BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Penyu hijau (Chelonia mydas)
Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam
Prihanta (2007), taksonomi penyu hijau adalah:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Reptilia
Bangsa
: Testudinata
Suku
: Cheloniidae
Marga
: Chelonia
Jenis
Chelonia
mydas
Linn
merupakan
nama
ilmiah
yang
paling
umum
dipergunakan bagi penyu hijau. salah satu anonimnya adalah Testudo mydas
linnaeus, dan dalam dunia internasional spesies ini lebih dikenal sebagai green turtle
berdasarkan warna lemak pada jaringan tubuhnya (Hirth, 1971) dalam Prihanta
(2007).
Tujuh spesies penyu di dunia terdiri dari dua keluarga, yaitu chelonidae dan
demochelydae yang merupakan satu-satunya anggota keluarga penyu dengan ukuran
tubuh terbesar. Tujuh spesies tersebut adalah Penyu hijau atau Green Sea Turtle
(Chelonia mydas), Penyu sisik atau Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata),
Penyu belimbing atau Leatherback Turtle (Dermochelys cariacea), Penyu lekang atau
Olive Ridley Turtle, (Lepidochelys olivacea), dan Penyu tempayan atau Loggerhead
Turtle (Caretta caretta), Penyu pipih atau flatback turtle (Natator depressa). (Eckert
et al., 1999).
Penyu hijau memiliki tempurung punggung (karapas) yang terdiri dari sisiksisik yang tidak saling tumpang tindih. Warna karapas pada bagian dorsal tukik
penyu hijau berwarna hitam, pada saat remaja warnanya menjadi coklat dengan
radiating streak (bercak kekuningan yang menyebar) dan warnanya menjadi sangat
bervariasi ketika sudah dewasa (Pritchard dan Mortimer, 1999).
Warna pada bagian centralnya (plastron) pada tukik adalah putih dan menjadi
kekuningan pada saat dewasa. Morfologi diagnostik yang membedakan Penyu hijau
dengan penyu jenis lainnya adalah terdapatnya sepasang sisik prefrontal dan empat
buah sisik postorbital pada area kepalanya (Adnyana dkk., 2003). Penyu hijau
memiliki panjang lebih dari 0,9 m sampai 1,5 m dengan berat mencapai 391,95 kg,
dan memiliki cakar yang tajam pada kaki depannya (Prihanta, 2007). Pada masingmasing flipper penyu terdapat satu kuku dan flipper bagian depan lebih panjang dari
pada bagian belakang (Pritchard dan Mortimer, 1999).
Pre frontal
Flipper depan
Coastal
Karapas
Vertebral
Post orbital
Plastron
Flipper
belakang
untuk
kembali
beruaya
mencari
makanan
untuk
kemudian
10
Tukik yang baru menetas dan keluar dari sarangnya akan langsung bergerak
menuju kelaut, karena proses alaminya yang ada berkaitan dengan medan magnet
cahaya. Setelah mencapai laut, tukik-tukik itu menuju ke laut lepas hingga mencapai
arus samudra dengan cadangan makanan kuning telur yang ada ditubuhnya. Fase
awal berkelana ini sering disebut sebagai tahun yang hilang, yang lamanya
bervariasi sesuai dengan jenis dan populasinya (Pedoman tekhnis Konservasi
Penyu,2009).
11
12
ukuran halus dan sedang. Terbentuknya komponen tersebut mungkin berasal dari
sumber sekitarnya yang terbawa oleh sungai atau gelombang (Nuitja, 1985).
2.5 Mitokondria DNA
Mithokondrial DNA atau DNA mitokondria (mtDNA) merupakan materi
genetik yang diturunkan secara maternal. MtDNA dapat digunakan sebagai penanda
genetik dan dalam studi genetika populasi penyu laut, mtDNA dapat digunakan untuk
menentukan asal dari perkembangan penyu muda yang ditemukan pada habitat pakan,
habitat perkembangan dan sepanjang jalur migrasinya (Bowen and avise., 1996;
Lahanas et al. 1998; Bass and witzell., 2000; Luke et al., 2004).
Analisis ini sangat berguna untuk menelusuri penurunan genetik yang
diperoleh dari analilis mtDNA dan sangat cocok diterapkan dalam kegiatan
konservasi dikarenakan indukan betina bertanggung jawab akan terjadinya kolonisasi
dari suatu habitat peneluran ,dalam (Supartha, 2010). Kesimpulan sementara adalah
bahwa penyu betina umumnya kembali bertelur ke tempat dimana mereka dilihatkan
(prilaku natal hoaming), yang mencakup beberapa habitat peneluran yang berada
disekitar jarak 100-400 km (FitzSimmons et al., 1999).
Mitokondria memiliki genetik sendiri yaitu DNA Mitokondria , berbentuk
tertutup yang terdiri atas untai H (Heavy), yang memiliki basa G lebih banyak dan
untai L (Light) yang memiliki basa C lebih banyak (Wallace, 1997). Pasangan basa
pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin. Basa purin terdiri
atas adenine (A) dan guanine (G) sedangkan basa pirimidin memiliki cytosine (C)
13
dan tymin (T) (Suryo,1992). DNA berfungsi sebagai marker untuk mengukur
kekerabatan kelompok, identifikasi populasi, studi evolusi dan penanda untuk peta
gen (Suwarminiwati,2008). Penggunaan DNA sebagai marker dikarenakan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan, lebih sensitif serta hampir
semua jaringan organisme dapat digunakan sebagai sumber material genetik
(Thorgaard, 1992).
Beberapa kelebihan mtDNA yang menjadikan banyak digunakan untuk
mengidentifikasi genetik dan dinamika populasi, diantaranya : (1) mtDNA memiliki
ukuran yang kompak dan relative kecil (16.000-20.000 pasangan basa), tidak
sekomplek DNA inti sehingga dapat dipelajari secara satu kesatuan ; (2) mtDNA
berevolusi
lebih
memperlihatkan
cepat
dengan
dibandingkan
jelas
dengan
perbedaan
DNA
antara
inti
populasi
sehingga
dan
dapat
hubungan
14
2007). Hasil penelitian ini kedepan, diharapkan dapat menyediakan informasi akurat
mengenai komposisi genetik penyu hijau di apantai peneluran Paloh Kalimantan
Barat sebagai dasar mengestimasi jejaring pengelolaan konservasi penyu laut yang
meliputi habitat pakan dan lokasi peneluran serta penentuan jejaring daerah
perlindungan laut (Marine Protected Area).
2.6 Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan fasilitas dalam mempelajari
genetik tanaman maupun hewan. Sidik DNA, analisis forensik, pemetaan genetik dan
filogenetik dapat dipelajari dengan PCR. Beberapa teknik analisis keanekaragaman
genetik, membutuhkan amplifikasi daerah genom tertentu dari suatu organisme
(Demeke dan Adams. 1994). Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan
dirancang berdasarkan daerah konservatif dalam genom tersebut.
Makin panjang primer, makin spesifik daerah yang diamplifikasi. Jika suatu
kelompok organisme memang berkerabat dekat, maka primer dapat digunakan untuk
mengamplifikasi daerah tertentu yang sama dalam genom kelompok tersebut.
Beberapa faktor seperti konsentrasi DNA, ukuran panjang primer, komposisi basa
primer, konsentrasi ion Mg, dan suhu hibridisasi primer harus dikontrol dengan hatihati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto, 2003).
Keberhasilan teknik ini lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan
efisiensi dan optimasi proses PCR. Reaksi berantai polymerase (Polymerase
15
Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipat gandakan
secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini
telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik baik
berupa molekul DNA maupun RNA (Yuwono, 2006). Pada PCR, posisi awal dan
akhir sintesis DNA dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida
sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan
keinginan peneliti. Inilah keunggulan PCR yang pertama: polimerase-DNA dapat
diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu (Mahardika, 2003).
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan; yaitu
fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. (2) oligonukleotida primer; yaitu suatu
sekuen oligonukleotida pendek (15 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk
mengawali sintesa rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas
dATP, dCTP, dGTP, dTTP dan (4) enzim DNA pilomerase yaitu enzim yang
melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting
adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).
16
17
Protein
DNA
Kromosom
Ekstra kromosom
Mitokondria
Runutan DNA
Pengaruh :
Autosom
Kromoson Sex
Mikrosatelit
Situ pemotongan
- Mutasi
-Migrasi
-Seleksi
Alam
Diversitas (keragaman) haplotype
Diversitas Nukleotida