Anda di halaman 1dari 24

1. Apa etiologi kesulitan bernapas pada kasus ?

Pada kasus terjadi ketuban pecah 2 hari sebelum bayi lahir dan air ketuban berbau busuk.
Kemungkinan bayi ini telah mengalami infeksi intrauterine, karena ketuban pecah > 18
jam dan ketuban berbau busuk merupakan faktor resiko terjadinya infeksi intrauterine. ,
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Dampak dari ketuban pecah dini yang sudah terjadi 2 hari adalah infeksi pada neonatus.
Cairan amnion bersifat basa sehingga pH vagina yang normalnya asam dapat terganggu
dan menyebabkan kolonisasi berbagai patogen. Patogen dapat naik ke uterus dan
menginfeksi neonatus melalui cairan amnion yang berada di alveoli sehingga terjadi
bronkopneumoni.

Bronkopneumoni

menyebabkan

pernapasan

neonatus

menjadi

terganggu.
Grunting terjadi sebagai kompensasi bayi untuk bernapas. Suara terjadi akibat
tertutupnya glotis saat ekspirasi. Tertutupnya glotis akan meningkatkan tekanan akhir
ekspirasi pada paru (end-respiratory pressure) dalam upaya meningkatkan oksigenasi.
Adanya eksudat pada alveoli dan kapiler menyebabkan suplai oksigen menurun
peningkatan resistensi jalan nafas tekanan intrapleura melawan resistensi jalan nafas
retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat
interkostal dan subkostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.

2. Apa kemungkinan penyebab dari PROM?


Penyebab PROM belum diketahui dengan pasti. Penyebab PROM antara lain ialah
infeksi bakteri seperti bacterial vaginitis, clamydia dan trikomonas vaginalis, juga infeksi
jamur seperti candidiasis. Pada kebanyakan wanita pecahnya ketuban disebabkan oleh
enzim proteolitik yang menyebabkan kelemahan pada selaput ketuban didaerah servik
dan segmen bawah uterus. Pemeriksaan histologi pada wanita dengan PROM
menunjukkan penipisan chorioamnion dan penurunan jumlah kolagen bila dibandingkan
dengan wanita yang memiliki selaput yang intak. Enzim proteolitik dapat disebabkan
oleh bakteri yang terdapat pada traktus genital bagian bawah, sel inflamasi maternal, atau

sekresi seminal. Enzim proteolitik yang berperan pada PROM ialah phospholipase A2,
yaitu enzim yang diproduksi oleh organisme mikrobakter, terutama bakteri anaerob.
Enzim ini mengkatalisa pemecahan phospholipid menjadi asam arachidonat. Asam
arachidonat dirubah menjadi prostaglandin oleh cyclooksigenase dan menjadi leukotriens
oleh lipooksigenase. Hal ini dapat menyebabkan kontraksi uterus dan meningkatnya
tekanan intrauterin, melemahnya selaput ketuban, dan menurunkan lubrikasi antara
chorion dan amnion yang merupakan suatu cascade yang mengakibatkan pecahnya
selaput ketuban.
Selain itu,menurut TAYLOR dkk, pecahnya selaput ketuban juga dapat disebabkan oleh:
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakitpenyakit seperti pielonefritis, sistitis,servisitis,dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan hipermotolilitas rahim.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
3. Infeksi (chorioamnionitis atau amnionitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multipara, malposisi, disproporsi,
inkompeten serviks, dll.
5. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.(4)
3. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan
fisik?
a. Hipoaktif
Pada kasus, karena kurangnya suplai O2 ke jaringan otot karena adanya obstruksi jalan
nafas yang disebabkan oleh pneumonia dan karena adanya sepsis sehingga metabolisme
tubuh meningkat, cadangan energi terpakai terus, kedua hal tersebutlah yang
menyebabkan bayi menjadi hipoaktif.

b. Takipneu
Takipneu terjadi akibat peningkatan usaha bayi untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sehingga mengkompensasi dengan meningkatakan pernapasan.

c. Tidak ada refleks menghisap


o

Refleks rooting: menyentuhkan ujung jari ke arah sudut mulut pasien


pasien menengok ke arah rangsangan berusaha memasukkan ujung jari.

o Sucking refleks: kalau ujung jari dimasukkan 3 cm ke dalam mulut


akan dihisap

Malas minum adalah salah satu tanda khas infeksi pada neonatus

Pada kasus tidak ada refleks ini, bisa jadi karena bayi lemas
kekurangan oksigen dan cadangan energi yang terus menipis.

d. Retraksi dinding dada


Pergerakan otot antar tulang rusuk ke dalam sebagai hasil dari penurunan tekanan di
dalam cavitis thoraxis merupakan tanda kesulitan bernafas akibat obstruksi jalan nafas
karena pneumonia dan sepsis onset dini.
Retraksi dinding dada adalah tanda adanya pneumonia berat dan menunjukkan usaha
untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Adanya eksudat pada alveoli dan kapiler
menyebabkan suplai oksigen menurun peningkatan resistensi jalan nafas tekanan
intrapleura melawan resistensi jalan nafas retraksi bagian-bagian yang mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat interkostal dan subkostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal.
No
1.

Klinis
Interpretasi
Bayi merintih, nafas cepat, retraksi Respiratory

2.

sela iga
Hipoaktif dan refleks isap tidak ada

bronkopneumonia
Bronkopneumonia,
neonatorum

LEARNING ISSUE NEONATAL SEPSIS


a. DD

b. WD
Penegakkan diagnosis
1. Gejala dan tanda klinis
2. Pemeriksaan Laboratorium
- kultur

distress
dan

akibat
sepsis

c. Definisi
Sepsis adalah respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan
lain. Tubuh mengadakan respon inflamasi secara luas terhadap infeksi yang dapat terjadi
secara berlebihan diluar kendali dan meningkatkan risiko bahaya. Sepsis merupakan

suatu keadaan yang sangat serius. Bahkan walaupun sepsis telah diketahui dan dirawat
dini, sepsis dapat menyebabkan syok, kerusakan organ, cacat permanen atau kematian
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
d. Etiologi
1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
2. Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering dari
sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50
70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan
streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes
simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis.

3. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
4. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan
e. Epidemiologi
Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 1327 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500gram. Angka kematian 1350%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan
neonatus dengan penyakit berat dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat
rendah, merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari
kehidupan

f. Faktor risiko
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi
berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari
pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum
terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal

a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
g. Patofisiologi

Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan dalam:
Sepsis Awitan Dini,
Terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih mencolok, organisme
penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada
keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme
penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke janin melalui
plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses
persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-organisme dalam flora vagina atau
bakteri pathogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini

memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi


teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan
pernapasan. Adanya vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan
amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi
terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma
pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian
yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan
angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1 - 0,4% dengan mortalitas 15-45% dan
morbiditas kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih.(4,5,6)
Sepsis Awitan Lambat
Mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri penyebab sepsis dan
meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu,
kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal
memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20%
namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan
penyakit utama dan imunitas yang imatur.(4)
Selama dalam kandungan janin relative aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan
beberapa factor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan
kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran
darrah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada
infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria, dll.
2. Prosedur obstetric yang kurang memperhatikan factor aseptic/antiseptic misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosintesis. Paparan kuman
pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amniosentesis dan pada
akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk kedalam rongga uterus dan

bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran nafas ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah
pecah lebih dari 18-24 jam.

Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya sepsis tidak
banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya akan dimulai dengan
adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi koagulopati. Gangguan

fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir
dengan gangguan fungsi organ.
Informasi dalam pathogenesis dan penyakit penderita sepsis ini merupakan konsep
pathogenesis infeksi yang banyak dibahas akhir-akhir ini dan dikenal dengan konsep
Systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Dalam konsep ini diajukan adanya
gambaran klinik infeksi dengan respon sistemik yang pada stadium lanjut menimbulkan
perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ Dysfunction Syndrome
(MODS).
Berbagai variabbel inflamasi tersebut diatas merupakan respons sistemik yang
ditimbulkan pada keadaan SIRS yang antara lain terlihat adanya perubahan system
hematologi, system imun dan lain-lain. Dalam system imun, salah satu respons sistemik
yang penting pada pasien SIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk
dalam proses infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi
atau trauma. Sebagian sitokin (Pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-a)
dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti inflammatory
cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempertahankan
homeostasis

organ

vital

tubuh.

Selain

berperan

dalam

regulasi

proses

inflamasi,pembentukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang diagnostic sepsis


neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi
pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis muncul.
Perubahan system imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada system
koagulasi. Pada system koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue
Factori (TF) yang bersama dengan factor VII darah akan berperan pada proses koagulasi.
Kedua factor tersebut menimbulkan aktivasi factor IX dan X sehingga terjadi proses
hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan thrombin yang berlebihan dan
selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respons
fibrinolisis yang biasanya terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis
terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1)
yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-a). demikian pula pembentukan
trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis
(TAFI) yaitu factor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua factor yang berperan

dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan
mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan
tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi
berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat
memperlihatkan gejala-gejala sindroma distress pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan
bila tidak teratasi akan diakhiri dengan kematian.

DAYA PERTAHANAN TUBUH


Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan risiko
tinggi disebabkan oleh:
1. Sistem Imunitas Seluler

Sel polimorfonuklear mempunyai kemampuan kemotaksis terbatas, menurunnya


mobilisasi reseptor permukaan sel, kemampuan bakterisidal yang amat terbatas, dan
fagositosis normal.
o Semua komponen komplemen kurang, terutama pada bayi kurang bulan juga,
disertai kurangnya produksi zat kemotaktik opsonin.
o Sel limfosit T yang berfungsi dalam imunitas seluler telah normal pada gestasi
muda, tetapi belum dapat memberikan respons terhadap antigen asing yang
spesifik, hal ini menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi jamur dan virus,
meningkatnya jumlah sel T supresor, dapat mengurangi produksi antibodi sewaktu
antenatal.
o Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau menjadi sel
plasma yang menghasilkan antibodi.(9)
2. Sistem Imunitas Humoral
Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui plasenta oleh karena
semua tipe IgG dari ibu dapat ditransport ke janin sedangkan IgM, IgA dan IgE tidak
melalui plasenta, karena itu pada neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang ditransfer ke
janin, akan menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah diderita ibu
sebelumnya. Secara kuantitatif, jumlah IgG jelas kurang pada bayi berat lahir sangat
rendah, karena sebagian besar IgG ditransfer melalui plasenta sesudah 32 minggu
kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah dibanding bayi cukup
bulan. Jumlah ini berkurang pada beberapa bulan pertama sesudah lahir, keadaan ini
disebut hipoimunoglobinemia fisiologis pascanatal. Hal inilah yang merupakan faktor
risiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatal, terutama untuk bayi berat lahir
sangat rendah atau bayi kurang bulan.

h. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak jarang ditemukan pada neonates, namun keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat

berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya
kuman. Berdasarkan penelitian, hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan
bakteri atau mikroorganisme lain akan mengalami demam, lebih banyak suhu tubuhnya
normal atau malah rendah.
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan
memerlukan resusitasi karrena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan
gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi oran
tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, reflex hisap buruk,
menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy
skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologic, gastrointestinal ataupun
ggangguan respirasi (perdarahan, ikhterus, muntah, diare, disttensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnena, merintih dan
retraksi).
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis
banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit
hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit
infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus,
herpes).
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:
Letargi, iritabel,
Tampak sakit,
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik
bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping
hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau
hipotensi (biasanya timbul lambat),

Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung


dengan atau tanpa adanya bowel loop.(
WHO Hanbook Integrated Management of Childhood Illnesses:

RR > 60x/menit

Retraksi dinding dada

Nasal flaring dan merintih

Bulging fontanelle

Kejang

Nanah pada telinga

Kemerahan pada kulit disekitar umbilikus

Suhu >37,70Catau <35,50C

Letargik dan penurunan kesadaran

Hipoaktif

Refleks menghisap menghilang

Tanda awal mungkin terbatas pada hanya satu system, seperti apnea, takipnea dengan
retraksi, atau takikardia. Manifestasi akhir sepsis meliputi tanda-tanda edema serebral
dan/ atau thrombosis, gagal napas sebagai akibat ARDS, hipertensi pulmonal, gagal
jantung, gagal ginjal, dll.
i. Diagnosis
Sepsis neonatal
j. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin,
gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
o Imunoterapi
o Imunoglobulin

o Infus granulosit
o Transfusi ganti

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi
-

Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung jenis,
trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/l, trombositopeni
<150.000/l (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil muda meningkat
>1500/l, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase akut yaitu CRP
(konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan sedang didapatkan pada
kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-

1, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).


Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji resistensi,

pelaksanaan
Pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan pada bayi yang menderita

kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.
Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan ginjal.
Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis, yang
merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.(5)
k. Tata Laksana

Umum
o Rawat dalam ruang isolasi / inkubator (pertahankan suhu tubuh).

o Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi.


o Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan.
o Pengaturan suhu dan posisi bayi.

Khusus
o Beri vit K 1 mg IM
o Suportif untuk menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenisasi
jaringan vital.
1) Terapi oksigen. Berikan oksigen intranasal 1-2 liter/menit.
2) Pemberian cairan dan elektrolit. IVFD Dextrose 10% 500cc
dalam NaCl 15% 6 cc dgn jumlah sesuai kebutuhan bayi. Pada
keadaan umum yang jelek, diberikan secara parenteral sesuai
dengan umur dan berat badan bayi. Bila keadaan umum baik
dapat diberikan nutrisi parenteral secara bertahap dan
parenteral dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi
peroral.

Antibiotik

Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).. Diberikan antibiotik spektrum luas untuk
gram negatif dan positif selama belum ada hasil kultur.

Terapi awal (sebelum ada kultur dan resistensi) :

Kombinasi ampisilin + aminoglikosida

Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan

Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).

Kombinasi sefotaksim + aminoglikosida untuk sepsis yang diduga disebabkan


gram negatif.

Sefotaksim : > 7 hari: 150 mg/KgBB/hari, i.v, dibagi 3 dosis

Ampisilin 100mg/kgBB/ hari dalam 3-4 dosis atau

Gentamisin 2,5 mg/kgBB/18 jam. Lama pemberian antara 7-10 hari

Terapi lanjutan:
Observasi setelah 48 jam klinis dan laboratorium, apabila gejala klinik dan pemeriksaan
ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah
negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. Apabila gejala klinik memburuk
dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan
Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg
BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal
21 hari. Monitoring: RR, BP, T, total intake dan output cairan tiap 24 jam, kenaikan BB.

l. Pencegahan
Meskipun belum ada cara untuk mencegah semua tipe sepsis, tapi beberapa kasus dapat
dcegah, terutama yang disebabkan oleh GBS (Grup Beta Streptococcus) yang ditularkan
oleh ibu kepada bayinya saat lahir. Ibu hamil dapat melakukan swab test yang sederhana
untuk mengetahui apakah mereka carrier GBS. Tes ini biasanya dilakukan pada umur 35
37 minggu kehamilan dan sekali lagi saat akan melahirkan.
Jika ibu dengan hasil GBS positif, maka ia diberi antibiotik intravena selama melahirkan.
Atau untuk wanita hamil yang belumm pernah di sek GBS namun dicurigai mempunyai
risiko tinggi untuk itu (misalnya karena ia mengalami demam saat melahirkan, ketuban
pecah dini, atau sebelumnya ia mempunya anak dengan penyakit GBS, termasuk sepsis,
pneumonia dan meningitis) ia juga sebaiknya diberi antibiotik intravena untuk
meminimalkan risiko penularan terhadap bayinya.
Selain itu, untuk bayi dan anak-anak yang lebih besar, dianjurkan untuk imunisasi Hib
dan terhadap pneumococcus lainnya yang dapat menyebabkan bakteriemi atau sepsis.
Terbukti setelah adanya vaksin Hib, sepsis yang diakibatkan komplikasi infeksi H.
influenza tipe b berkurang 99% sejak tahun 19888.
Selain itu dapat juga dengan :
Menghindari trauma di permukaan mukosa yang biasanya merupakan koloni bakteri
Gram negatif
Untuk anak leukemia, digunakan trimethoprim-sulfamethoxazole profilaksis
Pada pasien luka bakar, menggunakan silver nitrate, silver sulfadiazine, arau sulfamylon
topikal uyntuk profilaksis
Pemberian spray polimiksin ke faring posterior untuk mencegah pneumonia nosokomial
oleh bakteri Gram negatif
Sterilisasi flora normal usus dengan polimiksin atau gentamisin dengan vankomisin dan
nistatin, yang efektif untuk mengurangi sepsis oleh bakteri Gram negatif pada pasien
dengan neutropenia

Melindungi pasien dari lingkungan untuk pasien yang berisiko biasanya tidak berhasil
karena kebanyakan infeksi yang terjadi adalah endogen

m. Komplikasi
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain

Perdarahan

Demam yang terjadi pada ibu

Infeksi pada uterus atau plasenta

Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)

Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)

Proses kelahiran yang lama dan sulit.

Sepsis Neonatorum
-

Meningitis

Hipoglikemia, asidosis metabolik

Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial

Ikterus/kernikterus

n. Prognosis
Sepsis neonatorum:
Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 1040% dan pada
meningitis 1550%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya
penyakit penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit, tempat perawatannya, dan
penyebab infeksinya (angka kematian pada infeksi yang disebabkan okeh basil gram
negatif atau Candida spp sekitar 32 36%) dan menimbulkan gejala sisa neurologik
(semakin buruk apabila BBLSR). Gejala sisa neurologik yang jelas nampak adalah

hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara yang tidak normal. Kejadian
gejala sisa ini adalah sekitar 30 50% pada bayi yang sembuh dari meningitis neonatal.
Gejala sisa ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah
laku dapat pula terjadi.

l. SKDI
SEPSIS NEONATORUM 3B

Sumber
1. Gomella TL. Neonatology. Penyunting 4th ed. Connecticut: Appleton & Lange
2009:h.408-14.
2. Isaacs D, Moxom ER. Neonatal infection. Penyunting Oxford: Butterworth Heinemann
2001:h.25-39.
3. Korones SB, Bada-Ellzey HS. Neonatal decision making. Penyunting 2nd ed. Missouri:
Mosby Year Book 2003:h.104-11.
4. Neonatal sepsis and IVIG. http://www.ucs.mun.ca/ ~skhoury/ivig.html.
5. Polin RA, Yoder MC, Burg FD. Practical neonatology. Penyunting, 2nd ed. Philadelphia:
WB Saunders Company 2003:h.227-49.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fak. Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak jilid 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2005:h.1123-31
7. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, dkk. Buku Ajar Neonatologi. 1st Ed. Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2008: h. 170-187
8. Pusponegoro TS, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 96 -102
9. Arvin BK, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol 2, 15th Ed. ECG. 2000: h.868-872

Anda mungkin juga menyukai