1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berpikir menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah gagasan dan proses mental.
Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan
memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan , rencana dan keinginan.
Kata yang sama merujuk pada konsep dan proses diantara nya Kognisi , pemahaman , kesadaran,
gagasan dan imajinasi.
Berpikir adalah fungsi kognitif tingkat tinggi dan berpikir melibatkan manipulasi otak
terhadap informasi seperti saat kita membentuk konsep, terlibat dalam berpikir kritis melakukan
penalaran dan membuat keputusan.
Salah satu ketrampilan berpikir adalah ketrampilan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah
salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sehingga berpikir kritis juga disebut dengan
kognisi (Tempelaar, 2006). Flavell (1979) mendefinisikan berpikir kritis adalah proses berpikir
tentang berpikir
Dari beberapa definisi yang telah diterangkan diawal dapat diambil kesimpulan bahwa
matematika ilmu yang melatih kemampuan berpikir analitik, kritis, memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek
(abstrak).
Kemampuan berpikir kritis ini dianggap penting yang harus dimiliki oleh siswa.
Berpikir Kritis menurut John Dewey adalah tidak menerima begitu saja informasi yang diterima.
Pada berpikir kritis terdapat sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah yang
ada, ada penalaran logis, ada upaya memeriksa keyakinan dan pengetahuan berdasarkan bukti.
Dengan begitu diharapkan dengan kemampuan ini siswa bisa meningkatkan kemampuan dalam
belajar matematika.
Dalam sebuah penelitian (Peter, 2012) dikemukakan bahwa kemampuan berpikir itu
bukan kemampuan bawaan lahir tapi melalui pelatihanlah ketrampilan tersebut didapat, Pelatihan
melalui instruktur yang mengintegerasikan ketrampilan kemampuan kritis ini dalam
penagalaman kelas mereka. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan berpikir kritis merupakan
produk pendidikan, latihan dan praktek.
Tapi sayangnya pentingnya kemampuan berpikir kritis matematis tidak sejalan dengan
kemampuan siswa di sekolah. Dari hasil temuan TIMSS (Trends International Mathematics and
Science Study) pada tahun 2011 diperoleh informasi bahwa capaian rata-rata kemampuan
matematika siswa Indonesia Benchmark International secara umum berada pada level rendah
Rendahnya pencapaian di Bidang matematika ini harus segera diperbaiki, karena pada
Hakikatnya matematika adalah ilmu yang mendasari perkembangan Ilmu pengetahuan dan
tekhnologi modern, serta memajukan daya pikir dan analisa manusia. Selain itu matematika
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis dan sistematis.
Jika melihat lebih jauh pembelajaran yang terjadi di sekolah sekolah di Indonesia,
belum menimbulkan pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Wahyudin (1999) menyatakan pada umumnya guru matematika hanya mengajar dengan metode
ekspositori, sehingga proses pembelajaran berhenti pada tingkatan rote fashion, tidak memberi
kesempatan siswa untuk menemukan dan membangun pengetahuan mereka dan pasif menerima
pengetahuan dari guru. Pembelajaran dikelas masih berfokus kepada guru sebagai sumber
pengetahuan , dengan metode ceramah sebagai pilihan utama metode belajar. Proses
pembelajaran yang terjadi satu arah, dan membosankan bagi siswa, ini mengakibatkan
menurunnya kemampuan berpikir kritis.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis para siswa khususnya SMP ditunjukkan dari hasil
penelitian ODaffer (Abdullah, 2013 : 4) bahwa siswa sekolah menengah pertama menunjukkan
hasil yang kurang memuaskan dalam kemampuan akademik yang menuntut kemampuan berpikir
kritis. Hal ini diperkuat oleh Karim (Abdullah, 2013:4) bahwa rata-rata kemampuan berpikir
kritis siswa SMP berada pada kualifikasi kurang.
Untuk meningkatkan kemampuan kritis salah satunya adalah dengan diterapkan model
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu
model pembelajaran yang diterapkan yaitu Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL).
POGIL merupakan model pembelajaran aktif yang menggunakan belajar dalam tim,
aktivitas guided inquiry untuk mengembangkan pengetahuan, pertanyaan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan analitis, memecahkan masalah, melaporkan, metakognisi, dan
tanggung jawab individu. Brown (2011) menyatakan kegiatan pogil terdiri dari beberapa
kelompok kecil terdiri 3-4 siswa bekerja sama.
POGIL merupakan teknologi intruksional dan strategi yang menyediakan kemampuan
memproses secara simultan. POGIL diartikan sebagai pembelajaran dengan proses interaktif
tentang berpikir secara hati-hati, mendiskusikan ide, mencerahkan pemahaman, melatih
kemampuan, mencerminkan kemajuan, dan mengevaluasinya (Hanson, 2006). Dalam
pembelajaran di kelas, siswa difasilitasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi/konteks yang berbeda.
Dalam POGIL, model pembelajaran yang didesain dengan kelompok kecil yang berinteraksi
dengan instruktur/guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran ini membimbing siswa melalui
kegiatan eksplorasi agar siswa membangun pemahaman sendiri (inkuiri terbimbing).
1.2 Pertanyaan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan penulisan adalah :
Bagaimana cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui Model
Pembelajaran POGIL ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan cara
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui Model Pembelajaran POGIL.
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai masukan bagi guru-guru dan pemerhati pendidikan dalam menyusun rencana dan
melaksanakan pembelajaran matematika sehingga dalam pembelajaran
2. KAJIAN TEORI
2.1 Kemampuan Berpikir Kritis
Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang berfikir kritis seperti pengertian yang
diberikan oleh Ennis (1996), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pada pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Dengan kata lain, pengambilan keputusan diambil setelah dilakukan refleksi dan evaluasi pada
apa yang dipercayai.
Menurut pendapat Harsanto (2005) menyatakan bahawa ciri-ciri orang berpikir kritis
meliputi : (1) Membedakan antara fakta , non fakta dan opini (2) Membedakan antara
kesimpulan definitive dan sementara (3) menguji tingkat kepercayaan (4) Membedakan
informasi yang relevan dan tidak relevan (5) Berpikir kritis atas materi yang dibacanya (6)
Membuat keputusan (7) Mengidentifikasi sebab dan akibat (8) mempertimbangkan wawasan lain
(9) Menguji pertanyaan yang dimilikinya
Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis
(1996) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis
yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis, antara lain: 1) Elementary
clarification (memberikan penjelasan dasar) yang meliputi, fokus pada pertanyaan (dapat
mengidentifikasi pertanyaan/masalah, dapat mengidentifikasi jawaban yang mungkin, dan apa
yang dipikirkan tidak keluar dari masalah itu), Menganalisis pendapat (dapat mengidentifikasi
kesimpulan dari masalah itu, dapat mengidentifikasi alasan, dapat menangani hal-hal yang tidak
relevan dengan masalah itu), berusaha mengklarifikasi suatu penjelasan melalui tanya-jawab. 2)
The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan) yang meliputi,
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati dan
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3) Inference (menarik kesimpulan) yang
meliputi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan pertimbangan nilai. 4) Advanced
clarification (memberikan penjelasan lanjut) yang meliputi, mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan definisi tersebut, mengidentifikasi asumsi. 5) Supposition and integration
(memperkirakan dan menggabungkan) yang meliputi, mempertimbangkan alasan atau asumsiasumsi yang diragukan tanpa menyertakannya dalam anggapan pemikiran kita, menggabungkan
kemampuan dan karakter yang lain dalam penentuan keputusan.
Dari karakteristik dan kemampuan berpikir kritis dapat dirumuskan beberapa indikator
kemampuan berpikir kritis matematis, yaitu: 1) interpretasi (melakukan katagorisasi,
menjelaskan arti), 2) analisis (meneliti ide-ide, mengidentifikasi dan menganalisis argumen), 3)
evaluasi (menilai pendapat), 4) pengambilan kesimpulan (mencari bukti dan alternatif, membuat
kesimpulan), 5) menjelaskan (menyatakan hasil, membenarkan prosedur, dan menyajikan
argumen), dan 6) pengaturan diri (pemeriksaan diri dan koreksi diri).
2.2 Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL)
POGIL (Process Oriented Guided-Inquiry Learning) adalah model pembelajaran yang
didesain dengan kelompok kecil yang berinteraksi dengan instruktur/guru sebagai fasilitator.
Model pembelajaran ini membimbing siswa melalui kegiatan eksplorasi agar siswa membangun
pemahaman sendiri (inkuiri terbimbing).
POGIL diartikan sebagai pembelajaran dengan proses interaktif tentang berpikir secara
hati-hati, mendiskusikan ide, mencerahkan pemahaman, melatih kemampuan, mencerminkan
kemajuan, dan mengevaluasinya (Hanson, 2006). Aktivitas POGIL didasarkan pada penelitian
tentang menciptakan pembelajaran yang efektif. Aktivitas pembelajaran siswa di kelas biasanya
terdiri dari siklus pembelajaran dan mengandung tiga fase:
Pertama : eksplorasi data studi kasus atau telaah pembelajaran menuju langkah
Kedua : yakni mendesain konsep pemikiran, langkah ketiga adalah aplikasi konsep. POGIL
dalam pelaksanaannya berdasarkan lima ide kunci tentang pembelajaran yang didapatkan dari
hasil penelitian dalam bidang sains kognitif. Dalam penelitian tersebut disimpulkan, beberapa
cara yang dilakukan siswa dalam POGIL adalah sebagai berikut.
i. Mengkonstruksi pemahaman yang dimiliki berdasarkan pada pengetahuan, pengalaman,
ketrampilan, sikap, dan keyakinan yang dimiliki sebelumnya.
ii. Mengikuti siklus pembelajaran yang meliputi eksplorasi pembentukan konsep dan
penerapan.
iii. Menghubungkan dan penggambaran konsep.
iv. Berdiskusi dan berinteraksi dengan orang lain.
v. Melakukan refleksi pada perkembangan dan penilaian pada tindakan
(Bransford, Brown, dan Cocking, 2000).
Kelima ide kunci tersebut tergabung di dalam POGIL dan digunakan untuk membantu
siswa dalam mempelajari isi (content) dalam mata pelajaran dan ketrampilan proses (process
skill) secara simultan. Process Oriented Guided-inquiry learning (POGIL) telah diuji pada
berbagai lembaga pendidikan dengan hasil yang konsisten. Dibandingkan model pembelajaran
konvensional, POGIL lebih mengacu pada kemajuan kelas, penampilan standarisasi yang lebih
tinggi, respon siswa yang positif.
Siklus Pembelajaran (the learning cycle) berpusat pada siswa dapat menjadi efektif jika
siswa bekerja secara fokus (serius) dalam berlatih untuk menemukan hal baru berdasarkan siklus
pembelajaran, strategi inkuiri untuk mengajar dan belajar berdasarkan prinsip konstruktivisme.
3. PEMBAHASAN
3.1 MODEL BERPIKIR KRITIS
4 model berpikir kritis : total recall, habits, inquiry, new idea & creatively, knowing how you
think.
1. Total recall (ingatan total):
Mengingat kembali fakta-fakta atau mengingat kembali dimana serta bagaimana
menemukannya bila diperlukan. Fakta dapat berasal dari buku, hasil pengkajian,
lingkungan.
Kemampuan mengakses pengetahuan: disimpan dalam ingatan estela dipelajari.
Tiap orang memiliki fakta dalam ingatannya.
Total recall tergantung kemampuan memory.
Dapat dilakukan dengan membuat assosiasi antara fakta dengan peristiwa lain yang lebih
menarik.
2. Habits (Kebiasaan):
Berpikir secara berulang-ulang sehingga jadi kebiasaan/things I do without thinking.
3. Inquiry (Penyelidikan).
Mengkaji issue dengan mendalam dan mananyakan yang tampak tidak jelas.
Menggali dan menanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan fakta sesuai dengan
asumsinya.
Cara utama untuk membuat kesimpulan
Berpikir induktif
Tahap-tahap :
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N.H.I (2013) Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis
Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TeamsAssisted Individualization (TAI). Tesis pada SPs UPI Bandung> tidak diterbitkan.
Ennis, R.H (1996). Critical Thinking. United State of America : Prentice Hall Inc.
David Hanson & Richard S. Moog, Process Oriented Guided Inquiry Learning, diakses dari
http://cetl.matcmadison.edu/efgb/3/3_3_3.htm
Hanson, D. dan t.Wolfskill. 2006. Process Workshops: A New Model For Instruction. Journal of
Chemistry Education 77 (2006).
Moog, Rick ; Creegan, Frank; Hanson, David , Process Oriented Guided Inquiry Learning ,
Tersedia : www. Pogil.org
Peter, Ebiendele Ebosele, Critical thingking : Essence for teaching mathematics and mathematics
problem solving. African Jornal of mathematics and computer science Research ,
2012
Turmudi (2012). Teachers Perception Toward Mathematics Teaching Innovation In Indonesia
Junior High School : an Exploratory Factor Analysis. Journal Of Mathematics
Education. August 2012, Vol 5 No 1, pp. 97-120 [online].
Tersedia:/educationforatoz.org (19 Januari 2013]
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, calon Guru Matematika dan Siswa dalam
Pembelajaran Matematika. Disertasi pada SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan