Anda di halaman 1dari 132

SKRIPSI

PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN


DI PULAU LUMU-LUMU KOTA MAKASSAR

MULIANY JAYA
K111 10 021

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014

RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan
Makassar, Mei 2014
MULIANY JAYA
PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN DI PULAU LUMULUMU KOTA MAKASSAR
(x + 89 halaman + 15 tabel + 2 grafik + 4 gambar + 9 lampiran)
Pulau Lumu-Lumu merupakan salah satu pulau kecil, yang berjarak 27,54 km
dari Kota Makassar. Letaknya yang terpencil dan belum terjangkau oleh transportasi
laut regular membuat pulau ini rentan terhadap risiko kesehatan lingkungan. Kurang
tersedianya air bersih, minimnya ketersediaan makanan yang bergizi dan terbatasnya
pelayanan kesehatan dari sektor publik, sanitasi yang masih buruk, merupakan
masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat di pulau kecil. Penilaian risiko
kesehatan lingkungan adalah studi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan
perilaku-perilaku yang berisiko pada kesehatan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran risiko kesehatan
lingkungan di Pulau Lumu-Lumu yang di tampilkan melalui pemetaan sebaran risiko.
Jenis Penelitian ini adalah deskriptif dengan cara observasi terhadap seluruh rumah
tangga di Pulau Lumu-Lumu yaitu sebanyak 187 rumah tangga atau dilakukan secara
exhaustive sampling.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahaya kesehatan lingkungan yang
teridentifikasi yaitu sumber air rumah tangga, air limbah domestik dan tempat
sampah rumah tangga. Sedangkan peluang terjadinya bahaya kesehatan lingkungan
yang teridentifikasi yaitu perilaku tidak sehat, yang mencakup perilaku CTPS,
perilaku BABS, pengolahan sampah, pengelolaan sampah dan perilaku pengolahan
air minum. Penilaian risiko kesehatan lingkungan di bagi berdasarkan RT yaitu RT 2
masuk dalam kategori kurang berisiko, RT 4 kategori risiko tinggi dan RT 1 dan 3
masuk dalam kategori risiko sangat tinggi.
Penelitian ini menyarankan kepada masyarakat agar mengubah peluang
terjadinya bahaya kesehatan lingkungan seperti melakukan perilaku CTPS, perilaku
mengolah dan mengelolah sampah, perilaku mengolah air minum dan tidak
melakukan perilaku BABS.
Jumlah Pustaka
Kata kunci

: 46 (1998-2013)
: Penilaian risiko kesehatan lingkungan, Pulau Lumu-Lumu.

KATA PENGANTAR
Salam Sejahterah bagi kita semua...
Aku hendak bersyukur kepadaMu selama-lamanya, sebab Engkau yang
bertindak. Mzm 52:11, Tuhanlah yang memampukan saya untuk menyelesaikan
skripsi dengan judul Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu
Kota Makassar sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin.
Dengan segala rasa hormat dan cinta saya persembahkan skripsi ini khusus
sebagai wujud bakti dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua
tercinta Ayahanda Petrus Amba Bunga, SH dan Ibunda Bertha Tangke Salu, atas
kasih sayang, perhatian, doa, dukungan, semangat yang tiada henti-hentinya diberikan
kepada saya.
Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak.
Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya dan penghargaan kepada:
1.

Bapak Dr. Agus Bintara Birawida, S.Kel, M.Kes selaku pembimbing 1, serta
Bapak Ruslan, SKM, MPH sebagai pembimbing 2, yang telah memberi arahan,
bimbingan, ilmu-ilmu serta dukungan kepada penulis hingga menyelesaikan
skripsi ini.

2.

Bapak dr. Makmur Selomo, MS, Bapak dr. Furqaan Naiem, M.Sc. PhD dan
Ibu Shanti Riskiyani, SKM, M.Kes sebagai tim penguji atas saran dan
masukannya demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

3.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, para


Pembantu Dekan serta staf, dosen dan pegawai yang telah memberikan
bimbingan selama ini.

4.

Staf akademik FKM Universitas Hasanuddin serta staf Jurusan Kesehatan


Lingkungan atas kerjasama dan bantuannya selama ini.

5.

Ibu lurah Barang Caddi, Bapak RW dan masyarakat Pulau Lumu-Lumu yang
telah memberikan izin penelitian beserta bantuannya selama penulis melakukan
penelitian sehubungan dengan judul skripsi di Pulau Lumu-Lumu.

6.

Saudara-saudaraku Yeriadne, Pance, Mulianto dan malaikat tak bersayap Sakthi


dan Glori atas semangat, doa, perhatian dan kasih sayang, kebahagiaanku bisa
kutemukan ditengah-tengah kalian keluargaku.

7.

Saudari Marwah yang telah menjadi rekan penelitian, Wisfer, Arni dan Kak Ak
atas dukungan, doa serta bantuan selama penelitian ini.

8.

Mereka yang kusebut keluarga di KMK UH atas semua pengalaman yang


menyenangkan, nilai-nilai hidup, terima kasih telah bertumbuh bersama dalam
iman kita, bahagia bisa berada di tengah-tengah kalian.

9.

Mereka yang selalu ada, teman-teman Jurusan Kesling 2010 Arni, Cida, Mey,
Mewe, Ai, Kiki, Mage, Dilla, Ani, Mangampe, Arman, Upe, Rica, Reni, Lang,
Ugo, Abid, Uci, Dayat, Idris, Asman, Ato, Amar, kakak-kakak tubel: abang Ali,
Kak Rini, Kak Marmi, Kak Wahyu, Bunda, Kak Rahmat, Kak Ramla, sahabat
sejak maba hingga status mahasiswa ini akan kulepas dan berharap sampai
selama-lamamanya akan menjadi sahabatku Wisfer, dan untuk semua teman-

teman siapapun dan dimanapun terima kasih telah ada bersamaku di setiap
perjuangan, kebersamaannya, canda tawa, marah, kekhwatiran dan doa, kalian
memberi warna dalam setiap hariku di kampus. Perjuangan kita tidak sampai
disini dan sukses untuk kita semua.
10. Sandri, Kurni, Asry dan Jeane atas kebersamaan dan bahagia ketika kita bersama.
11. Teman-teman seangkatan Kanibal, teman-teman PBL Posko Tammua, temanteman KKN Gelombang 85 Desa Malewong Kec. Larompong Selatan Kab.
Luwu, Kakak-kakak di Malaria Center Hal-Sel atas kekompakan, doa, canda
tawa dan pengalaman yang menyenangkan selama kita bersama.
12. Teman-teman FORKOM KL-UH yang telah memberi dukungan dan pengalaman
dalam berorganisasi.
Dengan hasil karya ini semoga dapat mengacu mahasiswa lain untuk
menghasilkan karya ilmiah dalam hal ini skripsi yang lebih baik lagi khususnya
dalam bidang ilmu kesehatan lingkungan. Semoga usaha keras ini akan mendapat
imbalan sebagai ilmu yang bermanfaat.
Akhir kata semoga jasa, pengorbanan, dan budi baik Bapak, Ibu dan rekanrekan serta segenap keluarga berkenan di hadiratNya dan membawa berkat bagi kita
semua. Amin. Tuhan memberkati.
Makassar, Mei 2014

Muliany Jaya

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................

ii

RINGKASAN .......................................................................................................... iii


KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................

DAFTAR GRAFIK .................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN ...................................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................................

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

A. Tinjauan Umum Tentang Pulau-Pulau Kecil ........................

B. Tinjauan Umum Tentang Permasalahan Di Pulau Kecil. .......................... 10


C. Tinjauan Umum Tentang Konsep Risiko Kesehatan Lingkungan .......... . 17
D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Risiko Kesehatan Lingkungan ............ 24
E. Tinjauan Umum Tentang Karekteristik Risiko Kesehatan Lingkungan ... 37
BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 40
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ................................................... 41
B. Defenisi Operasional ................................................................................ 42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 45
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 45
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 45
C. Populasi dan Sampel................................................................................. 45
D. Instrumen Penelitian ................................................................................. 46

E. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 46


F. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 47
G. Penyajian Data .......................................................................................... 47
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 48

A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 48


B. Pembahasan .............................................................................................. 69
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 87
BAB VI PENUTUP ............................................................................................... 88
A. Kesimpulan ............................................................................................... 88
B. Saran ......................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Klasifikasi Bahaya Kesehatan Lingkungan ...................................... 23

Tabel 2.2

Matriks Kualitatif Analisis Risiko .................................................... 40

Tabel 5.1

Jumlah Rumah Tangga Setiap RT Di Pualu Lumu-Lumu ................ 49

Tabel 5.2

Distribusi Karakteristik Responden Setiap RT Di Pulau


Lumu-Lumu ........................................................................................ 50

Tabel 5.3

Distribusi Karakteristik Rumah Responden Setiap RT Di Pulau LumuLumu ................................................................................................. 52

Tabel 5.4

Distribusi Sumber Air Bersih Dan Pengolahan Air Minum Setiap RT


Di Pulau Lumu-Lumu ....................................................................... 54

Tabel 5.5

Distribusi Jamban Keluarga Dan Perilaku Buang Air Besar


Sembarang Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu ................................... 57

Tabel 5.6

Distribusi Kepemilikan Tempat Sampah Dan Pengolahannya Setiap


RT Di Pulau Lumu-Lumu ................................................................... 59

Tabel 5.7

Distribusi Kepemilikan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Di


Pulau Lumu-Lumu ............................................................................ 61

Tabel 5.8

Distribusi Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Setiap RT Di


Pulau Lumu-Lumu ............................................................................ 62

Tabel 5.9

Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu .......... 63

Tabel 5.10

Kalkulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau


Lumu-Lumu ........................................................................................ 64

Tabel 5.11

Kumulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau LumuLumu ................................................................................................. 65

Tabel 5.12

Kategori Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu ....... 66

Tabel 5.13

Skoring risiko kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu .......... 67

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.

The Australian Model of Risk Assessment (enHealth, 2006) ............ 21

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 41

Gambar 5.1

Pemetaan Risisko Kesehatan Lingkungan ........................................ 68

Gambar 5.2

Konstruksi Sumur Gali Tidak Terlindungi ....................................... 75

DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1

Distribusi Balita Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu ........................... 51

Grafik 5.2

Distribusi Kualitas Fisik Air Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu ........ 56

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang
dihuni oleh masyarakat yang kehidupan sehari-harinya sangat tergantung kepada
laut. Jumlah desa di pulau-pulau kecil dan pulau-pulau besar diperkirakan ada
sebanyak 40.000 ribu pulau (Pratomosunu, 2008 dalam Massie, 2013). Batasan
pengertian dan kriteria pulau-pulau kecil, sampai saat ini masih beragam. Sebagai
perbandingan tentang pengertian dan kriteria pulau-pulau kecil, dapat dirujuk
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yaitu pulau kecil adalah pulau
dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan
ekosistemnya.
Masyarakat yang hidup di pulau-pulau kecil kehidupan sehari-hari mereka
terpapar dengan risiko kesehatan antara lain kurangnya tersedia air bersih dan
berkualitas untuk dapat diminum, minimnya ketersediaan makanan yang bergizi
dan terbatasnya pelayanan kesehatan dari sektor publik terutama pada saat musim
badai. Kondisi perumahan yang padat dan kurang memenuhi syarat kesehatan
sehingga mudah terinfeksi dengan vektor dan agen penyakit yang berkembang,
dan menambah kebutuhan akan kesehatan.

Pulau-pulau kecil merupakan area dalam lingkungan hidup yang sangat


penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat
hidup, maupun pengelolaan sanitasi lingkungan hidup. Sanitasi lingkungan
merupakan salah satu program prioritas dalam agenda internasional Millennium
Development Goals (MDGs) yang ditujukan dalam rangka memperkuat
pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan
kebijakan pemerintah dalam meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar
secara berkesinambungan dalam pencapaian MDGs tahun 2015 (WHO, 2004).
Secara global 19% kematian diakibatkan penyakit-penyakit infeksi yang
berkaitan dengan sanitasi dasar dan faktor-faktor risiko kebersihan/perilaku yang
tidak higienis. Untuk Indonesia, kesehatan lingkungan masih memprihatinkan.
Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya
angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat (Badu,
2012). Data Depertemen Kesehatan RI (2012) presentasi penduduk yang memiliki
sarana sanitasi layak pada tahun 2011 hanya 54,99%. Hal ini menandakan bahwa
kurang dari separuh penduduk Indonesia masih memiliki sarana sanitasi yang
tidak layak.
Sekitar 2,4 miliar orang di seluruh dunia hidup dalam kondisi yang tidak
sehat dan memiliki perilaku kebersihan yang buruk yang mengakibatkan memiliki
resiko kejadian penyakit menular yang tinggi. Masalah kesehatan yang dihadapi
perilaku tidak sehat. Kondisi ini kemudian menjadi beban ganda (double burden)

bagi pulau-pulau kecil, sehingga perlu dilakukan sebuah studi tentang penilaian
risiko kesehatan lingkungan.
Penilaian resiko kesehatan lingkungan atau yang juga dikenal dengan
Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi untuk memahami
kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang berisiko pada kesehatan
masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup sumber air bersih (SAB),
fasilitas jamban yang sehat, tempat sampah rumah tangga, dan saluran
pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga. Untuk perilaku, yang dipelajari
adalah perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) dan perilaku pemilahan sampah
dan buang air besar sembarangan, pada penelitian ini juga akan dilakukan seberan
atau pemetaan risiko kesehatan lingkungan (ISSDP, 2007).
EHRA sendiri telah dilaksanakan secara nasional dan telah dilaksanakan
di beberapa tempat salah satunya adalah di Blitar, Kabupaten Pesisir Selatan,
Makassar, dll. Dari hasil survei EHRA masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan
variabel yang dinilai adalah sumber air, SPAL, jamban, CPTS, pemilikan tempat
sampah, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas atau sekitar 74,53% rumah
tangga di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2011 memiliki sumber air minum yang
relatif aman. Sekitar 26,47% yang diidentifikasi memiliki sumber yang relatif
tidak aman antara lain sumur yang tidak terlindungi, mata air yang tidak
terlindungi, sungai dan waduk/danau. Hasilnya menunjukan membuang sampah
dengan cara di bakar yaitu sebanyak 66%, kemudian yang dibuang ke sungai
sebanyak 13,2% dan yang dibuang ke lahan kosong sebanyak 9,5%. Selanjutnya

yang dibuang dan dikubur dilobang sebanyak 4,3%, sedangkan yang dibiarkan
saja sebanyak 1,1%. Untuk kepemilikan jamban, berdasarkan hasil Studi EHRA
jumlah keluarga yang memilliki jamban septik di Kabupaten Pesisir Selatan
hanya 31,5%. Dari data seperti diatas maka pemerintah dapat mengambil tindakan
yang tepat untuk penanganan masalah kesehatan lingkungan dan masalah
kesehatan masyarakat yang berbasis lingkungan khususnya di pulau-pulau kecil
yang notabene jauh dari akses dan letaknya yang terpencil.
Pulau Lumu-Lumu merupakan salah satu pulau kecil, yang berjarak 27,54
km dari Kota Makassar yang merupakan pulau ke 2 terluar. Letaknya yang
terpencil dan belum terjangkau oleh transportasi laut regular membuat pulau ini
rentan terhadap risiko kesehatan lingkungan. Luas Pulau Lumu-Lumu hanya 3,75
ha, atau hampir setengah dari luas Pulau Lanjukang yang merupakan pulau terluar
dari kepulauan spermonde Kota Makassar, namun jumlah penduduknya mencapai
984 jiwa atau 30 kali dari Pulau Lanjukang. Pulau ini merupakan pulau terpadat
penduduknya dengan tingkat kepadatan 262 jiwa setiap ha dan tersebar merata di
seluruh pulau (Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian, 2012).
Dengan luas pulau hanya 3,75 ha dan dihuni oleh 984 jiwa kemungkinan masalah
kesehatan dan masalah lingkungan sangat banyak di pulau ini. Prioritas persoalan
lingkungan yang ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk Pulau
Lumu-Lumu, seperti: keseimbangan antara jumlah penghuni dan sumber daya
alamnya, dapat menjadi masalah serius di masa yang akan datang.

Kawasan ini memiliki serangkaian karakteristik ekologis, lingkungan,


geografis, dan sosial ekonomi yang cukup unik. Letaknya yang relatif terpencil
dan terisolasi menjadi salah satu penyebab kerentanannya terhadap bencana
alam dan masalah kesehatan. Pulau Lumu-Lumu termasuk dalam Kelurahan
Barrang Caddi Kecamatan Ujung Tanah, posisi pulau ini berada di sebelah timur
Pulau Lanjukang, dan merupakan pulau ke tiga terluar Kota Makassar. Sebagian
besar masyarakat di Pulau Lumu-Lumu bekerja sebagai nelayan. Selain itu tingkat
porositas di Pulau Lumu-Lumu cukup tinggi hingga membuat tekstur tanah tidak
maksimal untuk menampung air. Hal ini menjadi masalah khususnya jika septic
tank yang dapat mencemari sumber air masyarakat setempat.
Dalam teori kesehatan lingkungan, penduduk atau masyarakat yang
tinggal dalam kawasan tertutup atau terisolasi maka akan menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang lebih berakar yang berhubungan dengan kondisi
lingkungan (Achmadi, 2008). Hal tersebut didukung oleh Rahma (2003) yang
mengatakan bahwa masalah yang dihadapi oleh masyarakat kepulauan terfokus
pada penyediaan air bersih, perumuhan yang layak, dan pembuangan kotoran
manusia yang tidak mencemari lingkungan.
Menurut informasi yang diperoleh dari petugas Pustu Lumu-Lumu, survei
mengenai penilaian risiko kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu belum
pernah dilakukan. Hal tersebut yang mendorong dilakukannya penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat
dikemukakan adalah:
1. Bagaimana bahaya kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu?
2. Bagaimana peluang terjadinya bahaya kesehatan lingkungan dalam bentuk
perilaku rumah tengga di Pulau Lumu-Lumu?
3. Bagaimana penilaian risiko kesehatan lingkungan bagi masyarakat di Pulau
Lumu-Lumu?
4. Bagaimana pemetaan risiko kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapat gambaran risiko kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi bahaya kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu.
b. Mengidentifikasi peluang terjadinya bahaya kesehatan lingkungan dalam
bentuk perilaku rumah tangga di Pulau Lumu-Lumu.
c. Menilaian risiko kesehatan lingkungan bagi masyarakat di Pulau LumuLumu.
d. Membuat peta sebaran risiko kesehatan lingkungan untuk mengetahui
daerah-daerah rawan kesehatan lingkungan di Pulau Lumu-Lumu.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil

penelitian ini

diharapkan

dapat

memperkaya

khasanah ilmu

pengetahuan dan menjadi bahan informasi dan pembanding bagi penelitianpenelitian berikutnya.
2. Manfaat Institusi
Menjadi salah satu sumber informasi yang penting bagi Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya dan pihak Puskesmas pada
khususnya dalam upaya untuk meningkatkan sanitasi dasar kaitannya dengan
penyakit berbasis lingkungan.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat khususnya pada wilayah
pesisir untuk dapat menambah pengetahuan sehingga lebih memperhatikan
tentang sanitasi dasar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pulau-Pulau Kecil


Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu
luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil
yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 41/2000 adalah pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 km2,
dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping
kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara
ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik
yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular;
mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan
bernilai tinggi, tidak mampu mempengaruhi hidroklimat, memiliki daerah
tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air
permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
Berdasarkan tipenya, pulau-pulau kecil dibedakan menjadi pulau benua,
pulau vulkanik dan pulau karang. Masing-masing tipe pulau tersebut memiliki
kondisi lingkungan biofisik yang khas, sehingga perlu menjadi pertimbangan
dalam kajian dan penentuan pengelolaannya agar berkelanjutan. Hal ini akan
berpengaruh pula terhadap pola permukiman yang berkembang di pulau-pulau

kecil berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik


tersebut. Misalnya tipologi pulau kecil lebih dominan ke arah pengembangan
budidaya perikanan, maka kemungkinan besar pola permukiman yang
berkembang adalah masyarakat nelayan (Siregar, 2012).
Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang cukup
besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi,
pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem khas tropis dengan
produktivitas hayati tinggi yaitu terumbu karang (coral reef), padang lamun
(seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut saling
berinteraksi baik secara fisik, maupun dalam bentuk bahan organik terlarut, bahan
organik partikel, migrasi fauna, dan aktivitas manusia (Siregar, 2012)
Pulau kecil mempunyai karakteristik geografis diantaranya letaknya yang
relatif terisolasi dan dikelilingi oleh laut, serta karena belum adanya transportasi
regular, yang memberikan rasio tinggi antara ruang laut dibandingkan dengan
darat, wilayah ini juga memiliki wilayah pertemuan darat dan laut yang luas
sehingga meningkatkan kerapuhan ekosistem pesisir. Dominasi laut dan
penggunaannya untuk pengiriman membuat wilayah-wilayah ini sangat rentan
terhadap ancaman bahaya yang berhubungan dengan pelayaran internasional dan
pembuangan limbah, demikian pula halnya terbatasnya wilayah daratan dibanding
laut membuat pulau-pulau sangat rentan terhadap fenomena lingkungan global
seperti kenaikan permukaan air laut.

Selain dihadapkan pada masalah karakteristik, pulau-pulau kecil memiliki


peluang ekonomi yang terbatas khususnya ketika berbicara soal skala ekonomi
(economics of scale). Agar kegiatan ekonomi di pulau-pulau kecil mendapatkan
skalanya yang sesuai maka pengembangan sektor perdagangan menjadi
diperlukan, walaupun tergantung pula kepada infrastruktur yang ada di
pulaupulau kecil tersebut. Adapun kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk
dilakukan di pulau-pulau kecil adalah kegiatan ekonomi yang terspesialisasi
sesuai dengan sumberdaya yang tersedia.
B. Tinjauan Umum Tentang Permasalahan Di Pulau Kecil
Sebagai pulau kecil yang memilki kecirian khusus, pengelolaan pulau
kecil memerlukan format yang sedikit berbeda dengan wilayah regional lain,
khusunya yang ada di daratan. Pengembangan pulau-pulau kecil memiliki
karakteristik khusus karena pulau-pulau ini pada umunya memiliki sumberdaya
alam, aspek lingkungan, dan budaya yang khas. Beberapa karakteristik ekosistem
pulau-pulau kecil yang dapat merupakan kendala bagi pembangunan adalah
ukuran yang kecil dan terisolasi, sehingga penyediaan sarana dan prasarana
menjadi sangat mahal, dan sumber daya manusia yang andal menjadi langka.
Mengingat sudut pandang risiko kesehatan lingkungan dan dalam konteks
daerah penelitian, beberapa masalah lingkungan memiliki potensi risiko yang
cukup besar terhadap kesehatan manusia dan relevan dengan daerah penelitian
yang menjadi sorotan antara lain sebagai berikut :
1. Krisis air tawar

Jurnal Mimura et.all (2007) Sebagian besar pulau-pulau kecil yang


mengalami keterbatasan sumber air tawar. Tekstur tanah yang memiliki
porositas tinggi menyebabkan susah untuk memiliki air permukaaan atau
sungai dan sepenuhnya bergantung pada pengumpulan/penampungan air
hujan dan air tanah hal tersebut banyak dijumpai di wilayah pulau atol dan
pulau-pulau batu kapur.
Selain itu, pencemaran air tanah sering menjadi masalah besar, terutama
di pulau-pulau dataran rendah. Rendahnya kualitas air ini dapat membawa
penyakit bawaan air dan mempengaruhi kesehatan manusia. Dari data UNEP
(2005) penyakit-penyakit bawaan air dan penyakit menular tropis menyebar
secara luas sebagai akibat dari kontaminasi pasokan air oleh kotoran manusia.
Kepulauan Comoros, misalnya, mengalami epidemi kolera tahun 1975, 1998
dan 2001. Di Madagaskar, sekitar 25 % anak-anak dapat terpengaruh selama
musim hujan. Ini secara langsung terkait dengan kualitas air dan kontaminasi
oleh limbah.
Lapisan air dangkal yang ada pada pulau jenis atol dan penyediaan air
bersih di wilayah pesisir pada pulau-pulau dataran tinggi dapat terkontaminasi
secara permanen oleh air asin jika terlalu banyak air yang diambil dari sumur
(UNEP, 1998). Ketika terjadi over-eksploitasi karena meningkatnya populasi
dan aktivitas pariwisata, perkembangan industri atau pertanian akan
mengakibatkan masalah serius bagi kualitas air di pulau kecil. Dalam kasus

ini, keseimbangan air alami dapat berubah secara dramatis dan mengakibatkan
efek-efek negatif.
2. Pembuangan limbah padat
Seiring pertumbuhan penduduk dan pariwisata, beberapa masalah
lingkungan telah menjadi ancaman bagi pembangunan berkelanjutan di
wilayah pulau-pulau kecil. Salah satunya adalah limbah padat yang bukan
hanya masalah manajemen yang serius, tetapi juga masalah lingkungan dan
ekologi yang serius. Semakin kecil pulau, semakin sulit masalah terkait
pembuangan limbah padat. Pengumpulan dan pembuangan limbah cukup
mahal dalam skala kecil, dua hal yang sering terjadi antara lain limbah yang
tidak dikumpulkan, atau pengelolaan lokasi pembuangan yang tidak tepat,
mengakibatkan masalah-masalah kesehatan dan pencemaran (UNEP, 1998).
Sebuah buku yang berjudul UNEP dan negara-negara berkembang
berbasis Pulau Kecil: 1994-2004, menunjukkan bahwa masalah sampah dan
pembuangan sampah adalah bagian dari krisis limbah yang lebih luas dan
memperkirakan bahwa sejak awal 1990-an tingkat limbah plastik di pulau
kecil yang sedang berkembang, telah meningkat lima kali lipat. Sebagai
contoh, 90% dari air limbah dibuang tanpa diolah terlebih dahulu dari pulaupulau di Karibia. Di bagian utara-timur Pasifik, tingkat limbah yang tidak
diolah sekitar 98% (UNEP, 2004).
Wilayah pulau-pulau kecil dengan segala spesifikasinya, seperti
ukurannya yang kecil dengan invansi populasi dan pariwisata, menciptakan

beberapa tantangan khusus dalam menghadapi masalah dalam menangani


pengumpulan, pengolahan, transfer teknologi, dan pembuangan limbah padat
yang dihasilkan dari kegiatan domestik dan industri.
3. Sanitasi
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara
kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan
hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan
hidup manusia. Masalah sanitasi yang lebih kompleks pada permukiman

kumuh yang padat di biasanya berada di daerah dataran rendah seperti sungai,
wilayah pesisir dan rawa dibandingkan masyarakat di wilayah jarang
penduduk di daerah pedesaan (Navarro, 2011).
Sanitasi yang buruk, terutama di daerah padat penduduk, berarti paparan
lingkungan yang tidak menyenangkan dan risiko penyebaran penyakit
menular melalui: kontak dengan air, masuk ke dalam rantai makanan dan
tempat berkembang biak bagi serangga. Kurangnya sanitasi juga dapat
mengancam keseimbangan ekologi lingkungan ketika spesies lain datang ke
dalam kontak dengan air yang terkontaminasi (UNESCO, 2008).
Di pulau-pulau kecil yang sensitif secara ekologis, sanitasi dan
pembuangan limbah yang aman terkait erat dengan masalah pasokan air.
Seiring peningkatan populasi, begitu juga masalah pasokan air dan
pembuangan limbah, jika pasokan air tawar terbatas, terutama pada pulau

karang (coral), tidak boleh sama sekali terkontaminasi (Navarro, 2011).


Kurangnya

sarana

sanitasi

untuk

membuang

limbah

manusia,

menghasilkan probabilitas tinggi bahwa penduduk masyarakat pesisir rentan


terhadap infeksi feca-oral yang ditularkan melalui konsumsi makanan dan
minuman yang tercemar. Mikro-organisme yang menyebabkan infeksi ini
ditemukan dalam tinja orang yang terinfeksi atau hewan dari buang air besar
di tempat terbuka oleh ternak atau orang-orang yang tidak memiliki toilet.
4. Ketersediaan pangan
Pulau-pulau kecil secara tradisional bergantung pada subsistem dan
tanaman untuk kelangsungan hidup dan perkembangan ekonomi. Lokal
produksi pangan sangat penting untuk pulau-pulau kecil, bahkan orang-orang
dengan lahan yang sangat terbatas. Masyarakat kepulauan sangat tergantung
pada laut dan sumber daya hayati untuk keberadaan mereka. Karena peluang
untuk pengembangan berbasis lahan terbatas, laut dan sektor perikanan
memainkan peran penting dalam kehidupan dan ekonomi seluruh masyarakat
pulau. Ketergantungan ekologi dari ekonomi pulau kecil dan masyarakatnya
juga menjadi persoalan (Asian Development Bank, 2004).
Masyarakat pulau kecil di Indonesia sangat bergantung pada kegiatan
perikanan dan transportasi perdagangan antar pulau. Sebagian besar
kebutuhan dasar mereka terutama untuk makanan dipasok dari pulau lain,
terutama mereka dengan daerah yang sangat kecil dan keterbatasan lahan
untuk pertanian. Akibat kondisi cuaca buruk seperti angin kencang dan

kondisi gelombang tinggi, aktivitas perikanan dan perdagangan di pulau-pulau


kecil terganggu. Nelayan berhenti menangkap ikan serta pasokan dari pulau
lain juga terhenti. Sebuah catatan dari Departemen Kelautan dan Perikanan
menunjukkan kerugian ekonomi yang dialami oleh nelayan karena cuaca
buruk ini selama Desember 2007 mencapai hingga 90 milyar Rupiah (Suhana,
2008). Kepulauan Seribu dan Karimunjawa, misalnya yang bergantung pada
cuaca dan pasokan sembako dari Pulau Jawa.
Situasi seperti itu sering terjadi dan dialami oleh penduduk pulau tidak
hanya di dua pulau, tetapi juga di banyak pulau kecil lainnya di Indonesia. Di
pulau-pulau Tanimbar, di provinsi Maluku Tenggara Barat, misalnya selama
kondisi cuaca buruk pada akhir Desember 2007, pasokan kebutuhan dasar
dihentikan, pulau-pulau ini, yang sangat tergantung pada pasokan dari
Surabaya (Jawa Timur), mengalami kelangkaan makanan dan kenaikan harga
barang karena permintaan yang tinggi (Suhana, 2008). Situasi ini bisa
membawa krisis pangan dan menyebabkan kerawanan pangan.
Ketahanan pangan wilayah Wakatobi sebagian besar bergantung pada
pengelolaan berkelanjutan ekosistem terumbu karang dan perikanan laut. Ikan
secara tradisional dimakan di setiap kali makan oleh karena itu merupakan
sumber utama protein bagi masyarakat setempat. Peningkatan jumlah
penduduk dan tingkat kemiskinan meningkatkan kekhawatiran nyata bagi
kesehatan ekosistem dan status jangka panjang perikanan. Penyediaan sumber
protein yang dikelola secara aman dan dapat diterima secara budaya dan

menunjang pembangunan lingkungan yang berkelanjutan dipandang oleh


banyak orang sebagai prioritas di tingkat lokal.
Dampak kesehatan dari kerawanan pangan seperti diungkapkan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia sangat signifikan dan ini termasuk peningkatan
malnutrisi, angka kematian dan kesakitan anak dan ibu, serta penyakit
menular. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan kemungkinan peningkatan
penurunan berat badan di antara anak-anak, serta anemia

dan defisiensi

mikronutrien dan kondisi lain, khususnya di kalangan perempuan dan anakanak. Konsekuensi lebih lanjut mungkin ketidakmampuan bagi masyarakat
yang kurang mampu untuk membeli makanan sehat, memaksa mereka untuk
membeli produk-produk berkualitas rendah, yang dapat berdampak negatif
akan mengubah pola diet, dan meningkatkan beban penyakit tidak menular
(WHO, 2008).
5. Tekanan-tekanan lainnya
Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara
kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host
kemudian berpindah kemanusia karena manusia tidak mampu menjaga
kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit
berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar
masyarakat Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi
lingkungan yang buruk seperti ISPA, diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit
(Depkes RI, 2002).

Penyakit lain yang mungkin terkait dengan cuaca adalah kolera. Di


Pasifik Selatan misalnya, kolera tidak endemik di wilayah ini, namun ada
beberapa bukti bahwa naiknya suhu permukaan laut dapat meningkatkan
risiko kolera menyebar jauh melampaui daerah endemik (WHO, 2013).
Kondisi kekeringan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi patogen
dalam air permukaan dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas dari
kombinasi diare dan dehidrasi (WHO, 2013).
C. Tinjauan Umum Tentang Konsep Risiko Kesehatan Lingkungan
Di bidang ilmu kesehatan masyarakat, istilah risiko umumnya
digambarkan sebagai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia atau terhadap
lingkungan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan, bahwa risiko hanya akan ada jika
sekurang-kurangnya pada dua situasi yakni pada waktu dan tempat yang sama.
Risiko disini ditentukan apakah situasi tersebut memiliki potensi untuk
menyebabkan efek yang membahayakan dan situasi atau substansi paparan yang
membahayakan (Robson dan Ellerbusch, 2007).
Sebagian besar definisi dari risiko mengandung elemen-elemen atau
konsep-konsep bahaya, paparan, dan mudah terkena luka (rapuh/sensitif).
Presiden/Komisi Kongres Pengelolaan Risiko dan Penilaian Risiko (1997)
memberikan definisi umum mengenai risiko sebagai kemungkinan akan situasi
yang akan memproduksi bahaya pada situasi-situasi tertentu.
Risiko merupakan perkiraan kemungkinan terjadinya konsekuensi kepada
manusia atau lingkungan. Risiko yang terjadi kepada manusia disebut sebagai

risiko kesehatan, sedangkan risiko yang terjadi kepada lingkungan disebut sebagai
risiko ekologi.
Menurut Royal Society Study Group (1992), penilaian risiko dapat
membandingkan hasil identifikasi dan penilaian dari besarnya akibat dan
kemungkinan dari hasil. Tambahan dari dilakukannya evaluasi resiko
menyempurnakan proses dari penilaian resiko.
Penilaian risiko merupakan proses memperkirakan potensi dampak dari
kimia, fisik, mikrobiologi atau bahaya psikososial pada populasi manusia tertentu
atau sistem ekologi di bawah sekumpulan kondisi yang spesifik dan untuk jangka
waktu tertentu. Ruang lingkup risiko kesehatan lingkungan (EHRA) dapat
menutupi dampak kesehatan dari:
1. Polutan kimia dan kontaminan di udara, air, tanah dan makanan
2. Mikrobiologi patogen kontaminan dalam makanan dan air
3. Sumber radiasi
4. Medan elektromagnetik (EMFs)
5. Perubahan iklim dan iklim (enhealth, 2012)
EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko
Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi
fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan
warga. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan
pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Sementara,
perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara

lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan
pemilahan sampah rumah tangga.
The European Chemical Industry Council (2007), mendefenisikan istilah
yang sama terkait dengan istilah risiko sebagai berikut: bahaya adalah kondisi
dimana suatu objek atau situasi dapat menyebabkan kerusakan. Bahaya
sebenarnya akan terjadi ketika suatu objek atau situasi memiliki kemampuan
untuk menyebabkan efek buruk.
Paparan adalah sejauh mana penerima kemungkinan bahaya akan terkena
atau dapat dipengaruhi oleh bahaya tersebut. Sehingga kehadiran target potensial
dan jarak dari bahaya akan menentukan tingkat risiko. Misalnya, kebakaran atau
ledakan dapat menyebabkan kerusakan terhadap bangunan yang dekat dengan
tempat kejadian, tetapi tidak akan merugikan orang jika tidak ada orang yang
hadir pada saat kejadian tersebut berlangsung. Sehingga defenisi risiko diartikan
sebagai kesempatan yang merugikan atau efek berbahaya yang akan benar-benar
terjadi, akan tetapi risiko dapat diabaikan dan diperkecil ataupun risiko bisa tinggi
bergantung pada faktor yang mempengaruhinya.
Istilah lain yang penting untuk membedakan risiko adalah kata
"kerentanan". Orang dan sumber daya yang berada dalam area risiko bisa
dianggap rentan dan tidak rentan terhadap dampak bahaya (National Oceanic &
Atmospheric Administration/NOAA, 2008). Oleh karena itu, defenisi tentang
risiko memiliki unsur subjektivitas, tergantung pada sifat risiko itu sendiri.
Chicken & Posner (1998) mengatakan bahwa semua defenisi risiko itu benar

namun, dua hal yang menjadi inti dari risiko adalah risiko ada karena ada bahaya
(hazard) dan peluang terjadinya bahaya (exposure).
Risk = Hazard x Exposure

Di bidang ilmu kesehatan masyarakat,

istilah risiko umumnya

digambarkan sebagai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia atau terhadap


lingkungan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa risiko hanya akan ada jika
setidaknya ada dua situasi berlangsung pada waktu yang sama, yaitu adanya
bahaya yang ditentukan oleh suatu zat atau situasi tertentu yang memiliki potensi
untuk menimbulkan efek berbahaya dan paparan substansi atau situasi berbahaya.
Hal ini sejalan dengan dengan teori Robson & Ellerbush (2007) yang
mendefenisikan risiko sebagai fungsi dari bahaya dan paparan atau peluang.
The enHealth Australia (2006) menggunakan model penilaian risiko yang
melibatkan lima tahapan, yang mengikuti/mengulang variasi model-model yang
sebagian besar di adaptasi dari model the National Academy of Sciences.

Gambar 2.1. The Australian Model of Risk Assessment (enHealth, 2006)


1. Identifikasi isu (Issue identification)
Tahap awal dari model ini adalah pentingnya proses identifikasi
(pengenalan), sebab dari pentingnya identifikasi, pembenaran mengapa hal
tersebut penting menjadi isu, bagaimana hal tersebut diidentifikasi dan
diangkat, dan apakah isu tersebut dapat dipertanggungjawabkan (enhealth,
2006). Tahapan ini membangun konteks dan pemahaman ke penilaian risiko.
Identifikasi isu membandingkan beberapa fase: pertama, identifikasi isu
kesehatan lingkungan atau isu individu dan menentukan apakah bahayabahaya tersebut dapat dipertanggungjawabkan sebagai penilaian risiko.
Kedua, menempatkan bahaya-bahaya tersebut kepada konteks kesehatan
lingkungan, yang melibatkan tahap klarifikasi dan prioritas dari masalahmasalah dan bahaya-bahaya. Tahapan selanjutnya adalah mengidentifikasi

potensial interaksi antara agen-agen, dan tahapan terakhir menegaskan dengan


jelas mengapa penilaian risiko dibutuhkan dan jangkauan serta objektifitas
dari penilaian risiko (enhealth, 2006).
2. Identifikasi bahaya (Hazard identification)
Langkah selanjutnya dalam penilaian risiko adalah mengidentifikasi
bahaya. Bahaya dalam kesehatan lingkungan dapat diklasifikasikan dalam
bentuk yang berbeda-beda. Bahaya dapat dikategorikan dalam beberapa
bagian yaitu:
a. Bahaya-bahaya biologis (termasuk : bakteri, virus, parasit, dan organisme
pathogen lainnya).
b. Bahaya-bahaya kimiawi (seperti : logam beracun/toksik metal, polusi
udara, larutan berbahaya dan pestisida)
c. Bahaya-bahaya fisika (contohnya : radiasi, temperature, dan keributan)
d. Bahaya-bahaya yang berhubungan dengan mesin (termasuk : kendaraan
bermotor, olahraga, pertanian, dan bahaya kecelakaan di tempat kerja)
e. Bahaya-bahaya psikologis (seperti : stress, gaya hidup yang kacau,
perilaku hidup tidak sehat (non hygiene), diskriminasi, dan efek dari
perubahan sosial.
Klasifikasi lain dari bahaya kesehatan lingkungan oleh Briggs (2000)
berdasarkan dari sumber dan efek kesehatan kesehatan lingkungan.

Tabel 2.1
Klasifikasi Bahaya Kesehatan Lingkungan
Kategori
Contoh-Contoh
Risiko
Bahaya
Kesehatan
Diare
dan
penyakit
Polusi Air Permukaan gastro-intestinal, tetapi
dapat juga mengandung
racun kimia
Bahaya-bahaya terkait
dengan air
Penyakit gastro-intestinal
Kontaminasi Air
dan penyakit saluran
Minum
kencing.
Penyebaran
penyakit
sistem
pencernaan.
Kontaminasi Biologi
Bahaya makanan
Penyakit pencernaan dan
Kontaminasi Kimia
saluran kencing
Vektor yang
Penyakit infeksi dan
berhubungan dengan air penyakit akibat parasit
Bahaya vektor
Vektor yang
Penyakit infeksi dan
berhubungan dengan
penyakit akibat parasit
binatang
Infeksi dan penyakit
akibat parasit, penyakit
Sanitasi
sistem pencernaan dan
saluran kencing
Bahaya Rumah
Tangga
Infeksi dan penyakit
akibat parasit, penyakit
Pengelolaan Sampah
sistem pencernaan dan
saluran kencing
Sumber : (Briggs, 2000)
Penggambaran risiko adalah langkah akhir dalam proses penilaian mengenai
paparan untuk menjelaskan alam, luas dan tingkat keparahan dari efek yang
merugikan terhadap kesehatan serta memberikan evaluasi akan kualitas
keseluruhan dari pemeriksaan dan perkiraan besar/tingkat resiko (enhealth, 2006).

D. Tinjauan Umum Tentang Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan


EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko
Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi
fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan
warga. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan
pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Sementara,
perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara
lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, dan pemilahan sampah rumah
tangga. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia yang merupakan negara yang
sedang berkembang berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air bersih,
perumahan, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo,
2002).
Menurut WHO defenisi sanitasi lingkungan (Environmental sanitation)
adalah

sebagai ilmu atau keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada

usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang
diperkirakan menimbulkan atau akan menimbulkan hal-hal yang merugikan
perkembangan fisik kesehatan ataupun kelangsungan hidupnya (Nurhaedah,
2006). Sedangkan menurut Daud (2007) sanitasi lingkungan adalah usaha
mengendalikan dari semua faktor-faktor

fisik

manusia

yang mungkin

menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik kesehatan dan


daya tahan hidup manusia.

Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sanitasi


lingkungan lebih mngutamakan pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan,
sehingga munculnya penyakit dapat dihindari. Dengan kata lain merupakan suatu
usaha untuk menurunkan bibit penyakit yang terdapat dalam lingungan fisik
manusia sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat terpelihara dengan
sempurna.
Teori HL Blum mengatakan bahwa kesehatan lingkungan faktor dominan
yang paling berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat, karena kedua
komponen tersebut paling memungkinkan untuk diintervensi, sehingga telah
menjadi kiblat tindakan promotif dan preventif pada mayoritas masalah penyakit
dan masalah kesehatan (Isma, 2011). Sanitasi lingkungan mempunyai ruang
lingkup seperti sumber air bersih, jamban saniter, persampahan, saluran
pembuangan air limbah (SPAL). Selain dari lingkungan, faktor perilaku,
pelayanan kesehatan masyarakat dan hereditas juga sangat menentukan derajat
kesehatan dari masyarakat itu sendiri.
Ruang lingkup sanitasi lingkungan yaitu sebagai berikut :
1. Sumber Air Bersih
Di pulau-pulau kecil kelangkaan air bersih merupakan masalah yang
belum teratasi. Lataknya yang jauh dari kota dan terisolasi karena belum
adanya transportasi regular ke pulau kecil membuat masyarakat di pulau
sangat rentan dengan maslah kekuranagn air bersih. Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih maka masyarakat pulau kecil membuat sumur gali, yang

menjadi persolaan dari sumur gali di pulau-pulau kecil adalah kualitas air
yang tidak memenuhi syarat, misalanya jika pasang maka air sumur gali akan
menjadi air payau. Hal itu jika terus menurus dibiarkan akan menjadi masalah
kesehatan dan akan mempengaruhi jumlah konsumsi air minum masyarakat di
pulau-pulau kecil khususnya yang terpencil.
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama
hidupnya selalu memerlukan air. Ketersediaan air di pulau-pulau kecil
berbeda kondisinya dengan yang di daratan atau kota. Dengan demikian
semakin naik jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya semakin naik pula
laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang
dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban
penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga akan bertambah
cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber
air minum dan air bersih semakin langka (enheath, 2002).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, Volume rata-rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan
air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan
dan kebiasaan masyarakat. Banyak dari masyarakat di pulau-pulau kecil yang
kebutuhan air minumnya setiap hari tidak memenuhi syarat yaitu berkisar
150-200 liter. Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan


timbulnya penyakit dimasyarakat khususnya di pulau-pulau kecil.
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar
secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan
melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease.
Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi
menjadi empat, yaitu :
a. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam
air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada
manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.
b. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan
dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat
tiga cara penularan, yaitu : infeksi melalui alat pencernaan, infeksi melalui
kulit dan mata dan penularan melalui binatang pengerat.
c. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini
memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya
didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam
air.
d. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui
gigitan serangga yang berkembang biak didalam air.
Menurut Permenkes RI No 416/Menkes/IX/1991 bahwa air bersih
yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebagai berikut (Isma, 2011) :

a. Syarat kualitas terdiri atas :


1) Syarat fisik : bersih, jernih, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak
berwarna.
2) Syarat kimia : tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehtan
seperti racun, serta tidak mengandung mineral dan zat organik yang
jumlahnya melebihi ambang batas.
3) Syarat biologis : tidak mengandung organisme pathogen.
4) Syarat radioaktif : bebas dari sinar alfa dan sinar beta.
b. Syarat kuantitas, yaitu pada daerah pedesaan untuk hidup secara sehat
cukup dengan memperoleh 60 liter/hari/orang, sedangkan daerah
perkotaan 100-150 liter/hari/orang.
Kontstruksi fasilitas air bersih di pulau-pulau kecil juga masih menjadi
masalah. Rata-rata sumber air bersih di pulau-pulua kecil yaitu menggunakan
sumur gali yang pada keadaan tertentu akan berubah rasa atau menjadi payau.
Kontruksi fasilitas air bersih yang tidak memenuhi syarat yang banyak terjadi
di pulau-pulau kecil seperti sumur gali yang tidak memiliki penutup dan tidak
memiliki dinding sumur. Tekstur tanah di pulau-pulau kecil yang berbeda
dengan tekstur tanah pada umumnya membuat kerentanan atau peluang
tercemarnaya sumber air bersih sangat besar.
2. Fasilitas Jamban Yang Sehat
Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil
akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan

pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni
(enheath, 2012).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari
segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan
masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia
(feses) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (ISSDP,
2011).
Pengelolaan pembuangan tinja pada manusia bertujuan untuk
mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap
lingkungan. Pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat (Notoatmodjo, 2002). Jamban yang memenuhi syarat kesehatan
menurut Ehler dan Steel (Entjang, 1997) :
a. Tidak mengotori tanah permukaan.
b. Tidak mengotori air permukaan.
c. Tidak mengontaminasi air dalam tanah.
d. Kotoran

tidak

terbuka

sehingga

lalat

dapat

perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.


e. Kakus harus terlindungi dari penglihatan orang lain.
f. Pembuatannya mudah dan murah.

bertelur

atau

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam untuk jamban sehat yaitu


(Notoatmodjo, 2002) :
a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung
dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lainnya, terlindung
dari pandangan orang (pravacy) dan sebagainya.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat dan sebagainya.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas
pembersih.
Praktik BABS (buang air besar sembarangan) di tempat yang tidak
aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan
masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat
mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang
tidak aman bukan hanya tempat BABS di ruang terbuka, seperti di
sungai/kali/got/kebun/laut, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah
yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan
pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan
berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum (ISSDP, 2011).
Penampungan tinja di pulau-pulau kecil juga masih menjadi masalah.
Banyaknya paradikma di masyarakat yang menyatakan bahwa penampungan

tinja yang bagus adalah ketika penampungan tersebut tidak pernah penuh. Jika
dianalisis penampungan yang tidak pernah penuh menunjukkan adanya
kebocoran pada penampuangan tinja tersebut. Penempungan tinja yang tidak
baik akan menimbulkan permasalahan kesehatan lingkungan yang berujung
pada kesehatan masyarakat, seperti akan mencemari tanah dan sumber air
bersih.
Porositas yang tinggi di daerah pulau membuat tanah tidak maksimal
untuk menampunga air. Jika di daerah yang normal jarak antara penampungan
tinja dan sumber air 10 meter, maka hal itu berbeda dengan yang berada di
daerah pesisir atau di pulau. Jarak antara penampungan tinja dan sumber air
bias mencapai 2 kali lipat dari keadaan normal atau lebih dari 10 meter.
3. Tempat Sampah Rumah Tangga dan Pengolahan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam
suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat
membuat batasan sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (ISSDP, 2011).
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari
sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit
(bacteri pathogen), dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar
penyakit (Notoatmodjo, 2002). Di banyak Kabupaten di Indonesia,

penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam


banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak
bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di
tingkat

Kabupaten,

banyak

pihak

mulai

melihat

pentingnya

pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan


sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai
bahan untuk kompos. Sampah yang dihasilkan oleh manusia ataupun alam
harus dikelola dengan baik, antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002):
a. Penyimpanan sampah (storage)
Untuk tempat sampah ditiap-tiap rumah isinya cukup satu meter
kubik. Tepat sampah janganlah ditempatkan di dalam rumah atau di pojok
dapur, karena akan menjadi tempat berkembangbiaknya vektor. Tempat
sampah sebaiknya :
1) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak.
2) Harus ditutup rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatangbinatang seperti tikus, lalat, kucing dll.
3) Ditempatkan diluar rumah, bila pengumpulannya dilakukan oleh
pemerintah, menempatkan tempat sampah sedemikian rupa sehingga
karyawan pengumpul sampah mudah mencapainya.
b. Pemusnahan dan pengolahan sampah
Pemusnahan dan pengolahan sampah dilakukan dengan cara:
1) Ditanam (landfill)

Yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian


sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2) Dibakar (inceneration)
Yaitu pemusnahan sampah dengan membakar didalam tungku
pembakaran atau dibakar secara langsung diatas permukaan tanah.
3) Dijadikan pupuk (composting)
Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, khususnya untuk sampah
organik seperti daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang
dapat membusuk.
Praktek pengolahan sampah rumah tangga di pulau sering kali masih
tidak berbasis kesehatan lingkungan. Masih banyakanya masyarakat di pulau
yang membuang sampahnya di laut tampa memperhatikan kehidupan
ekosistem laut. Karena tidak adanya sistem pengangkutan sampah maka ratarata masyarakat pulau kecil membuang sampah di halaman, di laut, di lubang
sampah tetapi tidak melakukan pengolahan selanjutnya dan ada juga yang
membakarnya. Sehingga kebiasaan membuang sampah masyarakat di pulaupulau kecil juga menimbulkan pencemaran tanah dan air.
4. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga
Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan EHRA
karena saluran yang tidak memadai berisiko memunculkan berbagai penyakit,
termasuk polio yang sempat merebak kembali di satu Kabupaten di Indonesia
beberapa tahun lalu. EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang


dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas
penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci
piring/bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti
kebanyakan terjadi di Kabupaten-Kabupaten di Indonesia, saluran grey water
dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan (drainage)
(ISSDP, 2011)
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,
industri ataupun tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung
bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan. Sumber serta macam air limbah dapat
dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
ekonomi masyarakat beragam pula air limbah yang dihasilkan (Daud, 2007).
Pernyataan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari
cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan,
perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan
air hujan (Kusnoputranto, 1985 dalam Notoatmodjo, 2002). Pengertian
tersebut maka pada umumnya air limbah mencakup komposisi serta dari mana
air limbah itu berasal secara umum dapat dikemukakan bahwa air limbah
yakni air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempattempat umum lainnya yang tercampur dengan air hujan, air permukaan dan air
tanah yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.

Saluran pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang


digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cucian,
dapur dan lain-lain yang bukan berasal dari jamban (Ditjen PPM & PLP, 1996
dalam Isma, 2011). Ada berbagai macam jenis saluran pembuangan air limbah
jika ditunjau dari jenis materialnya yaitu dari bambu, kayu, drum, beton, dan
koral.
Syarat yang harus dipenuhi untuk sarana pembuangan air limbah sehat
sebagai berikut (Isma, 2011) : tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk, tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan air tergenang/becek
yang dapat menggangu kenyamanan.
5. Cuci Tangan Pakai Sabun
Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare
(Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2011). Bukan hanya itu, diare
juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor
gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian
akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk.,
2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 4247% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya
pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat.
Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan
mencuci tangan pakai sabun (ISSDP, 2011).

Dengan demikian dapat dipahami betapa perilaku ini harus dilakukan,


antara lain karena berbagai alasan sebagai berikut:
a. Mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit yang dapat
menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunya,
b. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup,
c. CTPS (cuci tangan pakai sabun) adalah satu-satunya intervensi kesehatan
yang

paling

cost-effective

jika

dibanding

dengan

hasil

yang

diperolehnya.
Waktu kritis untuk cuci tangan pakai sabun yang harus diperhatikan,
yaitu saat-saat sebagai berikut: sebelum makan, sebelum menyiapkan
makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah
memegang unggas atau hewan.
Beberapa manfaat yang diperoleh setelah seseorang melakukan cuci
tangan pakai sabun, yaitu antara lain :
a. Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,
b. Mencegah penularan penyakit seperti typus, disentri,flu burung, flu babi,
c. Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut :
a. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun
seperlunya,
b. Bersihkan telapak tangan, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung
tangan

c. Bersihkan tangan menggunakan lap bersih.


E. Tinjauan Umum Tentang Karakteristik Risiko Kesehatan Lingkungan
Karakteristik risiko adalah langkah terakhir dalam proses penilaian risiko
yang menyatukan semua informasi dari penilaian bahaya dan penilaian paparan
untuk menggambarkan sifat, luas dan keparahan dari potensi efek yang merugikan
kesehatan serta memberikan evaluasi pada seluruh penilaian dan tingkat estimasi
risiko (enHealth, 2002). Untuk memahami keabsahan dari risiko yang
diperkirakan, asumsi utama dan penilaian ilmiah serta ketidakpastian yang
direspon menggunakan tabel crosstab atau kombinasi antara Kemungkinan
dengan Konsekuensi.
Kombinasi

dari

Kemungkinan

dan

Penilaian

Konsekuensi

memberikan perkiraan risiko dengan jumlah kategori yang dimasukkan ke dalam


Kemungkinan, yaitu (Standards Australia, 2006):
1. Hampir pasti, dimana Kemungkinan ini diperkirakan akan terjadi di
sebagian besar keadaan.
2. Kemungkinan besar, dimana Kemungkinan dapat terjadi dalam banyak
situasi.
3. Moderat, dimana Kemungkinan bisa terjadi dalam beberapa keadaan.
4. Mungkin, dimana Kemungkinan mungkin terjadi hanya dalam keadaan
yang sangat khusus.
5. Langka, dimana Kemungkinan mungkin hanya terjadi dalam keadaan yang
sangat langka.

Sedangkan jumlah kategori yang dimasukkan ke dalam Penilaian


Konsekuensi, yaitu:
1. Konsekuensi yang signifikan, yang berarti bahwa kemungkinan cedera tetapi
tidak lebih dari pengobatan pertolongan pertama
2. Konsekuensi minor, mengacu pada kemungkinan cedera tetapi tidak lebih dari
pertolongan pertama.
3. Konsekuensi moderat, mengacu pada kemungkinan cedera dan akan
memerlukan perawatan medis,
4. Konsekuensi utama, mengacu pada cedera dengan kemungkinan yang luas
5. Konsekuensi catastropic mengacu pada kemungkinan kematian yang jelas
terjadi.
Tabel 2.2 Matriks Kualitatif Analisis Risiko
Konsekuensi
Kemungkinan

Signifikan

Minor Moderat Major Catastrophic

Hampir Pasti

Kemungkinan
Besar

Moderat

Mungkin

Langka

Sumber: The Australian / New Zealand Standar (AS/AZ 4360: 1999)

Keterangan:
E

: Extreme Risk

: Moderate Risk

: High Risk

: Low Risk

Matriks risiko ini dirancang sebagai alat untuk memberikan perkiraan


risiko. Matriks ini bukan semata-mata metode untuk menentukan estimasi risiko
yang tepat untuk setiap hasil yang merugikan yang diterima, juga tidak boleh
digunakan untuk mengatur kondisi manajemen yang telah ditentukan untuk
tingkat risiko tertentu melainkan hanya untuk menginformasikan proses dari
evaluasi risiko (The Office of the Gene Technology Regulator (OGTR), 2005).

BAB III
KERANGKA KONSEP

F. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti


Pulau Lumu-Lumu merupakan daerah yang sangat rentan terhadap
dampak-dampak veriabilitas dan perubahan iklim. Letak geografis yang termasuk
pulau terluar Kota Makassar, terpencil dan kerentanan terhadap berbagai bencana
alam yang disertai dengan keterbatasan kemampuan masyarakat untuk
beradaptasi terhadap perubahan ikilm, karena lahan dan sumber daya yang
terbatas, menjadikan Pulau Lumu-Lumu penting untuk diteliti lebih lanjut.
Untuk memperoleh penilaian risisko kesehatan lingkungan secara
kualitatif atau deskriptif maka perlu melihat beberapa keadaan atau kebiasaan
masyarakat misalnya keadaan lingkungannya, perilakunya dan penyakit yang
sering masyarakat alami di Pulau Lumu-Lumu. Risiko dapat terjadi ketika ada
bahaya atau hazard dan peluang atau exposure, bahaya dan peluang risiko
kesehatan lingkungan dapat dilihat dari aspek sanitasi lingkungan dan perilaku
masyarakat, variabel yang akan diteliti yaitu mencakup penyediaan air bersih,
fasilitas jamban yang tidak layak, tempat sampah rumah tangga, dan saluran
pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga. Untuk perilaku, variabel yang
diteliti adalah perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS), perilaku pemilahan
sampah, pengolahan air minum dan buang air besar sembarangan.

Bahaya kesehatan
lingkungan:
1. Ketersediaan air bersih
2. Fasilitas jamban yang
tidak layak
3. Tempat sampah rumah
tangga
4. Kontruksi SPAL

Risiko
kesehatan
lingkungan
Pulau LumuLumu
Peluang Keterpaparan
bahaya.
Perilaku:
1. Tidak cuci tangan pakai
sabun
2. Tidak mengolah sampah
3. Buang air besar
sembarangan
4. Tidak mengolahan air
minum

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pemetaan
Risiko
Kesehatan
Lingkunga
n di Pulau
LumuLumu

G. Definisi Operasional
1. Risiko kesehatan lingkungan adalah tingkat kondisi atau keadaan lingkungan
yang berpotensi menimbulkan bahaya atau gangguan kesehatan (bahaya
kesehatan lingkungan) yang disertai oleh keterpaparan terhadap bahaya
tersebut (perilaku tidak sehat).
Kriteria Objektif:
a. Risiko rendah diberikan skor 1 (warna hijau)
b. Risiko sedang diberikan skor 2 (warna biru)
c. Risiko tinggi diberikan skor 3 (warna kuning)
d. Risiko sangat tinggi diberikan skor 4 (warna merah)
2. Bahaya Kesehatan Lingkungan
Bahaya diartikan sebagai kondisi atau keadaan lingkungan yang berpotensi
untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang meliputi penyediaan air bersih
(kualitas dan kuantitas), fasilitas jamban yang tidak layak, ketersediaan tempat
sampah rumah tangga dan kondisi SPAL.
a. Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih adalah kondisi ketersediaan air bersih yang meliputi
kualitas fisik (tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa), dan
kuantitas (kelangkaan air bersih).
b. Fasilitas jamban yang tidak layak
Fasilitas jamban adalah tempat yang digunakan oleh responden setiap kali
buang air besar.

c. Ketersediaan tempat sampah rumah tangga


Ketersediaan tempat sampah rumah tangga adalah adanya tempat yang
digunakan oleh rumah tangga untuk membuang dan menampung sampah.
d. Kontruksi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) rumah tangga
Saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga adalah sarana
pengaliran air buangan dari kamar mandi, dapur dan tempat cuci agar
limbah tersebut tidak tergeneng.
3. Peluang keterpaparan bahaya kesehatan lingkungan
Peluang keterpaparan terhadap bahaya kesehatan lingkungan adalah tingkat
atau besarnya peluang dari bahaya kesehatan lingkungan yang kemungkinan
dialami oleh individu atau kelompok berupa perilaku-perilaku yang tidak
sehat seperti: kebiasaan cuci tangan pakai sabun, pengolahan sampah rumah
tangga dan praktek buang air besar sembarang.
a. Tidak Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Tidak cuci tangan pakai sabun adalah kebiasaan yang dilakukan oleh
responden untuk tidak mencuci tangan pada 5 waktu penting yaitu sesudah
buang air besar (BAB), setelah menceboki anak, sebelum menyantap
makanan, sebelum menyuapi/memberi makan, pada bayi/balita dan
sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
b. Perilaku tidak mengolah sampah
Perilaku tidak mengolah sampah adalah sikap responden yang tidak
mengolah sampahnya.

c. Buang air besar sembarangan


Buang air besar sembarangan adalah perilaku responden yang masih
buang air besar tidak di jamban atau WC.
d. Tidak mengolah air minum
Tidak mengolah air minum adalah perilaku responden yang tidak
mengelolah air minum keluarga sebagai kebutuhan minum sehari-hari.
4. Indeks risiko kesehatan lingkungan adalah daftar variabel yang dianggap
urgen atau penting yang sangat berpengaruh terhadap bahaya (hazard) dan
peluang (exposure) sehingga meningkatkan risiko kesehatan lingkungan.
Semua variabel akan dinilai menggunakan metode pembobotan, masingmasing variabel memiliki komponen penting, setiap komponen penting pada
variabel akan diberi bobot sesuai dengan tingkat keparahannya dan total bobot
setiap komponen variabel adalah 100%.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasi dengan pendekatan
deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi fasilitas sanitasi dan
perilaku yang berisiko pada kesehatan masyarakat di Pulau Lumu-Lumu.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pulau Lumu-Lumu Kelurahan Barrang Caddi
Kecamatan Ujung Tanah, penelitian dilakukan pada 13 Februari-23 Maret 2014.
Pulau Lumu-Lumu berjarak 27,54 km dari Kota Makassar, Pulau Lumu-Lumu
dapat dijangkau menggunakan perahu dengan waktu tempuh tiga setengah jam.
Luas Pulau Lumu-Lumu 3,75 ha, jumlah penduduk mencapai 984 jiwa dan
terdapat 187 rumah tangga yang terbagi menjadi 4 RT dan 1 RW. Pulau ini
merupakan pulau terpadat penduduknya dengan tingkat kepadatan 262 jiwa setiap
ha dan tersebar merata di seluruh pulau. Sarana pendidikan hanya terdapat 1
sekolah yaitu SD, fasilitas lainnya berupa 1 mesjid, 1 pustu dan 1 posyandu.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada di
Pulau Lumu-Lumu.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada di Pulau LumuLumu. Sedangkan responden pada penelitian ini yaitu anggota rumah tangga
ditemukan saat melakukan penelitian yang memungkinkan untuk dilakukan
wawancara. Pengambilan sampel dilakukan secara exhaustive sampling yaitu
187 rumah.
D. Istrumen Penelitian
Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner penelitian dan
lembar observasi
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data primer
Diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden dengan
menggunakan kuesioner dan pengamatan terhadap sampel rumah tangga
dengan menggunakan lembar observasi. Pada pengambilan data, peneliti
dibantu oleh 9 teman untuk melakukan wawancara dan pengamatan. Cara
pengambilan sampelnya yaitu rumah diurutkan berdasarkan nomor rumah
tangga atau menyesuaikan pola permukiman yang ada.
2. Data Sekunder
Diperoleh dari Puskesmas Barrang Lompo, Pustu Lumu-Lumu, informasi
mengenai masyarakta Pulau Lumu-Lumu juga diperoleh dari Kelurahan
Barang Caddi.

F. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diinput menggunakan program
epidata versi 31 dan dianalisis dengan menggunakan program software
statistical package for social science (SPSS) versi 18.
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif, yaitu membuat interpretasi
dan narasi dari tiap-tiap data variabel yang diperoleh serta presentasi yang
berkaitan dengan tujuan penelitian. Selain itu akan ada penilain risiko
kesehatan lingkungan yang di bagi menjadi 4 kategori yaitu kurang berisiko,
risiko sedang, risiko tinggi dan risiko sangat tinggi.
G. Penyajian data
Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi, tabel-tabel dan pemetaan
risiko kesehatan lingkungan.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Lumu-Lumu Kelurahan Barang Caddi
Kecamatan Ujung Tanah. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan
observasi dengan menggunakan instrumen checklist.
Pengumpulan data dilaksanakan mulai tanggal 13 Februari-23 Maret
2014. Penelitian ini dilakukan untuk menilai terkait risiko kesehatan lingkungan
di Pulau Lumu-Lumu. Sebanyak 187 rumah diambil sebagai unit sampel primer
dengan cara exhaustive sampling. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel
dan peta disertai dengan narasi atau penjelasan serta penilaian risiko kesehatan
lingkungan Pulau Lumu-Lumu. Bagian akhir bab ini disajikan pembahasan
terhadap temuan dari penelitian ini dan keterbatasan dari penelitian ini.
1.

Sebaran Rumah Tangga Setiap RT dan Karakteristik Rumah Tangga


a. Distribusi Berdasarkan Sebaran Rumah Tangga Di Setiap RT
Berikut adalah sebaran responden atau rumah tangga di setiap RT,
Pulau Lumu-Lumu:

Tabel 5.1
Jumlah Rumah Tangga Setiap RT
Di Pualu Lumu-Lumu
Nama RT
RT 1
RT 2

RT 3
RT 4
Total
Sumber: Data Primer, 2014

Jumlah
n
%
(187)
40
21,4
51
27,3
57
30,5
39
187

20,9
100

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden


yang paling banyak terdapat di RT 3 yaitu 57 rumah tangga atau 30,5%
kemudian terbanyak ke dua terdapat di RT 2 yaitu 51 rumah tangga atau
27,3%, kemudian di RT 1 terdapat 40 rumah tangga atau 21,4% dan jumlah
responden/rumah tangga yang paling sedikit yaitu terdapat pada RT 4 yaitu
39 rumah tangga atau 20,9%.
b. Karakteristik Responden
Karakteristik responden terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota dalam rumah tangga dan usia anak
termuda. Umur responden merupakan faktor yang penting yang
mempengaruhi peluang dan bahaya kesehatan lingkungan. Pekerjaan
adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Pendidikan adalah pendidikan terakhir
yang ditamatkan. Jumlah penghuni rumah adalah jumlah orang yang

menempati rumah dalam 4 bulan terakhir. Distribusi responden akan


dijabarkan dalam tabel dan grafik berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Responden Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
RT
n

01
%

03
%

1
6
8
15
2
8

2,5
15
20
37,5
5
20

0
1
13
19
12
6

0
2
25,4
37,2
23,5
11,8

0
7
13
15
15
7

0
12,3
22,8
26,3
26,3
12,3

1
4
6
16
11
1

13
27

32,5
67,5

36
15

70,6
29,4

15
42

26,3
7,7

4
32
1
2
1

10
80
2,5
5
2,5

2
48
1
0
0

4
94,1
1,9
0
0

21
35
1
0
0

1
18
9
0
1
1
6
4

2,5
45
22,5
0
2,5
2,5
15
10

0
15
33
0
0
0
2
1

0
29,4
64,7
0
0
0
3,9
1,9

9
6
25
40

22,5
15
62,5
100

6
18
27
51

12
35,2
53
100

Karakteristik Responden
Umur (tahun)
<15
18-25
26-35
36-45
46-55
>55
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Tingkat Pendidikan
Tidak Pernah Sekolah
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Perguruan Tinggi
Pekerjaan
Guru mengaji
IRT
Nelayan
Pencari rumput laut
PNS
Tukang
Wiraswasta
Tidak bekerja
Jumlah Penghuni Rumah
<4 Orang
4 Orang
> 4 Oarang
Total
Sumber: Data Primer, 2014

02
%

04
%

Jumlah
n

2,5
10,2
15,3
41
28,2
2,5

2
18
40
65
40
22

1,0
9,6
21,3
34,7
21,3
11,7

29
10

74,3
25,6

93
94

49,7
50,2

37
61,4
1,7
0
0

2
36
1
0
0

5,1
92,3
2,5
0
0

29
151
4
2
1

15,5
80,8
2,1
1,1
0,5

0
32
16
1
0
0
7
1

0
56,1
28,1
1,7
0
0
12,2
1,7

0
6
29
0
2
0
0
2

0
15,3
74,3
0
5,1
0
0
5,1

1
71
87
1
3
1
15
8

0.5
38
46,6
0,5
1,7
0,5
8,0
4,3

9
15
33
57

15,8
26,3
57,9
100

5
10
24
39

12,8
25,6
61,5
100

29
49
109
187

15,5
26,2
58,3
100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada


pada kelompok umur 36-45 tahun atau 34,7%. Responden yang terbanyak
adalah responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu 94 atau 50,2%,
hanya berbeda 1 dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu
93 atau 49,7%.
Mayoritas responden pada setiap RT telah menamatkan jenjang
pendidikan pada tingkat SD jumlah keseluruhannya adalah 151 atau
80,8%. Secara keseluruhan sebagian besar responden bekerja sebagai
nelayan sebanyak 87 atau 46,6%. Di Pulau Lumu-Lumu mayoritas di
setiap RT jumlah penghuni di dalam rumah lebih dari 4 orang yaitu
58,3%.
Berikut adalah grafik yang menggambarkan tentang distribusi
balita pada setiap RT di Pulau Lumu-Lumu:
Balita
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Tidak
Balita
Bukan
Balita

43
38
26

25
19

15

13
8

RT 1 (n=40)

RT 2 (n=51)

RT 3 (n=57)

RT 4 (n=39)

Grafik 5.1
Distribusi Balita Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu
Sumber: Data Primer, 2014

Untuk variabel distribusi balita pada grafik 5.1 dapat dilihat


bahwa dari 4 RT yang ada di Pulau Lumu-Lumu, RT 3 memilliki balita
paling banyak yaitu 19 balita kemudian RT 1 sebanyak 15 dan RT 4
terdapat 13 balita, RT 2 yang merupakan RT dengan jumlah balita terkecil
sebanyak 8 balita.
c. Karakteristik Rumah Responden
Karakteristik rumah responden dalam penelitian ini meliputi status
kepemilikan rumah, jenis rumah, jenis dinding rumah terluas serta jenis
lantai rumah terluas. Berikut adalah tabel karakteristik rumah responden:
Tabel 5.3
Distribusi Karakteristik Rumah Responden Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
Karakteristik Rumah
Responden
Kepemilikan Rumah
Milik sendiri
Rumah Dinas
Milik Orang Tua
Jenis Rumah
Bukan Panggung
Panggung
Jenis Dinding Terluas

Tembok
Kayu/Papan
Seng

RT
01
n

02

03

Jumlah

04

34
1
5

85
2.5
12.5

51
0
0

100
0
0

55
0
2

96,5
0
3,5

36
0
3

92,3
0
7,7

176
1
10

94,2
0,5
5,3

9
31

22,5
77,5

14
37

27,4
72,5

12
45

21
79

8
31

20,5
79,5

43
144

23
77

6
24
10

15
60
25

9
17
25

17,6
33,3
49

8
24
25

14
42,1
43,9

7
26
6

17,9
66,7
15,4

30
91
66

16,0
48,7
35,3

20
12,5
62,5
5
100

7
12
30
2
51

13,7
23,5
58,8
3,9
100

14
8
34
1
57

24,6
14
59,6
1,7
100

4
7
28
0
39

10,2
18
71,8
0
100

33
32
117
5
187

17,7
17,1
62,6
2,6
100

Jenis Lantai Terluas


Keramik
8
Semen
5
Papan
25
Tanah
2
Total
40
Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


menempati rumah yang merupakan milik responden sendiri yaitu
sebanyak 176 atau 94,2%. Dari setiap RT yang ada di Pulau Lumu-Lumu
mayoritas penduduk memiliki rumah berjenis panggung yaitu 144 atau
77%. Dinding kayu atau papan merupakan dinding yang paling banyak
digunakan oleh masyarakat di Pulau Lumu-Lumu yaitu sebanyak 91 atau
48,7%, dinding berbahan seng merupakan terbanyak ke dua yaitu 66 atau
35,3%. Sedangkan untuk lantai dari setiap RT yang ada paling banyak
menggunkan papan yaitu 117 atu 62,6%, untuk RT 1, 2 dan 3 masih ada
responden yang jenis lantainya adalah tanah yaitu sebanyak 5 responden
atau 2,6% dari 187 total responden.
2. Indentifikasi Bahaya Dan Peluang Kesehatan Lingkungan
a. Sumber Air Bersih Dan Pengolahan air Minum
Sumber air bersih dan pengolahan air minum yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah sumber air bersih yang digunakan oleh
responden sehari-hari dan jika terjadi kelangkaan air dari sumber air
tersebut akan menimbulkan bahaya kesehatan lingkungan, sedangkan
pengolahan air minum merupakan perilaku responden mengelolah air
minum keluarga. Adapun tabel distribusi sumber air bersih dan
pengolahan air minum yaitu:

Tabel 5.4
Distribusi Sumber Air Bersih Dan Pengolahan Air Minum Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
Sumber Air Bersih Dan
Pengolahan air Minum
Mencuci Dan Mandi
Air sumur gali tidak terlindungi
Air hujan
Minum
Air hujan
Air ledeng
Masak
Air hujan
Air ledeng
Jarak Sumber Air
0m
10 m
11-100 m
Waktu Mengambil Air
0 menit
5 menit
6-30 menit
Cara Mengambil Air
Jalan kaki
Gerobak
Langsung ambil
Jarak SGL Dari Sumber
Pencemar
< 10 m
10 m
Tidak tahu
Pengolahan Air Minum
Dimasak
Air isi ulang
Tidak dimasak
Menggunakan obat penjerni
Perilaku Penyimpanan Air
Minum
Tidak disimpan
Di simpan dalam panci terbuka
Di simpan dalam panci tertutup
Di simpan dalam ceret
Di simpan di termos
Di simpan di galon
Lainnya
Tidak tahu
Total

Sumber: Data Primer, 2014

RT
01
n

40
0

100
0

36
4

02
n

03

Jumlah

04

46
5

90,2
9,8

57
0

100
0

39
0

100
0

182
5

97,3
2,7

90
10

40
11

78,4
21,6

45
12

26,3
7,7

39
0

100
0

160
27

85,6
14,4

38
2

95
5

41
10

80,41
19,6

45
12

26,3
7,7

39
0

100
0

163
24

87,2
12,8

13
23
4

32,5
57,5
10

27
8
16

52,9
15,7
31,4

26
22
9

45,6
38,6
15,8

21
7
11

53,8
17,9
28,2

87
60
40

46,5
32,1
21,4

13
23
4

32,5
57,5
10

27
8
16

52,9
15,7
31,4

26
22
9

45,6
38,6
15,8

32
7
0

82,1
17,9
0

98
60
29

52,4
32,1
15,5

27
0
13

67,5
0
32,5

21
3
27

41,1
5,9
52,9

31
0
26

54,4
0
45,6

8
0
31

69,2
0
33,3

87
3
97

46,5
1,6
51,9

29
10
1

72,5
25
2,5

28
9
14

54,9
17,6
27,4

36
8
13

63,2
14
22,8

38
1
0

97,4
2,6
0

131
28
28

70
15
15

21
0
19
0

52,5
0
47,5
0

41
0
10
0

80,4
0
19,6
0

22
1
33
1

38,6
1,7
57,9
1,7

24
0
15
0

61,5
0
38,5
0

108
1
77
1

57,7
0,5
41,2
0,5

1
0
6
16
0
0
17
0
40

2,5
0
15
40
0
0
42,5
0
100

6
2
15
4
3
14
7
0
51

11,8
3,9
29,4
7,8
5,9
27,4
13,7
0
100

1
0
13
15
2
0
25
1
57

1,7
0
23
26,3
3,5
0
43,8
1,7
100

1
0
4
9
2
11
12
0
39

2,6
0
10,3
23
5,1
28,2
30,8
0
100

9
2
38
44
7
25
61
1
187

4,8
1,1
20,3
23,5
3,7
13,4
32,6
0,5
100

Pada Tabel 5.4 yang merupakan distribusi menurut sumber air


bersih dan pengolahan air minum didapati bahwa untuk keperluan mandi
dan mencuci hampir seluruh responden menggunakan air sumur gali tidak
terlindungi, yaitu di RT 1, 3 dan 4 100% responden menggunakan air
sumur tidak terlindungi, sedangkan di RT 2 terdapat lima responden yang
menggunakan air hujan untuk mencuci dan mandi sedangkan 46
responden menggunakan air sumur gali tidak terlindungi.
Untuk memenuhi kebutuhan minum dan masak responden
menggunakan dua jenis sumber air yaitu air hujan dan air ledeng. Dari
total responden mayoritas menggunakan air hujan untuk minum dan
masak yaitu 160 atau 85,6% dan 163 atau 87,2%. Untuk variabel
kelangkaan air dan lama terjadi kelangkaan air didapati bahwa seluruh
responden (100%) mengalami kesulitan air di musim kemarau, dengan
lama terjadi kelangkaan air lebih dari satu minggu.
Berdasarkan data yang terdapat 131 atau 70% responden memiliki
jarak sumur gali dari sumber pencemar < 10 m. Serta 100% rumah tangga
menggunakan air ledeng yang dibeli dari Kota Makassar ketika sumber
utama tidak tersedia.
Adapun cara pengolahan air minum rumah tangga di Pulau LumuLumu beragam, namun sebanyak 108 atau 57,7% rumah tangga yang
memasak air sebelum dikonsumsi dan sebanyak 77 rumah tangga atau
41,2% yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi. Responden juga

memiliki kebiasaan atau perilaku menyimpan air minum, dari 187 total
responden sebanyak 32,6% yang menyimpan air minum di jergen,
gentong tertutup dan ember tertutup.
Berikut adalah grafik yang akan menggambarkan distribusi
kualitas fisik air pada setiap RT di Pulau Lumu-Lumu:
RT 1
25
20
15
10
5
0

20

RT 2

RT 3

RT 4

18

12
8
0 0 0 0
Berwarna

Berasa

1 1 1 2

0 0

2 2

0 0 1 1

Berbusa

Berlumut

Berjentik

Grafik 5.2
Distribusi Kualitas Fisik Air Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
Sumber: Data Primer, 2014

Dari grafik 5.2 dapat dilihat bahwa dari lima penilaian kualitas
fisik air, untuk setiap RT air bersih yang digunakan masih berasa pada RT
3 terdapat 20 responden, RT 4 terdapat 18, RT 2 sebanyak 12 dan RT 1
sebanyak 8 responden. Berbusa RT 1, 2 dan 3 terdapat 1 responden
sedangkan RT 4 terdapat 2 responden, berlumut hanya terdapat pada RT 3
dan 4 masing-masing 2 responden dan berjentik terdapat pada RT 3 dan 4
masing-masing 1 responden.
b. Fasilitas Jamban Keluarga Dan Perilaku Buang Air Besar Sembarang

Berikut adalah presentase fasilitas jamban keluarga dan perilaku


BABS yang disajikan dalam penelitian ini meliputi jumlah kepemilikan
jamban, tempat buang air besar, jenis jamban, pembuangan akhir tinja,
letak tangki septik serta serta kebiasaan BABS balita:
Tabel 5.5
Distribusi Jamban Keluarga Dan Perilaku BABS
Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu
RT

Karakteristik Rumah
Responden
Kepemilikan Jamban
Ya
Tidak
Tempat Buang Air Besar
Jamban sendiri
Jamban tetangga
Dilaut
Di pekarangan
Jenis Jamban

Kloset jongkoleher angsa


Kloset duduk leher angsa
Plengsengan
Tidak punya kloset

01
N

02

03

Jumlah

04

18
22

45
55

38
13

74,5
25,5

14
43

24,6
75,4

15
24

38,5
61,5

86
101

46
54

18
0
22
0

45
0
55
0

38
2
11
0

74,5
3,9
21,6
0

14
0
42
1

24,6
0
73,7
1,7

15
4
20
0

38,5
10,2
51,3
0

86
8
92
1

46
4,3
49,2
0,5

18
0
0
22

45
0
0
25

35
2
1
13

68,6
3,9
2
25,5

14
0
0
43

24,6
0
0
75,4

15
0
0
24

38,5
0
0
61,5

82
3
1
101

43,8
1,6
0,5
54

13
5
22

32,5 9
12,5 29
55
13

17,6
56,9
25,5

8
6
43

14
10,5
75,4

9
6
24

23
15,4
61,5

39
47
101

20,9
25,1
54

5
6
2

12,5 1
15
1
5
7

2
2
13,7

2
2
4

3,5
3,5
7

1
6
2

2,6
15,4
5,1

9
15
15

4,8
8
8

27

67,5 42

82,3

49

86

30

76,9

148

79,1

7
5
3

17,5
12,5
7,5
62,5

13,7
1,9
0
84,3

17
2
0

29,8
3,5
0
66,7

11
1
1

28,2
2,6
2,6

66,7

100

26
39

22,4
4,8
2,1
70,6

100

38
57

42
9
4
132

100

187

100

Pembuangan Akhir Tinja

Tangki septik
Laut
Tidak punya kloset
Letak tangki Septik
Di bawah lantai ruang
Di pekarangan belakang
Di
pekarangan
depan/samping
Tidak punya kloset dan
tangki
Kebiasaan BABS Balita
Ya, sangat sering
Ya, kadang-kadang
Tidak
Tidak ada balita
Total
Sumber: Data Primer, 2014

25
40

100

7
1
0
43
51

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukan bahwa masih sedikit responden


yang memiliki jamban yaitu 86 responden atau 46%. 92 atau 49,2%
responden yang masih buang air besar di laut, 8 atau 4,3% responden yang
buang air besar di jamban tetangga dan 1 atau 0,5% responden yang masih
buang air besar di pekarangan. Dari total 86 responden yang memiliki
jamban, hanya 39 responden yang memiliki tangki septik selebihnya yaitu
47 responden pembuangan akhir tinja dialirkan ke laut. Adapun letak
tangki septik yang paling banyak di Pulau Lumu-Lumu yaitu di
pekarangan belakang dan di pekarangan depan/samping yaitu masingmasing 15 responden atau 8%.
Menurut tabel diatas dapat dilihat bahwa pada setiap RT
kebanyakan responden yang memiliki balita masih berperilaku buang air
besar sembarang yaitu 42 balita dari total balita di setiap RT yaitu 55
balita.
c. Tempat Sampah Rumah Tangga Dan Pengolahan Sampah
Tempat sampah dan pengolahan sampah rumah tangga yang
disajikan dalam penelitian ini meliputi jumlah kepemilikan tempat
sampah, perilaku pemisahan sampah, tempat pembuangan akhir sampah
serta intensitas membuang sampah. Persentase tempat sampah dan
pengolahan sampah rumah tangga dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6
Distribusi Kepemilikan Tempat Sampah Dan Pengolahannya Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
Tempat Sampah Dan
Pengolahan
Kepemilikan Tempat
Sampah
Ya
Tidak
Pemilahan Sampah
Ya
Tidak
Tempat Pembuangan
Akhir Sampah
Dibiarkan saja

Ke laut

RT
01

02

03

Jumlah

04

16
24

40
60

18
33

35,3
64,7

36
21

63,2

19
20

48,7
51,3

89
98

47,6

36,8

0
40

0
100

15
36

29,4
70,6

2
55

3,5
96,5

0
39

0
100

17
170

9,1
90,9

0
40
0

0
100
0

0
50
1

0
98

0
57
0

0
100
0

1
38
0

2,6
97,4
0

1
185
1

0,5
98,9
0,5

97,5
2,5
0
100

45
6
0
51

88,2
11,8
0
100

56
0
1
57

98,2
0
1,7
100

36
2
1
39

92,3
5,1
2,6
100

176
9
2
187

94,1
4,8
1,1
100

52,4

Dibakar
Intensitas Membuang
Sampah
Setiap hari
39
Beberapa kali seinggu 1
Seminggu sekali
0
Total
40
Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 5.6 diatas menunjukan responden yang memiliki tempat


sampah sebanyak 89 atau 47,6% dan hanya 17 responden atau 9,1% yang
melakukan pemilahan sampah, terdapat pada RT 2 dan RT 3. Untuk
tempat pembuangan akhir sampah mayoritas responden membuang
sampahnya di laut yaitu 98,9%. Adapun intensitas membuang sampah
mayoritas responden membuang sampahnya setiap hari yaitu 94,1%.

d. Saluran Pembuangan Akhir Limbah Rumah Tangga (SPAL)


Konstruksi saluran pembuangan akhir limbah (SPAL) yang
disajikan dalam penelitian ini meliputi jumlah kepemilikan SPAL serta
tempat akhir air limbah rumah tangga dibuang. Persentase saluran
pembuangan akhir limbah (SPAL) dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
Distribusi Kepemilikan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Setiap RT Di Pulau Lumu-Lumu
RT
SPAL

01

Tempat Akhir Air


Limbah
Laut
Halaman rumah
Lubang galian

02

03

Jumlah

04

4
22
14

10
55
35

10
39
2

19,6
76,5
3,9

9
39
9

15,8
68,4
15,8

2
25
12

5,1
64,1

30,8

25
125
37

13,4
66,8
19,8

100

51

100

57

100

39

100

187

100

Total
40
Sumber: Data Primer, 2014

Hasil pengamatan menunjukan bahwa 100% responden tidak


memiliki SPAL. Sebanyak 125 responden atau 66,8% dari total responden
187 tempat akhir air limbah rumah tangga yaitu halaman rumah, dan 37
atau 19,8% tempat akhir air limbah rumah tangga pada lubang galian.
e. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Perilaku cuci tangan pakai sabun adalah kebiasaan yang dilakukan
oleh responden untuk mencuci tangan menggunkan sabun dan kapan saja
responden mencuci tangan pakai sabun. Adapun persentase perilaku cuci
tangan pakai sabun dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5.8
Distribusi Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Setiap RT
Di Pulau Lumu-Lumu
RT
CTPS

01
n

Perilaku CTPS
Ya
Tidak

29
11

02

03

72,5
27,5

37
14

72,5
27,5

41
16

Jumlah

04
%

71,9

27
12

69,2
30,8

134
53

71,7

28,1
Waktu CTPS
Tidak CTPS 5 waktu
CTPS 5 waktu

34
6

85
15

46
5

90,2
9,8

51
7

89,5
12,3

28,3

26
13

66,7

157
31

84
16

187

100

33,3
Total
40
Sumber: Data Primer, 2014

100

40

100

57

100

39

100

Tabel 5.8 diatas menunjukan bahwa dari 187 total responden yang
melakukan CTPS yaitu sebanyak 134 atau 71,7% dan yang melakukan
CTPS 5 waktu penting seperti setelah BAB, setelah menceboki bayi,
sebelum makan, sebelum menyuapi anak dan sebelum menyiapi makanan
yaitu 31 atau 16%.
3. Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu
Risiko kesehatan lingkungan adalah tingkat kondisi atau keadaan
lingkungan yang berpotensi menimbulkan bahaya atau gangguan kesehatan
yang disertai oleh keterpaparan terhadap bahaya tersebut (perilaku tidak
sehat). Untuk sampai pada kategori risiko kesehatan lingkungan terlebih
dahulu dilakukan beberapa perhitungan seperti di bawah ini.
a. Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan

Indeks risiko kesehatan lingkungan yang akan disajikan dalam


penelitian ini meliputi sumber air, air limbah domestik, tempat sampah
rumah tangga dan perilaku tidak sehat yang meliputi perilaku tidak CTPS
di lima waktu penting, perilaku BABS, pengolahan sampah, pengelolaan
sampah, Tidak Mengolah/Memasak Air Minum dan Menyimpan pada
Wadah Terbuka. Presentase indeks risiko kesehatan lingkungan di Pulau
Lumu-Lumu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.9
Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan Di Pulau Lumu-Lumu
RT
Risiko Kesehatan Lingkungan

Jawab
an

1
n
(40)

Ya

2
%

n
(51)

40

100

Ya

40

Sulit

3
%

n
(57)

46

90,2

100

51

10

Ya

29

4
%

n
(39)

57

100

39

100

100

57

100

39

100

16

31,4

15,8

11

28,2

72,5

28

54,9

36

63,2

38

97,4

Sumber Air
1.
2.

Penggunaan Sumber Air Tidak


Terlindungi
Kelangkaan Air Bersih

3.

Akses Air Bersih

4.

Jarak Sumber Air Dengan


Pencemar
Air Limbah Domestik

1.

Tidak Memiliki Jamban

Ya

22

55

13

25,5

43

75,4

24

61,5

1.

Tidak memiliki SPAL

Ya

40

100

51

100

57

100

39

100

Ya

22

55

39

76,5

39

68,4

25

64,1

Ya

24

60

33

64,7

21

36,8

20

51,3

2.

Limbah rumah tangga di


alirkan ke halaman
Tempat Sampah Rumah Tangga

1.

Tidak memiliki tempat sampah

Perilaku Tidak Sehat


1.

Tidak CTPS 5 waktu

Ya

34

85

46

90,2

51

89,5

26

66,7

2.

Perilaku BABS

Ya

22

55

11

21,6

43

75,4

20

51,3

3.

Pengolahan Sampah

Tidak

40

100

36

70,6

55

96,5

39

100

4.

Pengelolaan Sampah

Tidak

40

100

50

98

57

100

38

97,4

Ya

19

47,5

10

19,6

33

57,9

15

38,5

5.

Tidak Mengolah/Tidak
Memasak Air Minum
Sumber : Data Primer, 2014

b. Kalkulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkunagn Di Pulau Lumu-Lumu


Kalkulasi indeks risiko kesehatan lingkungan yang dimaksud
adalah pemberian bobot pada variabel yang akan di nilai, dalam hal ini
pemberian bobot untuk setiap variabel mengacu pada laporan EHRA yang
telah ada dan diberikan berdasarkan tingkat keparahan suatu variabel.
Bobot tersebut kemudian di kalikan dengan persen dari variabel yang
dinilai. Presentase setiap variabel dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10
Kalkulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan
Di Pulau Lumu-Lumu
RT
Risiko Kesehatan Lingkungan

Bobot (%)

82

80

80

88

Sumber Air
1. Penggunaan Sumber Air Tidak
Terlindungi
2. Kelangkaan Air Bersih

15%

15

14

15

15

50%

50

50

50

50

3.

15%

20%

15

11

13

19

69

66

81

74

33%
33%

18

25

20

33

33

33

33

33%

18

25

23

21

60

65

37

51

60

65

37

51

70

51

79

62

Akses Air Bersih

4.

Jarak Sumber Air Dengan


Pencemar
Air Limbah Domestik
1.

Tidak memiliki jamban

2.

Tidak memiliki SPAL

3.

Limbah rumah tangga di


alirkan ke halaman
Tempat Sampah Rumah Tangga
1.

Tidak memiliki tempat sampah

100%

Perilaku Tidak Sehat


1.

Tidak CTPS 5 Waktu

25%

21

23

22

17

2.

Perilaku BABS

30%

17

23

15

3.

Pengolahan sampah

10%

10

10

10

4.

Pengelolaan sampah

10%

10

10

10

10

25%

12

14

10

5.

Tidak mengolah/tidak
memasak air minum
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel kalkulasi indeks risiko kesehatan lingkungan di


atas untuk variabel sumber air, RT 4 memiliki nilai yang paling besar
yaitu 88. Sedangkan untuk variabel air limbah domestik yang
mendapatkan nilai paling besar adalah RT 3 dan nilai yang paling rendah
adalah RT 2. Sedangkan untuk variabel tidak memiliki tempat sampah RT
2 mendapat nilai yang paling besar yaitu 65. Variabel terakhir adalah
perilaku tidak sehat yang memiliki nilai paling besar adalah RT 3 yaitu 79.
c. Kumulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan
Kumulasi

indeks

risiko

kesehatan

lingkungan

adalah

penggabungan atau penyatuan nilai-nilai pada setiap RT yang di


kelompokan dalam 4 variabel yaitu sumber air, air limbah domestik,
tempat sampah rumah tangga dan perilaku tidak sehat. Adapun nilai-nilai
pada setiap RT dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut:
Tabel 5.11
Kumulasi Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan
Di Pulau Lumu-Lumu
Risiko Kesehatan Lingkungan

RT
1

Sumber Air

82

80

80

88

Air Limbah Domestik

69

66

81

74

Tempat Sampah Rumah Tangga

60

65

37

51

Perilaku Tidak Sehat

70

51

79

62

281

262

277

275

Total
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.11 menunjukan bahwa kumulasi indeks risiko


kesehatan lingkungan yang paling besar ada pada RT 1 yaitu 281, RT 3

yaitu 277 kemudian kumulasi indeks risiko kesehatan yang ke tiga


terdapat pada RT 4 yaitu 275 dan yang terakhir RT 2 yaitu 262.
d. Kategori Risiko Kesehatan Lingkungan
Berikut adalah tabel kategori risiko kesehatan lingkungan yang di
bagi menjadi 4 kategori area berisiko yaitu kategori kurang berisiko,
berisiko sedang, risiko tinggi dan risiko sangat tinggi.
Tabel 5.12
Kategori Risiko Kesehatan Lingkungan
Di Pulau Lumu-Lumu
Batas Nilai Risiko
Total Indeks Risiko Max

281

Total Indeks Risiko Min

262

Interval

Keterangan

Kategori Area Berisiko

Batas Bawah

Batas Atas

1.

Kurang Berisiko

262

266

2.

Berisiko Sedang

267

271

3.

Risiko Tinggi

272

276

277

281

4. Risiko Sangat Tinggi


Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel kategori risiko kesehatan lingkungan di atas


dapat dilihat bahwa yang masuk pada kategori kurang berisiko yaitu 262266, berisiko sedang 267-271, risiko tinggi yaitu 272-276 dan yang risiko
sangat tinggi yaitu 277-281.
e. Skoring Risiko Kesehatan Lingkungan Berdasarkan Indeks Risiko
Berikut adalah skoring risiko kesehatan lingkungan di Pulau
Lumu-Lumu Tahun 2014:

Tabel 5.13
Skoring Risiko Kesehatan Lingkungan
Di Pulau Lumu-Lumu
RT

Nilai IRKL

Kategori Risiko

281

262

277

275

4
Sumber : Data Primer, 2014

Dari tabel menunjukkan bahwa RT 2 dengan nilai indeks risiko


kesehatan lingkungan sebesar 262, masuk dalam kategori kurang berisiko.
Sedangkan untuk RT 4 dengan nilai indeks risiko kesehatan lingkungan
sebesar 275 masuk dalam kategori risiko tinggi. Untuk RT 1 dan 3 dengan
nilai indeks risiko kesehatan lingkungan sebesar 281 dan 277, masuk
dalam kategori risiko sangat tinggi.
4. Pemetaan Risiko Kesehatan Lingkungan Pulau Lumu-Lumu
Berikut adalah gambaran risiko kesehatan lingkungan di Pulau
Lumu-Lumu berdasarkan kategori risikonya:

Gambar 5.1 Pemetaan Risiko Kesehatan Lingkungan


Di Pulau Lumu-Lumu Kota Makassar

B. Pembahasan
Luas Pulau Lumu-Lumu adalah 3,75 ha dengan jumlah penduduk yang
cukup padat yaitu mencapai 984 jiwa. Pulau Lumu-Lumu merupakan pulau
terluar ke dua di kepulauan spermonde Kota Makassar, dengan luas Pulau sebesar
3,75 ha maka Pulau Lumu-Lumu termasuk pulau kecil. Letak pulaunya yang
sangat jauh yaitu sekitar tiga setengah jam dengan menggunakan kapal untuk tiba
di pulau ini. Berdasarkan fakta tersebut maka Pulau Lumu-Lumu rentan terhadap
risiko kesehatan lingkungan, susahnya sumber air tawar juga merupakan salah
satu masalah penting di pulau ini, masyarakat yang belum berperilaku sehat dapat
menambah peluang terjadinya bahaya risiko kesehatan lingkungan.
Pulau Lumu-Lumu merupakan bagian dari Kelurahan Barang Caddi.
Pulau Lumu-Lumu merupakan RW 04 yang terdiri dari 4 RT. Jumlah responden
dalam penelitian ini adalah 187 responden atau rumah tangga. Pada setiap RT
memiliki jumlah penduduk yang berbeda-beda, RT 1 terdiri dari 40 rumah tangga,
RT 2 terdiri dari 51 rumah tangga, RT 3 terdiri dari 57 rumah tangga dan RT 4
terdiri dari 39 rumah tangga.
Berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah mereka yang usianya
antara 36-45 tahun yag mencakup sekitar 34,7%. Umur responden merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi jawaban yang ditanyakan menyangkut
kondisi rumah. Dominan responden berada pada tingkat pendidikan tamatan SD
yaitu 80,8%, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku higinitas atau

sanitasi rumah tangga, semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan


tantang sanitasi rumah tangga akan semakin baik.
Pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh responden adalah sebagai
nelayan hal itu berhubungan dengan temapat tinggal mereka di pulau. Wiraswasta
dalam hal ini adalah menjual/ berdagang kebutuhan sehari-hari di depan rumah
sebanyak 8%. Jika ditinjau dari jumlah penghuni dalam rumah, mayoritas
penduduk memiliki anggota yang cukup besar yakni 58,3%. Menurut ISSDP
(2008) yang dimaksud dengan keluarga cukup besar di sini adalah jumlah di atas
empat orang per rumah dengan rata-rata anggota keluarga di Indonesia atau
sebanyak empat orang.
Kepemilikan rumah juga merupakan salah satu pertanyaan dalam
penelitian ini, dengan indikasi bahwa jika rumah yang dihuni adalah milik sendiri
maka rasa untuk menjaga atau memilihara lebih besar dibanding dengan jika
rumah yang dihuni adalah rumah kontrakan atau bukan milik sendiri. Data yang
diperoleh sebanyak 94,2% rumah yang dihuni adalah milik sendiri.
Ada empat kelompok berisiko tinggi yaitu bayi, balita, lansia dan ibu
hamil dari empat kelompok umur ini kelompok balita yang didata karena populasi
balita cukup banyak selain itu dalam statistik mortalitas di Indonesia, balita
merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang
terkait dengan sanitasi. Maka dari itu, mendapat gambaran populasi balita di suatu
wilayah dapat memberi gambaran tentang peluang kerentanan wilayah itu.

Pada penelitian ini didapati bahwa pada masing-masing RT terdapat balita


dengan jumlah terbanyak pada RT 3 yaitu 19 balita, kemudian RT 1 terdapat 15
balita dan disusul RT 4 terdapat 13 balita dan yang paling sedikit memiliki balita
ada pada RT 2 yaitu 8 balita, jadi jumlah balita yang didata pada penelitian ini
adalah 55 balita. RT 3 yang relatif memiliki banyak balita dibanding RT lain
menunjukkan bahwa RT 3 memiliki populasi yang lebih berisiko terhadap
kualitas lingkungan dibanding RT lain. Jika satu lingkungan banyak terdapat bayi
maka lingkunan akan memiliki peluang kerentanan jika disertai oleh perilaku ibu
yang tidak memperhatikan kebersihan, sumber-sumber pencemar dari balita
misalnya bekas pempers tidak dibersihkan terlebih dahulu sebelum dibuang, atau
pada saat balita diceboki tidak pada jamban, maka kotoran balita akan mencemari
lingkungan ditambah lagi jika rumah tidak memiliki SPAL.
Berdasarkan pembahasan karakteristik responden diatas maka dapat
dilanjutkan ke tahap selanjutnyan yaitu identifikasi bahaya (hazard) dan peluang
(exposure). Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa risiko
kesehatan lingkungan dapat terjadi jika adanya bahaya dan peluang. Bahaya yang
dimaksud disini seperti sumber air, fasilitas jamban keluarga, saluran
pembuangan air limah domestik (SPAL) dan tempat sampah rumah tangga.
Sedangkan yang menjadi penilaian pada peluang (exposure) adalah perilaku tidak
sehat seperti tidak CTPS, BABS, tidak mengolah air minum dan tidak mengolah
sampah.

1. Sumber Air Bersih dan Pengolahan Air Minum


Pada bagian ini menggambarkan akses air bersih dan air minum bagi
rumah tangga di Pulau Lumu-Lumu. Aspek-aspek yang diteliti mencakup
jenis sumber air bersih dan air minum yang paling banyak digunakan,
kelangkaan air yang dialami oleh rumah tangga pada sumber itu, faktor-faktor
risiko pada sumur gali yang merupakan salah satu jenis sumber air yang
umum digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud mencakup jarak dengan
tangki septik dan kualitas air. Selain itu yang menjadi penilaian dalam
penelitian ini adalah pengolahan air minum dan penyimpanan air minum.
Pada dasarnya aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini memiliki
hubungan yang erat dengan tingkat risiko kesehatan lingkungan suatu
keluarga. Dalam ISSDP (2011), menyatakan bahwa ada jenis-jenis sumber air
minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti
air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi dan mata air terlindungi.
Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi
sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya
adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti
air kolam, sungai dan waduk.
Penyakit dapat disebabkan oleh air karena air yang dikonsumsi adalah
air yang telah tercemar mulai dari bahan organik sampai coliform dan fecal
coli . Waterborne disease umumnya menunjukkan gejala gangguan saluran
pencernaan dengan rasa sakit perut, diare dan kadang-kadang muntah.

Penyakit yang timbul akibat air tercemar antara lain kolera, hepatitis,
polymearitis, typoid, disentrin trachoma dan penyakit kecacingan. Menurut
data Kementerian Kesehatan (2011), dari 5.798 kasus diare, 94 orang
meninggal.
Setelah mengkompilasi data, pada penelitian ini menemukan
mayoritas rumah tangga memanfaatkan air sumur gali tidak terlindungi untuk
kebutuhan mandi dan mencuci yaitu 97,3%. Pada saat data ini diambil
bertepatan dengan musim hujan sehingga masyarakat menampung air hujan
sebagai air minum yaitu sebanyak 85,6%. Sudirman (2010) dalam jurnalnya
menyatakan bahwa air hujan atau air atmosfir merupakan air yang bersih
namun karena adanya pencemaran udara yang disebabkan oleh debu dan lain
sebagainya, sehingga jika ingin dikonsumsi sebaiknya menampung air hujan
jangan dimulai saat hujan mulai turun karena masih banyak mengandung
kotoran. Akan menambah risiko kesehatan masyarakat jika air hujan yang
ditampung melalaui atap rumah atau seng yang berkarat.
Hasil

penelitian

menunjukan

ada

14,4%

masyarakat

yang

menggunakan air ledeng untuk kebutuhan air minum, air ledeng tersebut
dipasok dari Kota Makassar dengan harga Rp 5.000/jergen 20 liter. Dari dua
sumber air utama yang digunakan oleh masyarakat Pulau Lumu-Lumu yaitu
sumur air gali tidak terlindungi dan air hujan maka dapat dikategorikan bahwa
sumber air yang digunakan relatif tidak aman dan dapat memberi peluang
risiko kesehatan yang tinggi. Hal itu karena sumur gali yang terdapat di Pulau

Lumu-Lumu masuk dalam kategori sumur dangkal yang tidak terlindungi dan
sangat mudah untuk tercemar.
Aspek lain yang sangat penting terkait sumber air adalah kelangkaan
air. Kelangkaan air adalah tidak tersedianya atau tidak bisa digunakannya
sumber air minum dan air bersih utama paling tidak satu hari satu malam
(ISSDP, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh 100% penduduk Pulau
Lumu-Lumu mengalami kesulitan air minum pada saat musim kemarau
karena sumber air minum utama yang digunakan oleh masyarakat Pulau
Lumu-Lumu adalah air hujan. Jika musim kemarau tiba masyarakat
menggunakan air ledeng yang dipasok dari Kota Makassar untuk kebutuhan
air minum karena air sumur gali yang ada sangat payau dan tidak dapat
dikonsumsi.
Air ledeng yang dipasok dari Kota Makassar dapat dikategorikan
sebagai sumber air yang aman untuk digunakan, namun jika ditinjau dari segi
keterbatasan kuantitas, para pakar higinitas global melihat bahwa suplai air
yang memadai sebagai salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena
penyakit yang berhubungan dengan penyakit diare. Sejumlah studi
memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki suplai yang memadai akan
cenderung lebih mudah melakukan kegiatan higinitas (ISSDP, 2008). Jadi jika
pemasokan/suplai air ledeng dari Kota Makassar tidak memadai maka
masyarakat Pulau Lumu-Lumu sulit untuk melakukan kegiatan higinitas dan
kebutuhan air berkurang karena harus melakukan penghematan air.

Selain mengamati sumber air, risiko (tercemarnya sumur) juga perlu


dilihat dari sisi keberadaan sumber pencemar di sekitarnya, khususnya tangki
septik. Jarak yang relatif aman antara kedua bangunan itu adalah sekitar 10
meter. Semakin jauh tentu saja membuat sumur gali semakin aman dari
pencemaran patogen yang berasal dari tinja manusia. Secara praktis, studi ini
mengamati jarak antara sumur dan tangki septik, dari data diperoleh 70%
rumah tangga memiliki jarak sumur gali tidak terlindungi dengan sumber
pencemar <10 meter. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Umiati
(2009) pada balita di wilayah kerja puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali
yang menyimpulkan bahwa penyediaan air minum berhubungan dengan
kejadian diare dan merupakan faktor risiko kejadian diare oleh air minum
yang tercemar.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, konstrusi dari sumur
gali masyarakat di Pulau Lumu-Lumu masih jauh dari standar. Dinding sumur
ada yang terbuat dari dinding gerabah dan dari semen, tidak memiliki penutup
sumur, dan biasanya sumurnya berada di luar dan dalam rumah atau ada yang
setengah badan sumur di dalam rumah dan setengah lagi berada di luar rumah.
Mayoritas sumur yang digunakan adalah sumur air dangkal yaitu <40 meter.
Kebanyakan lantai sumur gali belum di semen namun tidak sedikit juga
masyarakat yang jenis lantai sumurnya terbuat dari semen.

Gambar 5.2
Konstruksi sumur gali tidak terlindungi
Hal tersebut sangat memberi peluang untuk terjadi pencemaran air
sumur gali, selain itu masih banyak rumah tangga yang belum memiliki
jamban pribadi, sehingga kebiasaan buang air besar sembarang dalam hal ini
buang air besar di laut masih menjadi gaya hidup masyarakat di Pulau LumuLumu. Menjadi krusial untuk mengamati kondisi sumber air warga yang
menggunakan sumur air dangkal atau sumur air gali tidak terlindungi
mengingat bahwa Pulau Lumu-Lumu adalah pulau atol atau batu kapur
dengan tekstur tanah yang memiliki porositas tinggi.
Berdasarkan data yang peroleh, sebanyak 57,7% rumah tangga yang
memasak air sebelum dikonsumsi dan yang tidak dimasak sebanyak 41,2%
rumah tangga. Kebiasaan memasak air sebelum mengkonsumsinya sangat
baik karena dapat mengurangi atau membunuh bakteri patogen yang dapat
menjadi sumber penyakit misalnya penyakit diare. Kebiasaan menyimpan air
minum pada wadah yang terbuka merupakan salah satu faktor peluang
terjadinya risiko kesehatan. Dari data diperoleh 1,1% responden yang

menyimpan air minum pada wadah terbuka, sebanyak 93,6% yang


menyimpan air minum pada wadah tertutup.
Syarat sumber air bersih yaitu sarana sumber air bersih yang
memenuhi syarat fisik air yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Dari data yang diperoleh kualitas fisik air di Pulau Lumu-Lumu belum begitu
baik karena masih ada responden yang mengeluh tentang air yang mereka
gunakan masih memiliki rasa yaitu pada RT 3 terdapat 20 responden, RT 4
terdapat 18, RT 2 sebanyak 12 dan RT 1 sebanyak 8 responden. Berbusa RT
1, 2 dan 3 terdapat 1 responden sedangkan RT 4 terdapat 2 responden,
berlumut hanya terdapat pada RT 3 dan 4 masing-masing 2 responden dan
berjentik terdapat pada RT 3 dan 4 masing-masing 1 responden. Hal ini
disebabkan masyarakat kebanyakan menggunkan air hujan sebagai air minum.
2. Fasilitas Jamban Keluarga dan Perilaku Buang Air Besar Sembarang
Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi
tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu
dilakukan di tempat yang tidak memadai. yang dimaksud dengan tempat yang
tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di
sungai/kali/got/kebun, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang nyaman
di rumah. Meskipun BAB dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman,
namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai,
misalnya karena tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap
tinggi (ISSDP, 2008).

Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi di tingkat rumah tangga


beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi
difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis yang
tersedia, penggunanya dan kondisinya.
Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam tiga kategori besar,
yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non-siram/tanpa leher angsa, dan tak
ada fasilitas. Untuk dua kategori pertama, detail opsinya memiliki banyak
persamaan, yakni terkait dengan penyaluran tinja manusia. Pilihan yang sama
adalah ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang
galian, laut.
Melihat 46% yang memiliki jamban, dan 45,4% yang memiliki
jamban leher angsa dan 0,5% memiliki jenis jamban plengsengan. Dari 46%
yang memiliki jamban hanya 20,9% yang memiliki tangki septik. Selebihnya
dibuang ke laut. Tinja yang langsung ke laut tersebutlah yang dapat menjadi
sumber pencemar yang utama, karena dapat mencemari sumber air,
mencemari ekosistem laut dan dapat berpengaruh pada biota laut. Menurut
Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan
kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak
mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di
sekitarnya dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit. Dari 20,9%
yang memiliki tangki septik dominan letak tangki septiknya berada pada

pekarangan belakang dan depan/ samping rumah yaitu 8%, sedangkan yang
letak tangki septiknya berada dibawah lantai rumah sebanyak 4,8%. Penelitian
yang dilakukan Siruddin (2006) pada masyarakat di Desa Batu Putih
Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros, bahwa dari 53 reponden yang terkena
diare, sebanyak 37 (69.82%) memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat
kesehatan.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa peluang terjadinya
pencemaran semakin besar jika letak tangki septik berada di bawah rumah.
Karena akan semakin dekat dengan sumber air. Masyarakat Pulau LumuLumu masih memiliki perilaku hidup buang air besar sembarangan mulai
anak-anak sampai orang dewasa, tidak memandang jenis kelamin, semuanya
masih buang air besar di laut. Adapun data yang diperoleh 22,4% balita yang
masih sangat sering BABS dan 4,8% yang kadang-kadang BABS. Sedangkan
untuk orang dewasa menurut data yang diperoleh terdapat 49,2% yang buang
air besar di laut. Soeparman dan Suparmin (2002) menyatakan bahwa tinja
yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur dan
berkembang biak. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui tinja
(faecal borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran
manusia yang terbuka, lalat hinggap di kotoran manusia kemudian hinggap
pada makanan manusia.
3. Tempat Sampah Rumah Tangga Dan Pengolahan Sampah

Ketersediaan tempat sampah rumah tangga adalah adanya tempat yang


digunakan oleh rumah tangga untuk membuang dan menampung sampah.
Selain ketersediaan sampah cara pembuangan sampah yang utama juga
merupakan hal yang penting untuk diteliti, praktik pemilihan sampah juga
merupakan faktor yang penting untuk dinilai.
Jika di kota-kota besar cara pembuangan sampah biasanya dilakukan
oleh petugas sampah dalam satu kali sehari, berbeda dengan orang-orang di
pulau, tidak ada sistem pengangkutan sampah. Mereka sendirilah yang
berperan aktif untuk mengolah dan megelolah sampah. Pengangkutan sampah
oleh petugas sampah merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan
paling rendah. Lain halnya dengan masyarakat kepulauan yang masih
memiliki perilaku buang sampah sembarang terutama buang sampah ke laut.
Penerapan perilaku tersebut mendatangkan risiko kesehatan yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitiann di dapati 52,4% masyarakat tidak
memiliki tempat sampah. Kebanyakan sampah yang ada berserakan di
halaman atau beberapa responden hanya menggunakan kantong plastik untuk
membuang sampah. 90,9% responden tidak melakukan pemilihan sampah,
masyarakat Pulau Lumu-Lumu juga bulum melakuakn daur ulang sampah, hal
ini dapat disebabkan masih rendahnya pengetahuan responden tentang
pemilihan sampah.
Dominan masyarakat masih membuang sampah ke laut yaitu sebanyak
98,9%. Cara demikian merupakan cara yang tidak aman untuk kesehatan

lingkungan, karena dari timbunan sampah di pinggir laut dapat mencemari


tanah dan sumber air, selain itu dengan berserakannya sampah dapat
mengurangi estetika dari pulau itu sendiri.
Pada penelitian ini juga ditanyakan tentang intensitas responden
membuang sampah, dominan responen membuang sampah setiap hari yaitu
sebanyak 94,1%. Semakin lama sampah ditumpuk dirumah maka akan
semakin memberi risiko kesehatan lingkungan yang tinggi, karena sampah
yang menumpuk di rumah akan menjadi sumber bau, sumber bakteri dan
sumber vektor pembawa penyakit seperti kecowa, lalat dll. Data yang
diperoleh terdapat 4,8% responden yang intensitas membuang sampah
beberapa kali dalam seminggu, dan terdapat 1,1% responden yang intensitas
membuang sampah seminggu sekali, perilaku tersebut dapat menambah tinggi
risiko kesehatan lingkungan yang dapat berimbas pada kesehatan penghuni
rumah.
4. Saluran Pembuangan Akhir Limbah (SPAL) Rumah Tangga
Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan penelitian
ini karena saluran yang tidak memadai berisiko memunculkan berbagai
penyakit, termasuk polio yang sempat merebak kembali di satu Kabupaten di
Indonesia beberapa tahun lalu (ISSDP, 2011). Penelitian ini mengamati
keberadaan saluran air di sekitar rumah responden. Saluran yang dimaksud
adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah
tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/bahan makanan), air

cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di


Indonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi
pengaliran air hujan (drainage).
Berdasarkan hasil survei di setiap RT tidak ada 1 responden pun yang
memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL). Hal ini karena Pulau
Lumu-Lumu merupakan pulau batu kapur atau atol yang memiliki tekstur
tanah dengan porositasnya yang tinggi, jadi air dengan sangat mudah meresap,
tanpa ada genangan. Kusnoputranto (2000) menyatakan bahwa air limbah
yang tidak dikelola dengan baik dapat berbahaya bagi kesehatan manusia
karena dapat berfungsi sebagai media pembawa penyakit terutama penyakit
menular yang penularannya melalui air yang tercemar.
Adapun tempat akhir air limbah yang di dapat di pulau Lumu-Lumu
ada tiga yaitu di laut, halaman rumah dan lubang galian. Dari ke tiga tempat
akhir air limbah yang paling banyak adalah di halaman rumah (66,8%),
kemudian lubang galian (19,8%) dan yang sedikit adalah ke laut (13,4%).
Masyarakat tidak menganggap perlu untuk membuat SPAL karena air limbah
dari dapur atau kamar mandi tidak tergenang dan akan menyerap ke tanah
dengan cepat.
Lubang galian yang dimaksud disini adalah lubang yang dengan
sengaja responden buat tepat di belakang kamar mandi agar air limbah
tertampung pada lubang tersebut hingga mengering dengan sendirinya akibat
porositas tanah yang tinggi. Menurut hasil pengamatan pada lubang galian

masyarakat yag ada di Pulau Lumu-Lumu banyak terdapat sampah. Perilaku


masyarakat Pulau Lumu-Lumu yang tidak memiliki SPAL akan menyebabkan
rumah dan lingkungan responden memiliki nilai risiko yang tinggi terhadap
kesehatan lingkungan karena dapat mencemari sumber air dan tanah.
5. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari
virus, bakteri dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang
diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia termasuk balita
adalah melalui 4F yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers
(jari/tangan) (Wagner dan Lanoix dalam ISSDP, 2008). Jalur ini
memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat efektif
dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa
dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu
yang tepat. Dalam ISSDP (2008) mengemukakan bahwa praktek cuci tangan
dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila
dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta
anak-anak di dunia.
Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang
ibu/ pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan diare mencakup 5 waktu penting yaitu sesudah buang air
besar (BAB), setelah menceboki anak, sebelum menyantap makanan, sebelum

menyuapi/memberi makan, pada bayi/balita dan sebelum menyiapkan


makanan bagi keluarga.
Sebagian waktu penting itu sebetulnya ditujukan bagi ibu-ibu rumah
tangga secara umum semisal: waktu sesudah buang air besar, sebelum
menyiapkan makanan, dan sebelum menyantap makanan. Sementara, waktu
yang lebih khusus ditujukan bagi ibu atau pengasih anak balita adalah sesudah
menceboki pantat anak, dan sebelum menyuapi makan anak.
Secara umum pada setiap RT di Pulau Lumu-Lumu telah melakukan
praktik cuci tangan pakai sabun yaitu sebanyak 71,7%. Ditinjau dari 5 waktu
penting untuk mencuci tangan, responden yang tidak melakukan CTPS 5
waktu penting pada RT 1 sebanyak 85%, RT 2 sebanyak 90,2%, RT 3
sebanyak 89,5% dan RT 4 sebanyak 66,7%.
Berdasarkan data yang diperoleh ternyata masih banyak responden
yang tidak menganggap penting untuk melakukan cuci tangan pakai sabun.
Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya perilaku cuci tangan pakai sabun. Hal ini menjadi masalah ketika
ibu-ibu yang memiliki balita tetapi tidak mempraktekan CTPS sebelum
menyuapi anak dan setelah menceboki anak, karena dapat meningkatkan
kejadian penyakit diare pada balita.
Analisis risiko kesehatan lingkungan pada penelitian ini dibagi menurut
RT yang ada di Pulau Lumu-Lumu, dari 4 RT yang ada maka akan digambarkan
risiko kesehatan lingkungannya masing-masing. Berdasarkan data-data yang

diperoleh akan dikalkulasikan menjadi 4 variabel yang dianggap dapat


meningkatkan risiko kesehatan lingkungan, ke 4 variabel itu adalah sumber air,
air limbah domestik, tempat sampah rumah tangga, dan perilaku tidak sehat, pada
setiap variabel terdapat poin-poin penting, seperti sumber air poin-poin
pentingnya adalah penggunaan sumber air tidak terlindungi, kelangkaan air
bersih, akses air bersih dan pencemaran sumber air. Untuk variabel air limbah
domestik ada 3 poin penting yang akan dinilai yaitu tidak memiliki jamban, tidak
memiliki SPAL dan limbah rumah tangga di alirkan ke halaman. Kemudian untuk
tempat sampah rumah tangga hanya terdapat 1 poin yang akan dinilai yaitu tidak
memiliki tempat sampah. Variabel yang terakhir adalah perilaku tidak sehat,
terdapat 5 poin penting yang akan dinilai yaitu tidak CPTS, perilaku BABS,
pengolahan sampah, pengelolaan sampah dan tidak mengelola atau memasak air
minum.

Masing-masing

poin

akan

diberi

bobot

berdasarkan

tingkat

kerentanannya atau tingkat bahayanya jika ada di lingkungan.


Pemberian

bobot

pada

setiap

kategori

dilakukan

berdasarkan

pertimbangan besar bahaya yang akan ditimbulkan oleh masing-masing kategori.


Misalnya pada variabel sumber air dari 4 kategori penilaian, kelangkaan air bersih
memiliki bobot yang paling besar yaitu 50%, hal itu disebabkan bahwa air
merupakan suatu kebutuhan utama kehidupan manusia, jika air bersih tidak
tersedia dalam kurun waktu 24 jam maka akan menjadi masalah besar bagi
kehidupan manusia. Jarak sumber air dengan pencemar diberi bobot 20% dengan
alasan bahwa, jika jarak sumber air dengan sumber pencemar sangat dekat (<10

meter) akan berakibat fatal bagi yang menggunakan air karena dapat
menimbulkan berbagai penyakit yang disebabkan oleh patogen atau fecal coli.
Bobot yang diberi untuk variabel air limbah domestik sama pada setiap
kategori penilaiannya. Terdapat 3 kategori yaitu tidak memiliki jamban, tidak
memiliki SPAL, limbah rumah tangga di alirkan ke halaman dari 3 kategori
tersebut masing-masing diberi 33% hal ini dengan pertimbangan bahwa ke 3
kategori ini memiliki peluang yang sama untuk meningkatkan risiko kesehatan
lingkungan di Pulau Lumu-Lumu.
Variabel tempat sampah rumah tangga hanya memiliki 1 kategori
penilaian dan diberi bobot 100%. Penilaian dasar untuk sanitasi atau kebersihan
lingkungan rumah yaitu kepemilikan tempat sampah sebagai sarana atau wadah
untuk menampung sampah rumah tangga. Jika suatu rumah tidak memiliki tempat
sampah maka dapat meningkatkan risiko kesehatan karena tidak ada tempat untuk
menampung sampah.
Peluang adalah besarnya peluang terjadinya bahaya kesehatan lingkungan
yang dapat dilihat dari perilaku yang tidak sehat seperti tidak CTPS, BABS,
Pengolahan dan pengelolaan sampah dan tidak mengelola air minum. Dari
masing-masing kategori memiliki bobot yang berbeda. Perilaku BABS memiliki
bobot paling tinggi yaitu 30%, karena perilaku BABS dapat mencemari banyak
hal, mulai dari tanah, sumber air, ekosistem, biota laut dan merusak keindahan
serta menimbulkan bau busuk di lingkungan. Sedangkan perilaku tidak CTPS
lima waktu penting dan tidak memasak air minum diberi bobot 25%, dengan

perilaku seperti itu dapat meningkatkan risiko kesehatan lingkungan, seperti dapat
meningkatkan kejadian diare. Pengolahan sampah yang dimaksud dalam variabel
ini adalah perilaku masyarakat dalam memilah sampah, sedangkan pengelolaan
sampah dimaksud adalah cara masyarakat mengelolah sampah setelah di
pisahkan. Pada 2 kategori ini diberi bobot yang sama yaitu 10%.
Hasil kumulasi pada setiap RT maka di peroleh RT 1 memperoleh nilai
281, RT 2 memperoleh nilai 262, RT 3 memperoleh nilai 277 dan RT 4
memperoleh nilai 275. Dari nilai tersebut maka didapati 4 kategori area berisiko
yaitu kategori kurang berisiko masuk pada rentan nilai antara 262-266, kategori
berisiko sedang rentan nilai antara 267-271, kategori risiko tinggi ada pada nilai
272-276 dan yang terakhir risiko sangat tinggi berada antara nilai 277-281.
Jika ditinjau secara keseluruhan maka gambaran risiko yang ada di Pulau
Lumu-Lumu adalah risiko sangat tinggi, hal itu jelas terlihat pada data yang ada
bahwa sanitasi dan perilaku masih rendah, namun penelitian ini akan
menggamarkan risiko kesehatan lingkungan berdasarkan RT. Terdapat 4 kategori
yang ada, berdasarkan kumulasi maka RT 1 dan 3 merupan RT yang masuk pada
kategori risiko sangat tinggi, RT 4 masuk pada kategori risiko tinggi dan RT 2
masuk pada kategori kurang berisiko. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa RT
1 dengan jumlah responden 40 yang merupakan jumlah responden terbanyak ke 3
namun masuk pada kategori risiko sangat tinggi, sedangkan RT 2 dengan jumlah
responden 51 yang merupakan jumlah responden terbanyak ke 2 namun berada
pada kategori risiko kurang berisiko. Jadi banyak penduduk dalam satu wilayah

tidak menjamin akan risiko yang tinggi atau kurang berisiko, melainkan
bergantung pada perilaku masyarakat. Jika perilaku masyarakat baik maka dapat
mengurangi bahaya kesehatan lingkungan.
C. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah belum adanya standar
pembobotan untuk setiap jenis bahaya dan peluang terjadinya bahaya khususnya
pulau-pulau kecil.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bahaya kesehatan lingkungan yang teridentifikasi di Pulau Lumu-Lumu yaitu:
a. Sumber air rumah tangga.
b. air limbah domestik.
c. tempat sampah rumah tangga.
2. Peluang terjadinya bahaya kesehatan lingkungan yang teridentifikasi adalah
perilaku rumah tangga yaitu:
a. perilaku tidak cuci tangan pakai sabun (CTPS).
b. perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
c. pengolahan dan pengelolaan sampah.
d. perilaku pengolahan air minum.
3. Risiko kesehatan lingkungan dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu:
a. kategori kurang berisiko yaitu terdapat pada RT 2 dengan indeks risiko
262-266;
b. kategori risiko sedang dengan indeks risiko 267-271 tidak ada RT yang
masuk pada kategori ini;
c. kategori risiko tinggi terdapat di RT 4 dengan indeks risiko 272-276;
d. kategori risiko sangat tinggi terdapat pada RT 1 dan 3 dengan indeks
risikonya 277-281.

B. Saran
1. Melalui skripsi ini menyarankan kepada pihak pemerintah yaitu Kecamatan
Ujung Tanah dan Kelurahan Barang Caddi agar memperhatikan masyarakat
yang berada di pulau-pulau kecil dan terpincil seperti Pulau Lumu-Lumu
misalnya memberi bantuan fasilitas umum seperti membangun WC umum,
tempat sampah umum yang sederhana serta fasilitas kesehatan seperti pustu
dan posyandu lebih diaktifkan.
2. Melalui skripsi ini menyarankan kepada masyarakat Pulau Lumu-Lumu,
pengendalian risiko kesehatan lingkungan dengan cara mengubah peluang
terjadinya bahaya kesehatan lingkungan seperti berperilaku CTPS, perilaku
mengolah dan mengelolah sampah, perilaku mengolah air minum dan perilaku
tidak BABS.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. 2008. Horisan Baru Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta


Arsadi, E. M. et al., 2007. Water resource on small island in Takabonerate islands,
District of Selayar, Province of South Sulawesi. DSpace at Deputy of
Earth
Sciences
LIPI,
[Online].
http://dspace.ipk.lipi.go.id/dspace/handle/123456789/144. (Diakses 29
Januari 2014).
Asian Development Bank. 2004. Environmental Pacific Regional Strategy 20052009. Manila: Asian Development Bank. p. 105.
Badu, Afriani. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar Pada Masyarakat Nelayan Di
Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo Tahun 2012.
[Online]. ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/PHJ/article/download/120/48.
(Diakses 29 Januari 2014).
Chicken & Posner. 1998. The Philosophy of Risk. p.7. London: tomas Telford
Daud, A. 2007. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Bersih. Makassar: CV. Healthy and
Sanitation.
Depertemen Kesehatan RI. 2002. Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Depkes RI.
Depertemen Kesehatan RI. 2011. Kasus Diare di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Depertemen Kesehatan RI. 2012. Presentasi Penduduk Yang Memiliki Sanitasi Yang
Layak. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian. 2012. Data Pulau-Pulau Di
Kota Makassar. Makassar: DKP3
Enhealth. 2002. Environmental Health Risk Assessment Guidelines For Assessing
Human Health Risks From Environmental Hazard. [Online].
www.nphp.gov.au/enhealth/council/pubs/pdf/envhazards.pdf. (Diakses 3
Februari 2014).
Enhealth. 2006. Health Risk Assessment in Western Australia. [Online].
http://www.public.health.wa.gov.au/cproot/1499/2/Health_Risk_Assessme
nt.pdf. (Diakses 3 Februari 2014).

Enhealth. 2012. Environmental Health Risk Assessment Guidelines For Assessing


Human Health Risks From Environmental Hazard. [Online].
www.health.gov.au/internet/main/publishing.../DoHA-EHRA-120910.pdf.
(Diakses 3 Februari 2014).
Isma, KP. 2011. Gambaran Sanitasi Lingkungan Dan Penyakit Berbasis Lingkungan
Pada Masyarakat Kelurahan Lette Kecamatan Mariso Kota Makassar
Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
ISSDP. 2007. Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota Blitar. Jakarta:
Indonesia Sanitation Sector Development Program.
ISSDP. 2008. Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Kota Blitar. Jakarta:
Indonesia Sanitation Sector Development Program.
ISSDP. 2011. Laporan Penilaian Risisko Kesehatan Lingkungan Kabupaten Pesisir
Selatan.
[Online].
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.pesis
irselatan/Laporan%20EHRA%20PESSEL-Final%20-.pdf. (Diakses 6
Februari 2014).
ISSDP. 2011. Penilaian Risiko Kesehatan lingkungan Kota Makassar. Pokja Sanitasi
Dasar
Kota
Makassar.
[Online].
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kota.mak
assar/BAB%20V.pdf. [Diakses 1 Februari 2014).
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41. 2000. Definisi pulau-pulau kecil.
Jakarta: Kepmen Kelautan dan Perikanan.
Kusnoputranto, H. Susana. D., 2000. Kesehatan Lingkungan. Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. [Online]. Available at:
ontar.ui.ac.id/file?file=digital/126838-S-5827-Faktor%20risiko...pdf.
(Diakses 6 April 2014).
Massie, Roy, GA. 2013. Kebutuhan Dasar Kesehatan Masyarakat Di Pulau Kecil:
Studi Kasus Di Pulau Gangga Kecamatan Likupang Barat Kabupaten
Minahasa
Utara
Provinsi
Sulawesi
Utara.
[Online].
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/3308/32
99. (Diakses 29 Januari 2014).

Mimura et.all. 2007. Small Island, Climate Change 2007: impacts, Adaptation and
vulnerability. Contribution of Working Group IInto the Fourth Assessment
Report of the intergovermental Panel on Climate Change, Parry, M.L.,
Canziani, O.F., Palutik, J.P., va der Linden, P.J. and Hanson, C.E., Eds.
Cambridge, UK: CambridgeUniversity Press. Ch.16.
Navarro, R. G. 2011. Improving sanitation in coastal communities with special
reference to Puerto Princesa, Palawan Province, Philippines. Student
Research. School of Architecture. [Online] Montreal: McGill University.
Available at: http://www.mcgill.ca/mchg/student/sanitation/. (Diakses 2
Februari 2014).
National Ocpanic and Atmospheric Administration (NOAA). 2008. Risk and
Vulnarebility Assessment Tool. U.S Coastal Service Cente, National
Oceonicand Atmospheric Administration. [Online]. Available at:
http://www.csc.noaa.gov/rvat/hazardEdd.html. [Diakses 8 Februari 2014].
Nurhaedah. 2006. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Hygiene Perorangan
Dengan Kejadian Kecacingan Pada Murid SD Al-Akhyar Di Pesantren
Pondok Madinah Sudiang Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Notoatmodjo, S. 2002. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/IX/1991. Standar Kualitas Air
Bersih.
Rahma, S. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan
Pada Anak SD Di SD Bustanul Islamiyah. Tesis. Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Robson, M. & Ellerbusch, F. 2007. Introduction to Risk Assessment in Public Health.
In Robson, M.G., & Toscano, W.A., eds. Risk Assessment for
Environmental Health. USA: John Wiley & Sons, Inc. Ch.1.
Royal Society. 1992. Risk: Analysis, Perception and Management. London: Report of
a Royal Society Study Group. The Royal Society.
Siregar, CN. 2012. Analisis Potensi Daerah Pulau-Pulau Terpencil Dalam Rangka
Meningkatkan Ketahanan, Keamanan Nasional, Dan Keutuhan Wilayah
NKRI
Di
nunukan
Kalimantan
Timur.
[Online].
http://journal.fsrd.itb.ac.id/jurnal-desain/pdf_dir/issue_3_7_13_3.pdf.
(Diakses 4 Februari 2014).

Soeparman dan Suparmin, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta.
Sudirman. 2010. Kualitas Air Bersih, Air Minum dan Kualitas Fisik Air Rumah
tangga di Kecamatan Bilang Mangat Kota Lhokseumawe. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana
Universitas
Sumatera
Utara.
[Online].
http://wiretes.wordpress.co/2010/01/14/kualitas.air.pdf. (Diakses 2 Mei
2014)
Suhana. 2008. An understanding of archipelagos and the availability of food.
[internet].
20
Februari.
Available
at:
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/20/opi01.html. (Diakses 2
Februari 2014).
Siruddin. 2006. Studi tentang sanitasi lingkungan dengan kejadian diare dan ISPA
anak balita pada masyarakat di Desa Batu Putih Kecamatan Mallawa
Kabupaten Maros. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin.
The European Chemical Industry Council. 2007. Risk and Hazard -how they differ.
Document on the World Wide Web [Online]. avalaible at:
http://www.cefic.be/Files/Publications/Risk%20&%20Hazard2.pdf.
(Diakses 6 Februari 2014).
Umiati. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian
Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten
Boyolali. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
[Online].
publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/.../5.%20UMIATI.pdf.
(Diakses 4 April 2014)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27. 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: UUD RI.
UNEP. 1998. Problems in the Small Islands Environment. UN System-Wide
Earthwatch. Document on the World Wide Web. [Online]. Available at:
http://www.gdrc.org/oceans/sin-problems.html. (Diakses 3 Februari
2014).
UNEP. 2004. Small island states awash in a sea of trash. UNEP News Release.
Document on the World Wide Web. [Online]. Available at:

http://www.ens-newswire.com/ens/mar2004/2004-03-30-05.asp. (Diakses
1 Februari 2014).
UNEP. 2005. Water shortages and global warming risks for indian ocean islands.
UNEP News Release. Document on the World Wide Web. [Online].
Available
at:
http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?DocumentID=
421&ArticleID=4697&l=en. (Diakses 1 Februari 2014).
UNESCO. 2008. Hydrology and water resources of small islands: a practical guide.
Study and Report on Hydrology No. 49.
World Health Organization (WHO). 2004. El Nio and Health. Doc.No.
WHO/SDE/PHE/99.4. Geneva.
World Health Organization (WHO). 2008. Health impacts of the global food security
crisis. Official Web Site of WHO [Online]. Available at:
http://www.who.int/food_crisis/en/. (Diakses 3 Februari 2014).
World

Health
Organization
(WHO).
2013.
Sanitation.
[Online].
http://www.who.int/topics/sanitation/en/. (Diakses 5 Februari 2014).

LAMPIRAN

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pulau Lumu-Lumu


tampak dari luar

Gambar 2. Pulau Lumu-Lumu tampak


dari dalam

Gambar 3. Sumur gali

Gambar 4.Penampungan air hujan

Gambar 5. Jamban Keluarga

Gambar 6. Perilaku BABS

Gambar 7. Tempat sampah

Gambar 9.SPAL (lubang galian)

Gambar 11. Peneliti melakukan


wawancara

Gambar 8. Perilaku buang sampah


sembarangan

Gambar 10. SPAL

Gambar 12. Tim ekspedisi

KUESIONER PENELITIAN
PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN DI PULAU LUMU-LUMU
No Kuesioner
Responden
Nama Pewawancara
Tanggal Wawancara
Musim saat pengambilan data
No. Telpon Responden

: ________________
: 1) Laki-laki
2) Perempuan
: ________________
: ____ Maret 2014
: 1) Hujan 2) Kemarau
:__________________________

INFORMASI LOKASI
1. KOTA/KABUPATEN: MAKASSAR 2. KECAMATAN: UJUNG TANAH 3.
KELURAHAN/DESA: BARANG CADI
4. RW/RT: _____/_____ 5. NOMOR RUMAH: __________ 6. TITIK KORDINAT:_________
7. NAMA KEPALA KELUARGA: _________________________________
INFORMED CONSENT HARUS DIBACAKAN
Selamatpagi/siang/sore. Saya SEBUT NAMA bekerja di NAMA KAMPUS, saat ini sedang melakukan
survei rumah tangga. Kami ingin menanyakan dan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan. Nantinya, informasi yang kami dapatkan akan dijadikan bahan untuk penilaian
risiko kesehatan lingkungan di pulau ini. Informasi dari Ibu / Bapak akan dijaga kerahasiannya dan
hanya akan digunakan untuk keperluan studi. Lama wawancara sekitar 15 menit. Wawancara ini
bersifat sukarela, tidak ada paksaan dan kami tidak membawa bantuan apapun. Apakah Ibu/ Bapak
bersedia diwawancara?
LANJUTKAN HANYA BILA JAWABANNYA YA
LEMBAR PERTANYAAN UMUM
a.
b.
c.

Lingkari pilihan jawaban dan tuliskan pilihannya pada kotak yang tersedia
Khusus untuk pertanyaan dengan pilihan ganda/jawaban lebih dari satu (A, B, C, D, dst), berikan
kode jawaban 0 = Tidak dan 1 = Ya, dan lingkari pilihan jawabannya
Semuajawaban dari responden harusdicatat oleh Enumerator !

A.

INFORMASI RESPONDEN

A1

Boleh kami tahu nama Ibu/Bapak? __________________________________

A2

Hubungan responden dengan kepala rumah tangga? ______________________

A3

Berapa Usia Bapak/Ibu?_______Tahun

KODE

A4

Berapa jumlah orang yang tinggal di


rumah ini yang menetap 4 bulan
terakhir?

A5

Berapa tahun usia anak termuda yang


tinggal di rumah ini? (Anak siapapun,
asalkan tinggal di rumah yang
diwawancara)

A6

Apa status kepemilikan rumah yang


saat ini Ibu/Bapak tempati?

A7

Jenis bangunan rumah

A8

Jenis dinding

A9

Jenis lantai

Orang
1. kurang dari 2 tahun : _______
orang
2. 2-5 tahun
: _______
orang
3. 6-12 tahun
: _______
orang
4. lebih dari 12 tahun : _______
orang
1. milik sendiri
2. rumah dinas
3. berbagi dengan keluarga lain
4. sewa
5. kontrak
6. milik orang tua/anak/saudara
7. lainnya,
sebutkan__________________
1.rumah bukan panggung
2.ruamh panggung
1.tembok
2.kayu/papan/tripleks
3.bambu
4.seng
5.Lainnya____________________
1.keramik
2.semen
3.papan /bambu
4.tanah

B. SUMBER AIR DAN PENGOLAHAN AIR MINUM


B1

Sumber air utama yang Ibu gunakan untuk


mandi, minum, masak, mencuci pakaian &
piring?
a. Air botol kemasan
b. Air isi ulang membeli dari penjual air isi
PilihAir
satu
jawaban
untuk tiap kategori
ulang
c.
dari
sumur bor/pompa
tangan
d. Air dari sumur gali terlindungi
e. Air dari sumur gali tidak terlindungi
f. Air dari Mata air terlindungi
g. Air dari Mata air tidak terlindungi
h. Air hujan
i. Air dari waduk/danau
j. Lainnya, sebutkan___________________

B2

KODE

Apakah Ibu pernah mengalami


kesulitan mendapatkan air
untuk
kebutuhan
sehari-hari,
Kode
jawaban
: 0 = Tidak
; 1 = Ya
berapa lama?

B3

Di musim kemarau apakah


Bapak/Ibu menggunakan
sumber air yang berbeda?
jika YA sebutkan

B4

Ketika sumber air minum tidak


menghasilkan air, sumber
mana yang digunakan keluarga
untuk keperluan air minum

B5

Bagaimana kualitas fisik air


bersih yang digunakan Ibu?

1.
2.
3.
4.
5.
8.
1.
2.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
a.
b.
c.
d.
e.

Minum
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1

Masak
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1

Cuci piring
0 dan gelas
1
0
1
0 gelas1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1

0
1
0
1
0
1
Tidak pernah
Beberapa jam saja
Satu sampai beberapa hari
Seminggu
Lebih dari satu minggu
Tidak tahu
Ya (________________________)
Tidak

Cuci
pakaian
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0

Gosok gigi
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
1
1
1
1
1
1
1

0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak

1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya

Air botol kemasan


Air isi ulang membeli dari penjual air isi
Air dari sumur bor/pompa tangan
Air dari sumur gali terlindungi
Air dari sumur gali tidak terlindungi
Air dari Mata air terlindungi
Air dari Mata air tidak terlindungi
Air hujan
Air dari waduk/danau
Lainnya, sebutkan___________________

Keruh
Berwarna
Berasa
Berbusa
Berbau

B6

Bagaimana kondisi air bersih


yang digunakan Ibu di musim
kemarau?

1. Sama saja
2. Lebih Buruk
3. Lebih baik

B7

Bagaimana cara responden


mengolah air minumnya?

B8

Bagaimana kualitas fisik air


minum yang digunakan Ibu?

1.
2.
3.
4.
5.
8.
a.
b.
c.
d.
e.

B9

Bagaimana kondisi air minum


yang digunakan Ibu di musim
kemarau?

1. Sama saja
2. Lebih Buruk
3. Lebih baik

B10

Apakah ibu menyimpan air


yang sudah diolah di tempat
yang aman?

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

C.

Direbus
Ditambahkan kaporit
Menggunakan filter keramik
Air isi ulang
Lainnya, sebutkan ____________________
Tidak tahu
Keruh
Berwarna
Berasa
Berbusa
Berbau

0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak

1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya

Tidak disimpan
Ya, dalam panci terbuka
Ya, dalam panci tertutup
Ya, dalam teko/ketel/ceret
Ya, dalam botol/termos
Ya, dalam galon
Lainya, sebutkan ___________________
Tidak tahu

TEMPAT SAMPAH RUMAH TANGGA DAN PENGOLAHAN


SAMPAH

C1

Biasanya (yang paling sering)


bagaimana cara ibu/bapak
membuang sampah rumah
tangga?

1.di buang dilahan kosong


2.dibiarkan saja
3.di buang ke laut
4.di bakar
5.di buang dan dikubur
6.lainnya sebutkan _____________________
8.tidak tahu

C2

Seberapa sering sampah


dibuang?

1.setiap hari
2.beberapa kali dalam seminggu
3.sekali dalam seminggu
4.beberapa kali dalam sebulan
5.lainnya (sebutkan)_________________________

KODE

8.tidak tahu
C3

C4

Apakah Ibu/bapk memilah


sampah sebelum dibuang?

1. Ya

Jenis sampah apa yang biasa


ibu/bapak pisahkan?

a. organik/ sampah basah/dapur


b. logam/gelas/plastik/kering
c. lainnya sebutkan _____________________
d. tidak tahu

TANDAI SEMUA JAWABAN


C5

Bagaimana kondisi sampah


dilingkungan RT/RW rumah
responden?

D.

2. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak

1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya

1. Banyak sampah yang berserakan atau bertumpuk di


sekitar lingkungan
2. Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah
3. Banyak tikus berkeliaran
4. Banyak nyamuk
5. Banyak kucing dan anjing yang mendatangi
tumpukan sampah
6. Bau busuk yang mengganggu
7. Menyumbat drainase
8. Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya
9. Lainnya, sebutkan______________________

JAMBAN DAN BABS

D1

Apakah dirumah responden


mempunyai jamban pribadi?

1. Ya
2. Tidak

D2

Dimana anggota keluarga


yang sudah dewasa bila
ingin buang air besar?

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Jamban pribadi
MCK/WC Umum
Ke laut
Ke kebun/pekarangan rumah
Ke selokan/parit/got
Ke lubang galian
Lainnya, sebutkan ____________________

D3

Apakah masih ada orang


diluar anggota keluarga
responden yang sering BAB
di tempat terbuka (seperti
kebun,halaman,laut,
selokan/got)?

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Anak laki-laki umur 5-12 tahun


Anak perempuan umur 5-12 tahun
Remaja laki-laki
Remaja perempuan
Laki-laki dewasa
Perempuan dewasa
Laki-laki tua
Perempuan tua
Masih ada tapi tidak tahu jelas siapa
Lainnya, sebutkan___________________________
Tidak ada

KODE

0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak
0. Tidak

1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya
1. Ya

D4

Jenis kloset apa yang ibu


pakai dirumah?

D5

Kemana tempat penyaluran


buangan akhir tinja?

D6

BILA MEMILIKI
TANGKI SEPTIK.
Dimana letak tangki septik
untuk tinja itu?

D7

Sudah berapa lama tangki


septik dibuat/dibangun?

D8

Kapan tangki septik terakhir


dikosongkan/dikuras?

1. Kloset jongkok leher angsa


2. Kloset duduk leher angsa
3. Plengsengan
4. Cemplung
5. Tidak punya kloset
1. Tangki septik
2. Pipa sewer
3. Cubluk/lubang tanah
4. Langsung ke drainase
5. Laut
6. Kebun/tanah lapang
7. Lainnya, sebutkan __________________________
8. Tidak tahu
1. Dibawah lantai ruang dalam rumah
2. Dipekarangan belakang
3. Dipekarangan depan atau samping
4. Lainya sebutkan _________________________
8. Tidak tahu
1. 0-12 bulan yang lalu
2. 1-5 tahun yang lalu
3. Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
4. Lebih dari 10 tahun yang lalu
5. Lainnya, sebutkan ________________________
8. Tidak tahu
1. 0-12 bulan yang lalu
2. 1-5 tahun yang lalu
3. Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
4. Lebih dari 10 tahun yang lalu
5. Lainnya, sebutkan ________________________
8. Tidak tahu

D9

Apakah Ibu tahu, ke mana


lumpur tinja dibuang pada
saat tangki septik
dikosongkan?

1. Ke selokan/parit, kolam/empang, saluran drainase


2. Dikubur di halaman
3. Dikubur di tanah orang lain
4. Ke Laut
5. Lainnya, sebutkan ________________________
8. Tidak tahu

E.
E1

Apakah responden mempunyai


SPAL

E2

Kemana air bekas buangan/air


limbah dibuang

E3

E4

E5

E6

E7

E8

SPAL

KODE

1. Ya
2. Tidak
Dapur

Kamar
Mandi

Tempat
cuci
pakaian
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1

A. Ke laut
0
1
0
1
B. Ke jalan, halaman, kebun
0
1
0
1
C. Saluran terbuja
0
1
0
1
D. Saluran tertutup
0
1
0
1
E. Lubang galian
0
1
0
1
F. Pipa saluran pembuangan
0
1
0
1
G. Pipa IPAL Sanimas
0
1
0
1
H. Tidak tahu
0
1
0
1
Apakah rumah yang ditempati saat ini 1. Tidak pernah
atau lingkungan dan jalan di sekitar 2. Sekali dalam setahun
rumah pernah terkena banjir/air pasang?
3. Beberapa kali dalam setahun
4. Sekali atau beberapa kali dalam sebulan
8. Tidak tahu
Apakah banjir /air
pasang biasa terjadi
secar a rutin?
Pada saat banjir/air pasang terakhir,
apakah air memasuki rumah?

1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak

Pada saat terakhir kali banjir/air pasang,


1. Setumit orang dewasa
berapa tinggi air yang masuk ke dalam2. Setengah lutut orang dewasa
rumah Anda/ Ibu?
3. Selutut orang dewasa
Bacakan jawaban satu per satu dengan
4. Sepinggang orang dewasa
jelas kepada responden
5. Sebahu orang dewasa
6. Lebih tinggi dari orang dewasa
8. Tidak tahu
Pada saat terakhir banjir/air pasang , 1. Tidak pernah
apakah kamar mandi dan WC/jamban 2. Kadang-kadang
juga terendam banjir?
3. Sebagian
4. Selalu
8. Tidak tahu
Pada saat terakhir banjir, berapa lama 1. Kurang dari 1 jam
air banjir/air pasang akan mengering ?2. Antara 1 3 jam
3. Setengah hari
4. Satu hari
5. Lebih dari 1 hari
8. Tidak tahu

Wastafel

0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
1
1
1
1
1
1

F.

PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN

F1

Apakah anggota rumah ini sering


cuci tangan?

1. Ya
2. Tidak
3. sesekali

F2

Apakah saat cuci tangan


menggunakan sabun?

1. Ya
2. Tidak

Kapan biasanya anggota keluarga


mencuci tangan pakai sabun?

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Setelah menceboki bayi/anak


Setelah dari buang air besar
Sebelum makan
Setelah makan
Sebelum menyuapi anak
Sebelum menyiapkan masakan
Setelah memegang hewan
Lainnya, sebutkan:
______________________

Selesai sudah wawancaranya. Terimakasih atas partisipasinya. Mohon izin untuk melihat atau
melakukan survey jamban dan lingkungan disekitar.

KODE

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN


PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN DI PULAU LUMU-LUMU
No Kuesioner
Responden
Nama Pewawancara
Tanggal Wawancara
Musim saat pengambilan data

No.
1.

: ________________
: 1) Laki-laki
2) Perempuan
: ________________
: ________________
: 1) Hujan 2) Kemarau

Sanitasi Lingkungan Ruamh

Sarana Air Bersih


Sarana air bersih yang digunakan keluarga :
a. Tidak ada
b. Ada, bukan milik sendiri, tidak memenuhi syarat
c. Ada, milik sendiri, tidak memenuhi syarat
d. Ada, bukan milik sendiri, memenuhi syarat
e. Ada, milik sendiri, memenuhi syarat
Kualitas Air dan Konstruksi:
a. Tidak berbau
b. Tidak berasa
c. Tidak berwarna
d. Jarak dari sumber pencemar 10 m
e. Lantai kedap air
Jamban
a. Jamban memiliki lantai atau pijakan yang kuat
b. Jamban memiliki septic tank
c. Jamban yang digunakan dalam keadaan bersih
d. Jarak septic tank lebih dari 10 m
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
f. Tersedia air yang cukup, sabun, dan alat pembersih
g. Tidak berbau
SPAL
a. Rumah memiliki SPAL
b. Saluran lancar
c. SPAL memiliki penampungan khusus
d. Jarak dari sumber air 10 m
Tempat Sampah
a. Memiliki sarana pembuangan sampah
b. Selain kantong atau karung tempat sampah
memiliki penutup

Ya

Tidak

HASIL ANALISIS
/ RT :
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

40

21.4

21.4

21.4

51

27.3

27.3

48.7

57

30.5

30.5

79.1

39

20.9

20.9

100.0

187

100.0

100.0

Total

kategori umur
<15
/ RT :

18-25

26-35

36-45

46-55

>55

Total

15

40

13

19

12

51

13

15

15

57

16

11

39

18

40

65

40

22

187

Total

A7 Apa pendidikan terakhir ibu/bapak?


1
/ RT :

32

40

48

51

21

35

57

36

39

29

151

187

Jumlah orang
<4

Total

Total

Total

/ RT :

>4

Total

25

40

27

18

51

33

15

57

24

10

39

29

109

49

187

Jenis Kelamin JK Responden :


Laki-Laki
/ RT :

Perempuan

Total

13

27

40

36

15

51

15

42

57

29

10

39

93

94

187

Total

A2 Apa pekerjaan ibu/bapak?


guru

PENCARI

mengaji
/ RT :

IRT

tidak

Nelayan RUMPUT LAUT

PNS

Wiraswa

bekerja

Total

18

40

15

33

51

32

16

57

29

39

71

87

15

187

A6 Apa status kepemilikan rumah yang saat ini


ibu/bapak tempati? :
1

Total

sta

Total

/ RT :

Tukang

Total

34

40

51

51

55

57

36

39

176

10

187

SUMBER AIR
B1d Cuci pakaian

B1c Cuci piring & gelas :


5
/ RT :

Total

40

40

46

51

57

57

39

39

182

187

Total

8
40

40

RT 2

46

51

57

57

39

39

182

187

Total

B1b Masak
:

:
8

Total

36

40

40

11

51

45

12

57

39

39

160

27

187

Total

Total

B1a Minum

/ RT :

/ RT :

Tota
9

38

40

41

10

51

45

12

57

39

39

163

24

187

Total

B3 Apakah air bersih mudah didapatkan sepanjang tahun? :


2

Total

/ RT : 1

40

40

51

51

57

57

39

39

187

187

Total

B8a Jarak :
1
/ RT :

Total

Total

13

23

40

27

16

51

26

22

57

32

39

98

60

29

187

B8b Waktu :
1
/ RT :

Total

13

23

40

27

16

51

26

22

57

32

39

98

60

29

187

Total

B9 Jika sumber air bersih rumah tangga


menggunakan SGL tak terlindungi atau mata
1
/ RT :

Total

29

10

40

28

14

51

36

13

57

38

39

131

28

28

187

Total

B10 Apakah air minum mudah didapatkan sepanjang


tahun? :
1
/ RT :

Total

30

40

42

51

43

57

37

39

25

152

10

187

Total

B12 Bagaimana cara ibu/bapak mengolah air


sebelum diminum? :
1
/ RT :

Total

21

19

40

41

10

51

22

34

57

4
Total

24

15

39

108

78

187

JAMBAN
D1 Dimana anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air
besar (BAB)? :
1
/ RT :

Total

18

20

40

38

11

51

14

42

57

15

20

39

85

93

187

Total

D3 Jenis jamban apa yang ibu/bapak pakai di rumah? :


1
/ RT :

Total

18

22

40

35

13

51

14

43

57

15

24

39

82

102

187

Total

D5 Dimana letak tangki septik untuk tinja itu? :


1
/ RT :

Total

Total

13

15

15

39

D9 Apakah anak umur 0-5 tahun di rumah ini masih terbiasa BAB di
lantai, kebun,
1
/ RT :

Total

25

40

43

51

17

38

57

11

26

39

42

132

187

Total

SPAL
E1 Apakah ibu/bapak memiliki SPAL? :
Tidak
/ RT :

Total

40

40

51

51

57

57

39

39

187

187

Total

E2.2 Kamar mandi


1
/ RT :

Total

22

14

40

40

51

39

57

25

12

39

24

126

37

187

Total

TEMPAT SAMPAH
C1 Apakah ibu/bapak memiliki tempat sampah?
Tidak
/ RT :

Ya

Total

24

16

40

28

23

51

38

19

57

32

39

C1 Apakah ibu/bapak memiliki tempat sampah?


Tidak
/ RT :

Ya

Total

24

16

40

28

23

51

38

19

57

32

39

122

65

187

Total

C2 Apakah ibu/bapak memilah (memisahkan) sampah sebelum dibuang?:


Tidak

Ya

Total

/ RT : 1

40

40

36

15

51

55

57

39

39

170

17

187

Total

C3 Jenis sampah apa yang biasa ibu/bapak pisahkan? :


1
/ RT :

Total

10

15

12

17

Total

C4 Bagaimana cara penanganan sampah rumah tangga yang telah dipisahkan


tersebut?
4

Total

/ RT 2

13

15

15

17

Total

C5 Biasanya (yang paling sering) di mana ibu/bapak membuang


sampah rumah tangga?
2
/ RT :

Total

40

40

50

51

57

57

38

39

185

187

Total

C7 Seberapa sering sampah dibuang? :


1
/ RT :

Total

34

40

48

51

50

57

22

13

39

154

28

187

Total

CPTS
H2a Apakah saat cuci tangamenggunakan sabun?
Ya
/ RT :

Tidak

Total

26

14

40

35

16

51

35

22

57

22

17

39

118

69

187

Total

H2b1 setelah menceboki bayi/anak :


Ya
/ RT :

Tidak

Total

21

26

35

35

11

24

35

18

23

H2b1 setelah menceboki bayi/anak :


Ya
/ RT :

Tidak

21

26

35

35

11

24

35

18

23

21

98

119

Total

H2b2 setelah buang air besar


Ya
/ RT :

Tidak

Total

13

13

26

22

13

35

30

35

18

22

83

35

118

Total

H2b3 sebelum makan


Ya
/ RT :

:
Tidak

26

26

31

35

27

35

22

22

106

12

118

H2b4 setelah makan


Ya

Total

Total

Total

/ RT :

Total

:
Tidak

Total

25

26

23

12

35

34

35

21

22

103

15

118

H2b5 sebelum menyuapi anak


Ya
/ RT :

Tidak

Total

20

26

34

35

32

35

10

12

22

20

98

118

Total

H2b6 sebelum menyiapkan makanan :


Ya
/ RT :

Total

Tidak

Total

18

26

28

35

29

35

11

11

22

32

86

118

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama
Jenis Kelamin
Tempat/Tanggal Lahir
Kebangsaan
Suku
Agama
Alamat di Makassar
Alamat Asal
Email
Riwayat Pendidikan

: Muliany Jaya
: Perempuan
: Dili, 28 Mei 1992
: Indonesia
: Toraja
: Katolik
: Ramsis Unhas III Blok E.109
: Lembang Maroson, Kecamatan Rembon Tana Toraja
: eldamuli@gmail.com
:

1. TK Kamala Bayangkari 22 Dili 1997-1998


2. SD Renya Rosari Paku Makale Tahun 1998 -2004
3. SMP Negeri 1 Makale Tahun 2004 - 2007
4. SMA Negeri 1 Makale Tahun 2007 - 2010
5. Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2010-2014

Anda mungkin juga menyukai