LAPORAN KASUS
STATUSKEPANITERAANKLINIKBEDAH
RUMAHSAKITUMUMDAERAHBUDHIASIH
Nama Mahasiswa
: Novi Agustina
NIM
: 030.007.189
: Tn. MF
Umur
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Betawi
Status pernikahan
: Belum menikah
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 20 Februari 2012.
1. KELUHAN UTAMA
Tungkai kanan dan tungkai kiri tidak sama panjang, setelah kecelakaan motor 7 bulan
SMRS.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
OS mengeluh tungkai kanan dan tungkai kiri nya tidak sama panjang setelah OS
mengalami kecelakaan motor 7 bulan SMRS. Tungkai kanan OS lebih pendek dari tungkai
kirinya. OS juga mengeluhkan bengkak di daerah paha sebelah kanan yang terjadi beberapa
saat OS mengalami kecelakaan, bengkak hingga saat ini masih dialami OS, kadang terasa
nyeri, terutama saat OS berjalan.OS mengeluhkan menjadi sulit berjalan karena kedua
tungkainya tidak sama panjang, dan saat ini OS berjalan menggunakan tongkat. Saat ini OS
datang ke RSUD Budhi Asih untuk melakukan operasi pada tungkai kanan nya.
OS tidak mengeluhkan kelainan pada tungkai kiri dan juga anggota gerak lainnya. Sakit
kepala, mual, muntah disangkal oleh OS. BAB dan BAK normal.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pada tanggal 26 Juni 2011, OS mengalami kecelakaan motor, OS sedang mengendarai
motor dengan kecepatan 80 km/jam menabrak mobil dibagian belakang. Paha kanan OS
terbentur stang motor kemudian OS terpental 100 meter kedalam gerobak sayur. Tidak ada
pingsan atau pun muntah setelah jatuh, dan tidak ada benturan dikepala. Setelah jatuh OS
tidak bisa bangun sendiri karena rasa sakit di tungkai kanan nya, setelah itu OS langsung
dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Tindakan yang dilakukan di IGD saat itu adalah
pembersihan luka terbuka pada tungkai bawah kanan, pemasangan bidai pada tungkai kanan,
pemberian antibiotik, penghilang nyeri dan dilakukan pemeriksaan rontgen tungkai kanan.
Pada saat itu OS di diagnosis fraktur femur 1/3 proksimal tertutup dan fraktur tibia 1/3
proksimal terbuka. Kemudian OS mendapatkan perawatan di bangsal RSUD Budhi Asih
selama 1 minggu dan direncanakan operasi tungkai kanan oleh dokter, namun OS menolak
untuk melakukan operasi, dan pulang setelah 1 minggu di rawat.
2
: Compos mentis
Kesan sakit
BB/TB
: 56 Kg/ 172 cm
BMI
: 18,9 kg/m2
Kesan gizi
: Gizi normal
Tanda Vital :
Tekanan darah: 120/80 mmHG
Suhu: 36,2 0C
3
Nadi: 84 x/menit
Pernafasan: 16 x/menit
Status generalis
1. Kepala
2. Mata
: CA -/-; SI -/-; pupil bulat isiokor; refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+
3. Leher
4. Thoraks
Jantung :
-
Palpasi
iiiiiiiiiiiiiiiiisinistra.
-
Perkusi
Batas Atas
Batas Kiri
Batas Kanan
Paru:
-
Inspeksi : tampak pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
Perkusi
5. Abdomen
Inspeksi
: warna kulit sawo matang, datar, (-) ikterik, (-) spider nevi
Palpasi
: teraba supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
4
Perkusi
6. Ekstremitas
: timpani
(+) deformitas
Feel
-
:
(+) pembengkakan di tungkai atas kanan, 6 cm diatas lutut, ukuran: 10 x 8 cm, suhu
kulit normal, teraba keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan
Move :
-
(-) krepitasi
: 12.700 /uL
Eritrosit
: 4,9 juta/uL
Hemoglobin
: 15,1 gr/dl
Hematokrit
: 44 %
5
Trombosit
: 243.000
LED
: 4 mm/jam
: 230 menit
Masa pembekuan
: 1200 menit
Rontgen:
-
Thorax PA
E. RESUME
OS, laki-laki, usia 18 tahun datang dengan keluhan kelainan pada tungkai kanannya
setelah kecelakaan motor 7 bulan SMRS. Kedua tungkai tidak sama panjang, tungkai kanan
lebih pendek dari tungkai kiri. OS juga mengeluh adanya pembengkakan di paha kanan sejak
OS mengalami kecelakaan, bengkak terus menerus dan kadang terasa sakit terutama saat
berjalan. Saat ini OS berjalan dengan menggunakan tongkat. Setelah kecelakaan motor 7
bulan yang lalu, OS sempat dirawat selama 1 minggu di RS dan OS menolak operasi yang
disarankan oleh dokter. Setelah pulang dari RS, OS melakukan pengobatan alternatif dengan
di urut, 2x/minggu selama 7 bulan, sampai akhirnya dirasakan tidak ada perubahan pada
tungkainnya OS pergi ke RS dan dijadwalkan untuk operasi tungkai kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: status lokalis femur dextra Look: (+) pembengkakan
di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi; (+) deformitas. Feel : (+) pembengkakan di
tungkai atas kanan, 6 cm diatas lutut, ukuran: 10 x 8 cm, suhu kulit normal, teraba keras, (-)
mobile, (-) nyeri tekan; Panjang tungkai kanan: 96 cm, panjang tungkai kiri: 100 cm. Move:
(-) krepitasi; ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri.
Pada pemeriksaan Rontgen Os. femur dextra, didapatkan: fraktur lama pertengahan
transverse displace; Os. Femur dextra cum contractionum dengan kalus.
F. DIAGNOSIS KERJA
Malunion fraktur femur 1/3 tengah transverse displace tertutup
G. PENATALAKSANAAN
-
Osteotomi
Skletal traksi
H. PROGNOSIS
-
Ad Vitam
: Ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: Dubia ad bonam
LAPORAN PEMBEDAHAN
(20 FEBRUARI 2012)
Tanggal
: 20 Februari 2012
Dokter Bedah
: dr. David, Sp OT
Diagnosis
Jenis Operasi
Tindakan Pembedahan:
-
Osteotomi
Skletal traksi
Pro ORIF
Uraian Pembedahan:
1.
3. Terapi:
-
FOLLOW UP
Tanggal
21/2/12
S
Nyeri
bekas op
(+)
Demam
(-)
O
TD:120/80 mmHg
N: 84 x/menit
S: 35,8 0C
P: 16x/menit
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- Luka bekas op tertutup elastic
perban,
- drain (+): darah
- (+) skletal traksi beban 4kg
Fell: NT (+)
23/2/12
Lab: 20/2/12
- Leukosit: 13400/ul
- Hb: 13,4 gr/dl
- Ht: 39 %
- Trombosit: 256.000/ul
Nyeri
TD:100/80 mmHg
bekas op N: 74 x/menit
A
Post Osteotomi
H-1
Malunion fr.
Femur dextra
P
- IVFD Asering 1500/24 jam
- Diit TKTP
- Inj Sulbacef 2x1 gr
- Inj Tramol 3x100gr dalam
500 cc cairan
- Inj ketesse 3x50 gr drip 100
cc (15 menit)
- Inj Ranitidine 2x150 gr
- Pertahankan skletal traksi
beban 4kg
- Elevasi bed 20 cm
- Rontgen kontrol femur
dextra AP-Lateral
(terpasang beban 4 kg)
S: 36,2 0C
P: 14x/menit
<<
Demam
(-)
28/2/12
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- Luka bekas op tertutup elastic
perban,
- drain (+): darah
- (+) skletal traksi beban 6kg
Fell: NT (+)
Nyeri
TD:120/80 mmHg
bekas op N: 80 x/menit
<<
S: 35,8 0C
Demam
P: 16x/menit
(-)
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- Luka bekas op tertutup elastic
perban,
- (+) skletal traksi beban 11kg
Fell: NT (+)
-
1/3/12
5/3/12
Nyeri
bekas op
<<
Demam
(-)
Lab: 26/2/12
Leukosit: 7100/ul
Hb: 12,5 gr/dl
Ht: 40%
Trombosit: 326.000/ul
HbsAg (+) Reaktif
TD:110/70 mmHg
N: 76 x/menit
S: 36 0C
P: 14x/menit
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- Luka bekas op tertutup elastic
perban,
- (+) skletal traksi beban 12kg
Fell: NT (+)
Puasa
TD:110/80 mmHg
(+)
N: 80 x/menit
Demam
S: 36 0C
(-)
P: 16x/menit
Diit TKTP
Tab Ciprofloxacin 2x500mg
Tab As. Mefenamat 3x500
mg
Tab Ranitidine 2x150 mg
Pertahankan skletal traksi
beban 11kg
- Aff DC
Malunion fr.
Femur dextra
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
10
Lab: 2/3/12
Leukosit: 14500/ul
Hb: 11,7 gr/dl
Ht: 34%
Trombosit: 421.000/ul
tissue sweling
(+) kalus
Fraktur lama
Kesan:
Fraktur
femur 1/3
tengah tranverse
LAPORAN PEMBEDAHAN
(5 MARET 2012)
Tanggal
: 5 Maret 2012
Dokter Bedah
: dr. David, Sp OT
11
Diagnosis
Jenis Operasi
Tindakan Pembedahan:
-
Bone graft
Uraian Pembedahan:
1. Posisi LLD dalam anastesi spinal
2. Asepsis dan antisepsis medan operasi, dipersempit dengan doek steril
3. Incisi longitudinal luka lama operasi di perdalam
4.
FOLLOW UP
Tanggal
6/3/12
S
Nyeri
bekas op
(+)
Demam
(-),
O
TD:110/70 mmHg
N: 80 x/menit
S: 36 0C
P: 16x/menit
Status Lokalis:
(Femur dextra)
Look:
- Luka bekas op tertutup elastic
perban,
- drain (+): 200cc/24 jam semi
hemoragic
A
Post operasi
ORIF H-1
Malunion fr.
Femur dextra
P
- IVFD Asering 1000/24 jam
- Diit TKTP
- Inj Gentamicin 2x50 gr
- Inj Tramadol 2x100gr dalam
500 cc cairan
- Inj ketesse 3x50 gr drip 100
cc (15 menit)
- Inj Ranitidine 2x150 gr
- Mobilisasi duduk
- Pesan tongkat/ axillary cruth
bilaeral
- Cek lab rutin post tranfusi
Fell: NT (+)
Move:
ROM terbatas akibat nyeri
Lab: 5/3/12
- Leukosit: 13100/ul
- Hb: 10,5 gr/dl
- Ht: 31 %
- Trombosit: 444.000/ul
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR
A. Definisi Fraktur dan Mekanisme Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan
lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.
14
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan
luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi
atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut
fraktur dislokasi.
A. Etiologi / Predisposisi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran.
15
B. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah
tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan
lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang
dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi
akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan
leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh
darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf.
C. Pembagian Fraktur
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan
apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi.
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana tulang
patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1.
2.
Greenstick Fracture: biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula,
dan costae
3.
Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
2.
Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)
3.
4.
5.
Jenisjenis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
1. Undisplace: fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
2. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
-
Rotated: memutar
D. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
11. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan
LGS (lingkup gerak sendi).
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan rontgen: Dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral
Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Pemeriksaan ini juga berguna untuk
mengikuti proses penyembuhan tulang.
18
b. Scan
tulang,
tomogram,
CT-scan/
MRI:
Memperlihatkan
frakur
dan
19
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang
kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga
dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di
atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien
mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai
digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
20
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai
atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
-
Traksi skeletal
21
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi antara lain:
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
-
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang harus
baik dan terasa nyaman.
22
Imobilisasi
Sasarannya
adalah
mempertahankan
reduksi
di
tempatnya
sampai
terjadi
penyembuhan.
Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur
Rehabilitasi
23
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit.
H. KOMPLIKASI
1. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena beberapa hal, bisa
disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga
terjadi
iskemia
terisinya cairan
pertambahan
luas/volume
kompartemen
itu
sendiri.
Cairan
tersebut
oleh fraktur.
(pembuluh
darah),
mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan
memicu terjadinya iskemia jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan
intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia
yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat
mengancam nyawa.
Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma kompartemen, yang
disingkat menjadi 5P:
Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa waktu
Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
26
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan operatif
untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam kompartemen.
2. Major Blood Loss
Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensif pada daerah femur. Apabila terjadi
perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock,
hipotensi, dan takikardia.
Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur
mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat diminimalisasi
dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur, memperbaiki deformitas,
menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.
3. Infeksi
Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah
Infeksi pasca operasi
Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam.
Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan pembersihan
serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus,
pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka merupakan penanganan yang baik.
Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum
yang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.
4. Penyembuhan abnormal pada fraktur
MALUNION
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi
27
Gambaran klinis
Pemeriksaan radiologist
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang tidak sesuai
dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
Konservatif
Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi sesuai dengan fraktur yang
baru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat digunakan sepatu orthopedic.
Operatif
28
Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi interna
DELAYED UNION
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5 bulan (3 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah)
Etiologi
Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion
Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan
Nyeri tekan
Pertambahan deformitas
Pemeriksaan radiologist
Gambaran kista pada ujung ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang
Pengobatan
Konservatif
29
Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut
pseudoarthrosis.
Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama
sekali
Pemeriksaan radiologist
Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(psedoarthrosis)
Pengobatan
Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna
Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen.
Infeksi
31
Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis)
Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw diantara
kedua fragmen.
FRAKTUR FEMUR
A. Anatomi dan Fisiologi Tulang Femur
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki
tulang pada fovea.
32
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai
crista
supracondylaris
medialis
menuju
tuberculum
adductorum
pada
condylus
Otot-otot femur
terdiri dari 3 kelompok
1. Kelompok
anterior (ekstensor)
- m.
rectus
femoris
- m.
vastus lateralis
- m.
vastus medialis
m.
vastus
intermedius genu
- m. sartorius
2. Kelompok medial (adduktor)
- m. pectineus
- m. gracilis
- m. adductor longus
- m. adductor brevis
- m. adductor magnus
3. Kelompok posterior (fleksor)
- m. biscep femoris
- m. semitendinosus
- m. semimembranosus
- m. psoas major
- m. iliacus
- m. tensor fascia lata
Vaskularisasi femur: arteri femoralis superficial, a obturator, vena saphena magna, vena
obturator, vena femoralis.
B. Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.
C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam kapsul sendi panggul
-
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar kapsul sendi panggul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
-
Fraktur intertrokanter
Fraktur subtrokanter
35
Klasifikasi Gardens untuk Fraktur Kolum FemurKlasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum
femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis
fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
36
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari
luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak
yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Gambaran Klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada
tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam
keadaan schok.
Penatalaksanaan
4. Terapi konservatif
37
Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi
terutama yang bersifat kominutif dan segmental.
Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis
5. Terapi operatif
-
Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur
Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup
ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama
dengan fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih
kompleks.
Tipe IIA: fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y).
Tipe II: sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.
Tipe III: fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007. 355-71;
429-45.
2. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.53-63.
2. Fizuhri SB. Uji Banding Penggunaan Skrew Paralel pada Fraktur Colum Femur: Sebuah
Studi Biomekanika. Available at: http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/ detail.jsp?
id=107838&lokasi=lokal. Accessed on: March 1, 2012.
3. Apley AG, Solomon L. Apleys System of Orthopaedics Fractures.
ButterworthHeinemann, 1993. 364-374.
4. Anonim. Femur. Available at: http://www.answer.com/library/sport%20science%20and
%20 medicine-cid.29334. Accesed on: March 3, 2012
5. Penyembuhan tulang. Available at: http://prastiwisp.wordpress.com/2010/07/08/prosespenyembuhan-dan-pertumbuhan-tulang-komposisi-tulang/. Accesed on: February 29, 2012
40