Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. PENDAHULUAN
Sejarah dan perkembangan ilmu forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan
perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka
bumi ini sama usianya dengan sejarah manusia itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus yang
paling sering ditemukan dan dibahas di kedokteran forensik. Luka itu sendiri bisa terjadi pada korban
hidup maupun korban mati.
Untuk mengetahui apakah luka tersebut berat atau tidak maka dibuatlah cabang di ilmu
kedokteran khususnya forensik dalam mendalami ilmu mengenai luka itu sendiri. Pada pasal 133 ayat
(1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman (forensik) atau dokter atau bahkan ahli lainnya.
Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran
mengenai keadaan korban, baik korban luka, keracunan, maupun korban mati yang diduga karena
tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran forensik
termasuk cara membuat visum et repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang
mendeskripsikan luka, dimana tujuannya untuk mempermudah tigas-tugasnya dalam membuat visum
et repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan
hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana.
Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat visum
et repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal visum et repertum harus dibuat
sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat dipakai sebagai
alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa sebagai kalangan
medis, penting untuk mengetahui dan mendeskripsikan berbagai hal mengenai luka dan trauma.
Sehingga traumatologi menjadi pokok bahasan dalam makalah referat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. DEFINISI
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau
perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya
terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
Sedangkan trauma berarti kekuatan fisik yang berasal dari luar tubuh yang menyebabkan luka
dipermukaan dan atau bagian dalam tubuh. Pada keadaan trauma ada tiga hal yang ciri khas atau hasil
dari trauma yaitu : adanya luka, perdarahan dan atau skar, dan hambatan dalam fungsi organ.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan
hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuhyang disebabkan oleh kekuatan mekanik
eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Dengan kata lain yang mudah dipahami luka adalah terjadinya diskontiunitas jaringan
1.2. ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis
kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel
berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Gambar 1: Struktur Kulit


Adapun lapisan-lapisan pada kulit meliputi
1. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada
telapak tangan dan kaki.
2. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
3. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi.
1.3. KLASIFIKASI TRAUMA
Klasifikasi trauma berdasarkan sifat dan penyebab terbagi sebagai berikut :
3

1. Trauma Mekanik
a. Kekerasan oleh benda tumpul atau trauma tumpul
b. Kekerasan oleh benda tajam atau trauma tajam
c. tembakan senjata atau trauma tembak
2. Trauma Fisik
a. Suhu atau thermis.
b. Listrik dan petir.
c. Akustik.
d. Radiasi.
e. Tekanan udara.
3. Trauma Kimia
a. Asam kuat
b. Basa kuat
Jadi dapat disimpulkan bahwa berdasarkan sifat dan penyebabnya ada tiga kategori penting
yang menjadi acuan dalam menentukan klasifikasi trauma. Referat kali ini akan membahas trauma
mekanik, kekerasan oleh benda tumpul dan tajam.
1.4. PATOFISIOLOGI TRAUMA
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ
termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh
melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan
penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah:

Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,

bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.


Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan

heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat


Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darahke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk

menjaga cardiacoutput.
Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vascular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon

ini.
Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.

Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat

dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.


Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang

menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala


1.5. CARA DESKRIPSI LUKA
Cara mendiskripsikan luka terkadang menjadi sebuah kesulitan tersendiri, terutama ketika dijumpai
adanya multiple wound pada tubuh korban.
1.6. TRAUMA MEKANIK
1.6.1.TRAMA TUMPUL
Trauma tumpul diakibatkan oleh benda tumpul, benda tumpul adalah benda yang
permukaannya tidak mampu untuk mengiris. Pada trauma tumpul terdapat dua variasi
utamayaitu, benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam atau korban yang bergerak
pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika
diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme tersebut.Organ atau
jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau
alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Antara lain:
Abrasi
Menurut definisi abrasi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial
jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)
atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih
dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi
perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua
tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis
bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.

Gambar 2: Luka Abrasi


Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru
terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari
benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada

abrasi yang luas.


Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang
menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing
tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi irreguler

dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih
rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan yang
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan dapat
terbentuk oleh, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi
dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan
arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai
menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Gambar 3: Luka Laserasi

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,


perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari
cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian,
epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar
tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur
lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari,
dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan
ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Gambar 4: Luka Laserasi

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa


adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan
kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk
ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan
terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi
pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli
lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat
dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan
limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit
yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan

perdarahan hebat.
Kontusio
Terdapat dua jenis kontusio yang pertama adalah kontusio superficial dan
yang kedua kontusio pada organ dalam dan jaringan dalam.
Kontusio superficial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar
dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih
mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena.
Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat
secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan
secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena
pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian
jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.
Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi
menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Gambar 5: Luka Kontusio


Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan
subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan
lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran
darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain

10

termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai
sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat
dilakukan dan dilegalkan.
Kontusio pada organ dalam dan jaringan dalam
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan

reaksi

peradangan

bertambah

hebat.

Peradangan

ini

dapat

menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan


yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan
kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran
darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang

menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.


Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi
fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa
faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga
apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan
kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia

11

tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada
trauma yang ringan.

Gambar 6: Bentuk-bentuk Fraktur


Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui
ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari
fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa
adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur
dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah
kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan
berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda
setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru,
sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna.
Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus.
Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan.
Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah
fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut.
Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung

12

disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik
dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan
darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok
yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang
dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung
tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran, kejang, koma hingga kematian.
1.6.2.TRAUMA TAJAM
Trauma tajam adalah trauma yang dikarenakan kekerasan dengan benda tajam. Benda
tajam sendiri mempunyai pengertian benda yang bermata tajam dan atau benda yang berujung
tajam. Contohnya seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong,bayonet dan lain lain. Ciri ciri
umum tepi luka rata, ujung luka tajam, dalam luka tidak ada jembatan jaringan, akar rambut
terpotong, sekitar luka bersih tidak ada luka babras atau memar, dan pada umumnya timbul
perdarahan lebih banyak dibandingkan dengan luka robek akibat kekerasan benda tumpul.
Berikut akan dibahas tipe luka dari trauma tajam.

Luka Iris (Incised Wound)

13

Luka insisi atau luka iris disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam
seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya
panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda
tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka
ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.

Gambar 7: Luka Insisi

Luka Tusuk (Stab Wound)


Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban
yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka
salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau
bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.
Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai
dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis
lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut,
maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan
garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah
satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan

14

pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat
ditemukan :
a) Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada
jaringan yang lebih dalam maupun pada organ.
b) Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
c) Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain,
sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas
dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
d) Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik
terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan
terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan
lebar senjata yang digunakan.
e) Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio
minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan

Gambar 8: Luka Tusuk

15

Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata


yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda
dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan
dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan
pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit
atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang
perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat
penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk
menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan
mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata
paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu
kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga
dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.
1.6.3.Luka Bacok (chop Wound)
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan
menggunakan instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak
kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan
ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada
ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka.
Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil, penipisan
terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada
jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh
hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala,
sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi
pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi
yang lain dapat tajam atau menipis.

16

Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang


di bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan
menggunakan instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat
membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan
oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah
terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika
dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya didekat
kaki-kaki luka bacok.

Gambar 9: Luka Bacok


Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan.
Disfungsi karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang
dalam dapat mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan
luka tipe tusuk dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan
normal dapat kembali tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang
keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka
jenis tersebut. Sebagimana telah didiskusikan pada pembahasan luka tembak, bentuk
alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan

17

perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka
tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan
luka tusuk, lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya
dipakai jarak jauh, pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan.
Potongan tajam gelas, botol pecah, dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai
sebagai senjata untuk merobek atau menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak
tajam dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh
instrumen tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua
atau sejata sejenis digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam
atau robekan dengan kaki-kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali
menyebabkan salah satu kaki luka bersudut tajam dan yang satunya tumpul.
Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi perkiraan ciri-ciri senjata
yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka
tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat
untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah
senjata benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa
individu yang menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit
bagian pakaiannya sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian.
Tidak adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka
terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian
disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik
dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. tanda percobaan adalah
insisi dangkal, luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh

18

individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak
paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher.
Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan
mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala dapat
terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau
kematian.

Gambar 10: Luka Bacok


Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah luka
perlawanan. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah
(jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari
ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.
Jelas bahwa tanda percobaan merupakan ciri khas bunuh diri dan tanda
perlawanan menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir
bahwa luka lecet dapat ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan
oleh penyerang pada kasus pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat
pula, meskipun jarang, menjadi tanda perlawanan, namun tampil seperti luka

19

percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan percobaan yang tampak sebaiknya
disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir, Amri., Prof., Sp.F(K). DFM, SH. 2007. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi ke
2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK USU: Medan
2. Dahlan S. 2004. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Balai Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang
3. Sauer N. 1998. The Timing of Injuries and Manner of Death: Distinguish Among
Antemortem, Perimortem and Postmortem Trauma. Dikutip dari: Reichs, Forensic Osteology
halaman 321-5. Springfield
4. Vincent J. DiMaio, Dominick DiMaio. Forensic Pathology 2nd Ed. 2001. CRCPress LLC:
New Yorks

21

Anda mungkin juga menyukai