.4,5
Perlu diperhatikan juga resiko terjadinya perlengketan. Ini tampak lebih nyata
pada pasien yang dilakukan pengirisan dinding perut secara membujur dari pada yang
melintang (pfanenstiel).4,5
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kebutuhan
oksigen jaringan, suhu, adanya proses infeksi, kerusakan jaringan, antiseptik,
sirkulasi darah dan limfe, tempat yang bergerak. Tindakan aseptik bukanlah jaminan
untuk mencegah timbulnya infeksi, tetapi lebih dari itu persiapan tindakan bedah
yang baik, keadaan umum dan imunitas penderita, pencegahan perdarahan dan syok,
serta seleksi penderita yang memadai turut memengaruhi keberhasilan.4-6
3.3
setelah ruptur. Penatalaksanaan ruptur uterus antara lain adalah sesar darurat atas
indikasi gawat janian, terapi pendarahan ibu, dan perbaikan defek uterus atau
histerektomi jika perbaikan dianggap tidak mungkin.5,7,10
Angka ruptur uterus pada wanita dengan riwayat insisi vertikal yang tidak
meluas hingga ke fundus masih diperdebatkan. American College of Obstetricians
and Gynecologists (1999) menyimpulkan bahwa bukti ilmah masih inkonsisten atau
terbatas, wanita dengan insisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak meluas ke
fundus dapat menjadi kandidat untuk VBAC. Sebaliknya, riwayat insisi uterus klasik
atau berbentuk T dianggap kontraindikasi untuk VBAC. Namun, berdasarkan indikasi
insisi vertical saat ini, hanya sedikit insisi yang tidak meluas hingga ke segmen aktif.
Dalam mempersiapkan laporan operasi setelah insisi uterus vertical jenis apapun,
perlu didokumentasikan secara pasti luas jaringan parut dengan suatu cara yang tidak
dapat disalahartikan oleh dokter berikutnya.5,7,11
Tabel 2.1 Angka ruptur uterus berdasarkan jenis dan lokasi insisi uterus
sebelumnya6
College
Klasik
4-9
Bentuk T
4-9
Vertikal rendah
1-7
Tranversal rendah
0.2-0.5
American
of
14
8%) pada wanita dengan riwayat sesar dan malformasi uterus unikornuata,
bikornuata, didelfis, dan septata.7,8
Wanita yang pernah mangalami ruptur uterus lebih besar kemungkinannya
mengalami kekambuhan. Mereka yang rupturnya tebatas di segmen bawah memiliki
resiko kekambuhan sekitar 6% pada persalinan selanjutnya, sedangkan mereka yang
rupturnya mencakup uterus atas memiliki resiko kekambuhan sekitar 1 dalam 3.
Ruptur uteri pada luka bekas seksio sering sukar sekali didiagnosis. Tidak ada gejalagejala yang khas seperti ruptura pada rahim yang utuh. Mungkin hanya ada
perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri pada
daerah bekas luka. Oleh karena itu, ruptura semacam ini disebut silent rupture
(ruptura yang tenang atau tidak terjadi robekan secara mendadak).7-9
Gambaran klinis
ruptura uteri pada uterus yang utuh. Hal ini disebabkan oleh ruptura yang biasanya
pada luka bekas seksio terjadi sedikit demi sedikit penipisan jaringan di sekitar bekas
luka untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri, lagi pula
perdarahan pada ruptur bekas luka seksio sesarea profunda terjadi retroperitoneal
hingga tidak menyebabkan gejala perangsangan peritoneum.7-9
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada VBAC,
meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi
ibu dan janin. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat
mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya VBAC.
Adapun faktor risikonya adalah :
1. Riwayat Persalinan
a. Jenis parut (tipe insisi operasi sebelumnya)
15
16
Memang
masih
menjadi
kontroversi
tersendiri,
beberapa
penelitian
mengatakan tidak ada perbedaan risiko ruptur uteri pada penjahitan secara single atau
double layer, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa penjahitan single layer berisiko
4 kali lipat mengalami ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dibandingkan double
layer.6,9
c. Jumlah SC sebelumnya
Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya.
Secara spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada
wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar
dibandingkan dengan riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and
Gynecologists mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar
transversal-rendah dapat dijadikan kandidat untuk VBAC.5,6
d. Riwayat persalinan pervaginam
Suatu penelitian yang sangat besar menunjukkan efek protektif yang
signifikan dari riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea satu kali,
dan mungkin merupakan faktor protektif juga pada bekas seksio sesarea dua kali.
Penelitian kohort yang besar oleh Zelop dkk. menemukan bahwa riwayat persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea menurunkan resiko terjadinya ruptur uterus.
Ruptur 1,1% terjadi pada wanita tanpa riwayat persalinan pervaginam dan hanya
0,2% pada wanita yang pernah mengalami persalinan pervaginam setelah seksio
sesarea.5,6
e. Interval persalinan
Shipp dkk. menyatakan bahwa waktu yang pendek antara seksio sesarea dan
percobaan persalinan pervaginam berikutnya dapat meningkatkan resiko terjadinya
ruptur uterus karena tidak tersedia waktu yang adekuat untuk penyembuhan luka.
17
Wanita dengan interval persalinan kurang dari 18 bulan, mempunyai resiko 2,3%
dibandingkan dengan yang intervalnya lebih dari 18 bulan yaitu 1%.5,6
f. Demam post partum setelah SC
Demam post partum SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka
yang jelek dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk
dilakukannya VBAC.15,6
g. Indikasi Sesar Sebelumnya
Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak bergantung
pada indikasi sesar sebelumnya. Angka keberhasilan agak meningkat jika sesar
sebelumnya dilakukan atas indikasi presentasi bokong atau distress janin
dibandingkan jika indikasinya adalah distosia. Faktor prognostik yang paling
mendukung adalah riwayat pelahiran pervaginam.5,6
h. Sterilisasi Elektif
Keinginan untuk sterilisasi permanen pada seorang wanita dengan riwayat
sesar bukan m erupakan indikasi untuk mengulang sesar karena morbiditas akibat
persalinan pervaginam dan ligasi tuba pascapartum jauh lebih kecil daripada
morbiditas akibat sesar berulang.5,6
2. Faktor Ibu5,6
a. Umur
Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin
berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi.
b. Anomali uterus
Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.
3. Karakteristik kehamilan saat ini5,6
a. Makrosomia
18
Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin
karena terjadinya distensi uterus.
b. Kehamilan ganda
Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak terjadi
ruptura uteri.
c. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU)
Ketebalan SBU dapat diperiksa dengan USG. Risiko terjadinya ruptur 0% bila
ketebalan SBU > 4,5 mm; 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm
d. Malpresentasi
Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang dilakukan versi
luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun karena tidak ada data yang
definitif, prosedur ini mungkin bisa berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus.
3.4
Keberhasilan VBAC
Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 80 %, dengan komplikasi
yang dapat terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 1,5 %, histerektomi
(operasi pengangkatan rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat
menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Angka
keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Jika
indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit, jelas tidak
boleh melakukan VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi
sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus
macet. Pada partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika
operasi sebelumnya dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm.5,8
Hoskins dan Gomez (1997) menganalisis angka kejadian VBAC pada 1917
wanita dalam kaitannya dengan besar pembukaan serviks yang dicapai sebelum
dilakukan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan
19
VBAC adalah 67% untuk yang seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau
kurang, dan 73% untuk pembukaan 6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun
menjadi 13% apabila distosia didiagnosis pada kala dua persalinan. 5,8
Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio sesaria
(VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022 pasien, Bruce L.
Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System berikut:10
No.
Kriteria
Nilai
2
- Belum pernah
- > 75%
- 25 75 %
- < 25%
20
Interpretasi:
Nilai 0 2 : 49%
Nilai 3 8 : 50 94%
(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean
delivery: an admission scoring system).
3.5
VBAC
Rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecologists (1999)
untuk Pemilihan Kandidat Persalinan per Vaginam Setelah Sesar (VBAC).5
Kriteria seleksi5
1. Riwayat satu atau dua seksio sesarea dengan insisi transversal rendah
2. Panggul secara klinis lapang
3. Tidak ada jaringan parut uterus lain atau riwayat ruptur
4. Tersedia dokter selama persalinan aktif yang mampu memantau persalinan
dan melakukan sesar darurat (dalam waktu 30 menit)
5. Ketersediaan anestesi dan petugasnya untuk sesar darurat
Beberapa persyaratan lainnya antara lain :5
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin
lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea
sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda
4.
5.
6.
7.
8.
9.
persalinan.
Tersedia darah untuk transfusi.
Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya
Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu 41 minggu ).
Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal
Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam
Tidak ada tanda-tanda infeksi
21
10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.
Kontraindikasi Mutlak5,8
1. Seksio sesarea terdahulu adalah seksio korporal ( klasik ).
2. Adanya APB ( Ante Partum Bleeding ) oleh sebab apapun.
3. Terbukti bahwa seksio sebelumnya adalah karena CPD ( Cephalo Pelvic
4.
5.
6.
7.
8.
Dysproportion).
Malpresentasi atau malposisi.
Bayi besar ( makrosomia ).
Seksio sesaria lebih dari satu kali dengan insisi tranversal di SBR.
Kehamilan post term ( > 42 minggu ) dengan pelvic score rendah.
Terdapat tanda-tanda hipoksia intrauterin ( dari frekuensi bunyi jantung
Kontraindikasi Relatif5
1.
2.
3.
4.
3.6
Manfaat VBAC5,11
1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil
lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.
2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi
darah.
3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.
4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.
5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
1.
23
kehamilan selanjutnya. Masalah jarak kehamilan pada pasien ini adalah faktor dari
pasien sendiri.
Pada sistem rujukan pada pasien ini tidak ada rujukan dari bidan ataupun
pelayanan kesehatan. Pasien ini mengaku selalu melakukan kontrol kehamilannya ke
bidan tiap bulan. Seharusnya bidan telah menjelaskan resiko yang bisa terjadi pada
pasien ini serta merujuk pasien ini ke fasilitas kesehatan yang cukup untuk
mendapatkan konseling dan perencanaan persalinan. Pada pasien ini tidak ada
rujukan dari bidan ataupun fasilitas kesehatan primer lainnya. Pasien datang sendiri
ke IGD, hal ini menandakan bahwa tidak tercapainya pendekatan risiko pada
Pelayanan Kesehatan Dasar. Berdasarkan literatur pasien ini dikelompokkan pada
kelompok faktor risiko I berdasarkan kapan ditemukan, cara pengenalan dan sifat
risikonya. Kelompok faktor risiko I yaitu Ada-Potensi-Gawat-Obstetri (APGO)
dengan 7 Terlalu dan 3 Pernah. Pasien ini pernah operasi sectio cessaria atas indikasi
letak sungsang. Berdasarkan literatur sistem rujukan pasien ini adalah rujukan
terencana yaitu menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari
bagi ibu risiko tinggi dan sejak awal kehamilan pasien ini diberi KIE. Namun pada
pasien ini tidak terjadi rujukan sebagaimana mestinya. Seharusnya dalam merujuk
pasien ini perlu diperhatikan hal-hal penting dalam mempersiapkan rujukan dengan
istilah yang digunakan BAKSOKU.12
B (bidan)
: pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong
persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri
dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
A (alat)
K (keluarga) : beritahu ibu dan keluarga mengetahui kondisi terakhir ibu dan/atau
bayi dan mengapa perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan
tujuan merujuk ke tempat rujukan tersebut.
24
S (surat)
O (obat)
: bawa obat obat esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan.
25
Diagnosis inpartu kala I fase laten + janin hidup tunggal intrauterin + letak
memanjang presentasi kepala ditegakkan dari pemeriksaan Leopold, DJJ (+), dan
pemeriksaan dalam (bukaan 1 cm, presentasi kepala).
Nilai
Keterangan
- Belum pernah
3
4
- 25 75 %
- < 25%
Total
26
Tidak
Ya
0 ()
0 ()
6 ()
d. Makrosemia, IUGR
Total : 6
3. Apakah sudah tepat dilakukan partus pervaginan (VBAC) padahal IDT 15 bulan?
Tidak tepat karena IDT pada pasien ini 15 bulan. Berdasarkan Guidelines The
American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), VBAC yang
dilakukan pada interval delivery time < 18 bulan berisiko pada kegagalan VBAC dan
meningkatkan risiko rupture uteri. ACOG memberikan rekomendasi pada tahun 1999
dan 2004 untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginal
pada bekas sektio sesaria.4,7 Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya
sebagai berikut:
a. riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim
b. secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c. tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d. adanya tenaga yang mampu melaksanakan monitoring persalinan dan seksio
sesarea emergensi
27
e. sarana dan personil anestesi siap untuk manangani seksio sesarea darurat.
4. Sudah tepatkah tindakan episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini?
Jika dilakukan VBAC pada pasien yang memenuhi syarat VBAC, tindakan
episiotomi dan vakum telah tepat dilakukan yang bertujuan untuk mempercepat kala
II. Percepatan kala II dilakukan untuk meminimalisir resiko ruptur uteri. Selain
dilakukan percepatan kala II, menurut ACOG dan RCOG, VBAC harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman, fasilitas kesehatan yang memiliki unit
emergensi (terutama fasilitas seksio sesarea) dengan dokter spesialis obstetri,
spesialis anastesi, ruang operasi, dan perawat neonatus. ACOG dan RCOG juga
menyarankan monitoring fetus yang berkesinambungan dan monitoring intrapartum
untuk dapat dengan cepat mendeteksi jika terdapat ruptur uteri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SASARAN
28
5.1 Kesimpulan
1. Apakah penatalaksanaan awal di praktek Bidan dan sistem rujukan yang
dilakukan sudah tepat (mekanisme pasien datang)? Penatalaksanaan awal
dan sistem dan sistem rujukan pada pasien ini tidak tepat. Hal ini terlihat
pada sistem rujukan yang tidak mengarah pada sistem rujukan
BAKSOKU, hal ini terlihat pada penatalaksanaan awal dan sistem rujukan
pada pasien ini.
2. Sudah tepatkah diagnosis pada pasien ini? Diagnosis pada pasien ini sudah
sesuai dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu
diikuti dengan diagnosis janin.
3. Apakah sudah tepat dilakukan partus pervaginan (VBAC) padahal IDT 15
bulan? Tindakan VBAC pada pasien itu belum tepat karena IDT pada
pasien ini 15 bulan, sedangkan IDT yang disarankan untuk VBAC
menurut Guidelines The American College of Obstetrician and
Gynecologists (ACOG) adalah > 18 bulan.
4. Sudah tepatkah tindakan episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini?
Episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini sudah tepat jika pasien
memang memenuhi syarat untuk dilakukan VBAC.
5.2 Saran
1.
2.
29
1.
Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi
RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi
Fakultas Udayana Bali, 2006.
2.
Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3.
ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet
Gynecol 2004; 104:203.
6.
7.
8.
Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with vaginal
birth after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol
2005;193:1656.
9.
10. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an
admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.
11. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi.
EGC : Jakarta.
12. Rochjati P. Pelayanan Kebidanan di Indonesia. dalam Prawirohardjo S, editor.
Ilmu Kebidanan. 2009. Hal : 21-34. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
30