Anda di halaman 1dari 70

BUKU PANDUAN SKILLSLAB

BLOK 3 BIOMEDIK 2

PEMERIKSAAN FISIK DASAR 2

SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA
T.A 2013
1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb

Buku panduan Skill Lab Blok 3 berisi panduan keterampilan yang akan dilatihkan pada

Laboratorium Keterampilan Medik :

Ketrampilan pemeriksaan fisik:

1. Pemeriksaan Fisik Jantung


2. Pemeriksaan Saraf
3. Pemeriksaan Fisik Abdomen
4. Pemeriksaan Fisik Paru

Kami berharap buku ini akan berguna bagi mahasiswa dan instruktur yang terlibat dalam

latihan ketrampilan Medik.

Kami sangat menghargai kepada semua kontributor dalam membantu penulisan buku ini

dan juga ucapan terima kasih kepada ahli dalam pemberian saran dan dukungan yang

berguna untuk kesempurnaan buku ini.

Terimakasih.

Aceh Besar, Januari 2013

Tim Skill Lab


dr. Nanda Desreza

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar .........................................................................................2

Daftar isi ...................................................................................................3

Pendahuluan..............................................................................................5

Dasar pemeriksaan Fisik Jantung .............................................................7

Skill 1. Pemeriksaan Fisik Jantung ...........................................................16

Dasar pemeriksaan Saraf ..........................................................................18

Skill 2. Pemeriksaan Saraf ........................................................................31

Dasar pemeriksaan Fisik Abdomen ..........................................................34

Skill 3. Pemeriksaan Fisik Abdomen .......................................................49

Dasar pemeriksaan Fisik Paru ..................................................................53

Skill 4. Pemeriksaan Fisik Paru ................................................................68

PANDUAN SKILLSLAB FK UNAYA

BLOK 3 BIOMEDIK 2

3
PEMERIKSAAN FISIK DASAR 2

KONTRIBUTOR
Spesialis Paru
Spesialis Penyakit Dalam

PENYUSUN
dr. Nanda Desreza

SKILL LAB FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA
T.A 2013
PENDAHULUAN

Kepentingan
4
o Dengan mempelajari skills ini mahasiswa dapat mengetahui dan mampu

melakukan pemeriksaan fisik Jantung.


o Dengan mempelajari skills ini mahasiswa dapat mengetahui dan mampu

melakukan pemeriksaan Saraf.


o Dengan mempelajari skills ini mahasiswa dapat mengetahui dan mampu

melakukan pemeriksaan fisik Abdomen.


o Dengan mempelajari skills ini mahasiswa dapat mengetahui dan mampu

melakukan pemeriksaan fisik paru.

Karakteristik mahasiswa
o Mahasiswa yang mempelajari skills pada blok 3 (Biomedik 2) ini adalah

mahasiswa tahun pertama (I) semester 1.

Tujuan pembelajaran
o Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik Jantung meliputi inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi.


o Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf meliputi penilaian sensasi

diskriminatif, penilaian sensasi raba halus, penilaian sensasi nyeri, penilaian

sensasi bau.
o Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek tendon, bicep, tricep,

pergelangan, patella, tumit, reflek abdomen.


o Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Abdomen meliputi inspeksi,

auskultasi, palpasi, perkusi.


o Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik paru meliputi inspeksi, palpasi,

perkusi, auskultasi.

5
PENUNTUN SKILLS LAB

DASAR PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Anatomi dan Fisiologi

Jantung dan pembuluh darah besarnya, vena cava inferior dan superior, aorta, arteri dan

vena pulmonalis terletak pada garis tengah thoraks, dikelilingi oleh kedua paru di bagian lateral

dan posterior, dan dibatasi sternum dan rongga iga sentral di bagian anterior. Oesofagus,

melintasi thoraks dari leher hingga rongga abdomen, terletak antara struktur vaskuler garis

tengah denganpermukaan anterior korpus vertebrae. Rangka dada tediri dari 12 vertebra torakal,

12 pasang iga, klavikula dan sternum.

6
Perikardium yaitu Suatu kantong perikard fibrosa, yang menutupi seluruh permukaan

jantung, dipisahkan dari permukaan jantung oleh ruang yang berisi 15-30 cc cairan. Ruang ini

untuk mencegah pergesekan dan proteksi luar jantung saat berkontraksi dan berelaksasi sesuai

dengan siklus jantung.

Ruang Jantung memiliki empat ruang. Dinding yang relatif tipis adalah atrium yang

menerima darah vena dari sirkulasi vena sistemik (atrium kanan) dan dari paru (atrium kiri).

Dari masing-masing atrium darah dipompakan ke dalam masing-masing ventrikel. Ventrikel

kanan membawa darah kotor ke dalam sirkurasi purmonal; ventrikel kiri menerima darah bersih

untuk disalurkan ke sirkulasi sistemik.

Katup Jantung, Kedua katup atrioventrikular memisahkan atrium dengan ventrikel. Katup

trikuspid yang berdaun tiga memungkinkan darah masuk dari atrium kanan ke dalam ventrikel

kanan, dan katup mitralis yang memiliki dua daun terletak antara atrium kiri dengan ventrikel

kiri. Dua buah katup yang mengatur jalan keluar dari jantung; biasanya keduanya mempunyai

tiga daun dan secara kolektif disebut sebagai katup-katup semilunaris. Katup pulmonal yang

memungkinkan darah kotor masuk ke dalam arteri pulmonalis, kemudian masuk ke dalam paru

untuk mendapatkan oksigen dan melepaskan karbondioksida. Katup aorta, memungkinkan darah

bersih meninggalkan ventrikel kiri, masuk ke dalam aorta, lalu dibawa ke sirkulasi sistemik.

Setelah dilakukan penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada anterior dilakukan

ketika pasien tidur terlentang dengan kepala sedikit diangkat 30 derajat, dan pasien diharuskan

rileks. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha membayangkan daerah jantung yang

diproyeksikan pada dinding dada. Jika pasiennya laki-laki, pakaiannya harus dibuka sampai

sebatas pinggang. Jika wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah

7
pemaparan payudara yang tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan

pasien. Kemudian pemeriksaan dimulai dengan:

A.INSPEKSI

-Inspeksl Ekspresi Wajah Pasien

Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti: pasien dalam keadaan sakit (ringan s/d

berat), pucat, berkeringat, sesak saat istirahat, tanda-tanda sianosis sentral atau anemia di

konjungtiva, dan ikterus di sklera.

-Inspeksi Anggota Gerak

Adanya jari tabuh (clubbing finger), perdarahan splinter, kulit lengan, kuku dan sianosis

perifer.

-Inspeksi Leher

Di samping pelebaran kelenjar tiroid pemeriksa juga melihat adanya distensi vena

jugularis, dimana pasien diminta berada pada posisi semifowler dengan kepala sedikit miring

menjauh dan sisi yang sedang diperiksa.Penerangan dengan menggunakan cahaya tangensial

(cahaya dan samping) untuk mernbentuk bayangan kecil di sepanjang leher, hal ini untuk

memungkinkan pengamatan gerakan gelombang nadi dengan baik.

-Inspeksi Dada

Pasien terlebih dahulu berada dalam posisi nyaman yaitu telentang semifowler.

Penerangan harus cukup baik pada dinding dada depan agar inspeksi prekordium dapat

dilakukan secara adekuat. Di samping adanya jaringan parut pada dinding dada, pemeriksa

mencari pulsasi yang terlihat pada keenam area prekordium: sternoklavikular, aortik, pulmonik,

ventricular dekstra, ventrikular sinistra dan epigastrik, serta memperkirakan titik impuls

8
maksimum khususnya di dalam area ventrikular sinistra. Pemeriksa juga mengamati gerakan

dinding dada yang berhubungan dengan peristiwa siklus jantung.

B. PALPASI

Melanjutkan pemeriksaan fisik palpasi nadi perifer dan prekordium. Pasien dipastikan

dalam posisi yang nyaman, diselimuti dengan tepat dan tetap hangat. Pastikan tangan pemeriksa

juga hangat dan menggunakan tekanan yang ringan sampai sedang untuk palpasi.

-Palpasi Nadi

Palpasi nadi karotis, brakhialis, radialis, femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan tibialis

posterior. Arteri-arteri tersebut dekat dengan permukaan tubuh dan terdapat diatas tulang

sehingga mudah untuk dipalpasi. Palpasi harus dilakukan secara bilateral (setara dan sinkron) di

kedua pergelangan tangan dan dinilai: kecepatan, irama, isi dan karakter. Gelombang nadi

normal mempunyai dua komponen sistol dan diastole dengan regularitas tertentu. Denyut radialis

biasanya dinilai dalam 15 detik untuk menghitung frekuensinya (kali/menit) bila denyutnya

reguler. Isi denyut harus diperiksa apakah amplitudonya terasa kecil atau besar. Isi denyut yang

kecil menunjukkan isi sekuncup yang kecil dan curah jantung berkurang, isi denyut yang besar

menunjukkan lsi sekuncup ventrikel kiri yang besar.

Karakter nadi mengacu pada bentuk gelombang nadi. Karakter tersebut paling baik

dinilai di arteri brakhialis atau karotis karena ukuran dan letraknya yang dekat dengan jantung.

Gelombang nadi sangat dipengaruhi oleh transmisi melalui percabangan arteri dan kelainan

tertentu lebih mudah dideteksi di satu tempat daripada tempat lain. Cara memeriksa nadi

femoralis yang paling baik adalah dengan pasien membuka baju dan berbaring datar. Pemeriksa

9
harus menggunakan ibu jari untuk menekan kuat pada titik mid-inguinal dan ditentukan apakah

nadi radialis sinkron dengan femoralis.

Denyut nadi poplitea terletak di dalam fossa poplitea dan paling baik dipalpasi dengan

menekan arteri tersebut ke permukaan posterior ujung distal femur dengan ujung jari kedua

tangan. Pasien diminta berbaring terlentang dengan lutut menekuk. Posisi perabaan nadi dorsalis

pedis dan tibialis adalah terletak pada lokasi anatomi pembuluh darah tersebut.

-Palpasi Tekanan Vena Jugularis

Kemampuan menilai fungsi jantung dan volume darah yang dipompakan dapat tergambar

melalui penilaian tekanan vena jugularis/jungular venous pressure (JVP). Vena-vena servikalis

membentuk suatu manometer berisi darah yang berhubungan dengan atrium kanan dan dapat

digunakan untuk mengukur tekanan rata-rata atrium kanan . Selain itu, vena-vena servikalis

tersebut dapat memberikan informasi mengenai bentuk gelombang pada atrium kanan.

Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum. Umumnya

tekanan tersebut setinggi sudut sternum, bila tinggi tekanan di 2 cm di atas sudut stemum pada

pasien yang berbaring pada sudut 45 derajat, tekanannya dianggap normal.

-Palpasi Prekordium

Iktus kordis adalah titik terjauh ke arah kiri dan bawah, tempat impuls jantung.

Ditentukan melalui palpasi menggunakan telapak tangan dan ujung jari dengan pasien berbaring

45 derajat. Iktus kordis normal terletak di sela antar iga ke-5 dan garis midklavikula. Bila teraba

jauh keluar, berarti ada pembesaran 1 atau 2 ventrikel atau pergeseran jantung ke kiri akibat

deformitas thoraks atau penyakit paru. Penilaian dilanjutkan kepada kualitas denyut, iktus kordis

yang kuat menunjukkan adanya peningkatan curah jantung. Denyut yang teraba perlu

10
dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan bimanual, yaitu meletakkan telapak tangan kiri

di batas sternum dengan tangan kanan meraba iktus kordis.

C. PERKUSI

Tindakan perkusi biasanya tidak bermanfaat kecuali dalam menentukan posisi

mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum akibat hambatan aliran udara atau kolaps paru

kanan yang dicurigai melalui anamnesa penyakit paru kronik atau ditemukan bukti melalui

pemeriksaan fisik thoraks atau paru. Pada perkusi biasanya bunyi hasil ketukan dapat berupa

redup jantung dengan membandingkan terhadap lingkungan atau area disekitarnya.

Pemeriksaan perkusi jantung

Mencari batas jantung relatif dan absolut:

1. Perkusi batas atas dan Jantung

Normal di ICR III. Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor memendek

2. Perkusi batas kiri dari Jantung (lateral ke medial)

Normal di ICR V, satu jari didalam linea mid clavicula. Perubahan nada perkusi dari

sonor menjadi sonor memendek.

3. Perkusi batas jantung kanan (laterale medial)

Normal di Linea Pars Sternalis kanan, atau satu-dua jari sebelah kanan Mid Sternal Line.

Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor memendek, harus diperkusi perlahan-

lahan.

- Sesudah itu dicari Batas Jantung Absolut, yang letaknya kira-kira 2 jari didalam batas

jantung relatif. Perkusi dengan perlahan-lahan. Perubahan nada perkusi dari Sonor

memendek menjadi Beda.


- Diperhatikan apakah jantung membesar ke kanan atau ke kiri.

11
D. AUSKULTASI

Stetoskop berfungsi menyalurkan suara dari dinding dada disertai eksklusi bising lain dan

memperkuat bunyi berfrekuensi tertentu. Bel dipakai untuk mendeteksi bunyi bernada rendah,

sedangkan diafragma memperkuat bunyi bernada yang lebih tinggi. Pada awalnya, pemeriksa

perlu mendengarkan bunyi di apek dengan menggunakan bel dan diafragma untuk mencari

bising nada rendah stenosis mitral dan bising pansistolik regurgitasi mitral. Lalu mendengarkan

daerah-daerah klasik dengan menggunakan diafragma.

Daerah-daerah ini adalah:

Tepi sternum kiri :bising trikuspid

Sela antara iga kedua kiri : bising pulmonal

Sela antar iga kedua kanan : bising aorta

Bunyi jantung dibedakan menjadi:

A. Bunyi Jantung Utama

Terdiri dari : Bunyi jantung (BJ) I, II, III dan IV.

1. Bunyi Jantung I

Ditimbulkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral.

Pada keadaan normal terdengar tunggal.


Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I:
- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan cepat, makin keras

bunyinya.
- Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat

terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akseterasi darah yang keluar dari

ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I. Sebaliknya, makin lebar terbu kanya katup

12
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan

katup lebih cepat.


- Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus, BJ lebih keras

terdengar dibandingkan pasien gemuk. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum,

BJ akan terdengar lebih lemah.


- Untuk membedakan BJ I dengan BJ II, pemeriksaan auskultasi dapat disertai dengan

pemeriksaan nadi. BJ I akan terdengar bersamaan dengan denyutan nadi.

2. Bunyi jantung II

Timbul karena getaran menutupnya katup semilunar Aorta maupun Pulmonal. Pada

keadaan normal, terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi dengan

pernapasan pada anak-anak atau orang muda.

3. Bunyi jantung III

Disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid filling

phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda atau keadaan

dimana compliance otot ventrikel menurun (hipertrofi atau dilatasi).

4. Bunyi jantung IV

Disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang compliance

menurun. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien, misalnya pada atrial fibrilasi, maka

bunyi jantung IV tidak terdengar. Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup

dimana bunyi tersebut didengar. Ml berarti bunyi jantung I di daerah mitral. P2 berarti bunyi

13
jantung II di daerah pulmonal. Bunyi jantung I normal akan terdengar jelas di daerah apeks,

sedangkan bunyi jantung II dikatakan mengeras jika intensitasnya terdengar sama keras dengan

bunyi jantung I di apeks.

B. Bunyi Jantung Tambahan

Merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau aliran darah yang

dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.


Terdiri dari:
- Klik Ejeksi (Ejection click) : adalah bunyi yang disebabkan karena pembukaan katup

semilunar pada stenosis/menyempit.


- Ketukan Perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/gerakan

perikardial pada perikarditis/efusi perikard.

C. Bising Jantung (Murmur)

Merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi, perbedaan

antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya bunyi/getaran berlangsung.
Terdiri-dari:
- Bising holosistolik : mengisi seluruh fase siklus jantung. Ditemukan pada mitral

insufisiensi atau ventricular septal defect (VSD). Bising sistolik diastolik: mengisi baik

fase sistolik maupun diastolik siklus jantung.


- Bising sistolik : terdengar pada fase sistolik, ditemukan pada : Atrial Stenosis (AS),

Pulmonal Stenosis (PS), Ventrikular Septal Defect (VSD), Mitral lnsufisiensi (MI).
- Bising diastolik : terdengar pada fase diastolik, misalnya pada lnsufisiensi Aorta (AI).
- Terdengar terus menerus (continous murmur), misalnya pada Patent Ductus Arteriosus

(PDA).
- Bising yang tedengar pada sebagian dari suatu fase siklus jantung :
o Late systolic murmur, misalnya pada prolaps katup mitral.
o Early diastolic murmur, misalnya pada aorta insufisiensi (Al) atau pulmonal

insufisiensi (Pl).

14
o Late diastolic murmur, misalnya pada mitral stenosis.

SKILL 1
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

No Aspek penilaian Nilai


0 1 2
A MELAKUKAN PERSIAPAN SEBELUM
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

1 Memberikan salam, saling memperkenalkan diri


2 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari
rasa takut dan strees sebelum pemeriksaan
3 Memberi informasi dan penjelasan dengan jelas,
jujur tentang pemeriksaan cara dan tujuan dilakukan
pemeriksaan.
4 Memberi penjelasan tentang kemungkinan adanya
rasa sakit dan tidak nyaman selama pemeriksaan
serta meminta izin untuk melakukan pemeriksaan
5 Berdiri disebelah kanan pasien
6 Meminta pasien untuk membuka pakaian (baju)/
sebagian

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG


Melakukan inspeksi

7 Perhatikan Muka; apakah pasien tampak pucat,


berkeringat, kesakitan, sesak nafas, dan adanya
tanda sianosis sentral.
8 Perhatikan anggota gerak; apakah adanya clubbing
finger dan sianosis perifer.
9 Perhatikan leher; Apakah adanya pembesaran

15
kelenjar tyroid, distensi vena jugularis
10 Perhatikan dinding dada; apakah adanya jaringan
parut, menilai pulsasi denyut jantung, gerakan
dinding dada.

Melakukan Palpasi

11 Melakukan pemeriksaan nadi (dilakukan secara


bilateral); menilai kecepatan, irama, pengisian
12 Menilai Palpasi Ictus cordis
13 Menilai tekanan vena jugularis

Melakukan perkusi

14 Melakukan perkusi batas paru jantung, kiri atas, kiri


bawah, kanan.

Melakukan Auskultasi

15 Mendengarkan suara jantung pada katup pulmonal,


aorta, tricuspid, mitral
16 Melaporkan hasil pemeriksaan dan memberikan
penjelasan lebih lanjut

Keterangan Skor:

0 = Tidak dilakukan sama sekali


1 = Dilakukan dengan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna

Aceh Besar, Januari 2013

Mahasiswa Instruktur

( .. ) ( .)

16
PENUNTUN SKILLS LAB

DASAR PEMERIKSAAN NEUROLOGI

(Pemeriksaan sensasi dan Refleks)

Pemeriksaan Fungsi Sensorik

Adanya gangguan pada otak, medula, spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan

gangguan sensorik. Seorang penderita dapat mengeluhkan sensibilitas seperti rasa kebas, baal,

hilangnya rasa raba, hilangnya rasa nyeri, tidak bisa membedakan rasa panas atau dingin, tidak

mampu mengetahui pergerakan dan posisi sendi, dan tidak mampu mengetahui rasa getar pada

permukaan kulit. Namun, kadang-kadang penderita juga mengeluhkan gangguan sensorik yang

ekstrim, dimana respon yang timbul melebihi intensitas rangsangan yang diberikan. Misalnya

penderita mengeluhkan sangat nyeri saat dirangsang nyeri ringan, atau intensitas rasa raba yang

meningkat. Dalam hal ini, pemeriksa hendaknya mampu mengenal dan menginterpretasikan

kelainan yang ditemukan serta mengaitkannya dengan topik kelainan pada sistem saraf.

Pemeriksaan sensorik terbagi atas pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif (superfisialis)

dan proprioseptif. Pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif terdiri dari sensibilitas taktil, sensibilitas

nyeri, dan sensibilitas suhu. Sedangkan pemeriksaan sensibilitas proprioseptif terdiri dari

sensibilitas posisi sendi, sensibilitas getar, sensibilitas tekan dan nyeri dalam.

17
Dalam penilaian sistem sensorik, perlu dipahami pola-pola distribusi sensorik pada kulit,

yang disebut dermatom. Pada kelainan sensorik akibat gangguan sistem saraf pusat, ditemukan

gangguan sensibilitas dengan pola dermatom berbatas tegas. Sedangkan gangguan system saraf

perifer akan menyebabkan kelainan sensibilitas dengan pola dermatom tidak berbatas tegas.

PROSEDUR KERJA

Sehubungan dengan pemeriksaan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus

dipahami terlebih dahulu :

1. Pemeriksaan sensorik membutuhkan konsentrasi penuh dan kerjasama yang baik antara

pemeriksa dan penderita.

2. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam (komposmentis dan kooperatif). Penderita tidak

boleh dalam keadaan lelah, karena kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta

memperlambat waktu reaksi.

3. Prosedur pemeriksaan harus benar-benar dimengerti oleh penderita. Dengan demikian cara

dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti

olehnya.

4. Hendaknya terlebih dahulu mengajarkan pemeriksaan dan mencontohkannya pada pasien,

kemudian menilai apakah pasien mengerti dan mampu merespon pemeriksaan sesuai dengan

yang diharapkan.

5. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota

gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip

serta perubahan sikap tubuh. Mungkin pula muncul dilatasi pupil, nadi yang lebih cepat dari

semula, keluar banyak keringat.

18
6. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-

perbedaan sensasi yang ringan dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.

7. Perlu ditekankan disini tentang azas simetris : pemeriksaan bagian kiri harus selalu

dibandingkan dengan bagian kanan. Juga perlu dipahami tentang azas ekstrem :

pemeriksaan dikerjakan dari Ujung atas dan Ujung bawah kearah pusat. Hal ini untuk

menjamin kecermatan pemeriksaan.

8. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap

bagian tubuh, dan pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan

demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang pada hari berikutnya.

9. Pemeriksaan fungsi sensorik hendaknya dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa),

menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/tujuan, tanpa menyakiti penderita dan

penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.

10. Perlu ditekankan disini bahwa hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak dapat

dipercaya, membingungkan atau sulit dinilai. Dengan demikian kita harus hati-hati dalam hal

penarikan kesimpulan.

I. Pemeriksaan Sensasi Taktil

Alat yang dipakai : kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila peralatan tidak tersedia,

pemeriksaan dapat dilakukan dengan jari tangan yang disentuhkan ke kulit secara halus sekali.

Cara pemeriksaan :

1. Mata penderita dalam keadaan tertutup.

2. Lakukan stimulasi seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan

subkutan.

19
3. Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan dan telapak kaki yang kulitnya

lebih tebal.

4. Selama pemeriksaan, minta penderita untuk menyatakan Ya atau Tidak apabila dia

merasakan atau tidak merasakan adanya rangsangan, dan sekaligus juga diminta untuk

menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang. Selain itu juga dinilai apakah

terdapat perbedaan intensitas rangsangan pada daerah yang simetris, misalnya telapak tangan kiri

dengan telapak tangan kanan.

5. Hendaknya pemeriksaan dilakukan pada kulit yang tidak berambut, karena gesekan pada

rambut juga memberikan sensasi yang menyerupai sensasi taktil.

6. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada daerah yang terdapat kelainan ke daerah yang

sensasinya normal.

Beberapa istilah sehubungan dengan kelainan sensasi taktil antara lain :

a. Kehilangan sensasi taktil dikenal sebagai anestesia.

b. Berkurangnya sensasi taktil dikenal sebagai hipoestesia atau hipestesia.

c. Sensasi taktil yang meningkat dikenal sebagai hiperestesia.

II. Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial

Alat yang dipakai dapat berupa jarum biasa, peniti, jarum pentul atau jarum yang terdapat

pada pangkal palu refleks. Stimulator listrik atau panas tidak dianjurkan.

Cara Pemeriksaan:

1. Pemeriksaan terlebih dahulu mencobakan tusukan jarum tadi terhadap dirinya sendiri, dan

mencontohkannya pada penderita.

2. Mata penderita tertutup.


20
3. Dilakukan penekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai

menimbulkan perlukaan.

4. Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala jarum secara

bergantian, sementara itu penderita diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai dengan

pendapatnya, apakah terasa tajam atau tumpul.

5. Penderita juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman

rangsangan di daerah yang simetris.

6. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun maka rangsangan dimulai dari daerah

tadi menuju ke arah yang normal.

7. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah

tadi ke arah yang normal.

Beberapa istilah sehubungan dengan gangguan sensasi nyeri superfisial adalah:

a. Analgesia menunjukkan daerah yang tidak sensitif terhadap rangsang nyeri.

b. Hipalgesia menunjukkan sensitivitas yang menurun.

c. Hiperalgesia menunjukkan peningkatan sensitivitas.

REFLEKS

Pakar yang pertama kali diketahui menggunakan kata refleks ialah Rene Descartes, pada

tahun 1662" la melukiskan refleks memejam (refleks ancam), pada refleks ini, suatu pukulan

yang diancamkan ke mata menyebabkan mata dipejamkan. Kata refleks dibentuk dari : melihat

objek yang mendekat memberikan refleksi di otak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

reflex ialah jawaban atas rangsang.

21
Refleks neurologik bergantung pada suatu lengkungan (lengkung refleks) yang terdiri

atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta

hubungan antara komponen ini. Misalnya: refleks tendon lutut timbul karena adanya rangsang

(ketokan), reseptor, serabut aferen, ganglion spinal, neuron perantara, sel neuron motorik, serabut

eferen dan efektor (otot). Hal ini dinamakan lengkung refleks (reflex arc) (lihat gambar 8- 1 dan

8 - 2). Bila lengkung ini rusak maka refleks akan hilang. Selain lengkungan tadi diidapatkan pula

hubungan dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang tugasnya memodifikasi refleks

tersebut. Bila hubungan dengan pusat yang lebih tinggi ini terputus, misalnya karena kerusakan

pada sistem pyramidal, hal ini akan mengakibatkan refleks meninggi.

1. Jenis Refleks

Bila dibandingkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya, misalnya pemeriksaan

sensibilitas, maka pemeriksaan refleks kurang bergantung kepada kooperasi pasien. lni dapat

dilakukan pada orang yang menurun kesadarannya, bayi, anak, orang yang rendah intelegensinya

dan orang yang gelisah. Itulah sebabnya pemeriksaan refleks penting nilainya, karena lebih

objektif dari pemerikasaan lainnya. Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam

refleks,yaitu refleks dalam dan refleks superfisial.

Refleks Dalam (refleks regang otot)

Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan rangsangan, dan sebagai

jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle

stretch reflex). Nama lain bagi refleks dalam ini ialah refleks tendon, refleks periostal miotatik

dan refleks fisiologis.

22
Refleks dalam dapat dinamai menurut otot yang bereaksi atau menurut tempat

merangsang, yaitu tempat insersio otot. Misalnya refleks kuadriseps femoris disebut juga refleks

tendon lutut atau refleks patela.Telah dikemukakan di atas bahwa timbulnya refleks ini ialah

karena teregangnya otot oleh rangsang yang diberikan dan sebagai jawaban otot berkontraksi,

rasa-regang (ketok) ini ditangkap oleh alat penangkap (reseptor rasa-praprioseptif karena itu

refleks ini juga dinamai refleks proprioseptif. Contoh dan refleks dalam ialah reflex kuadriseps

femoris, glabela.

2. Refleks Superfisialis

Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa mengakibatkan

berkontraksinya otot yang ada di bawahnya atau di sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya

otot seperti pada reflex dalam

3. Tingkat Jawaban Refleks

Jawaban refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat, yaitu :

- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali

: kurang jawaban, jawaban lemah

+ : jawaban normal

++ : jawaban berlebih, refleks meningkat

Tidak ada batas yang tegas antara tingkat refleks yang dikemukakan di atas, yaitu : tidak

ada batas yang tegas antara refleks lemah, refleks normal dan refleks meningkat. Bila refleks nya

negatif, hal ini mudah dipastikan. Pada refleks yang meninggi, daerah tempat memberikan

23
rangsang biasanya bertambah luas. Misalnya refleks kuadriseps femoris, bila ia meninggi, maka

tempat merangsang tidak saja di tendon di patella.Tetapi dapat meluas sampai tulang tibia.

Kontraksi otot pun bertambah hebat, sehingga mengakibatkan gerakan yang kuat pada

persendiannya. Jika meningginya refleks hebat, kadang-kadang didapatkan klonus, yaitu otot

berkontraksi secara klonik. Pada refleks yang lemah, kila perlu mempalpasi otot untuk

mengetahui apakah ada kontraksi.

Kadang-kadang kita perlu pula melakukan sedikit upaya untuk memperjelas refleks yang

lemah. Hal ini misalnya dilakukan dengan membuat otot yang diperiksa berada dalam kontraksi

enteng sebelum dirangsang. Misalnya bila kita hendak memeriksa refleks kuadriseps femoris,

kita suruh pasien mendorongkan tungkai bawahnya sedikit kedepan sambil kita menahannya,

baru kemudian kita beri rangsang (ketok) pada tendon di patella. Selain itu, juga perhatian

penderita perlu dialihkan, misalnya dengan menyuruhnya menarik pada kedua tangannya yang

saling bertautan.

Refleks yang meninggi tidak selalu berarti adanya gangguan palologis, tetapi bila refleks

pada sisi kanan berbeda dari sisi kiri, besar sekali kemungkinan bahwa hal ini disebabkan oleh

keadaan patologis. Simetri memang penting dalam penyakit saraf. Kita mengetahui bahwa

simetri sempurna tidak ada pada tubuh manusia. Walaupun demikian, banyak pemeriksaan

neurologis didasarkan atas anggapan bahwa bagian tubuh adalah sama atau simetris (secara

kasar). Tiap reflex dalam dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini tidak selalu berarti

adanya lesi piramidal. Lain halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris. Karenanya harus

diingat bahwa: Pada pemeriksaan refleks jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang

simetris (kiri dan kanan). Asimetri dapat menunjukkan adanya patologis.

24
4. Pemeriksaan reflex

Sebetulnya banyak refleks yang dapat dibangkitkan; Tiap otot bila diketok pada

insersinya akan berkontraksi dan merupakan suatu refleks. Kami hanya mengemukakan refeks

yang lazim diperiksa pada perneriksaan rutin.

Refleks glabela.

Pukulan singkat pada glabela atau sekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi

singkat kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini berkurang atau

negatif sedangkan pada syndrom Parkinson reffeks ini sering meninggi. Pusat refleks ini terletak

di pons.

Refleks rahang bawah (jaw refleks).

Penderita disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa diternpatkan

melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk dikelok dengan kefok-refleks (refleks hammer) yang

mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut merapat. Pusat refleks ini terletak

di pons.

Refleks biseps.

Kita pegang tangan pasien yang disemifleksikan sambil mengepalkan ibu jari di atas

tendon otot biseps. Ibu jari kemudian diketok, hal ini mengakibatkan gerakan fleksi lengan

bawah. Pusat refleks ini terletak di C5 - C6.

25
Refleks Triseps.

Kita pegang lengan bawah pasien yang difleksikansetengah (semifleksi). Setelah itu,

diketok pada tendon insersi m.triseps, yang berada sedikit di atas olecranon. Sebagai jawaban ini

lengan bawah mengadakan gerakan ekstensi. Lengkung refleks melalui nervus radialis yang

pusatnya lerletak di C6-C8.

Refleks brakhioradialis (refleks radius).

Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan sedikit. Kemudian diketok pada prosesus

stiloideus radius. Sebagai jawaban lengan bawah akan berfleksi dan bersupinasi. Lengkung

refleks melalui nervus radialis, yang pusatnya terletak di C5-C6.

Refleks ulna.

Lengan bawah di semifleksi dan semipronasi. Kemudian dikelok pada prosesus

stiloideus dari ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada lengan bawah dan kadang-

kadang juga gerakan aduksi pada pergelangan tangan. Lengkung refleks, melalui nervus

medianus yang pusatnya ferlelak di C5-Th1.

Refleks fleksor jari-jari.

Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan dan jan-jari

difleksikan sedikit. Telunjuk pemeriksa ditempelkan menyilang pada permukaan volar tulang

jari-jari. Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada keadaan normal, jari-jari pasien akan

26
berfleksi enteng demikian juga tulang akhir ibu jari. Pada lesi piramidal, fleksi jari-jari lebih

kuat. Nilai patologiknya lebih penting jika terdapal asimetri antara jari kanan dan kiri.

Lengkung refleks ini melalui nervus medianus dan nervus ulnaris yang pusatnya terlelak

di C6-Th1. Refleks-dalam dinding perut. Dinding perut pasien, yang disuruh berbaring, ditekan

sedikit dengan jari telunjuk atau dengan penggaris kemudian diketok. Otot dinding perut akan

berkontraksi.Terlihat pusar akan bergerak ke arah otot yang berkontraksi. Lengkung refleks ini

melalui Th6 -Th12.

Pada orang normal, kontraksi dinding perut sedang saja, pada orang yang penggeli reaksi

ini dapat kuat. Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau bersama-

sama dengan refleks superfisialis dinding perut.

Bila refleks-dalam dinding perut meninggi, sedang refleks superfisialisnya negatif, maka

hal ini dapat menandakan adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih atas dari Th .6.

Refleks kuadriseps femoris (refleks tendon lutut, refleks patella).

Kata KPR masih sering digunakan untuk refleks ini, yaitu singkatan dari bahasa Belanda.

Kniepeesreflex yang berarti refleks tendon lutut. Pada pemeriksaan refleksi ini, tungkai

difleksikan dan digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur. Kemudian diketok pada tendon

muskulus kuadriseps femoris, di bawah atau di atas patella, (biasanya di bawah patella).

Kuadriseps femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai bawah,

Lengkung refleks ini melalui L2, L3, L4.

Refleks triseps sure (refleks tendon Achilles).

27
Dalam bahasa Belanda refleks ini disebul Achilleepeesreflex, disingkat APR. Singkatan

APR masih sering digunakan di lndonesia. Tungkai bawah difleksikan sedikit,kemudian kita

pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu,

tendon Achilles diketok. Hal ini berkontraksinya triseps sure dan memberikan gerak fleksi pada

kaki. Lengkung refleks ini melalui S1, S2.

5. Refleks Superfisialis

Refleks kornea.

Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing. Hal ini

mengakibatkan dipejamkannya mata (m.orbikularis okuli). Pada pemeriksaan ini harus dijaga

agar datangnya ke mata tidak dilihat oleh pasien, misalnya dengan menyuruhnya melirik arah

yang berlawanan dengan arah datangnya kapas, gangguan nervus V sensorik, refleks ini negative

atau berkurang. Sensibilitas kornea diurus oleh nervus V sensorik cabang oftalmik.Refleks

kornea juga akan menghilang atau berkurang bila terdapat kelumpuhan m. orbikularis okuli yang

disarafi oleh nervus VII (fasialis).

Refleks dinding perut superfisialis.

Pada lengkung refleks ini rangkaian neuron suprasegmental juga dilibatkan, sehingga bila

terdapat kerusakan suprasegmental, refleks dinding perut ini menjadi negatif. Refleks ini

dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda yang agak runcing, misalnya

kayu geretan atau kunci. Bila positif, maka otot (m.rektus abdominis) akan berkontraksi. Refleks

ini dilakukan pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otol yang berkontraksi

28
diinenvasi oleh Th 6, Th 7), perut bagian atas (Th 7, Th 9), perut bagian tengah (Th 1, Th 11),

perut bagian bawah (Th 11 . Th 12 dan lumbal atasl. Pada kontraksi otot. Terlihat pusar bergerak

ke arah otot yang berkontraksi.

Refleks superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita normal yang banyak anak

(sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian juga pada orang gemuk dan orang lanjut

usia, juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun. Pada orang muda yang otot-otot dinding

perutnya berkembang baik, bila refleks ini negatif. Hal ini mempunyai nilai patologis. Bila

refleks dinding perut superfisialis negatif disertai refleks-dalam dinding perut yang meninggi hal

ini menunjukkan adanya lesi traktus piramidalis di tempat yang lebih atas dariTh 6.

Refleks dinding perut superfisialis biasanya lekas lelah, la akan menghilang setelah

beberapa kali dilakukan. Refleks kremaster. Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores

atau menyentuh bagian medial pangkal paha. Telihat skrotum berkontraksi. Pada lesi traktus

piramidalis, refleks ini negatif. Refleks ini dapat negatif pada orang lanjut usia, penderita

hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimitis. Lengkung refleks melalui Ll, L2.

Refleks anus superficialis.

Bila kulit di sekitar anus dirangsang, misalnya dengan tusukan ringan atau goresan, hal

ini mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi. Lengkung refleks ini melalui SS2 - S4,

S5.

29
SKILL 2
PEMERIKSAAN SARAF (Neurologi)

No Aspek penilaian Nilai


0 1 2
A MELAKUKAN PERSIAPAN SEBELUM
PEMERIKSAAN SARAF
1 Memberikan salam, saling memperkenalkan diri
2 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari
rasa takut dan strees sebelum pemeriksaan
3 Memberi informasi dan penjelasan dengan jelas,
jujur tentang pemeriksaan cara dan tujuan dilakukan
pemeriksaan.
4 Memberi penjelasan tentang kemungkinan adanya
rasa sakit dan tidak nyaman selama pemeriksaan
serta meminta izin untuk melakukan pemeriksaan
5 Berdiri disebelah kanan pasien
6 Meminta pasien untuk membuka pakaian (baju)
sebagian

B PEMERIKSAAN SENSASI TAKSTIL


7 Mintalah klien untuk menutup mata
8 Berikanlah rangsangan secara ringan tanpa
memberikan tekanan subkutan
9 Mintalah klien untuk menyatakan YA atau
TIDAK pada setiap rangsangan
10 Mintalah pasien menyebutkan daerah yang di
rangsang
11 Mintalah pasien membedakan dua titik yang di
rangsang

C PEMERIKSAAN SENSASI NYERI


SUPERFISIAL
12 Mintalah Pasien untuk menutup mata
13 Cobalah terlebih dahulu jarum yang akan di gunakan
pada diri sendiri
14 Buatlah tekanan pada kulit pasien seminimal
mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan

30
15 Jangan menanyakan pada klien: apakah anda
merasakan ini atau pakah ini runcing?
16 Gunakan ujung jarum untuk membuat rangsangan
terhadap kulit dan kepala jarum secara bergantian,
sementara itu mintalah pasien untuk menyatakan
sensasinya sesuai dengan pendapatnya
17 Mintalah klien untuk menyatakan juga apakah
terdapat perbedaan intensiatas ketajaman
rangsangan di daerah yang berlainan
18 Apabila di curigaiada daerah yang sensasinya
menurun maka mulailah rangsangan dari daerah tadi
menuju arah yang normal

D PEMERIKSAAN SENSASI SUHU


19 Mintalah klien untuk berbaring (pemeriksaan lebih
baik di lakukan dalam posisi berbaring)
20 Mintalah klien untuk menutup mata
21 Cobalah terlebih dahulu tabung panas/dingin pada
kulit anda.
Tempelkan tabung pada kulit klien dan mintalah
klien untuk menyebutkan apakah terasa dingin atau
panas
22 Sebagai variasi pasien di minta untuk menyatakan
rasa hangat
23 Tentukanlah apakah sensasi klien normal atau tidak.
(pada orang normal adanya perbedaan suhu 2-5C
sudah mampu untuk mengenalinya)

E PEMERIKSAAN REFLEKS BISEPS


24 Mintalah penderita duduk dengan santai
25 Fleksikanlah lengan penderita dengan lengan bawah
dalam posisi antara fleksi dan ekstensi serta sedikit
pronasi
26 Letakkan siku penderita pada lengan pemeriksa
27 Letekkan ibu jari pemeriksa pada tendo biseps
penderita lalu pukul denganlah tendo tersebut
dengan reflek hammer

F PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS


28 Mintalah penderita duduk dengan santai
29 Tempatkan lengan bawah penderita dengan posisi
anrata fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
30 Mintalah penderita merileksasikan lengan bawah
nya sepenuhnya
31 Pukullah tendo otot triseps pada fosa olekrani

31
G PEMERIKSAAN REFLEKS
BRAKHIORADIALIS
32 Mintalah penderita duduk dengan santai
33 Tempatkanlah lengan bawah penderita dalam posisi
antara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
34 Letakkan lengan bawah penderita di atas lengan
bawah pemeriksa
35 Mintalah penderita untuk mereleksasikan lengan
bawahnya sepenuhnya
36 Pukullah tendon brakhoradialis pada radius bagian
distal dengan memekai reflex hammer yang datar

H PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA


37 Mintalah penderita duduk dengan tungkai menjuntai
38 Palpasi lah daerah kanak-kiri tendo patela untuk
menetapkan daerah yang tepat
39 Peganglah paha bagian distal dengan satu lengan
dan dengan lengan yang lain pukullah tendo patella
dengan cepat menggunakan hammer

I PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES


40 Mintalah penderita duduk menjuntai, berbaring, atau
berlutut dengan sebagian tungkai bawah menjuntai
41 Renggangkanlah tendo achiles dengan menahan
ujung kaki ke arah dorsofleksi
42 Pukullah tendo Achilles dengan ringan tapi cepat

Keterangan Skor:

0 = Tidak dilakukan sama sekali


1 = Dilakukan dengan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna

Aceh Besar, Januari 2013

Mahasiswa Instruktur

( .. ) ( .)

32
PENUNTUN SKILLS LAB

DASAR PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

(GASTROENTEROHEPATOLOGI)

Pemeriksaan fisik abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisik umum secara

keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu untuik mencari atau

mengindentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal, atau sistem ginjal dan saluran kemih,

genitalia, perineum (jarang). Sebelum melakukan pemeriksaan fisik abdomen sangatlah

diperlukan pengambilan anamnesis yang berhubungan dengan kelainan sistem saluran cerna

gastrointestinal atau sistem lainnya di abdomen.

Yang dimaksud abdomen adalah yaitu suatu rongga dalam badan dibawah diafragma

sampai batas atas rongga pelvis. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan fisik abdomen

yaitu pemeriksaan daerah abdomen atau perut di bawah arkus kosta kanan-kiri sampai garis lipat

paha atau daerah inguinal.

A. Pembagian Regional

Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa regional

1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap melalui umbilikus.

Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut sebagai berikut:

a. Kuadran kanan atas

b. Kuadran kiri atas

c. Kuadran kanan bawah

d. Kuadran kiri bawah

Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhanakan penulisan laporan, misalnya untuk

kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah yang cukup jelas.

33
2. Pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik

Yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal

yaitu yang menghubungkan dua titik palinq bawah dari arkus kosta dan satu garis lagi yang

menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).

Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi atas 9

regio:

1. Regio epigastrium

2. Regio hipokondrium kanan

3. Regio hipokondrium kiri

4. Regio umbilikus

5. Regio lumbal kanan

6. Regio lumbal kiri

7. Regio hipogastrium / supra pubik

8. Regio illiaka kanan

9. Regio illiaka kiri

Kepentingan pembagian ini yaitu bila kita meminta pasien untuk menunjukkan dengan

tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini

sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah

diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intra abdominal

berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.

Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada permukaan

abdomen walaupun tidak setepat dada antar lain :

a. Hati atau hepar berada didaerah epigastrium dan didaerah hipokondrium kanan,

34
Lambung berada didaerah epigastrium,

c. Limpa berkedudukan di daerah hipokondrium kiri,

d. Kandung empedu atau vesika felea seringkali berada pada perbatasan daerah

hipokondrium kanan dan epigastrium,

e. Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di daerah

hipogastrium,

f. Apendiks berada di daerah antara daerah iliaka kanan. Lumbal kanan dan bagian bawah

daerah umbilikal.

Ginjal, duodenum dan pankreas merupakan organ posterior (retroperitoneal), sehingga

tidak mungkin teraba pada orang dewasa. Pada anak-anak, dimana otot perutnya belum

berkembang, massa ginjal dapat diraba,

Selain pada regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah disepakati:

Titik Mc Burney: yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada

1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc Burney

tersebut dianggap lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila terdapat apenditis.
Garis Schufner: yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan

umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik

VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

3. Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan satu

bantal, dengan kedua tangan disisi kanan-kirinya. Usahakan semua bagian abdomen dapat

diperiksa termasuk xiphoideus sternum dan mulut hernia. Sebaliknya kandung kemih

35
dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap

yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1. Pemeriksaan Inspeksi

a. Evaluasi Penampilan Umum

Penampilan umum pasien sering memberikan informasi berharga mengenai sifat

penyakitnya. Pasien dengan kolik ginjal atau empedu, benar-benar terlihat menggeliat di tempat

tidur mencoba mencari posisi yang nyaman.

Pasien dengan peritonitis yang menderita nyeri hebat jika bergerak secara sekilas tetap

berdiam diri di tempat tidur karena setiap gerakan sekecil apapun akan memperberat rasa

sakitnya. Mereka mungkin berbaring di tempat tidur dengan lutut di tarik ke atas untuk

membantu merelaksasikan otot-otot perut dan mengurangi tekanan intra-abdominal. Pasien

dengan pucat dan berkeringat mungkin menderita syok awal karena pankreatitis atau perforasi

tukak lambung.

b. lnspeksi Kulit

Periksalah kulit untuk melihat adanya ikterus (kuning). Jika mungkin, periksalah adanya

ikterus dengan menggunakan cahaya alamiah, karena lampu pijar akan menutupi adanya ikterus.

Periksa pula ada tidaknya spider angioma, yang dapat ditemukan pada pasien dengan sirosis

alkholik, namun tidak spesifik, karena dapat ditemukan pula pada kehamilan dan penyakit

vaskular kolagen.

c. Inspeksi Ektremitas
36
Apakah otot-otot kecil ditangan mengecil ini berkaitan dengan warna kulit. Kuku

diperiksa dengan melihat adanya perubahan didasar kuku, terutama peningkatan ukuran lunula,

misal pada jari-jari pasien dengan sirosis hati.

d. Inspeksi Wajah

Apakah matanya cekung, apakah ada daerah temporal cekung, ini merupakan tanda-tanda

kelemahan dan nutrisi buruk. Sklera ikterus atau tidak. Kulit disekitar mulut dan mukosa oral

dapat memberikan petunjuk mengenai gangguan saluran cerna, Telangiektesis (pelebaran

pembuluh darah kapiler yang menetap di kulit dan mukosa) pada bibir dan lidah mengarah pada

sindrom Osier-Weber-Rendu.

e. Inspeksi Abdomen

Pemeriksaan inspeksi yaitu melihat perut baik bagian depan atau pun belakang

(pinggang). Inspeksi ini dilakukan dengan penerangan cahay yang cukup sehingga di dapatkan

keadaan abdomen seperti simetris atau tidak, bentuk atau kontur, ukuran, kondisi dinding perut

(kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut.

Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara inspeksi kelainan-kelainan yang

terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetris perut yang menunjukkan

adanya masa tumor, striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari

umbilikus) atau obstruksi vena kava inferior, peristaltik usus, distensi dan hernia. Pada keadaan

normal terlentang, dinding perut terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran

setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simetris.

Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat peristaltik usus tidak

terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltik usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan

37
dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Obstruksi lumen usus ini dapat disebabkan macam-

macam kelainan antara lain tumor, perlengketan, strangulasi dan skibala.

Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal bervariasi tergantung habitus, jaringan

lemak subkutan atau intra abdomen dan kondisi otot dinding perut, Pada keadaan starvasi bentuk

dinding perut cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Pada keadaan ini dapat terlihat gerakan

peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien

gemuk. Pada keadaan patologis, perut membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus

obstruktif, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan. Tonjolan setempat menunjukkan

adanya kelainan organ dibawahnya, misalnya tonjolan regio suprapubis terjadi karena

pembesaran uterus pada perempuan atau terjadi karena retensi urin pada pria tua dengan

hipertrofi prostat atau prostat atau perempuan dengan kehamilan muda. Pada stenosis pilorus,

lambung dapat menjadi besar sekali sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat. Pada

kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada kulit atau akibat operasi atau

luka tusuk.

Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah kehamilan

atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites. Striae kemerahan dapat terlihat pada

sindrom dishing. Pulsasi arteri pada dinding perut dapat terlihat pada pasien aneurisme aorta atau

kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien

insufiensi katup trikuspidalis.

Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala ditemukan garis-garis

bekas garukan yang menandakan pruritus karena ikterus atau diabetes melitus. Pelebaran vena

terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran disekitar umbilikus disebut kaput medusa yang terdapat

pada sindrom banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran

38
vena dari daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior aliran vena

ke distal.

Darm steffung/maag sreefung : pergerakan peristaltik dinding perut menyerupai

gelembung pada permukaan air yang berjalan dari kiri kekanan. Dapat terjadi pada pilorus

stenosis.

2. Pemeriksaan Palpasi

Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam

rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sisteniatis dengan seksama. Pertama kali tanyakan

apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan. Perhatikan ekspresi wajah pasien selama

pemeriksaan palpasi. Sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah

ada pembesaran masa tumor, apakah hati, limpa dan kandung empedu membesar atau teraba.

Periksa ginjal apakah ballottemen positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu

palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam (deep palpation).

Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama

pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama meskipun tidak ada keluhan yang

bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal. Pasien diusahakan dalam posisi telentang

dengan bantal secukupnya, kecuali bila pasien sesak nafas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan

pasien, kecuali pada dokter yang kidal.

Palpasi superfisial: posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan

dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari bukal dengan ujung jari. Sistematika palpasi

dilakukan dengan hati-hati pada daerah yang nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Palpasi

superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal

untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien.


39
Palpasi dalam : palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan rasa nyeri yang tidak

didapat pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi

superfisial dan yang terpenting yaitu untuk palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati,

limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot

dinding yang tebal.

Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal,

apakah ada tahanan (defans), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. Perinci masa tumor

yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran (diukur dalam cm), bentuk, permukaan (rata atau

ireguler), konsistensi (lunak atau keres) pinggir (halus atau ireguler), nyeri tekan, melekat pada

kulit atau tidak, melekat pada jaringan dasar atau tidak, dapat di indent (tinja indentable),

berpulsasi/expansile (misal aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang berhubungan (misal

metastase), transiluminasi (misal kista berisi cairan) dan adanya bruit.

Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak keatas pada tiap respirasi,

jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada palpasi kandung empedu, kandung empedu yang

teraba biasanya selalu abnormal, pada keadaan ikterus, kandung empedu yang teraba berarti

bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma

pankreas. Pada palpasi limpa, mulai dekat umbilikus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak

secara bertahap keatas dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, baringkan pasien pada

posisi left lateral, dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk, dan ulangi, Pada posisi ginjal,

palpasi bimanual dan pastikan apakah ada ballotement. Usahakan dapat membedakan limpa

dengan ginjal, Bila limpa tidak dapat mencapai bagian atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-

pekak pada perkusi, ada notch atau insisura limpa, ballottement negatif sedangkan pada ginjal :

40
dapat mencapai bagian atasnya, tidak dapat digerakkan (atau bergerak lambat), beresonansi pada

perkusi, tidak ada notch atau insisura, dan bisa ballotement positif.

Pemeriksaan Palpasi Organ Abdomen

1. Hati

Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio hipokondrium

kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal pada tumor hati) akan terlihat

permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri. Untuk

memudahkan perabaan hati diperlukan:

a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60 derajat

b. Pasien dimintak untuk menarik napas panjang

c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak

ke kranial dalam arah parabolik.

d. Diharapkan, bila nanti membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada

saat inspirasi maksimal. Posisi pasien berbaring dengan kedua tungkai kanan dilipat agar

dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari

tangan kanan, bukan ujung jari. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 45 derajat

dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral muskulus rekctus abdominalis dan

kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri Palpasi dimulai dari regio illiaka

kanan menuju tepi lengkung iga kanan.

Dinding abdomen ditekan kebawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat

menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang pada posisi digeser 1-2 jari ke arah

lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita

dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:

41
- Beberapa lebar jari tangan cm dibawah lengkung iga kanan
- Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul pada tumor

hati.
- Bagaimana konsistensinya. Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor

hati)
- Bagaimana permukaannya. Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.
- Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan antara lain abses hati,

tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya iluktuasi.

Pada keadaan normal hati tidak teraba pada palpasi kecuali pada beberapa kasus dengan

tubuh yang kurus (sekitar satu jari) dan pada bayi. Terabanya hati 1-2 jari dibawah lengkung iga

harus di komfirmasikan apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau adanya

perubahan bentuk diafragma (misal emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus

kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Batas

atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga 6). Pada

beberapa keadaan patologis misalnya emlisema pani, batas ini akan lebih rendah sehingga besar

hati yang normal dapat teraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan bawah hati

(perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya pengecilan hati (misal

sirosis hati). Pekak hati menghilang bila terjadi udara bebas di bawah diafragrna karena

perforasi. Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.

2. Limpa

Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa

tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai

regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari

42
regio iliaka kanan, melewati unibilikus digaris tengah abdomen. menuju ke lengkung iga kiri.

Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari

titik dilengkung iga kiri menuju ke umbilicus dan dibruskan sampai di spina iliaka anterior

superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi bagian yang sama. Palpasi limpa juga

dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat kearah kanan (kearah pemeriksa).

Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai benikut:

- Berapa jauh berada dan lengkung iga kin path ganis Schuf/her (S-l sampai dengan S-Vlll)
- Bagaiinana konsistensinya. Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau

keras sepenti pada malaria.

Untuk meyakinkan bahwa yang tenaba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba incisuranya.

3. Ginjal

Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara

bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada dinding

abdomen diventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidronefrosis) akan teraba diantara

kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba benturannya ditangan

lain. Fenomena ini dinamakan ballotement positif. Pada keadaan normal ballotement negatif.

Menyingkirkan Kemungkinan Nyeri Tekan Ginjal Untuk melakukan pemeriksaan ini, pasien

harus dalam posisi duduk. Pemeriksa mengepalkan tinjunya dan dengan lembut memukul daerah

sudut kostovertebral di kedua sisi. Pasien dengan pielonefritis biasanya merasakan nyeri hebat

bahkan pada perkusi ringan di daerah ini. Jika mencurigai adanya pielonefritis, pakailah tekanan

dengan jari-jari saja.

3. pemeriksaan Perkusi

43
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti pada perkusi di

rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan.

Pemeriksaan ini digunakan untuk:

- Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya redup/pekak


- Menetukan ukuran hati dan limpa secara kasar
- Menetukan penyebab distensi abdomen: penuh gas (timpani), massa tumor (redup-pekak)

dan asites.

Dengan perkusi abdomen dapat diketahui

- Pembesaran organ
- Adanya udara bebas
- Cairan bebas didalam rongga abdomen

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih

banyak cairan atau udara. dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali

didaerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan

bertambah bunyi timpani diseluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara

bebas didalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.

Cara pemeriksaan batas paru - hati: Pada linea mid clavicula kanan

1. Menentukan batas paru-hati relatif

Diperkusi dari atas kebawah, nada sonor berubah monjadi sonor memendek. Normal

didapati pada sela iga ke V atau costa ke V (pada tinggi ini didapati cupula hati).

2. Menantukan batas paru-hati absolute

44
Diperkusi kebawah lagi, nada sonor memendek berubah menjadi pekak (Beda). Normal

disela iga ke Vl atau costa ke Vl.

3. Menentukan benarnya peranjakan batas paru-hati absolut

Pasien disuruh menarik napas yang panjang dan menahan dahulu. Jari yang tadi ditempat

batas paru-hati absolut, jangan digeser-geser lagi. Waktu pasien rnenahan napasnya diperkusi

kembali.

Normal : yang mula-mula pekak menjadi sonor memendek lagi, kira-kira dua jari kebawah,

Disebutkan batas paru-hati absolut sebesar dua jari.

Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas dinding

perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara

pekak ini akan berpindah-pindah (shifting dullnes).

Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan dapat lebih dipercaya dari pada

memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu keadaan yang disebut fenomena papan catur

(chessboard phenomen) dimana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup

yang berpindah-pindah, sering ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.

Beberapa cara pemeriksaan asites :

- Cara pemeriksaan gelombang cairan.

Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan perut yang agak

tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu

sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.

45
Sementara itu mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka

tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan

ditengah-tengah perut dengan sedikit menekan.

Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness):

- Pasien berbaring telentang, cairan akan berkumpul pada tempat yang terendah yaitu pada

kedua sisi perut (cairan akan menghasilkan suara redup).


- Jika perkusi redup disebabkan oleh cairan maka dengan memiringkan pasien kesisi yang

lain bunyi perkusi menjadi timpani, ini terjadi oleh karena berpindahnya cairan ke tempat

yang lain yang lebih rendah.


- Bunyi perkusi redup yang hilang dengan merubah posisi pasien disebut shifting dullness.

Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan

posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah beberapa saat, pada

perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.

Pemeriksaan Puddle Sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop

yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara yang ditimbulkan karena

ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi

lainnya. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar dibagian bawah.

4. Pemeriksaan Auskultasi

Pemeriksaan ini untuk memeriksa :

- Suara bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus

paralitik
- Succussion splash untuk mendektesi obstruksi pada tingkat lambung
- Bruit arterial
- Venos hum pada kaput medusa.

46
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun

tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Dalam

keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Jika terdapat obstruksi usus,

suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat

kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi.

Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misal pada pasien pasca operasi atau pada

keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang balikan kadang-kadang

menghilang. Keadaan ini juga bisa. terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus

sangat melebar dan atoni.

Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara

logam (metallic sound). Suara murmur sistolik atau diastolik mungkin dapat didengar pada

auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran

hati karena hepatoma. Bising vena (venom hum) yang kadang-kadang disertai dengan terabanya

gerakan (thrill), dapat didengar di antara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula

arteriovenosa intra abdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.

SKILL 3
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN (GASTROENTEROHEPATOLOGI)

No Aspek penilaian Nilai


0 1 2
A MELAKUKAN PERSIAPAN SEBELUM
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
(GASTROENTEROHEPATOLOGI)
1 Memberikan salam, saling memperkenalkan diri
2 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari
rasa takut dan strees sebelum pemeriksaan
3 Memberi informasi dan penjelasan dengan jelas,
jujur tentang pemeriksaan cara dan tujuan dilakukan

47
pemeriksaan.
4 Memberi penjelasan tentang kemungkinan adanya
rasa sakit dan tidak nyaman selama pemeriksaan
serta meminta izin untuk melakukan pemeriksaan
5 Berdiri disebelah kanan pasien
6 Meminta pasien untuk membuka pakaian (baju)
sebagian

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


(GASTROENTEROHEPATOLOGI)
Melakukan inspeksi

7 Pasien dibaringkan pada posisi terlentang (supine)


dengan sumber cahaya meliputi kaki sampai kepala,
serta abdomen.
8 Pemeriksa berdiri atau duduk disebelah kanan
pasien, dengan kepala pemeriksa sedikit lebih tinggi
dari abdomen pasien.
9 Perhatikan kulit dan sclera pasien
10 Perhatikan kontur abdomen, kongesti vena, skar,
peristaltic yang tampak atau adanya massa.
11 Perhatikan adanya distensi abdomen; asites,
obesitas, feses, neoplasma

Melakukan Auskultasi

12 Pasien diminta relaks dan menarik nafas


13 Pusatkan perhatian pertama pada suara yang ada di
abdomen dengan menggunakan bel stetoskop di atas
mid abdomen
14 Mendengarkan bising usus
15 Menentukan bising usus normal atau abnormal
16 Meletakkan stetoskop pada 4 kuadran abdomen
17 Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang
benar;
Bunyi peristaltik dapat didengar dibawah umbilikus
diatas supra pubik, atau dapat dilakukan di berbagai
tempat
18 Diatas dan dikanan umbilicus mendengarkan bunyi
gemuruh dari hepatik rub
19 Mendengarkan murmur aorta abdominal 5 jari
dibawah procesus xipoideus atau pada regio
epigastrium

48
20 Bruit dari karsinoma pancreas dikiri regio
epigastrium dan splenik friction rub bilateral
21 Lanjutkan mendengar selama 5 menit, bila
peristaltik tidak segera terdengar.
22 Melaporkan dan mencatat hasil auskultasi

Melakukan Palpasi

23 Tangan pemeriksa harus hangat sesuai suhu


ruangan/tubuh
24 Pasien diminta melakukan fleksi panggul dan lutut,
nafas dilakukan dengan mulut terbuka.
25 Melakukan percakapan dengan pasien sambil
melakukan palpasi
26 Melakukan palpasi ringan
-Telapak tangan secara perlahan-lahan ditempatkan
diabdomen dengan jari-jari adduksi kemudian
ditekan lembut ke dinding abdomen dengan
kedalaman 1 cm.
27 Kuku jari tangan sampai menusuk dinding abdomen
28 Melakukan palpasi dalam dengan langkah yang
sama pada palpasi ringan namun menekan lebih
dalam.
29 Pada saat gerakan menekan kebawah, ujung jari
masuk ke dinding abdomen dan menemukan
struktur dibawahnya dengan rata-rata tekanan keatas
dan kebawah 4-5 cm
30 Perhatikan wajah atau ekspresi pasien saat
melakukan palpasi
31 Palpasi kuadran kiri abdomen:
Tujuan : menemukan palpable lien, ginjal kiri
32 Normal: tidak ditemukan massa yang dapat di
palpasi
33 Melakukan palpasi bimanual dengan tangan kanan
dimasukan dibelakang margin kosta kiri pada garis
mid aksilaris, dan tangan kiri ditempatkan dibawah
toraks sehingga jari-jari dibengkokan dibawah
tulang iga.
34 Pasien diminta bernafas dalam, pada saat tercapai
inspirasi dalam, tangan kanan dimasukkan lebih
dalam dibelakang margin kosta dan dinaikkan,
sementara tangan kiri menaikkan toraks bagian

49
belakang.
35 Dilakukan beberapa kali sesuai irama inspirasi
sambil menempatkan posisi tangan kanan
berganti/tempat arah.
36 Palpasi kuadran kanan abdomen:
Tujuan: menemukan palpable hepar, ginjal kanan
37 Tangan kanan dengan jari-jari adduksi dimasukkan
dibawah margin tulang rusuk kanan dengan
permukan volar tangan menyentuh permukaan
abdomen, sensasi taktil akan diterima ujung-ujung
jari.
38 Supinasi tangan kiri ditempatkan dibawah toraks
kanan
39 Saat inspirasi dalam, tangan kanan digerakkan naik
dan masuk pada saat inspirasi akhir tercapai, secara
bersamaan toraks kanan dinaikkan oleh tangan kiri.
40 Apabila ditemukan nyeri yang langsung terjadi pada
saat melakukan palpasi abdomen, kepala pasien
dapat ditinggikan lagi memakai bantal.
41 Palpasi rebound (nyeri memantul) : menekan ujung
jari perlahahn-lahan ke dinding abdomen kemudia
secara tiba-tiba menarik kembali jari-jari, disebut
sebagai blumberg sign.
42 Apabila ditemukan massa pada abdomen, dilakukan
penilaian dalam hal : lokasi, ukuran, besar,
konsistensi, kekenyalan, mobilitas dan pulsasi.

Melakukan Perkusi

43 Melakukan perkusi pada ke empat kuadran


abdomen.
44 Perkusi batas atas hepar digaris midklavikula
kanan,
dimulai dari pertengahan dada, dari atas kebawah.
45 Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai
hepar, di lanjutkan ke bawah, bunyi redup menjadi
tympani bila perkusi di atas kolon.
46 Menetukan lokasi dan ukuran hepar.

Keterangan Skor:

0 = Tidak dilakukan sama sekali

50
1 = Dilakukan dengan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna

Aceh Besar, Januari 2013

Mahasiswa Instruktur

( .. ) ( .)

PENUNTUN SKILLS LAB

DASAR PEMERIKSAAN FISIK PARU

Struktur dan Fisiologi

Dada membentuk suatu kotak tulang yang mengandung dan melindungi paru-paru,

jantung dan esofagus ketika ia berjalan ke dalam lambung. Rangka dada terdiri dari 12 vertebra

torakal, 12 pasang iga, klavikula dan sternum. Paru-paru secara terus menerus memberikan

oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari sistem sirkulasi. Tenaga yang diperlukan untuk

pernapasan berasal dari muskulus interkostal dan diafragma. Gerak terpadu otot-otot ini bekerja

sebagai puputan untuk menarik udara masuk kedalam paru-paru. Ekspirasi terjadi secara pasif.

Kendali pernapasan adalah kompleks dan diatur oleh pusat pernapasan di medula otak.

51
Udara inspirasi dihangatkan, di saring dan dilembabkan oleh saluran pernapasan atas.

Setelah melalui kartilago krikoid laring, udara mengalir melalui suatu sistem pipa yang fleksibel,

yaitu trakea. Setinggi vertebra torakal keempat atau kelima, trakea bercabang menjadi bronkus

kiri dan bronkus kanan.

Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih datar dari pada bronkus kiri. Bronkus

tersebut terus bercabang menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil, kemudian menjadi

bronkiolus di dalam paru-paru. Tiap bronkiolus respiratorius berakhir di dalam suatu duktus

alveolaris, dan dari sini dipercabangkan banyak sakus alveolaris. Diperkirakan bahwa ada lebih

dari 500 juta alveolus di dalam paru-paru. Tiap dinding alveolus mengandung serat elastis yang

membuat sakus tersebut dapat mengembang selama inspirasi dan mengerut selama ekspirasi

dengan mekanisme recoil elastic.

Paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa lobus: atas, tengah dan bawah di paru kanan dan

atas dan bawah di paru kiri. Paru-paru di bungkus oleh suatu kantung tipis yaitu pleura. Pleura

viseralis terdapat tepat diatas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalis melapisi dinding

dada. Kedua permukaan pleura ini saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi.

Ruang diantara kedua pleura ini disebut kavum pleura. Untuk melukiskan tanda-tanda fisik di

dalam dada secara tepat, pemeriksa harus memahami batas-batas topografi pada dinding dada.

Bagian-bagian yang mempunyai arti klinis yang penting adalah sebagai berikut:

- Stemum

- Clavicula

- Incisura suprasternalis

- Angulus sternomanubrial

- Garis mid sternalis

52
- Garis mid clavikularis

- Garis aksilaris anterior

- Garis aksilaris media

- Garis aksilaris posterior

- Garis skapularis

- Garis midspinal

Incisura suprasternalis terletak pada punck sternum dan dapat di raba sebagai cekungan

di dasar leher. Angulus sternomanubrial sering disebut sebagai Angulus Louis. Tonjolan tulang

ini terletak kira-kira 5 cm di bawah incisura suprasternalis. Lateral dari tonjolan ini adalah iga

kedua. Ruang dibawah iga kedua adalah sela iga kedua.

Untuk menentukan daerah-daerah di permukaan dada, dibuat beberapa garis khayal pada

dada depan dan belakang. Gais mid sternalis di buat melalui bagian tengah stemum. Garis

midclavicular adalah garis yang dibuat melalui bagian tengah klavikula dan sejajar dengan garis

midsternalis. Garis aksilaris anterior adalah garis vertikal yang dibuat sepanjang lipatan aksilaris

anterior dan sejajar dengan garis mid sternalis. Garis aksilaris media dibuat melalui tiap puncak

aksila sejajar dengan garis mid sternalis. Garis akslaris posterior bersejajar dengan garis

midsternal dan berjalan vertikal sepanjang lipatan aksilaris posterior. Garis scapular sejajar

dengan garis midsternal dan berjalan melalui sudut bawah skapula. Garis midspinal adalah suatu

garis vertikal yang berjalan melalui prosessus spinosus posterior vertebra.

Perhitungan iga pada dada posterior agak lebih rumit. Sayap bawah skapula terletak

setinggi iga atau sela iga ke tujuh. Batas topografik penting lainnya yang berguna dapat

ditemukan dengan meminta pasien memfleksikan lehernya : prosessus spinosus servikal yang

paling menonjol, vertebra prominens, menonjol dari vertebra servikal ketujuh.

53
Perlu diingat, bahwa hanya tujuh iga pertama yang membentuk persendian dengan

sternum. Iga kedelapan sampai kesepuluh membentuk persendian dengan tulang rawan

diatasnya. Iga kesebelas dan keduabelas adalah iga melayang dan mempunyai bagian anterior

yang bebas. Fissura interlobaris terletak diantara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri

mempunyai fissura oblik, yang dimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis

midklavikula dan memanjang ke lateral atas ke iga kelima di garis aksilaris media, berakhir pada

dada posterior pada prosessus spinosus vertebra torakal ketiga (VT 3). Lobus bawah kanan

terletak dibawah fissure oblik kanan : lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissura oblik

kanan. Lobus bawah kiri terletak dibawah fissura oblik kiri ; lobus atas kiri terletak diatas fissura

oblik kiri. Fissura horizontal hanya ada di kanan dan memisahkan lobus atas kanan dan lobus

tengah kanan. Fissura memanjang dan iga keempat pada tepi stemum ke iga kelima pada garis

aksilaris media. Paru-paru menonjol ke atas kira-kira 3-4 cm di atas ujung medial klavikula.

Margo inferior paru-paru menonjol ke iga keenam pada garis midklavikula, iga kedelapan pada

garis aksilaris media, dan diantara VT 9 dan VT 12 dibagian posterior. Variasi ini berkaitan

dengan pernapasan. Percabangan trakea, karna, terletak di belakang angulus Louis kira-kira

setinggi VT 4 pada dada posterior. Hemidiafragma kanan pada akhir ekspirasi terletak setinggi

iga kelima dibagian depan dan VT 9 di bagian belakang. Adanya hati pada sisi kanan membuat

hemidiafragma kanan agak lebih tinggi dari pada yang kiri.

Batasan

Perubahan yang dapat ditemukan akibat kelainan yang terdapat pada torak dapat berupa

perubahan bentuk dan ukuran, gangguan pergerakan, serta perubahan sifat penghantar getaran.

Evaluasi akibat perubahan yang terjadi pada torak dilakukan dengan melakukan pemeriksaan :

inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

54
Pemeriksaan Fisik

Setelah dilakukan penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada posterior dilakukan

ketika pasien masih duduk. Lengan pasien sebaiknya dilipat dan diletakkan diatas pangkuannya.

Bila pemeriksaan dada posterior sudah selesai, pasien diminta untuk berbaring dan pemeriksaan

dada anterior dimulai. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha membayangkan daerah

paru-paru dibawahnya.

Jika pasiennya laki-laki, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas pinggang. Jika wanita,

pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah pemaparan payudara yang tidak perlu

dan memalukan. Pemeriksa berdiri rnenghadap pasien. Pemeriksaan dada anterior dan posterior

mencakup:

1. INSPEKSI

- lnspeksi Ekspresi Wajah Pasien

Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti: pasien dalam keadaan akut, cuping hidung

mengembang, bernapas dengan bibir dikerutkan, tanda-tanda sianosis, tanda-tanda pemapasan

yang dapat didengar seperti stridor atau wheezing (berhubungan dengan obstruksi aliran udara).

- lnspeksi Sikap Tubuh Pasien

Pasien dengan obstruksi saluran pernapasan cenderung memilih posisi dimana mereka

dapat menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot - otot bahu dan leher untuk membantu

respirasi. Suatu teknik yang lazim dipakai pasien dengan obstruksi bronkus adalah memegang

sisi-sisi tempat tidur dan memakai muskulus latissimus dorsi untuk membantu mengatasi

meningkatnya tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi. Pasien dengan orthopneu duduk

atau berbaring diatas beberapa buah bantal.

- lnspeksi Leher

55
Pemakaian otot-otot tambahan merupakan suatu tanda paling dini adanya obstruksi

saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus trapezius dan sternocleidomastoideus

berkontraksi selama inspirasi. Otot-otot tambahan membantu dalam ventilasi, karena mereka

mengangkat klavikula dan dada anterior untuk meningkatkan volume paru-paru dan

memperbesar tekanan negatif di dalam toraks. mi menyebabkan retraksi fossa supnaklavikular

dan otot-otot interkostal. Gerakan keatas klavikula lebih dari 5 mm selama pernapasan berkaitan

dengan penyakit obstruktif paru-paru yang berat.

- Inspeksi Konfigurasi Dada

Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan konfigurasi

dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dijumpai

pada COPD tingkat lanjut Diameter AP cenderung mendekati diameter lateral sehingga terbentuk

dada berbentuk tong. lga-iga kehilangan sudut 45 derajat dan menjadi lebih horizontal. Suafu

flail chest adalah konfigurasi dada dimana suatu sisi dada bergerak paradoksal ke dalam selama

inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga multipel. Kifoskoliosis adalah deformitas tulang

punggung dimana terdapat lengkungan tulang punggung abnormal AP dan lateral sehingga

pengembangan dada dan paru-paru menjadi sangat terbatas. Pectus excavatum atau dada corong

adalah cekungan pada sternum, akan menimbulkan masalah restriktif pada paru-paru hanya jika

cekungannya jelas. Pecfus carinatum atau dada burung merpati adalah suatu deformitas yang

lazim ditemukan, tetapi tidak mengganggu ventilasi.

Menilai Laju dan Pola Respirasi Pada saat menilai laju respirasi, jangan meminta pasien

untuk benapas "secara normal". Orang secara volunter akan mengubah pola dan laju

pernapasannya bila mereka menyadarinya. Cara yang lebih baik adalah, setelah menghitung

denyut radial, arahkan mata anda ke dada dan mengevaluasi pernapasan pasien sementara masih

56
memegang pergelangan tangannya. Pasien tidak menyadari bahwa anda sudah tidak menghitung

denyut nadi lagi, dan perubahan pernapasan secara volunter tidak akan terjadi. Hitunglah jumlah

pernapasan dalam periode 30 detik dan kalikanlah angkanya dengan 2 untuk mendapatkan laju

pernapasan per menit. Orang dewasa bernapas kira-kira 10-14 kali per menit.

Bradipneu adalah perlambatan respirasi secara abnormal;

Takipneu adalah peningkatan abnormal.

Apneu adalah berhentinya pernapasan untuk sementara.

hiperpneu adalah peningkatan dalamnya pernapasan, biasanya berkaitan dengan asidosis

metabolik. Dikenal pula sebagai pernapasan Kussmaul. Ada banyak macam pola pernapasan

abnormal.

- lnspeksi Tangan

Penemuan untuk clubbing adalah hilangnya sudut antara kuku dengan falang terminal.

Clubbing berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis, seperti:

1. Tumor intra thoraks

2. Jalan pintas campuran vena ke arteri (AV shunt)

3. Penyakit kronis paru

4. Fibrosis hati kronis

Dengan memperhatikan bentuk rongga torak pada waktu diam dan bergerak. Perubahan

bentuk torak dapat diakibatkan oleh perubahan sangkar torak, ataupun oleh karena perubahan isi

torak. Apabila ada kelainan pada salah satu sisi hemithoraks akan memberikan kesan yang tidak

simetris pada waktu diam atau pada waktu bergerak.

Kelainan dapat berupa efusi pleura, pneumothorak maupun massa dalam rongga torak.

Beberapa hal lain seperti atelektasis dan fibrotic menyebabkan penarikan pada rongga antar iga

57
yang memberikan kesan tidak simetris pada waktu inspeksi. Setiap kelainan pada paru, pleura

maupun dinding dada akan mengakibatkan gangguan distensibilitas yang dapat diamati dari

adanya gangguan pada pergerakan dada. Pada inspeksi juga diamati pola dan nafas.

2. PALPASI

Palpasi Dada Posterior

Sekarang anda harus pindah ke punggung pasien untuk memeriksa dada posterior. Palpasi

adalah "meletakkan tangan". Palpasi dipakai dalam pemeriksaan dada untuk memeriksa hal-hal

berikut ini:

Daerah nyeri tekan


Kesimetrisan pergerakan dada
Fremitus taktil

Palpasi Untuk Nyeri Tekan

Semua daerah dada harus diperiksa untuk mengetahui adanya daerah- daerah nyeri tekan.

Pukul perlahan punggung pasien dengan kepalan tangan anda. Keluhan "nyeri dada" mungkin

hanya berkaitan dengan penyakit muskuloskeletal setempat dan titlak berkaitan dengan penyakit

jantung atau paru-paru. Berlakulah dengan sangat cermat dalam memeriksa daerah-daerah nyeri

tekan didada.

Pemeriksaan Pergerakan Dada Posterior

Derajat simetri pergrerakan dada dapat ditentukan dengan meletakkan tangan anda secara

mendatar pada punggung pasien dengan ibu jari sejajar dengan garis tengah kira-kira setinggi iga

ke-10 dan menarik kulit dibawahnya sedikit kearah garis tengah. Pasien diminta untuk menarik

napas dalam, dan perhatikan gerakan tangan. Perhatikan simetris gerakan tangan. Penyakit paru

setempat dapat menyebabkan satu sisi dada bergerak lebih sedikit dari pada sisi lainnya.

58
Prinsip Fremitus Taktil

Kata yang diucapkan menimbulkan getaran yang dapat didengar bila seseorang

mendengarkannya di dada dan paru-paru. lni disebut fremitus vokal. Bila orang mempalpasi

dinding dada ketika ia sedang berbicara, getaran ini dapat dirasakan. lni adalah fremitus taktil.

Suara dihantarkan dari laring melalui percabangan bronkus ke parenkim paru-paru dan dinding

dada. Fremitus taktil memberikan informasi yang berguna mengenai kepadatan jaringan paru-

paru dan rongga dada dibawahnya. Keadaan-keadaan yang meningkatkan kepadatan paru-paru

dan membuatnya lebih padat, seperti konsolidasi, meningkatkan penghantaran femitus taktil.

Kadaan-keadaan klinis yang mengurangi penghantaran gelombang suara ini akan mengurangi

fremitus taktil. Jika ada jaringan lemak yang berlebihan di dada, udara atau cairan di dalam

rongga dada atau paru-paru yang mengembang secara berlebihan, femitus taktil akan melemah.

Pemeriksaan Fremitus Taktil

Dapat diperiksa dengan salah satu dari 2 cara. Pada teknik pertama pemeriksa meletakkan

sisi ulnar tangan pada dinding dada, dan meminta pasien untuk mengatakan "tujuh puluh tujuh".

Fremitus taktil dinilai, dan tangan pemeriksa diletakkan ke posisi yang sama pada sisi yang

berlawanan. Fremitus taktil kemudian dibandingkan dengan sisi yang berlawanan. Dengan

menggerakkan tangan dari sisi ke sisi, dari atas ke bawah, pemeriksa dapat mendeteksi

perbedaan penghantaran suara ke dinding dada. "Tujuh puluh tujuh" adalah salah satu frasa yang

dipakai karena menimbulkan bunyi fibrasi yang baik. Fremitus taktil sebaiknya diperiksa pada

lima atau enam lokasi. Cara lain untuk memeriksa fremitus taktil adalah memakai ujung jari

sebagai pengganti sisi ulnar tangan.

Palpasi dapat membantu memberi informasi adanya gangguan pada pergerakan torak

serta gangguan pada penghantaran getaran. Fremitus fokal dapat dilakukan dengan tactile

59
fremitus maupun auditory fremitus. Fremitus fokal akan menurun bila rongga bronkhus terturup,

efflision, pneumotorak, dsb. Beberapa kelainan dapat meningkatkan fremitus fokal, misalnya

pada proses konsolidasi parenkim paru.

3. PERKUSI

Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur dibawalinya.

Pengetukan pada dinding dada dihantarkan ke jaringan dibawahnya, dipantulkan kembali, di

indera oleh indera taktil dan pendengaran pemeriksa. Bunyi yang terdengar dan sensasi taktil

yang dirasakan tergantung pada rasio udara jaringan. Getaran yang ditimbulkan dengan perkusi

hanya dapat menilai paru sampai sedalam 5-6 cm, tetapi perkusi berguna karena banyak

perubahan rasio udara-jaringan segera dapat diketahui. Tujuan perkusi dada adalah untuk

menentukan batas anatomi resonansi paru dan menentukan daerah dengan bunyi perkusi

abnormal dalam parenkim paru.

Ada 4 bunyi yang bisa didapat pada perkusi:

1. Pekak, seperti diatas otot paha (tinggi nada tinggi).

2. Redup, seperti diatas hepar (pada kuadran kanan atas), berlangsung singkat dan beramplitudo

rendah tanpa resonansi.

3. Resonan/sonor, seperti pada seluruh dinding dada dimana paru-paru berinflasi normal,

dengan amplitude lebih tinggi dan tinggi nada lebih rendah.

4. Timpani, seperti pada gelembung gas di tambung dengan tinggi nada tinggi dan bergaung.

Pada dada normal, redup diatas jantung dan sonor diatas lapangan paru dapat terdengar

dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih padat, seperti pada pneumonia,

60
sonor digantikan oleh redup. lstilah hipersonor dipakai untuk bunyi perkusi pada paru-paru yang

kepadatannya berkurang, seperti pada emfisema. Hipersonor adalah bunyi resonansi dengan

tinggi nada rendah, bergaung dan terus-menerus mendekati bunyi timpani.

Teknik Perkusi

Perkusi dada memakai jari tengah tangan kiri yang diletakkan dengan kuat pada dinding

dada sejajar dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan dan jari lain tidak menyentuh dada

tersebut. Ujung jari tengah tangan kanan mengetuk dengan cepat dan tajam pada falang terminal

jari kiri yang berada di atas dinding dada. Gerakan jari pengetuk harus berasal dari pergelangan

tangan, bukan dengan siku.

Perkusi Dada Posterior

Tempat-tempat perkusi pada dada posterior adalah diatas, diantara dan dibawah skapula

disela iga. Tulang skapula tidak diperkusi. Pemeriksa harus mulai dari atas ke bawah, dari sisi ke

sisi, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.

Memeriksa Gerakan Diafragma

Perkusi dipakai pula untuk mendeteksi gerakan diafragma. Pasien diminta untuk menarik

napas dalam dan menahannya. Perkusi pada basis paru-paru kanan menentukan daerah sonor

terendah, yang mencerminkan batas diafragma terendah. Dibawah batas ini ada redup hati.

Pasien kemudian disuruh untuk mengeluarkan napas sebanyak mungkin, dan perkusi diulangi.

Pada ekspirasi, paru-paru akan mengecil, hati akan bergerak ke atas dan daerah yang sama akan

menjadi redup batas pekak telah bergerak keatas. Perbedaan antara batas pada waktu inspirasi

dengan batas pada waktu ekspirasi merupakan gerakan diafagma, biasanya sebesar 4 -5 cm.

Pasien dengan emfisema mempunyai gerakan diafragma yang berkurang. Pasien dengan

kelumpuhan nervus frenikus,tidak mempunyai gerakan diafragma.

61
4. AUSKULTASI

Auskultasi adalah teknik mendengarkan bunyi yang dihasilkan di dalam tubuh.

Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop biasanya mempunyai dua

kepala : bel dan diafragma. Bel dipakai untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada rendah,

sedangkan diafragma lebih baik untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada yang lebih tinggi.

Bel harus ditempelkan secara longgar di kulit, karena jika ditekan kuat: kulit akan berlaku

sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring. Sedangkan diafragma

ditempelkan secara kuat pada kulit. Jangan mendengarkan melalui pakaian. Bel atau diafragma

stetoskop harus selalu berhubungan dengan kulit.

Jenis Bunyi Pernapasan

Bunyi pernapasan terdengar pada harnpir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan

terdiri dari fase inspirasi diikuti fase ekspirasi. Ada empat macam bunyi pernapasan normal :

Trakeal : bunyi yang sangat kasar, keras dan dengan nada tinggi yang terdengar pada

bagian trakea ekstratoraks. Kedua komponennya kira-kira sama panjangnya. Jarang

dievaluasi, karena tidak mencerminkan problem klinis apapun juga pada paru.
Bronkial : bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi, seperti udara mengalir melalui

pipa. Komponen ekspirasi lebih keras dan lebih lama dari pada komponen inspirasi dan

terdapat jeda yang jelas diantara kedua fase. Terdengar di daerah manubrium sterni.
Bronkovesikuler : campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikuler. Komponen inspirasi

dan ekspirasi sama panjang. Dalam keadaan normal, hanya dapat didengar pada sela iga

pertama dan kedua di bagian depan dan diantara skapula dibagian belakang. Lni didekat

karina dan bronkus utama.


Vesikuler : bunyi lemah dengan linggi nada rendah yang tedengar di atas kebanyakan

lapangan paru. Komponen inspirasi jauh lebih panjang dari pada ekspirasi.

62
Auskultasi Dada Posterior

Auskultasi harus dilakukan dalam lingkungan yang tenang. Pasien diminta menarik dan

mengeluarkan napas melalui mulutnya. Pemeriksa mula-mula harus memusatkan perhatian pada

panjang inspirasi kemudian pada panjang ekspirasi. Bila bunyi pernapasan sangat lemah, dipakai

istilah jauh. Bunyi pernapasan yang jauh lazim ditemukan pada pasien dengan paru-paru

hiperinflasi, seperti pada emfisema.

Auskultasi bertujuan mendengarkan:

1. Suara nafas.

Suara nafas dasar: vesikuler, bronko vesikuler dan bronkial.

2. Suara tambahan

Suara tambahan dapat berasal dari : paru, pleura, dan mediastinum

3. Suara bisik

Penderita diminta mengucapkan kala desis, normal tidak terdengar pada parenkim paru.

Suara bisik akan terdengar pada fase ekspirasi, pada proses konsolidasi.

4. Suara percakapan

Pada keadaan normal tidak terdengar suara percakapan pada parenkim paru. Bila

terdengar disebut Bronkofoni posistif, dapat ditemukan pada beberapa kelainan parenkim

paru seperti pada proses konsolidasi

Ciri-ciri Trakeal Bronkial Bronkovesikuler Vesikuler


Intensitas Sangat keras Keras sedang Lemah
Tinggi nada Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah
Rasio I : E 1:1 1:3 1:1 3:1
Deskripsi Kasar Tubular Berdesir Berdesir lemah
Lokasi normal Trakea Manubrium Di atas bronkus Sebagian besar

63
ekstratoraks utama paru perifer

Dada Anterior

Pemeriksa sekarang harus berpindah kedepan pasien. Bagian pertama pemeriksaan dada

anterior dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk, setelah itu pasien diminta untuk berbaring.

Evaluasi Posisi Trakea

Posisi trakea dapat ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan di incisura

suprasternal dan menggerakkannya sedikit ke lateral untuk meraba lokasi trakea. Teknik ini

diulangi, dengan menggerakkan jari dari incisura suprasternal ke sisi lain. Ruang antara trakea

dan klavikula harus sama. Pergeseran mediastinum dapat memindahkan trakea ke satu sisi.

Pemeriksaan Mobilitas Trakea

Gerakan trakea ke atas di pakai untuk menentukan apakah trakea terfiksasi pada

mediastinum, ini disebut teknik tarikan trakea. Kepala pasien harus agak difleksikan, dan tangan

kiri pemeriksa harus menyokong bagian belakang kepala pasien. Tangan kanan pemeriksa harus

diletakkan sejajar dengan trakea dengan telapak tangan menghadap keluar. Jari tengah

dimasukkan kedalam ruang krikotiroid, dan laring di dorong keatas. Laring dan trakea biasanya

bergerak kira-kira 1-2 cm, setelah menggerakkan laring keatas, secara perlahan-lahan turunkan

sebelum melepaskan jari-jari anda. Jangan melepaskannya seeara tiba-tiba dari posisinya

dibagian atas. Trakea yang terfiksasi menunjukkan fiksasi mediastinal, dapat terjadi pada pasien

neoplasma atau tuberkulosis.

64
Kemudian, mintalah pasien untuk berbaring pada punggungnya untuk pemeriksaan dada

anterior. Lengan pasien diletakkkan pada sisi tubuhnya. Pemeriksaan tidak boleh dilakukan

diatas jaringan payudara.

Pemeriksaan Pergerakan Dada Anterior

Pemeriksaan kesimetrisan pergerakan dada anterior dilakukan dengan meletakkan kedua

tangan anda sepanjang margo iga lateral. Suruh pasien untuk menarik napas dalam ketika anda

mengamati gerakan tangan anda.

Pemeriksaan Fremitus Taktil Dada Anterior

Diperiksa di fosa supraklavikular dan sela iga anterior secara bergantian, dimulai di

klavikula. Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan mulai dari fossa supraklavikular ke bawah,

dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.

Perkusi Dada Anterior

Mencakup fossa supraklavikular, aksila, sela iga anterior. Bandingkan sisi satu dengan

lainnya. Bunyi redup mimgkin timbul pada sela iga ketiga sampai kelima bagian kiri sternum,

yang berkaitan dengan adanya jantung. Penting dilakukan perkusi di aksila, karena lobus atas

paling baik diperiksa pada posisi ini. Perkusi aksila kadang-kadang lebih mudah dilakukan pada

saat pasien posisi duduk.

Auskultasi Dada Anterior

Dilakukan pada fossa supraklavikula, aksila dan sela iga anterior. Bandingkan bunyi

pernapasan satu sisi dengan sisi lainnya pada posisi yang sama.

65
SKILL 4
PEMERIKSAAN FISIK PARU

No Aspek penilaian Nilai


0 1 2
A MELAKUKAN PERSIAPAN SEBELUM
PEMERIKSAAN FISIK PARU

1 Memberikan salam, saling memperkenalkan diri


2 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari
rasa takut dan strees sebelum pemeriksaan
3 Memberi informasi dan penjelasan dengan jelas,
jujur tentang pemeriksaan cara dan tujuan dilakukan
pemeriksaan.
4 Memberi penjelasan tentang kemungkinan adanya
rasa sakit dan tidak nyaman selama pemeriksaan
serta meminta izin untuk melakukan pemeriksaan
5 Berdiri disebelah kanan pasien
6 Meminta pasien untuk membuka pakaian (baju)
sebagian

B PEMERIKSAAN FISIK THORAK DEPAN


ANTERIOR
Melakukan inspeksi

7 Perhatikan ekspresi wajah (tampak kesakitan), muka


(edema), mata (conjunctiva anemis atau tidak), bibir
(sianosis atau tidak)
8 Perhatikan posisi trakea (normal, deviasi)
9 Perhatikan bentuk dada (adakah kelainan)
10 Perhatikan perhatikan iga-iga (posisi mendatar atau
tidak)
11 Perhatikan sela-sela iga (bandingkan kiri dan kanan)
12 Perrhatikan bentuk sternum, klavikula (adakah
kelainan)

66
13 Perhatikan bagian sudut epigastrium (bentuk tumpul
atau lancip)
14 Perhatikan dan tentukan jenis pernafasan, apakah
ada pernafasan abnormal (Kusmaull, cheyne stokes,
asthmatic)
15 Jumlah frekuensi nafas (hitung)
16 Perhatikan perbandingan pergerakan dinding dada
kiri dengan kanan. (Apakah sama atau ada dinding
dada yang tertinggal)

Melakukan palpasi

17 Melakukan pemeriksaan limfadenopati di leher


18 Melakukan pemeriksaan posisi trakea (normal,
deviasi)
19 Melakukan pemeriksaan apakah ada emfisema
subkutis
20 Melakukan pemeriksaan pengembangan rongga
thoraks
( Pemeriksa menempelkan kedua telapak tangan
pada dinding thoraks bagian bawah dengan kedua
ibu jari bertemu pada garis mid sternalis dan jari
yang lain mengarah pada sisi kiri dan kanan dinding
thoraks, pasien disuruh inspirasi dalam sambil
memperhatikan pergerakan dari kedua ibu jari
pemeriksa apakah terlihat pergerakan simetris atau
ada yang tertinggal)
21 Melakukan palpasi pada permukaan dinding thoraks
untuk menilai fremitus tactil (stem fremitus) pada
hemitorak kiri dan kanan mulai dari dinding thoraks
bagian atas ke bawah. Bandingkan thorak kiri dan
kanan secara simetris sambil pasien disuruh
menyebut tujuh-tujuh (77)

Melakukan Perkusi

22 Melakukan perkusi pada kedua hemithorak kiri dan


kanan mulai dari dinding toraks atas ke bawah,
kemudian bandingkan kiri dengan kanan.
23 Melakukan perkusi batas paru jantung, kiri atas, kiri
bawah, kanan.
24 Melakukan perkusi menentukan batas paru hepar

67
pada linea mid klavikularis kanan (perubahan suara
perkusi dari sonor ke redup)
25 Melakukan perkusi pada toraks anterior kiri bawah
daerah lambung akan didapat suara perkusi timpani

Melakukan Auskultasi

26 Mendengarkan suara pernafasan, vesikuler pada


kedua hemitorax kiri dan kanan, mulai dari atas ke
bawah.
27 Mendengar suara nafas normal trakeal pada daerah
leher / trakea, dan suara nafas normal bronchial pada
daerah supra sterna
28 Mendengar suara nafas normal bronkovesikuler
pada daerah diatas corpus sterni.
29 Mendengarkan suara nafas tambahan (ronki,
wheezing,dll)

PEMERIKSAAN FISIK THORAK BELAKANG


(PUNGGUNG) / POSTERIOR
Melakukan inspeksi

30 Perhatikan bentuk dinding toraks belakang (Adakah


kelainan bentuk)
31 Perhatikan bentuk tulang belakang (Adakah kelainan
bentuk) kifosis, skoliosis, lordosis / gibus
32 Membandingkan bentuk dinding toraks belakang
kiri dengan kanan
33 Membandingkan pergerakan dinding toraks
belakang kiri dan kanan, apakah sama atau ada
pergerakan salah satu dinding dada yang tertinggal.

Melakukan palpasi

34 Melakukan pemeriksaan pengembangan rongga


thoraks
( Pemeriksa menempelkan kedua telapak tangan
pada dinding thoraks bagian bawah dengan kedua
ibu jari bertemu pada garis mid sternalis dan jari
yang lain mengarah pada sisi kiri dan kanan dinding
thoraks, pasien disuruh inspirasi dalam sambil
memperhatikan pergerakan dari kedua ibu jari
pemeriksa apakah terlihat pergerakan simetris atau
68
ada yang tertinggal)
35 Melakukan palpasi pada permukaan dinding thoraks
untuk menilai fremitus tactil (stem fremitus) pada
hemitorak kiri dan kanan mulai dari dinding thoraks
bagian atas ke bawah. Bandingkan thorak kiri dan
kanan secara simetris sambil pasien disuruh
menyebut tujuh-tujuh (77)

Melakukan perkusi

36 Melakukan perkusi pada kedua hemithorax belakang


kiri dan kanan mulai dari dinding toraks atas ke
bawah, bandingkan kiri dan kanan.
37 Menentukan batas paru belakang kanan dan kiri
(normal vertebra thorax X/XI)
38 Menentukan peranjakan batas paru belakang.
(tentukan batas paru saat inspirasi biasa dan tandai,
kemudian tentukan batas paru saat inspirasi dalam,
(normal batas paru beranjak turun 2 jari (+/- 4 cm)

Melakukan Auskultasi

39 Mendengarkan suara pernafasan, vesikuler pada


kedua hemitorax kiri dan kanan, mulai dari atas ke
bawah.
40 Mendengar suara nafas normal bronkovesikuler
pada daerah inter skapula.
41 Mendengarkan suara nafas tambahan (ronki,
wheezing,dll)
42 Melaporkan hasil pemeriksaan

Keterangan Skor:

0 = Tidak dilakukan sama sekali


1 = Dilakukan dengan tidak sempurna
2 = Dilakukan dengan sempurna

Aceh Besar, Februari 2013

Mahasiswa Instruktur
69
( .. ) ( .)

70

Anda mungkin juga menyukai