PENDAHULUAN
1.1. PENDAHULUAN
Sejarah dan perkembangan ilmu forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan
perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka
bumi ini sama usianya dengan sejarah manusia itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus yang
paling sering ditemukan dan dibahas di kedokteran forensik. Luka itu sendiri bisa terjadi pada korban
hidup maupun korban mati.
Untuk mengetahui apakah luka tersebut berat atau tidak maka dibuatlah cabang di ilmu
kedokteran khususnya forensik dalam mendalami ilmu mengenai luka itu sendiri. Pada pasal 133 ayat
(1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman (forensik) atau dokter atau bahkan ahli lainnya.
Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran
mengenai keadaan korban, baik korban luka, keracunan, maupun korban mati yang diduga karena
tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran forensik
termasuk cara membuat visum et repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang
mendeskripsikan luka, dimana tujuannya untuk mempermudah tigas-tugasnya dalam membuat visum
et repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan
hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana.
Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat visum
et repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal visum et repertum harus dibuat
sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat dipakai sebagai
alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa sebagai kalangan
medis, penting untuk mengetahui dan mendeskripsikan berbagai hal mengenai luka dan trauma.
Sehingga traumatologi menjadi pokok bahasan dalam makalah referat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. DEFINISI
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau
perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya
terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
Sedangkan trauma berarti kekuatan fisik yang berasal dari luar tubuh yang menyebabkan luka
dipermukaan dan atau bagian dalam tubuh. Pada keadaan trauma ada tiga hal yang ciri khas atau hasil
dari trauma yaitu : adanya luka, perdarahan dan atau skar, dan hambatan dalam fungsi organ.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan
hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuhyang disebabkan oleh kekuatan mekanik
eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Dengan kata lain yang mudah dipahami luka adalah terjadinya diskontiunitas jaringan
1.2. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis
kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel
berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
1. Trauma Mekanik
a. Kekerasan oleh benda tumpul atau trauma tumpul
b. Kekerasan oleh benda tajam atau trauma tajam
c. tembakan senjata atau trauma tembak
2. Trauma Fisik
a. Suhu atau thermis.
b. Listrik dan petir.
c. Akustik.
d. Radiasi.
e. Tekanan udara.
3. Trauma Kimia
a. Asam kuat
b. Basa kuat
Jadi dapat disimpulkan bahwa berdasarkan sifat dan penyebabnya ada tiga kategori penting
yang menjadi acuan dalam menentukan klasifikasi trauma. Referat kali ini akan membahas trauma
mekanik, kekerasan oleh benda tumpul dan tajam.
1.4. PATOFISIOLOGI TRAUMA
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ
termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh
melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan
penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah:
Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
menjaga cardiacoutput.
Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vascular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon
ini.
Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat
dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih
rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan yang
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan dapat
terbentuk oleh, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi
dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan
arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai
menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.
perdarahan hebat.
Kontusio
Terdapat dua jenis kontusio yang pertama adalah kontusio superficial dan
yang kedua kontusio pada organ dalam dan jaringan dalam.
Kontusio superficial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar
dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih
mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena.
Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat
secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan
secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena
pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian
jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.
Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi
menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
10
termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai
sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat
dilakukan dan dilegalkan.
Kontusio pada organ dalam dan jaringan dalam
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan
reaksi
peradangan
bertambah
hebat.
Peradangan
ini
dapat
11
tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada
trauma yang ringan.
12
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik
dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan
darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok
yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang
dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung
tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran, kejang, koma hingga kematian.
1.6.2.TRAUMA TAJAM
Trauma tajam adalah trauma yang dikarenakan kekerasan dengan benda tajam. Benda
tajam sendiri mempunyai pengertian benda yang bermata tajam dan atau benda yang berujung
tajam. Contohnya seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong,bayonet dan lain lain. Ciri ciri
umum tepi luka rata, ujung luka tajam, dalam luka tidak ada jembatan jaringan, akar rambut
terpotong, sekitar luka bersih tidak ada luka babras atau memar, dan pada umumnya timbul
perdarahan lebih banyak dibandingkan dengan luka robek akibat kekerasan benda tumpul.
Berikut akan dibahas tipe luka dari trauma tajam.
13
Luka insisi atau luka iris disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam
seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya
panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda
tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka
ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.
14
pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat
ditemukan :
a) Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada
jaringan yang lebih dalam maupun pada organ.
b) Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
c) Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain,
sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas
dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
d) Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik
terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan
terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan
lebar senjata yang digunakan.
e) Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio
minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
15
16
17
perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka
tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan
luka tusuk, lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya
dipakai jarak jauh, pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan.
Potongan tajam gelas, botol pecah, dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai
sebagai senjata untuk merobek atau menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak
tajam dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh
instrumen tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua
atau sejata sejenis digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam
atau robekan dengan kaki-kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali
menyebabkan salah satu kaki luka bersudut tajam dan yang satunya tumpul.
Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi perkiraan ciri-ciri senjata
yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka
tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat
untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah
senjata benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa
individu yang menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit
bagian pakaiannya sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian.
Tidak adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka
terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian
disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik
dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. tanda percobaan adalah
insisi dangkal, luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh
18
individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak
paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher.
Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan
mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala dapat
terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau
kematian.
19
percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan percobaan yang tampak sebaiknya
disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir, Amri., Prof., Sp.F(K). DFM, SH. 2007. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi ke
2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU: Medan
2. Dahlan S. 2004. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Balai Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang
3. Sauer N. 1998. The Timing of Injuries and Manner of Death: Distinguish Among
Antemortem, Perimortem and Postmortem Trauma. Dikutip dari: Reichs, Forensic Osteology
halaman 321-5. Springfield
4. Vincent J. DiMaio, Dominick DiMaio. Forensic Pathology 2nd Ed. 2001. CRCPress LLC:
New Yorks
21