KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
TUBERKULOSIS
Oleh
Fatimah putri sonia
100610039
Pembimbing
dr. Cut khairunnisa, M.Kes
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara droplet udara
(Hiswani, 2004).
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga
pendudiuk
dunia.
Pada
Tahun
1993,
WHO
mencanangkan
sekitarnya
dalam
Permatasari,
kurun
2005).
waktu
Pengobatan
tahun.
yang
(Girsang,
tidak
teratur
2002;
dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas Tanah Jambo Aye
Berdasarkan data program TB Paru Puskemas Tanah jambo aye
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 2.1. Data Hasil Cakupan P2 TB Puskesmas Tanah jambo aye Tahun 2013
Kriteria
Suspek
BTA +
Triwulan 1
133
12
Hasil Kegiatan
Triwulan 2
Triwulan 3
108
124
6
6
Total
Triwulan 4
68
8
433
32
Tabel 2.2. Data Hasil Cakupan P2 TB Puskesmas tanah jambo aye Tahun 2014
Kriteria
Suspek
BTA +
Triwulan 1
146
13
Hasil Kegiatan
Triwulan 2
Triwulan 3
139
144
12
9
Total
Triwulan 4
120
9
549
43
Tabel 2.3. Data Hasil Cakupan P2 TB Puskesmas tanah jambo aye Tahun 2015
Kriteria
Suspek
BTA +
Triwulan 1
133
16
Hasil Kegiatan
Triwulan 2
Triwulan 3
159
141
18
19
Total
Triwulan 4
-
433
53
dibedakan menjadi 2 yaitu: (1) penemuan kasus secara aktif, dan (2) penemuan
kasus secara pasif (Asyari, 2005).
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya penjaringan
tersangka penderita dilakukan pada mereka yang datang berkunjung ke unit
pelayanan kesehatan. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Penamuan
secara pasif tersebut didukung oleh penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas
kesehatan ataupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan penderita.
Cara ini biasa dikenal dengan passive promotive case finding. Disamping itu,
semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala yang sama, harus
diperiksa dahaknya (Asyari, 2005).
Penemuan kasus baru TB paru BTA positif di wilayah kerja Puskesmas
Tanah jambo aye tersebar di 30 desa.
diperiksa dahaknya dengan alasan dahaknya tidak bisa dikeluarkan, merasa tidak
perlu untuk memeriksakan dahaknya, dan lain sebagainya (Puskesmas Tanah
jambo aye, 2015).
Kegiatan pelacakan TB mangkir dilakukan apabila ada pasien TB paru
yang telat atau tidak datang mengambil obat ke Puskesmas dalam jangka waktu
1 minggu dari jadwal yang telah ditentukan. Bila ada kasus TB mangkir, petugas
Puskesmas akan mengunjungi rumah pasien TB paru tersebut dan mencari tahu
penyebab pasien tidak datang mengambil obat. Pada tahun 2014 hanya terdapat 20
kasus TB mankir (Puskesmas Tanah jambo aye, 2015).
Kegiatan follow up TB paru dilakukan setiap hari di Puskesmas tanah
jambo aye. Follow up berupa pemberian obat dan evaluasi perkembangan kondisi
pasien. Hampir sebagian besar pasien yang telah di berikan pengobatan
menunjukkan hasil negatif setelah dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada akhir
bulan ke-2, ke-5 dan akhir pengobatan (Puskesmas Tanah jambo aye,
2015).
Salah satu kegiatan lintas program yang dilakukan adalah kegiatan kontak
balita ISPA, dilakukan dengan program Gizi. Kegiatan ini dilakukan sekali
setahun dengan tujuan untuk menemukan kasus TB paru baru. Dari 40 balita
ISPA, diharapkan dapat ditemukan minimal 40 orang sumber kontak yang dapat di
peiksakan dahaknya, namun hanya 30 orang yang mau untuk diperiksa dahaknya
(Puskesmas Tanah jambo aye, 2015).
Kegiatan lintas program yang lainnya antara lain adalah: memeberikan
pengetahuan tentang pentingnya PHBS (Promkes), mempromosikan kebersihan
dapat segera
mendeteksi bila
ada
masalah dalam
keberhasilan tersebut
diperlukan
indikator.
Hasil
Rate = CDR).
Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
diperiksa dahaknya.
Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB
paru.
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien.
Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Angka Konversi
Angka Kesembuhan.
Jumlah
Penjaringan
Suspek
433
459
457
Jumlah Target
Suspek
Nilai / Hasil
944
883
901
45,87%
62,17%
60,71%
besar
diakibatkan
oleh
tingkat
keberhasilan
Jumlah
Nilai /
2.4.
2010
2011
2012
32
43
54
Penjaringan
Suspek
433
459
457
Hasil
7,62%
7,83%
11,04%
1990-an
WHO
Tuberculosis
dan
and
IUATLD
Lung
(International
Disease)
Union
Against
mengembangkan
strategi
penderita
baru
mencapai
9,8%
dengan
angka
10
yang
merupakan
bagian
dari
sistem
dokumen
11
jangka
pendek
dengan
pengawasan
langsung.
Untuk
lain.
Bila
tidak
ada
petugas
kesehatan
yang
12
penting
yang
perlu
dipahami
PMO
untuk
kutukan.
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan).
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara
teratur.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya
segera meminta pertolongan ke Fasyankes.
13
insidens
TB
di
114
negara
pada
tahun
2006
dengan
resistensi
lain
dengan
melakukan
kultur
14
resistensi
terhadap
sekurang
Multidrugresistance
salah
satu
golongan
15
Berdasarkan
berimplikasi
kategori
pada
diagnostik
perbedaan
TB
regimen
oleh
WHO
yang
pengobatan
yang
memulai
pengobatan
kategori
IV
sebelum
adanya
representatif
atau
data
epidemiologik
lain
yang
pengobatan
kategori
IV.
Pasienpasien
ini
ada
suspek
kasus
MDRTB
berdasarkan
riwayat
16
fluoroquinolon,
obat
bakteriostatik
lain
terjadi
konversi
sputum.
Pedoman
terbaru
yang
saat
penanggulangan
insidensinya
ini
merupakan
tuberkulosis.
mengalami
masalah
Berdasarkan
peningkatan
baru
dalam
survey
WHO,
setiap
tahunnya.
17
dipakai
untuk
mengatasi
strain
MDR
dan
perlu
18
BAB III
LAPORAN KASUS
1.
Identitas Pasien
: Tn. S
Umur
: 62 tahun.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Pekerjaan
: Petani.
Pendidikan terakhir
: SD.
Alamat
2.
Nama Pasien
Anamnesis
Keluhan utama: Batuk berdahak.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os sedang menjalani pengobatan fase intensif yang sudah berlangsung
selama 7 minggu. Awalnya os mengeluhkan adanya batuk berdahak yang hilang
timbul sejak kurang lebih 3,5 tahun yang lalu. Awalnya os mengira batuk yang
dialaminya adalah penyakit batuk biasa, sehingga os tidak pernah memeriksakan
penyakitnya ini ke puskesmas ataupun fasilitas pelayanan kesehatan. Namun os
merasakan bahwa batuknya semakin memberat disertai
terkadang berwarna hijau dengan jumlah yang kurang lebih 1 sendok makan
setiap kali batuk, namun os menyangkal adanya riwayat batuknya bercampur
darah ataupun batuk darah sejak pertama kali keluhan batuk muncul. Batuk
dirasakan paling berat pada malam hari sampai-sampai mengganggu tidur, dan
19
biasanya dahak paling banyak pada saat pagi hari. Os juga mengeluh sering
berkeringat malam walau tanpa aktivitas. Os mengaku bahwa berat badannya
terasa menurun dan sering merasa lemas sejak pertama kali mengalami keluhan
batuk tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (-), DM (-), riwayat operasi (-),
riwayat minum OAT (-), asma (-), bronkitis (-).
Riwayat Pengobatan
Os mengaku bahwa ia biasanya mengkonsumsi obat batuk yang dijual di
warung untuk mengatasi batuk yang dialaminya, namun keluhan batuk sulit
mereda. Os dianjurkan untuk memeriksakan diri ke Puskesmas tanah jambo aye
oleh salah satu petugas Posyandu. Sejak memeriksakan diri dan mulai menjalani
pengobatan fase intensif, os mengatakan keluhan batuknya mulai mereda dan
tidak mengganggu saat malam hari.
I.
II.
III.
20
IV.
V.
(istri dari anaknya yang ke-1, Ny. M, 30 tahun, swasta, menikah), dan dua
3.
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Frek. Nadi
: 82 x/menit
21
Frek. Nafas
Suhu
Berat Badan
: 20 x/menit
: 36,7 C
: 52 kg
Tinggi Badan
: 167 cm
Status Gizi
: Kurang
Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala
: Deformitas (-)
Rambut
Mata
Tenggorok
Paru
Inspeksi:
1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris.
2. Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
22
3. Penggunaan otot bantu nafas: SCM aktif, tidak tampak hipertrofi SCM, otot
bantu abdomen aktif dan hipertrofi (-).
4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).
5. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis: tak tampak deviasi
6. Tipe pernapasan: torako-abdominal.
Palpasi:
Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea
parasternal sinistra.
Perkusi:
Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.
Batas paru-jantung:
Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi:
Cor: S1 S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
23
Rhonki (-/-).
Wheezing (-/-).
Egofoni (-).
Abdomen
Inspeksi:
Bentuk: simetris
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi:
Perkusi:
Palpasi:
24
Massa (-)
Ekstremitas
4.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan sputum hasil BTA +2 (di puskesmas)
5.
Diagnosis Kerja
Tuberkulosis paru kasus baru BTA positif.
6.
Penatalaksanaan
Terapi OAT Kategori 1.
7.
Prognosis
Dubia at Bonam
8.
Konseling
Penyakit yang diderita adalah penyakit TB yang menular dan bisa
menyerang siapa saja.
25
cara penularannya.
Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air
sabun, diganti minimal 1x sehari, kemudian menguburnya di tempat
26
BAB IV
PEMBAHASAN
27
1. Faktor Genetik/Biologis.
Pada kasus ini, os adalah seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan status
gizi kurang. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Seiring dengan terjaidnya transisi demografi yang
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi, pada usia lanjut
lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun sehingga sangat rentan
terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB paru. Meskipun penyakit TB
paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif, 1550 tahun.
Keadaan malnutrisi, gizi kurang, atau kekurangan kalori, protein,
vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan
tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit termasuk
TB paru (Hiswani, 2004).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya
sebuah penyakit, apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan.
Hal ini tentu saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada
keseimbangan dalam lingkungan. Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal Tn.
S mendukung terjadinya penyakit TB yang dialaminya tersebut. Lingkungan
rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap
status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat
hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu
28
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban,
suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah (Keman, 2005).
Pencahayaan Rumah
Keadaan rumah os pada kasus ini tergolong lembab dan kurang cahaya.
Rumah os hanya memiliki satu buah jendela dan satu buah pintu untuk semua
ruangan. Bahkan ada ruangan yang tidak memiliki jendela sama sekali. Os dan
keluarga mengaku jarang membuka jendela dan gorden. Cahaya yang masuk ke
dalam rumah os sangat kurang. Hal ini menyebabkan mikroorganisme dapat
berkembang dengan pesat, termasuk kuman dan bakteri penyebab TB.
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 10% luas lantai, dengan durasi pencahayaan minimal 1 jam setiap
hari, dimana pencahayaan efektif dapat diperoleh pada pukul 08.00 sampai
dengan pukul 16.00. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang
sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup (Keman, 2005).
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama
apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam
waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman
TB paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk
dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni
akan sangat berkurang (Helmia & Lulu, 2004).
29
30
Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu dengan paparan
partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada
saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan
morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya
TB paru. Pasien dalam kasus ini tidak bekerja lagi, dan hampir selalu berada di
lingkungan rumah sepanjang hari. Di rumah, istri os memasak dengan
menggunakan kayu bakar, sehingga os kerap terpapar polutan secara kronis.
Sebelumnya os merupakan seorang petani dan sehari-hari dapat menghabiskan
sampai 1 bungkus rokok per hari. Petani memiliki resiko terpapar
partikel padi, pupuk dan pestisida selama bekerja. Hal ini
meningkatkan resiko pasien terkena penyakit saluran napas.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap
pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan
kesehatan
selain
itu
juga
akan
mempengaruhi
terhadap
31
pemeriksaan sputum BTA pada semua anggota keluarga yang tinggal bersama os,
dan semua menunjukkan hasil negatif. Sehingga sulit untuk mencari sumber
penularan kuman BTA positif pada os.
3. Faktor Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan
akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Pengetahuan Yang Kurang Tentang TB
Os dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB, pengertian,
faktor resiko, penularan, akibat dsb. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi
tindakanya yang menjadi kurang tepat. Pasien dan keluarga mengaku jarang
membuka jendela rumah, memasak menggunakan kayu bakar dan tidak segera
memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang mengarah ke TB.
Kebiasaan Meludah Sembarangan
Sebelum datang berobat, os memiliki kebiasaan meludah sembarangan
yang sangat berpengaruh terhadap penularan TB di lingkungan sekitar os. Hal ini
berkaitan dengan kurangnya pengetahuan os dan keluarga tentang penyakit TB itu
sendiri. Bukan hanya os saja, namun masih banyak didapatkan warga masyarakat
yang meludah sembarangan, dan ini cukup menghawatirkan apabila warga-warga
tersebut memang menderita penyakit TB paru BTA positif.
Kebiasaan Merokok
32
33
Dari beberapa uraian faktor tersebut di atas, dapat diketahui bahwa banyak
hal yang dapat menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita TB.
Ketidakseimbangan
antara
faktor
pejamu,
agen
dan
lingkungan
dapat
34
BIOLOGIS
DIABETES
MELITUS
Jenis Kelamin
Laki-laki lebih beresiko untuk menderita TB daripada perempuan
DIABETES
MELITUS
PERILAKU
DIABETES
MELITUS
Kebiasaan Merokok
DIABETES
MELITUS
Kebiasaan Meludah Sembarangan
LINGKUNGAN
Pencahayaan Rumah
DIABETES
Kepadatan
huan serta pendidikan yang kurang mengenai TB
dan pola hidup bersih dan
sehat Hunian Rumah
MELITUS
TB
DIABETES
MELITUS
Pekerjaan
Riwayat Kontak
DIABETES
MELITUS
PELAYANAN
DIABETES
KESEHATAN
MELITUS
Penyuluhan tentang TB dan PHBS yang lebih terarah
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
35
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
BAB V
MELITUS
KESIMPULAN DAN SARAN
DIABETES
MELITUS
5.1 Kesimpulan
DIABETES
1. Dalam program TB yang MELITUS
dilaksanakan di Puskesmas tanah jambo aye,
hanya indikator CDR yang belum mencapai target yang telah ditentukan.
DIABETES
2. Faktor yang menjadi faktor resiko terjadinya TB pada pasien dalam kasus
MELITUS
DIABETES
MELITUS
MELITUS
DIABETES
perilaku dan pelayanan kesehatan.
MELITUS
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan CBA di daerah-daerah yang tinggi jumlah
DIABETES
MELITUS
pasien baru TB paru BTA
positif agar penemuan kasus lebih
MELITUS
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai salah satu upaya dalam
DIABETES
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
36
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
Lampiran:
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
37
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
38
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama,
T.Y.,
DIABETES
2006,
XDR-TB,
MELITUS
Jurnal
Tuberkulosis
MELITUS
(Case Finding) Penderita
TB Paru Di Puskesmas Mandala
Kota Medan Tahun 2005, Skripsi S.KM, Fakultas Kesehatan
DIABETES
2002,
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis,
DIABETES
ke-8, MELITUS
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia, Jakarta.
4. Girsang, M., 2002,DIABETES
Pengobatan Standar Penderita TBC,
Cermin Dunia Kedokteran
137, 6-8.
MELITUS
5. Hasanah, 2015, Data Hasil Cakupan P2 TB Puskesmas
tanah jambo aye DIABETES
2010-2014, P2M, Puskesmas tanah
MELITUS
jambo aye, panton, aceh.
6. Helmia, Lulu, M., 2004, Tuberkulosis, dalam Alsagaff, H., Wibisono,
DIABETES
M.J., & Winariani, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru, pp. 10-28, Bagian
MELITUS
DIABETES
MELITUS
Kesehatan
Masyarakat,
Universitas
Sumatra
Utara, Medan.
DIABETES
8. Keman, S., 2005, Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan
MELITUS
DIABETES
42.
9. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat
MELITUS
Jenderal
Pengendalian
Lingkungan,
Penyakit
Dan
Penyehatan
DIABETES
Pedoman Nasional Pengendalian
MELITUS
2011,
MELITUS
Jenderal
Republik
Pengendalian
DIABETES
MELITUS
DIABETES
Indonesia,
Penyakit
Dan
39
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
Penyehatan Lingkungan,
2012, Monitoring Dan Evaluasi
DIABETES
Program
MELITUS
Pengendalian
Tuberkulosis,
Kementerian
Dan
MELITUS
Strategi
DOTS, Bagian
Paru,
Fakultas
Laporan
MELITUS
MELITUS
MELITUS
Utara, Medan.
14.
Yunita, R., 2011, Multi-Drug Resistance Tuberculosis,
Departemen
DIABETES Fakultas
Mikrobiologi,
Universitas SumatraMELITUS
Utara, Medan.
Kedokteran,
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
DIABETES
MELITUS
40