FARMAKODINAMIK
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na + / K+/
2CL- di ansa henle asendens bagian epitel tebal, tempat kerjanya dipermukaan sel epitel bagian
luminal(yang menghadap ke lumen tubuli).pada pemberian secara IV obat in cenderung
meningkatkan aliran darah ginjal tanpa di sertai peningkatan filtrasi glomerulus.perubahan
hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya rearbsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli
proximal serta meningkatnya efek awal deuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative
hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurang nya cairan ekstra sel akibat deuresis, maka aliran
darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan
elektrolit di tubuli proximal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme
kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut jyang mencapai
Diuretic kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat
plasma,mekanisme nya kemungkinan besar sama dengan tiazid.ekskresi Ca++ dan Mg++ juga
di tingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na+. berbeda dengan Tiazid, golongan ini
tidak meningkatkan re-abrsopsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan efek kalsiuria ini, golongan
diuretic kuat di gunakan untuk pengobatan simtomatik Hiperkalsemia.
Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat di titrasi (Titrable acid) dan
ammonia . fenomena yang diduga terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah
satu factor penyebab terjadinya alkalosis metabolic.
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis metabolic oleh diuretic kuat ini
terutama terjadi akibat penyusutan volume caitran ekstra sel. Sebaliknya pada penggunaan yang
kronik, factor utama penyebab alkalosis adalah besarnya asupan garam ekskresi H+ dan K+.
alkalosis ini sering kali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing2 disebabkan oleh mekanisme
yang berbeda.
FARMAKOKINETIK
Diuretic kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat agak berbeda-beda.
Bioavailabilitas furosemide 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat
pada protein plasma secara ekstensif ,sehingga tidak di filtrasi di glomerulus tetapi cepat sekali
di sekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat
terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah di tempat distal lagi.
Probanasid dapat menghambat sekresi furosemid dan interaksi di antaranya ini hanya terbatas
pada tingkat sekkresi tubuli, dan tidak pada tempat kerja diuretic. Toremit memiliki masa kerja
sedikit ebih panjang dari furosemid.
Kira-kira2/3 dari sama etakrinat yang di berikan secara IV di ekskresi dmelalui ginjal
dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dalam senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-Acetil
sistein. Sebagian lagi di eksresi melalui hati. Sebagian besar furosemid di ekskresi dengan cara
yang sama, hanya sebagian kecl dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50% bumetanid di ekskresi
dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolic.
INTERAKSI
Seperti diuretic tiazid, hipokalemia akibat pemberian diuretic kuat dapat meningkatkan
resiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat anti aritmia.
PENGGUNAAN KLINIK
Gagal jantung. Furosemid merupakan obat standar untuk gagal jantung yang disertai
edema dan tanda-tanda bendungan sirkulasi seperti peninggian tekanan vena juguler, edema
paru, edema tungkai, dan asites. Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat,
karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responnya kurang curam.
Untuk edema paru akut diperlukan pemberian secara IV. Pada keadaan ini perbaikan klinik
dicapai karena terjadi perubahan hemodinamik dan penurunan volume cairan ekstrasel dengan
cepat. Sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan berkurang.
Edema refrakter. Untuk mengatasi Edema refrakter diuretic kuat biasanya diberikan
bersama diuretic lain misalnya tiazid atau diuretic hemat K+. pemakaian dua macam obat
diuretic kuat secara bersamaan merupakan tindakan yang tidak rasional.
Diuretik kuat juga merupakan obat yang efektif untuk mengatasi asites yang tebal akibat
penyakit sirosis hepatis dan edema akibat gagal ginjal. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali
bila diperlukan dieresis yang segera, maka dapat diberikan secara IV atau IM. Bila ada nefrosis
atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar daripada dosis biasa.
Diduga hal ini disebabkan oleh banyaknya protein dalam cairan tubuli yang akan mengikat
furosemid sehingga menghambat dieresis. Selain itu, pada pasien dengan uremia, sekresi
furosemid pada tubuli menurun.
Diuretic kuat juga digunakan pada pasien gagal ginjal akut yang masih awal (baru
terjadi), namun hasilnya tidak konsisten. Diuretic kuat dikontraindikasikan pada keadaan gagal
ginjal yang disertai anuria. Diuretic kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada
pasien hiperkalsemia simtomatik dengan cara meningkatkan eksresi kalsium melalui urin. Bila
digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk
menggantikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin.
DIGOXIN
Digoxin digunakan dalam pengobatan melemahnya otot jantung pada penderita hipertensi
dan CHF (Congestive Heart Failure) yaitu volume darah yang dipompa oleh jantung kecil
sehingga tidak mencukupi kebutuhan baik oksigen maupun nutrisi bagi tubuh). So, berarti obat
ini digunkan pad kondisi life threatening (dipakai sepanjang umur hidup pasien).
Digoxin
merupakan
contoh
obat
yang
memiliki
masalah
berkaitan
dengan
bioekivalensinya. Sebagai tambahan, theraprutic windows-nya sempit artinya obat ini sangat
poten, dosisnya hanya 0,25 mg/tablet) terus profil dosis responnya yang tajam. Obat ini termasuk
kelas II dalam klasifikasi biofarmasetika yaitu obat dengan karakteristik kelarutan rendah dan
permeabilitas
baik
sehingga
menimbulkan
masalah
dalam
formulasinya.
Upaya peningkatan kelarutan digoxin sangat diperlukan, sehingga perubahan formulasi sangat
berpengaruh terhadap bioavaibilitasnya, padahal formulasi tiap pabrik berbeda-beda so penting
sebagai farmasis kita harus mempertimbangkan bioekivalesinya.
Perbedaan pabrik yang memproduksi tablet digoxin dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan bioavaibiltas (karnena absorbsi berbeda) dari digoxin karena raw material yang
digunkan untuk memproduksi dapat berasal dari supplier yang berbeda, sehingga memungkinkan
adanya perbedaan sifat fisikokimianya. Perbadan batch produksi juga dapat memberikan
perbadaan bioavaibilitas dari digoxin. Pabrik yang sama saja belum tentu tablet digoxin yang
diprodukssi
bioekivalen
kalau
bahan
bakunya
bersal
dari
batch
yang
berbeda.
Perbedaan industri farmasi yang memproduksi tablet digoxin dapat menyebabkan perbedaan
yang signifikan. Oleh karena itu, sebaiknya dhindari apabila akan melakukan penggantian atau
substitusi tablet digosin ke pasien yang sudah stabil pada penggunaan digoxin dari pabrik
tertentu. Karena sangat mungkin kedua produk tersebut bio-inekivalen.Apalagi umunya digoxin
digunakan pada kondisi life threatening.
Obat dari batch atau lot yang berbeda menandakkan adanya perbedaan dalam hal
formulasi yang memungkinkan terjadinya perbedaan absorpsi, akibatnya berbeda juga
bioavaibilitasnya. Selain theraprutic window yag sempit dan profil dosis responnya tajam, sifat
fisika kimia digoxin juga menyebabkan bioavaibilitasnya sangat dipengaruhi oleh variabel
formulasi dan perubahan konsentrasi obat dalam darah akibat perubahan dari absorpsinya.
Dari gambaran di atas, maka untuk menyeleksi produk digoxin dari beberapa pabrik
merupakan proses yang krusial sehingga data BA dan BE sangat diperlukan untuk diketahui.
FDA di tahun 1974 menyaratkan BABE comparative sebagai akibat munculnya kasus
pengubahan bahan pengisi fenitoin menggunakan laktosa di Australia , yang meningkatkan
toksisitas dari fenitoin dan kasus talidomid di Eropa yang menyebabkan tertogenitas. Ceritanya
BABE comparative ini oleh FDA untuk mengeliminasi masalah bio-inekuivalensi di antara satu
produk, makanya perlu sertifikasi batch.Caranya bagaimana?Tunjukkan aja data uji disoulsinya.
Tapi ternyata ada syarat lain yaitu produk digoxin harus disertai hasil uji BA comparative pakai
cross over design sebagai akibat yang tadi, beda batch meskipun masih satu pabrik
memungkinkan terjadi perbedaan profil BA yang signifikan. Di USA, jika terjadi perubahan
formulasi yang kecil tidak perlu melakukan uji BA apabila sudah memiliki data korelasi in vivoin
vitro
atau
SUPAC
(Skilll
up,
Push,
Approval,
Change).
DESKRIPSI DIGOXIN
Digoxin diperoleh dari daun tumbuhan digitalis (daun-daunan yang dipakai sebagai obat
memperkuat jantung).Digoxin membantu membuat detak jantung lebih kuat dan dengan irama
yang lebih teratur.Nama & Struktur Kimia : Sinonim : (3, 5 , 12 )-3-[(O-2,6-dideoxy- -Dribo- hexopyranosyl-(1?4)-O-2,6-dideoxy- - D-ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy- -Dribo-exopyranosyl)oxy]-12,14-dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14.sifat Fisikokimia :
Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam
eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridinKeterangan :
Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa yang
mempunyai efek khusus pada miokardium.digoksin diekstraksi dari daunDigitalis lanata
Golongan/Kelas Terapi
Obat Kardiovaskuler
Nama DagangFaRgoxin - Lanoxin - Digoksin Sandoz
INDIKASI
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi).Untuk payah jantung
kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium proksimal dan flutter atrium.Untuk mengobati gagal
jantung kongestif, juga digunakan untuk mengobati fibrilasi atrial, gangguan irama jantung pada
atrium (serambi bagian atas jantung yang membiarkan darah mengalir ke jantung).
KONTRAINDIKASI
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular arrhytmias yang
disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi ;
hypertropic obstructive cardiomyopathy BlokAVtingkat 2dan blok AVtotal.
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma Wolff - Parkinson - White.Fibrilasi
ventrikel.Hipersensitif terhadap digoksin dan penderita dengan riwayat intoleransi terhadap
preparat digitalis.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama PemberianOral, untuk digitalisasi cepat, 1 1,5 mg
dalam dosis terbagi, bila tidak diperlukan cepat, 250500 mikrogram sehari (dosis yang lebih
tinggi harus dibagi).
Dosis pemeliharaan : 62,5 500 microgram sehari (dosis yang lebih tinggi harus dibagi).
disesuaikan dengan fungsi ginjal dan pada atrial fibrilasi , tergantung pada respon denyut
jantung; dosis pemeliharaan biasanya berkisar 125 250 mcg sehari (dosis yang lebih rendah
diberikan pada penderita lanjut usia). Pada kondisi emergensi, loading dose (dosis muatan)
diberikan secara infus intravena , 0,75 1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian dilanjutkan
dosis pemeliharaan melalui oral .
Dewasa:Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis terbagi. Untuk
digitalisasi cepat dimulai 2 - 3 tablet, diikuti 1 -2 tablet tiap 6-8 jam sampai tercapai digitalisasi
penuh. Untuk digitalisasi lambat dan dosis penunjang 1/2-2 tablet sehari (1/2 - 1 tablet pada usia
lanjut),
tergantung
pada
berat
badan
dan
kecepatan
bersihan
kreatinin.
Hati-hati pemberian pada penderita gagal jantung yang menyertai glomerulonefritis akut,
karditis berat, gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat, hipokalsemia, hipomagnesemia,
aritmia atrium yang disebabkan keadaan hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma Wolff Parkinson - White, perikarditis konstriktif kronik, bayi neonatus dan bayi prematur. Blok AV
tidak lengkap pada pasien dengan serangan Stokes - Adams dapat berianjut menjadi Blok AV
lengkap.Jangan digunakan untuk terapi obesitas atau takikardia sinus, kecuali jika disertai gagal
jantung.
Digoksin dapat menimbulkan perubahan ST-T yang pgsitjf semu pada EKG selama
testlatihan.Anoreksia, mual, muntan dan aritmia dapat merupakan gejala penyerta gagal jantung
atau gejala-gejala keracunan digitalis.Bila timbul keracunan digitalis maka pemberian obat
digitalis dandiuretik dihentikan.
EFEK SAMPING
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah,
diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia intestinal ;
gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.
Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala. Gejala toksik pada jantung :
kontraksi ventrikel prematur multiform atau unifocal,takikardia ventrikular, desosiasi AV, aritmia
sinus, takikardia atrium dengan berbagai derajat blokAV. Gejala neurologik : depresi, ngantuk,
rasa lemah, letargi, gelisah, vertigo, bingungdan halusinasi visual. Gangguan pada mata:
midriasis, fotofobia, dan berbagai gangguan visus.Ginekomastia, ruam kulit makulopopularatau
reaksikulit yang lain.
Efek samping lainya Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk :
anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek,
mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash,
isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.
Efek samping biasanya dalam kaitan dengan keracunan Digoxin atau kelebihan dosis dan
biasanya Digoxin dapat diterima dengan baik apabila diberikan sesuai dengan dosis yang
direkomendasikan untuk gagal jantung kongestif (CHF).
Keracunan Digoxin: Efek GI (N/V, anoreksia, diare, sakit di bagian perut) biasanya
merupakan tanda-tanda pertama dari keracunan Digoxin; Tanda-tanda lain dari keracunan
Digoxin: Efek CNS (sakit kepala, kelelahan, sakit di bagian wajah, kelemahan, kepeningan,
kebingungan mental); Gangguan penglihatan (mengaburkan penglihatan, gangguan warna);
Racun bisa menyebabkan efek CV yang serius (memperburuk gagal jantung (HF), arrhythmias,
ditemukan adanya konduksi).Hipokalemia bisa mempengaruhi seseorang pada keracunan
Digoxin. Reaksi hipersensitif yang agak jarang terjadi.
INSTRUKSI KHUSUS:
Dosis rendah Digoxin (62.5 mcg/hari atau 125 mcg setiap hari lainnya) harus
digunakan pada orang yang lebih tua, pasien dengan kerusakan fungsi ginjal atau
pasien dengan massa tubuh rendah (kurus).
Dosis muatan tidak diperlukan pada pasien gagal jantung kongestif (CHF).
Hindari pada pasien dengan kardiomiopati obstruktif kecuali jika ada gagal jantung
akut,
pada
pasien
dengan
sindrom
Wolff-Parkinson-White
(WPW);
tidak
boleh
Absorpsi
:melalui
menyebabkan
difusi
absorpsi
pasif
mengalami
pada
usus
penundaan
halus
bagian
(delay),
tetapi
atas,
tidak
makanan
dapat
mempengaruhi
ionkalsium keintra sel. Efektidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf
otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
Mekanisme Aksi
Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan
meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular : Secara langsung menekan
konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif dan menurunkan konduksi
kecepatn - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan menurunkan
kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat menurunkan sensitifitas dan
meningkatkan toleransi pada serum konsentrasi digoksin yang lebih tinggi.
MONITORING PENGGUNAAN OBAT
Kapan mengukur konsentrasi serum digoksin : konsentrasi serum digoksin harus
dimonitor karena digoksin mempunyai rentang terapi yang sempit ; endpoint therapy sukar
ditentukan dan toksisitas digoksin dapat mengancam jiwa. Kadar serum digoksin harus diukur
sedikitnya 4 jam setelah pemberian dosis intravena dan sedikitnya 6 jam setelah pemberian dosis
oral (optimal 12 24 jam setelah pemberian). Terapi awal (inisiasi): Jika loading dose diberikan:
konsentrasi serum digoksin diukur dalam 12 24 jam sesudah pemberian loading dose awal.
Kadar yang terukur menunjukkan hubungan kadar plasma digoksin dan respon. Jika loading dose
tidak diberikan : konsentrasi serum digoksin ditentukan setelah 3 5 hari terapi. Terapi
pemeliharaan (maintenance ):Konsentrasi harus diukur minimal 4 jam setelah dosis IV dan
paling sedikit 6 jam setelah dosis oral.Konsentrasi serum digoxin harus diukur dalam 5-7
hari(rata-rata waktu steady state) setelah mengalami perubahan dosis. Pemeriksaan dilanjutkan 7
14 hari setelah perubahan ke dalam dosis pemeliharaan (maintenance)
Catatan : pada pasien dengan end-stage renal disease (gagal ginjal terminal) diperlukan
waktu 15 20 hari untuk mencapai steady state. Sebagai tambahan pasien yang menerima obatobat yang dapat menurunkan kalium seperti diuretik, harus dimonitor kadar kalium, magnesium
dan kalsium. Konsentrasi serum digoksin harus diukur jika terdapat kondisi berikut : Apabila
meragukan kepatuhan pasien atau mengevaluasi timbulnya respon klinik yang jelek pada
pengobatan awal.
INTERAKSI OBAT
neomisina,
kolestiramin,
beberapa
obat
kanker,
menghambat
absorpsi
Digoxin adalah suatu obat diperoleh dari foxglove [tumbuhan], Digitalis lanata.Digoxin
digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung
dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk
membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini
termasuk obat dengan TherapeuticWindow sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic
Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit.
Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat
menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak
melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toxic/keracunan). Efek samping pada
pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan,
disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi
kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya
payudara pria)mungkin terjadi.
b. Mekanisme Kerja Digoksin
Mekanisme kerja digoxin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan sodium intracellular yang menyebabkan lemahnya pertukaran
sodim/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular.Hal tersebut dapat mningkatkan
penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot jantung, dan dapat
meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot. Digoxin juga
dapat dapat menimbulkan vagally mediated slowing of AV conduction dan meningkatkan atrial
ventricular
block.
Half
life
digoxin
adalah
30-50
jam.
Pasien dengan hipokalemi, second-degree AV block, third-degree AV block, dan pasien dengan
atrial fibrillation dan juga yang menderita penyakit Wolfe-Parkinson-White syndrome sebaiknya
tidak diberikan digoxin. Digoxin diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu, pasien dengan renal
insufficiency perlu dimonitor secara ketat.
c. Interaksi Makanan dengan Digoksin dan Reaksinya Terhadap Pengobatan
Secara umum, makanan akan berpengaruh terhadap absorbsi
digoxin.
Absorbsi digoxin yang paling baik pada pada sediaan retikulum zat hidro-alkoholik seperti
minuman (beverage).Absorbsi dogoxin dihambat karena adanya makanan dalam saluran cerna,
melambatnya pengosongan lambung dan adanya sindroma malabsorbsi.
Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan.
Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan pektin menurunkan
Colestipol [Colestid]).
Metaclopramide (Maxolon, Octamide PFS, Regulan)
Sulfasalazine (Azulfidine)
Beberapa obat antidiare yang mengandung kaolindan pectin
Bulk laxatives (seperti psyllium, Metamucil atau Citrucel)
Makanan tinggi serat (sepert Bran Muffin) atau suplemen (seperti Ensure)
Jika menggunakan beberapa obat diatas atau mengkonsumsi makanan tinggi serat
bersamaan
dengan
Digoxin
maka
Digoxin
tidak
bisa
bekerja
sewcara
digoksin,
denyut
jantung,
EKG,
fungsi
ginjal
Peringatan
Infark jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada
penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena secara cepat (mual
dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilanInformasi Pasien
Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa faktor, seperti kondisi
pasien, umur dan berat badan.Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan jumlah
dan/ frekuensi pemakaian obat tanyakan pada apoteker atau dokter. Obat ini harus digunakan
secara teratur, biasanya pada waktu yang sama tiap hari dan biasanya pada pagi hari. Dapat
digunakan tanpa makanan.Diperlukan jumlah kalium yang cukup pada dietnya untuk
menurunkan risiko hipokalemia (hipokalemia dapat meningkatkan risiko toksisitas
digoksin).Tes
laboratorium
diperlukan
untuk
memonitor
terapi.Pastikan
hal
ini
dilakukan.Jangan menggunakan OTC seperti antasida, obat batuk, obat influenza, alergi
kecuali atas petunjuk dokter atau apoteker.Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa
berkonsultasi dengan dokter.Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan,
kecuali atas anjuran dokter.Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas
kesehatan sebelum menggunakan obat ini. Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain
tanpa memberitahu dokter yang merawat Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum
obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam dan telah mendekati waktu minum obat
berikutnya jangan minum obat dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan.
Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker .Obat ini hanya digunakan
oleh pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada orang lain.
Perubahan fungsi
Dugaan toksisitas digoksin : Pada permulaan pengobatan atau keputusan menghentikan
terapi dengan obat (amiodaron, kuinidin, verapamil) yang mana berinteraksi dengan digoksin;
jika terapi bersama quinidin dimulai, kadar digoxin harus diukur dalam 24 jam pertama
sesudah mulai terapi dengan quinidin, kemudian sesudah 7 14 hari.Adanya perubahan
penyakit (hypothyroidism).Denyut dan ritme dimonitor melalui pemeriksaan secara periodik
EKG untuk menilai baik efek terapi maupun tanda-tanda toksisitas Monitoring dengan ketat
( terutama pasien yang menerima diuretik atau amphotericin) terhadap penurunan kadar kalium
dan magnesium dan peningkatan kalsium , hal-hal tersebut merupakan pemicu toksisitas
digoksin. Ukur fungsi ginjal.Perhatikan interaksi obat.Obervasi pasien terhadap tanda-tanda
toksisitas nonkardiak, kebingungan dan depresi.
ASETAMINOFEN
Pengertian
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak
digunakan
sebagai
antireumatik.
Parasetamol
merupakan
penghambat
biosintesis
prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
(Mahar Mardjono 1971)
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase.
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda.
Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang
menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.
Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri
ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek
langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen
endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat
pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain,
seperti latihan fisik. (Aris 2009)
Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.
(Cranswick 2000)
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini.
(Yulida 2009)
Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup yang
mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap,
dalam bentuk tablet maupun cairan.
Dosis Paracetamol
Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g per hari, untuk
anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun:
60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. .(Mahar Mardjono 1971)
Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritem
atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia
hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan
adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada dosis
terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru
merupakan masalah pada takar lajak.
Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi karena
Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan.
Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi
akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara
menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.
Mekanisme Toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik,
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan
diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik
meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit
tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu
pada penanggulangan keracunan Parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa
glutation. Dengan proses yang sama Parasetamol juga bersifat nefrotoksik.
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi
hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat menyebabkan
hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20g
bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi
enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit
meningkat.
Gambaran Klinis
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium :
a. Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat.
Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa berkeringat.
b. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus,
nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula
gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria.
c. Stadium III ( 72 - 96 jam )
Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan
terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum.
d. Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi
sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian. (Lusiana Darsono
2002)
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan :
a. Adanya riwayat penggunaan obat.
b. Uji kualitatif: sampel diambil dari urin, isi lambung atau residu di tempat kejadian.
Caranya: 0,5ml sampael + 0,5ml HCL pekat, didihkan kemudian dinginkan,
tambahkan 1ml larutan O-Kresol pada 0,2ml hidrolisat, tambahkan 2ml larutan
ammonium hidroksida dan aduk 5 menit, hasil positip timbul warna biru dengan
cepat. Uji ini sangat sensitive
c. Kuantitatif:
Kadar dalam plasma diperiksa dalam 4 jam setelah paparan dan dapat dibuat
normogram untuk memperkirakan beratnya paparan.
d. Pemeriksaan laboratorium:
Elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, transaminase hati dan prothrombin time.
Penanganan
a. Dekontaminasi
Sebelum ke Rumah Sakit:
Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada
anak-anak dengan waktu paparan 30 menit.
Rumah Sakit:
Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan
melalui pipa nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk
menstimulasi glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan
menghambat metionin.
b. Antidotum
N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan Parasetamol. Nasetil-sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan
mening-katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N-asetilsistein sangat efektif
bila diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.
Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi
absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein