PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau besar dan
kecil, dan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang kedua di dunia) yang di dalamnya terdapat
sekitar 4,29 juta ha hutan mangrove. Dengan diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1983, tentang
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), maka luas perairan Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta
km2, yang terdiri dari 2,8 juta km2 perairan nusantara, 0,3 juta km2 perairan laut teritorial dan 2,7 juta
km2 perairan ZEEI. Tanggal 16 Nopember 1994, konvensi tentang hokum laut yang dikenal dengan
UNCLOS (United Nations Convebtions on the Law of the Sea) diberlakukan, berarti perairan ZEEI
bertambah sekitar 3 juta km2, sehingga luas perairan Indonesia secara keseleruhan menjadi sekitar 8,8
juta km2
Dalam dunia perikanan Indonesia, kenal tiga macam budidaya perairan, yaitu budidaya air tawar,
budidaya air payau, budidaya air laut. Budidaya air tawar telah berkembang sejak jaman Sriwijaya dan
Majapahit. Sedangkan budidaya air payau juga demikian, tetapi menurut beberapa catatan, bahwa
budidaya air payau mulai dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Dan budidaya air laut (marineculture)
baru mulai berkembang di tahun 1980-an, sehingga masih tergolong baru.
Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial
dikembangkan. Selain karena, jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas (tingkat kegaraman) perairan
yang luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan ikan euryhaline. Ikan ini juga mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingku ngan lain (suhu, pH, kekeruhan air) dan tahan terhadap serangan penyakit. Ikan
bandeng juga memiliki nilai ekonomis penting karena harganya relatif murah dan nilai gizinya yang
tinggi (ikan bandeng mengandung protein 20 % dan 3% lemak). Kelebihan lain adalah adalah ikan dapat
dibudidayakan bersama dengan jenis organisme budidaya lain seperti dengan ikan tawes, udang galah,
udang windu dan kepiiting. Budidaya campuran ini biasa disebut polikultur.
Budidaya bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air kotor maupun bau amis.
Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mampu mengetahui manajemen kualitas air pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi
Secara taksonomi ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
Filum
2.2
: Animalia
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Gonorynchiformes
Famili
: Chanidae
Genus
: Chanos
Spesies
Morfologi
Ciri umum ikan bandeng adalah tubuh memanjang agak gepeng, mata tertutup lapisan lemak
(adipase eyelid), pangkal sirip punggung dan dubur tertutup sisik, tipe sisik cycloid lunak, warna hitam
kehijauan dan keperakan bagian sisi, terdapat sisik tambahan yang besar pada sirip dada dan sirip perut.
Bandeng jantan memiliki ciri-ciri warna sisik tubuh cerah dan mengkilap keperakan serta memiliki dua
lubang kecil di bagian anus yang tampak jelas pada jantan dewasa (Desrita, 2011).
mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru
menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan
kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak
2.4
Kebiasaan Makan Ikan Bandeng
Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Ikan ini memakan klekap, yang
tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan tanah, klekap ini sering disebut sebagai
tahi air. Pakan bandeng terutama terdiri dari plankton (Chlorophyceae dan Diatomae), lumut dasar
(Cyanophyceae), dan pucuk tanaman ganggang (Nanas dan Ruppia). Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk
benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk.
2.5
Reproduksi Ikan Bandeng
Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman
40-50 meter, dan ombak yang sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang .
Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang
belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor
induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali
pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur pemijahan alami berlangsung dalam kelompokkelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar
pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari. Bandeng memijah pada tengah malam
sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal.
Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat.
Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan
pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali
implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur
berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat
dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan
hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Desrita, 2011).
Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan
dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan
seperempat. Dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai
dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran
adaptasi yang tinggi terhadap salinitas.
2.6
Daerah Penyebaran Ikan Bandeng
Ikan bandeng merupakan ikan laut dengan daerah persebaran yang sangat luas yaitu dari
pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tua mutu, sebelah timur Tahiti, dan dari Jepang Selatan sampai
Australia Utara. Ikan ini biasanya terdapat di daerah Tropika dan Sub Tropika
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Suhu
pembesaran bandeng sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik dan air laut yang banyak
mengandung sulfat. Asam sulfida ini dapat dideteksi dengan jelas pada saat melakukan
pengeringan dasar tambak. Dasar tambak yang mengandung banyak sulfida akan bewarna hitam
dan tercium bau belerang. Kadar asam sulfida ditambak pembesaran sebaiknya di bawah 0,1
mg/l. Kandungan H2S di air tambak dapat diukur secara kolorimetri, yakni membandingkan
warna air contoh dengan warna larutan standar setelah diberi pereaksi tertentu
3.3
Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat di
perairan dan menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat dikonversi menjadi
oksida, bromida dan iodida dikonversi menjadi klorida dan semua bahan organik telah
dioksidasi. Salinitas ini dinyatakan dalam satuan gram/kg air atau permil (0/00). Nilai salinitas
sangat menentukan jenis perairan tersebut, di alam dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Perairan tawar, salinitas 0,50/00
2. Perairan payau, salinitas >0,50/00 300/00
3. Perairan laut, salinitas >300/00
DO meter
Oksigen masuk dalam air tambak melalui difusi langsung dari udara, aliran air yang masuk
tambak, termasuk hujan, proses fotosintesa tanaman berhijau daun. Kandungan oksigen dapat
menurun akibat pernafasan organisme dalam air dan perombakan bahan organik. Cuaca
mendung dan tanpa angin dapat menurunkan kandungan oksigen di dalam air. Untuk kehidupan
ikan bandeng dengan nyaman diperlukan kadar oksigen minimum 3 mg per liter. Oksigen terlarut
di dalam air (Dissolved Oxygen = DO). Dapat diukur dengan titrasi di laboratorium serta dengan
metode elektrometri menggunakan Dissolved Oxygen Meter (DO meter).
3.5
Amonia (NH3)
Amonia di perairan berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air; dapat pula berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhandan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh
mikroba dan jamur.
Kadar amonia ditambak pembesaran bandeng sebaiknya tidak lebih dari 0,1 ppm
0,3 ppm. Kadar amonia yang tinggi akan mematikan ikan di tambak pembesaran. Oleh karena
itu, kadar amonia di tambak pembesaran ini harus selalu dipantau. Selain itu kadar amonia di
tambak pembesaran juga dipengaruhi oleh kadar pH dan suhu. Makin tinggi suhu dan pH air
maka makin tinggi pula konsentrasi NH3. Kadar amonia di tambak pembesaran dapat diukur
secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air contoh dengan warna larutan standar setelah
diberi pereaksi tertentu. Biasanya menggunakan alat bantu spectrofotometer.
3.6
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1. Pengukuran suhu bertujuan untuk mengetahui karakteristik perairan yang berpengaruh pada
kehidupan biota pada perairan.
2. Semakin tinggi suhu dan pH air maka makin tinggi pula konsentrasi NH3.
3. Kadar amonia yang tinggi akan mengakibatkan ikan mati ditambak pembesaran
4. Pada pH 4 atau 11 kematian bandeng dapat terjadi. Karena pH air laut cenderung basa.
DAFTAR PUSTAKA