Anda di halaman 1dari 13

APENDISITIS AKUT

Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara
berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna,
yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan
angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama
antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa
muda rasionya menjadi 3:2.
Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan
berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada
bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama
anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal
(1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran
limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi
hambatan,

maka

akan

terjadi

Lymphoid

Tisuue)

yang

terdapat

apendisitis
pada

akut.

apendiks

GALT

menghasilkan

Gut

Ig-A.

Assoiated
Namun

jika

apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.
Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa
faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya :

Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia

jaringan lymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya

1% diantaranya

sumbatan oleh parasit dan cacing.

Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,

Bakteri

Lacto-bacilus,

Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

Kecenderungan familiar
Hal

ini

dihubungkan

dengan

terdapatnya

malformasi

yang

herediter

dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

Faktor ras dan diet


Faktor

ras

berhubungan

dengan

kebiasaan

dan

pola

makanan

sehari-hari.
Patofisiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam
tekanan tinggi di seikum dan peningkatan
ini menjadi pencetus radang di
menjadi

apendisitis

dipengaruhi oleh
apendiks

keterbatasan sehingga

sekum akan meningkat. Kombinasi

flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal

mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa

komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu


berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen

atau mengganggu motilitas normal apendiks.


Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat

karena terjadi

inilah terjadi apendisitis

akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan


dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

perforasi khas dapat terjadi


setiap pasien karena ditentukan

banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

supuratif
yang diikuti

Bila dinding yang

telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.


Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

sekitarnya.

bawah. Pada suatu

mengalami eksaserbasi akut.

Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut


Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :

Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Demam
biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi.

Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.

Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsings
Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumbergs Sign) batuk atau
mengedan

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
-

defans

muscular

menunjukkan

adanya

rangsangan

peritoneum

- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk

parietale.
menentukan

adanya rasa nyeri.

Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata

Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel
di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

Alvarado Score
Characteristic
M = Migration of pain to the RLQ
A = Anorexia
N = Nausea and vomiting
T = Tenderness in RLQ
R = Rebound pain
E = Elevated temperature
L = Leukocytosis
S = Shift of WBC to the left
Total
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

Score
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
-pada

appendicular

infiltrat,

LED

akan

meningkat.

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen

banding seperti infeksi

klinis yang hampir sama dengan

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi

komplikasi

(misalnya peritonitis) tampak :


- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan

USG

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti

dapat

kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.


c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasidari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk

komplikasi
menyingkirkan diagnosis

banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
tindakan ini didapatkan peradangan pada
langsung dilakukan

langsung.

Bila pada saat melakukan

appendix maka pada saat itu juga dapat

pengangkatan appendix (appendectomy).

Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Perawatan Kegawatdaruratan

Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.

Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.

Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.

Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran
kadar hCG

Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan
dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif

Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat


luka infeksi pasca bedah.

Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.

Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.


Tindakan Operasi

Apendiktomi, pemotongan apendiks.


Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.

Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke


seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari
lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah
banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena
keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus (Mansjoer 2005).

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan
mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks
yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu
berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus
halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan
istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat (Faradillah 2009).
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih
panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih
kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang
tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan
ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan
tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu
saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi (Sjamsuhidajat 2005).

Appendicitis
Subyektif :
Pasien laki-laki usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bawah kanan sejak dua hari
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, kemudian

berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan
terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat sejak 1 hari SMRS.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan, mual, muntah (1x,isi makanan dan lender
keputihan) dan perut terasa kembung. Pasien mengalami demam sejak 1 hari SMRS, demam
dirasakan terus-menerus sepanjang hari.
Pasien tidak BAB selama 2 hari , tidak flatus, BAK normal. Pola makan pasien tidak teratur
dan jarang mengkonsumsi serat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga : ( - )

Objektif :
Berdasarkan pemeriksaan , didapatkan hasil berupa :
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
TD = 130/80 mmHg ; P = 20x/menit ; N = 90x/menit

; S= 38,10C

Pemeriksaan generalis :
Kepala : rambut berwarna hitam merata
Mata : Si -/-, Anemis -/-, RCL +/+, RCTL +/+
Cor : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen : lihat status lokalis.
Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2
Status lokalis (Abdomen)
Inspeksi
: Bentuk simetris, sedikit membuncit.
Palpasi : Dinding perut simetris, buncit, supel , Massa (-),
Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen terutama kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign).
Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+), defans muskular (+) di
kuadran kanan bawah.
Perkusi : Bunyi timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) menurun
Rectal toucher
Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa licin, nyeri tekan(+) jam 9-12,
Pada handscoon feses(+), darah(-).

massa(-).

Assessment :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah Akut Abdomen
e.c. susp. Apendisitis akut perforasi.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang pria, usia 41 tahun
mengeluh nyeri perut bawah kanan sejak 2 hari (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu

hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri
dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat sejak 1 hari SMRS.
Disertai gejala anoreksia, vomitus, obstipasi dan meteorismus.
Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri
visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah
epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa
jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut
sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun
berjalan kaki.

- Ilustrasi Appendiks Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal
yang merangsang daerah rektum.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila
suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen terutama
kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign), Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+),
Rovsing sign (+), defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) menurun. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan
nyeri tekan(+) jam 9-12.
Hal ini sesuai pada tanda klinis apendisitis akut. Biasanya penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut
kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri
lepas (+) karena rangsangan peritoneum, Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa
nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan

secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di
titik Mc Burney.
Defans musculer (+) karena rangsangan M.Rektus abdominis. Defance muscular adalah nyeri
tekan kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada apendiks.
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus atau tidak terdengar sama sekali. Rectal
Toucher
/
Colok
dubur
,
nyeri
tekan
pada
jam
9-12.
Proses terjadinya appendicitis dapat dilihat pada skema di bawah ini:

Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu diagnosis adalah USG, pada kondisi perforasi
gambarannya dapat berupa lesi tubuler dengan air-fluid level di regio iliaca dextra.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-20.000/ L).
Jika leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan urinalisa
dapat ditemukan hematuria dan piuria pada 25 % pasien.
Beberapa diagnosis banding appendicitis akut yang perlu dipikirkan, antara lain: Kelainan
bidang gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan gejala yang hampir sama dengan
apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan
operasi, maka perbedaannya bukanlah hal penting.
Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian bawah, demam
dan tenesmus.

Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-lahan di daerah epigastrium. Pada pemeriksaan
fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, terdengar metalic sound pada auskultasi.
Kelainan bidang urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto
polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

Plan :
Penatalaksanaan : Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi
apendiktomi cito. Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi. Sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan antibiotik
sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post operasi.
Tindakan yang diberikan pada pasien ini berupa antibiotika ceftriaxone 1gr IV, Ranitidin
50mg IV, Ondansetron 4mg IV, Scopamin (Hyoscine-N-butylbromide 20mg) IV serta
pemasangan selang NGT. Hal tersebut dilakukan untuk stabilisasi kondisi pasien dalam
persiapan rujukan ke RSUD Ajidarmo untuk terapi lebih lanjut.
Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan penanganan
merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh
perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut,
peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforasi dan peritonitis lokal. Hal ini ditandai
dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di seluruh lapang abdomen serta peningkatan suhu
tubuh terus-menerus. Pada tanda klinis didapatkan defans muscular lokal di kuadran kanan
bawah serta bising usus menurun.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa periapendikular.
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.
Rujukan = Pasein harus segera di rujuk untuk operasi cito. Dengan tujuan mengangkat
appendiks secara keseluruhan agar progresivitas penyakit tidak berlanjut atau terjadi rekurensi
penyakit.

Anda mungkin juga menyukai