Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

EPILEPSI GRANDMAL

Oleh:
Resti Rusydi 1110312006

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp. S (K)
dr. Syarif Indra, Sp. S
dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan gangguan saraf kronik dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang disebabkan lepasnya muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Pada
tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37
juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka insidensi dan prevalensi diperkirakan lebih tinggi di negara berkembang.1
Menurut International League Against Epilepsi (ILAE), yang disebut epilepsi adalah
kecenderungan untuk terjadinya kejang tipe apapun secara klinis. Tiap individu yang
mengalami epilepsy mempunyai risiko yang bermakna untuk mengalami kekambuhan
kejang. Waktu munculnya kejang terjadi secara mendadak, tidak disertai demam berulang dan
tidak dapat diprediksi. Kejang yang menahun dan berulang dapat berakibat fatal, oleh karena
itu sasaran terapi utamanya adalah pengendalian penuh atas kejang.2
Pengobatan utama untuk epilepsi adalah obat obat anti epilepsi (OAE) untuk
mengatasi dan mengontrol kejang. Selain terapi farmakologi dapat diberikan terpai non
farmakologi berupa perubahan pola makan, menghindari faktor pencetus (seperti alkohol
atau kurang tidur), stimulasi nervus vagus dan pembedahan.1

1.2 Batasan Masalah


Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, etiologi, patofisiologi, gambaran
klinis, diagnosa banding, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan sekunder,
dan prognosis epilepsi grandmal

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian neurologi
RSUP dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
2. Menambah pengetahuan mengenai stroke kardioemboli

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Epilepsi adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan neurologis yang
menyebabkan terjadinya kecenderungan kejang yang tidak diprovokasi. Kejang dan epilepsi
bukan hal yang sama. Kejang didefenisikan sebagai suatu gejala sementara yang bersifat
fokal atau general karena aktivitas neuronal otak yang berlebihan atau tidak sinkorn.3
Kejang fokal terjadi karena adanya gangguan yang terbatas pada salah satu hemisfer
otak dan gejala yang muncul sesuai dengan regio otak yang terkena. Kejang general terjadi
karena gangguan aktivitas neuronal otak yang berlebihan pada kedua hemisfer. Gejala dan
tanda yang muncul dengan sesuai dengan keterlibatan kedua hemisfer.3
Menurut WHO epilepsi adalah gangguan yang terjadi pada otak yang bersifat kronik
ditandai dengan kejang berulang yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik pada sel otak
secara berlebihan. Kejang biasnya muncul tiba tiba dan berlangsung dalam waktu singkat.
Kadang diikuti disertai dengan penurunan kesadaran dan ganggual fungsi kandung kemih dan
saluran pencernaan.4
Epilepsi dapat muncul karena adanya kelainan atau

penyakit pada otak (seperti

asfiksia, trauma kepala, meningitis) epilepsi disebut dengan symptomatic epileps, Jika terjadi
tanpa diketahui penyebabnya. Jika penyebab dari epilepsi tidak diketahui disebut dengan
asymptomatic epilepsy.5

2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan suatu keadaan kelainan pada otak yang sering terjadi. Diagnosis
orang dengan epilepsi diseluruh dunia sekitar 50 juta orang. Kejadian epilepsi dinegara maju
sebanyak 100/100000 penduduk dan di negara berkembang sebanyak 50/100000.4

Di negara berkembang sekitar

80-90%

kasus

epilepsi

tidak mendapatkan

penatalaksanaan apapun. Untuk insiden epilepsi berdasarkan jenis kelamin, lebih tinggi pada
pria dibandingkan wanita. Insiden tertinggi epilepsi terjadi pada anak yang berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan pada orang tua di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).

2.3. ETIOLOGI
Penyebab epilepsi yaitu :6

Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3
tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat alat

diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil


Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya :
setelah trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan metabolik, kelainan
kongenital pada otak, asphyxia neonatorum, Space occupaying lession, stroke, toksik
(alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

Faktor lain yang berkontribusi pada epilepsi yaitu :


-

Genetik
Perkembangan

2.4. Pencetus Epilepsi Dengan Riwayat Epilepsi 1,7


a. Kurang tidur
Kurang tidur dapat mencetuskan terjadinya epilepsi karena menganggu aktivitas sel
tak. Pada keadaan kurang tidur diduga menyebabkan menurunnya ambang serangan sehingga
memudahkan terjadinya serangan. Disamping Citu kurang tidur dapat memperberat dan
memperlama serangan.

b. Stres Emosional
5

Stres dapat memicu terjadinya serangan karena berbagai hal yaitu terjadinya
hiperventilasi pada orang stres yang kemudian mencetuskan terjadinya serangan atau terjadi
peningkatan hormon kortisol yang akan berpengaruh pada ambang serangan. Stres itu sendiri
secara langsung bisa menyebablkan seseorang lupa meminum obat sehingga mencetuskan
serangan.
c. Obat-obat tertentu
beberapa obat obatan dapat menimbulkan terjadinya serangan epilepsi seperi oabt
antidepresan trisiklik. Penghentian secara mendadak obat-obat penenang seperti barbiturat
dan valium dapat mencetuskan kejang.
d. Alkohol
alkohol dapat mencetuskan serangan karena penghentian mendadak, atau karena
gangguan tidur yang disebabkan oleh alkhol
e.Perubahan hormonal
Pada masa haid terjadi peningkatan hormon esterogen, hal ini diduga merupakan
pencetus terjadinya serangan. `erjadinya peningkatan serangan pada saat akan menstruasi,
selama dan beberapa hari setelah menstrusi.
f. Terlalu lelah
Terjadinya stress fisik menyebabkan terjadinya hiperventilasi. Hiperventilasi bisa
menyebabkan serangan epilepsi karena peningkatan CO2 dalam darah yang menyebabkan
spasme pembuluh darah.
g. Fotosensitif
Cahaya bisa menstimulasi terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip atau
yang menyilaukan. epilepsi yang sensitif terhadap kerlipan/kilatan sinar (flashing lights) pada
kisaran antara 10-15 Hz..
2.5 Patofisiologi

Terjadinya kerusakan sistem saraf pusat (karena trauma, stroke, atau infeksi)
menyebakan perubahan jaringan saraf normal menjadi lebih mudah tereksitasi. Perubahan ini
disebut dengan epileptogenesis. Perubahan sistem saraf normal menyebabkan penurunan
terhadap

ambang

kejang

sehingga

menginisiasi

terjadinya

bangkita

kejang

(Lowenstein,2006). Kejang pada epilepsi terjadi karena stimulasi sebagian besar neuron
secara berlebihan, spontan dan sinkron sehingga menyebabkan kejang, gangguan otonom
(salivasi) secara fokal atau umum.(Lang, 2008).8,9
Pada keadaan patologik, terjadi perubahan fungsi membran neuron yang
menyebabkan ion Ca dan Na dengan mudah melewati ruangan ekstrasel dan intrasel. Influks
Ca mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepasnya muatan listrik secara berlebihan,
tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik oleh karena sejumlah besar neuron
secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Bentuk khas serangan epilepsi ialah
setelah beberapa saat serangan akan berhenti karena proses inhibii. Inhibisi terjadi karena
pengaruh neuron disekitar sarang epileptic. Proses inhibisi juga terjadi karena neuron pra dan
pasca sinaptik yang memegang peranan agar neuron tidak terus menerus terlepas.
Terhentinya serangan epilepsi juga diakibatkan karena kelelahan neuron karena habisnya zat
zat untuk fungsi otak.10

2.5 Klasifikasi
International League Against Epilepsi (ILAE) mengklasifikasikan kejang epilepsi
menjadi 2 kelompok utama: kejang fokal dan kejang umum. Kejang fokal terjadi di daerah
tertentu pada korteks serebral, sedangkan kejang umum terjadi secara bersamaan pada kedua
hemisfer otak. Beberapa kejang yang sulit untuk diklasifikasikan dimasukkan pada kejang
unclassified.11

Kejang onset fokal diklasifikasikani menjadi kejang fokal sederhana, kejang fokal
kompleks, dan kejang tonik-klonik umum sekunder.11

Kejang fokal sederhana

Adalah kejang karena gangguan pada salah satu sisi otak dan terbatas pada bagian itu
saja. Kejang berlangsung selama beberapa detik. Kejang yang terjadi sesuai dengan bagian
otak yang terkena. Jika yang terkena bagian tangan, maka hanya tangan yang akan
mengalami sensasi gerakan abnormal. Pada kejang jenis ini, penderita tidak mengalami
penurunan kesadaran.11

Kejang fokal kompleks

Pada kejang fokal kompleks terjadi perubahan atau penurunan kesadaran. Sebelum
terjadi kejang fokal kompleks banyak pasien yang mengalami aura berupa kejang fokal
sederhana. Untuk menentukan adanya penurunan kesadaran, pasien diminta untuk mengingat
kejadian yang sebelumnya. Kejang fokal kompleks berlangsung sekitar 60-90 detik dan
kemudian diikuti oleh kebingungan postictal.11

Kejang tonik-klonik umum sekunder

Kejang tonik-klonik umum sekunder diawali dengan aura yang kemudian berlanjut
menjadi kejang fokal kompleks dan menjadi kejang umum tonik-klonik.
Kejang onset umum diklasifikasikan menjadi 6 kategori berdasarkan manifestasi
klinik), yaitu11

Kejang absence atau petit mal

Kejang petitmal merupakan suatu keadaan singkat gangguan kesadaran tanpa disertai
dengan adanya aura atau kebingungan postictal. Kejang petit mal seing disertai dengan
otomatisasi yang bermanifestasi sebagai ejang petit mal biasanya disertai dengan otomatisasi
ini bermanifestasi sebagai staring episodes dan biasanya jarang disadari.11

Kejang mioklonik

Kejang mioklonik merupakan gerakan involunteer aritmik pada otot atau pada
sekelompok otot. berupa menyentak yang berlangsung selama 1 5 detik. Serangan
biasanya terjadi berkelompok dalam beberapa menit.11

Kejang klonik

Serangan berupa gerakan motorik menyentak dan berirama, serangan hampir sama
dengan tipe mioklonik tapi durasi kejang lebih lama yaitu 2 menit. Kejang bisa disertai
dengan penurunan kesadaran atau tanpa penurunan kesadaran.11

Kejang tonik

Kejang tonik digambarkan seperti ekstensi dan fleksi kepala, badan atau
beraktifitas yang terjadi secara mendadak berlangsung selama beberapa detik.11

Kejang umum tonik-klonik primer atau Grand mal

Kejang diawali dengan ekstensi tonik secara umum dari ekstermitas yang terjadi
selama beberapa detik setelah itu diikuti gerakan klonik ritmik. Setelah kejang terjadi
kebingungan. Kejang umum primer dan sekunder secara klinis hanya dibedakan dengan
ada atau tidaknya aura. Pada kejang primer tidak didahului oleh aura.11
9

Kejang atonik

Kejang atonik terjadi karena hilangnya tonus secara mendadak, kejang atonik ini disebut juga
"serangan drop." Pada kejang ini tiba tiba pasien akan terjatuh. Hilangnya tonus biasanya
berlangsung secara singkat.11

2.6 Diagnosis
Dasar diagnosis epilepsi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EEG
dan radiologis.12
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis epilepsi diperlukan anamnesis yang menyeluruh dan
rinci. Pada anamnesis perlu ditanyakan secara rinci mengenai pola serangan, lamanya
serangan, gejala sebelum dan setelah serangan, frekuensi terjadinya serangan, faktor pencetus
serta usia saat terjadinya serangan pertama.
Pada anamnesis ditanyakan mengenai riwayat riwayat, seperti trauma kepala yang
disertai penurunan kesadaran, meningitis, gangguan metabolik, penggunaan obat obat
tertentu. Selain itu perlujuga ditanyakan mengenai riwayat kehamilan, persalinan dan
perkembangan, serta riwayat epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya tanda tanda yang berhubungan

dengan

epilepsi seperti trauma kepala, infeksi pada telinga atau sinus, gangguan kongenital, serta
gangguan neurologis lain.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)

10

EEG merupakan pemeriksaan penunjang gold standar untuk epilepsi. Hasil EEG
akan bermakna jika didukung dengan keadaan klinis. Normalnya hasil EEG tidak
menyingkirkan diagnosa epilepsi jika secara klinis terlihat tanda tanda epilepsi..
b. Rekaman video EEG
ketepatan diagnosis dapat dilihat melalui video dan rekaman EEG pada seorang
pasien yang sedang mengalami serangan. Rekaman pada saat serangan dapat menentukan
diagnosis dan lokasi asal serangan secara tepat. Rekaman EEG memberikan keuntungan
dalam mencari penyebab dari epilepsi, kasus epilepsi refrakter dan penetuan sumber
epilepsi pada epilepsi fokal untuk persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis
pemeriksaan neuroimaging baik brain CT Scan atau MRI bertujuan untuk menilai
struktur otak serta melengkapi data EEG. Pemeriksaan menggunakan MRI lebih sensitif jika
dibandingkan dengan CT Scan karena pada MRI gambaran anatomis terlihat lebih rinci.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan seluruh penderita epilepsy didasarkan atas hal-hal sebagai
berikut:

Diagnosis yang tepat disertai deskripsi jenis serangan

dentifikasi dan koreksi penyebab yang mendasarinya

Pemilihan OAE yang paling efektif untuk jenis serangan yang ada

OAE diberikan dengan dosis awal yang rendah dan bila perlu dinaikkan
sampai efektif atau sampai muncul efek samping,

Monoterapi sebagai prioritas utama.

11

Identifikai faktor pencetus sangat penting dalam penatalaksanaan epilepsi. Tujuannya adalah
untuk menghindati serangan berikutnya.
Tujuan dari penatalaksanaan epilepsi adalah meningkatkan kualitas hidup orang
dengan epilepsi dengan bebas bangkitan, tanpa efek sampinh.

Penatalaksanaan tahap akut


Pada saat serangan penderita harus berada pada tempat yang aman. Pasien di
posisikan laterla dekubitus untuk mencagah terjadi aspirasi.pada saat serangan jangan
meninggalkan pasien sendiri. Setelah serangan jangan langsung memberi makan atau
minum sebelum pasien sadarpenuh 2

Macam-macam terapi epilepsi


Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.1
A. Terapi Farmakologi
Prinsip terapi farmakologi1

OAE diberikan bila

Diagnosis epilepsi sudah didapatkan sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan EEG

Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun

pasie dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan


pengobatan. Efek samping yang mungkin timbul akibat OAE.

Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari


(misalnya:alcohol, kurang tidur, stress, dll)

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan


jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi. Dosis obat dimulai dari dosis rendah
12

keudian dinaikkan secara bertahap sampai ditemukannya dosisi optimal dari obat
tersebut1

jika dengan terapi OAE lini pertama d e n g a n dosis maksimum tidak bisa
mengontrol bangkitan, diganti OAE line kedua. OAE lini kedua diberikan dari dosis
rendah kemudian ditingkatkan sampai dosis terapi, serelah itu OAE lini pertama
diturunkan dosisnya secara bertahap1

OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE
pertama1

Pasien dengan bangkitan tunggal, diberikan terapai OAE jika 1


1. Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
2. Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang
berkorelasi dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak,
AVM, abses otak ensafalitis herpes.
3. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang

mengarah

pada adanya kerusakan otak


4. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
5. Riwayat bangkitan simtomatis
6. Terdapat

sindrom

epilepsi

yang

berisiko

kekambuhan

tinggi

seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi)


7. Riwayat

trauma

kepala

terutama

yang

disertai

penurunan

kesadaran stroke, infeksi SSP


8. Bangkitan pertama berupa status epileptikus

Terapi Farmakologi utnuk epilepsi grandmal

13

Berdasarkan pedoman penatalaksanaan dalam perdosii 2007 terapi utama untuk


epilepsi grandmal primer lini pertama adalah asam valproat, lamitigrin, topiramate, dan
carbamazepine. Obat lini kedua yaitu clobazam, levetiracetam, carbamazepin dan venitoin.
untuk dosis obat yang diberikan bisa dilihat pada tabel :
Tabel Dosis obat anti-epilepsi untuk orang dewasa.1
Tabel 2.1 Dosis Obat
OAE

Carbamazepin

Dosis awal Dosis

Jumlah

(mg/hari)

rumatan

dosis

(mg/hari)

hari

400-600

400-1600

Titrasi OAE
per

tercapainya
steady

2-3x (untuk Mulai


yang
2x)

Waktu
state

(hari)
100-200 2-7

CR mg/hari sampai
target dalam 1-4
minggu

Fenitoin

200-300

200-400

1-2X

Mulai 100mg/hari
sampai

3-15

target

dalam 3-7 hari

Asam valproat

500-1000

500-2500

2-3X untuk Mulai 500mg/hari

2-4

yang CR 1- bila perlu setelah

Fenobarbital

50-100

50-200

2X

7 hari

Mulai

30- 8-30

50mg/malam hari
bila perlu setelah
10-15 hari
Klobazam

10

10-30

1-2X

Mulai 10mg/hari

2-6

bila perlu sampai


20 mg/hari setelah
1-2 minggu
14

Levetirasetam

1000-2000

1000-

2X

Mulai

mg/hari bila perlu

3000
Lamotrigine

50-100

500/1000 2

50-200

1-2X

setelah 2 minggu
Mulai 25mg/hari 2-6
selama 2 minggu
sampai 50 mg/hari
selama 2 minggu,

50mg/2 minggu
Note: CR : Controlled release waktu paruh tertera diatas adalah pada penyandang yang tidak
menggunakan enzyme inducers

Obat obat OAE memiliki efek samping berupa :


Tabel 2.2 Efek samping obat1
N

Obat

Efek

samping

o
1

Carbamazepine

mengancam jiwa
Anemia

aplastik, Dizziness, ataksia, diplopia, mual,

hepatotoksisitas,

sindrom kelelahan, agranulositosis,

steven-johnson,

yang Efek samping minor

lupuslike leukopenia, trombositopenia,

syndrome

hyponatremia, ruam, gangguan


perilaku, tiks, peningkatan berat
badan, disfungsi seksual, disfungsi

Phenytoin

Anemia

aplastik,

hormone tiroid, neuropati perifer


gangguan Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia,

fungsi hati, sindrom steven- nystagmus, diplopia, ruam,


johnson

anoreksia, mual, macroxytosis,


neuropati perifer, penurunan

Phenobarbital

asam Valproate

absorpsi calcium pada usus


gangguan Mengantuk, ataksia, nystagmus,

Hepatotoksik,
jaringan

ikat

dan

tulang,

sindrom

sumsum ruam kulit, depresi,


Steven- hiperaktif( pada anak), gangguan

Johnson

belajar( pada anak), disfungsi

Hepatotoksisitas,

seksual
Mual, muntah, rambut menipis,

hiperamonemia,

lekopeni, tremor, amenorre, peningkatan


15

trombositopeni, pankreatitis

berat badan, konstipasi, hirsutisme,


alopesia pada perempuan,

Levetiracetam

POS(polycystic ovarii syndrome)


Mual, nyeri kepala, Dizziness,

Belum diketahui

tremor, kelemahan, mengantuk,


gangguan perilaku, agitasi,
ansietas, trombositopenia,
7

Lamotrigine

Oxcarbazepine

Sindrom

leukopenia
Steven-Johnson, Ruam, dizziness, tremor, ataksia,

gangguan

hepar

akut, diplopia, pandangan kabur, nyeri

kegagalan

multi

organ, kepala, mual, muntah, insomnia,

teratogenik

trombositopenia, nystagmus,

Ruam, Teratogenik

truncal ataxia, tics


Dizziness, ataksia, nyeri kepala,
mual, kelelahan, hyponatremia,

Topiramate

Batu

ginjal,

gangguan
teratogenik

insomnia, tremor, disfungsi visual


hipohidrosis, Gangguan kognitif, kesulitan
fungsi

hati, menemukan kata, dizziness,


ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
mual, penurunan berat badan,
paresthesia, glaukoma

Terapi Non-Farmakologis
1. Tindakan operatif
Sekitar 20% dari penderita epilepsi resisten terhadap OAE sehingga perlu beberapa
terapi untuk dikombinasikan dengan OAE. Untuk beberapa penderita, operasi sangat efektif
untuk mengurangi frekuensi kejang dan bahkan dapat mengontrol kejang kompleks.8
2. Stimulasi nervus vagus
Stimulasi nervus vagus merupakan salah satu alternative untuk meredakan
serangan pada epilepsy refrakter yang tidak mungkin untuk dilakukan tindakan operasi.
Pada mulanya dikerjakan pada binatang percobaan dengan memberi stimulasi kronis

16

secara intermiten terhadap nervus vagus kiri. Percobaan pada manusia dilakukan sejak
tahun 1987. Stimulasi nervus vagus memperlihatkan efek antikonvulsan pada binatang
percobaan dan kemudian percobaan dilakukan pada manusia, secara buta-tunggal.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan penelitian di 17 pusat
penanganan epilepsy terhadap 114 penderita secara buta-ganda placebo. Pada
pengamatan jangka pendek maupun jangka panjang, stimulasi nervus vagus tadi
memperlihatkan efek anti-konvulsan yang bermakna secara statistic.2
Mekanisme yang tepat dari fungsi Stimulasi nervus vagus tidak diketahui,
meskipun penelitian experimental telah menunjukkan bahwa stimulasi pada nucleus
nervus vagus menyebabkan aktivasi yang luas pada jalur cortical dan subcortical dan
berhubungan dengan peningaktan ambang kejang.8
3. Diet Ketogenik
Diet ketogenic dapat mengendalikan serangan yang ada, terutama pada anak-anak.
Berdasarkan pengetahuan bahwa ketosis dan asidosis mempunyai efek antikonvulsan
maka Wilder pada tahun 1921 mengenalkan diet ketogenic sebagai terapi epilepsy. Diet
tersebut memerlukan protein 1 gr/kg/BB/hari, ditambah lemak untuk kalori tambahan
dan karbohidrat minimal. Restriksi karbohidrat dan pemasukan lemak yang tinggi akan
menyebabkan rasa yang sangat tidak enak. Efek antiepilepsi bergantung kepada derajat
ketosis yang ditentukan oleh rasio lemak-karbohidrat.2.
Mekanisme diet ketogenic mengandalkan serangan atau bagaimana diet
ketogenic mempengaruhi proses epileptogenic belum diketahui secara jelas. Penelitian
lebih lanjut tentang diet ketogenic memungkinkan untuk pengembangan OAE baru yang
efeknya menyerupai diet ketogenic.2
4. Deep brain stimulation
5. Relaksasi, behavioral cognitive therapy dan biofeedback

17

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Nn.B

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur

: 46tahun

Alamat

: Pesisir Selatan

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

No MR

: 366891

Seorang pasien perempuan umur 18 tahun datang ke Poli Syaraf RSUP DR. M. Djamil
Padang dengan :
Keluhan utama :
Kejang berulang
Riwayat Penyakit Sekarang :

Kejang berulang sejak 1 minggu yang lalu.Kejang umum seluruh tubuh, lama
2 menit, frekuensi kejang 10 kali dengan diawali kaku seluruh tubuh 30 detik diikuti

18

dengan kelonjotan 1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke atas,lidah
tergigit, mulut berbuih.

Saat dan sesudah kejang pasien tidak sadar. Setelah itu pasien terlihat lelah dan
kebingungan

Riwayat Penyakit Dahulu

Demam tidak ada

Mual dan muntah tidak ada

Riwayat kejang pertama kali 2 tahun yang lalu, ketika pasien sedang
bekerja.pasien tidak dirawat.

Riwayat kejang kedua 7 bulan yang lalu.Pasien tidak dirawat, tapi makan obat
dan setelah itu rajin kontrol ke RSUD Padang dan minum obat teratur.

Riwayat trauma kepala tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kejang seperti in

Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi

Pasien seorang pelajat,


riwayat kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang tidak ada.
pasien lahir secara persalinan normal,cukup bulan, riwayat tumbuh kembang tidak ada
kelainan

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: sedang
Kesadaran

: GCS 15 (E4 M6 V5)


19

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Napas

: 20x/menit

Suhu

: 36,6oC

Status gizi

: sedang

Pemeriksaan Khusus
Kulit

: turgor baik

Kepala

: normochepal

Rambut

: hitam-putih, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Telinga

: tidak ditemukan kelainan

Hidung

: tidak ditemukan kelainan

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

Status Internus
Kelenjar Getah Bening
-

Leher

: tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

Aksila

: tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

Inguinal

: tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks
Paru

Inspeksi

: normochest, gerakan paru simetris kiri = kanan

Palpasi

: fremitus sama kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

20

Jantung

Inspeksi

: ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung tidak melebar

Auskultasi

: irama reguler, bising (-), gallop (-)

Inspeksi

: perut tidak tampak membuncit, distensi (-)

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran Compos Mentis, GCS15 (E4 M6 V5)
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinki II

: (-)

Tanda Kernig

: (-)

2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)


Pupil

: isokor, bulat, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfaktorius)
Penciuman
Subjektif
Objektif (dengan bahan)

Kanan
Kiri
baik
baik
Tidak dilakukan pemeriksaan
21

N.II (Optikus)
Penglihatan
Tajam Penglihatan
Lapangan Pandang
Melihat warna
Funduskopi

N.III (Okulomotorius)

Bola Mata
Ptosis
Gerakan Bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso/Endopthalmus
Pupil
Bentuk
Refleks Cahaya
Refleks Akomodasi
Refleks Konvergensi

Kiri
Ortho
bebas kesegala arah
-

Bulat
(+)
(+)
(+)

Bulat
(+)
(+)
(+)

Kanan
+
Ortho
-

Kiri
+
Ortho
-

Kanan
+
Ortho
-

Kiri
+
ortho
-

N. VI (Abdusens)

Gerakan mata ke lateral


Sikap bulbus
Diplopia

Kanan
Ortho
bebas kesegala arah
-

N. IV (Troklearis)

Gerakan mata ke bawah


Sikap bulbus
Diplopia

Kanan
Kiri
6/6
6/6
Baik
Baik
Baik
Baik
Tidak dilakukan pemeriksaan

N. V (Trigeminus)
22

Motorik
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea
Sensibilitas

Kanan

Kiri

+
+
+
+

+
+
+
+

N. VII (Fasialis)
Kanan
Raut wajah
simetris
Sekresi air mata
+
Fisura palpebral
+
Menggerakan dahi
+
Menutup mata
simetris, kuat
Mencibir/bersiul
simetris
Memperlihatkan gigi
simetris
Sensasi lidah 2/3 belakang
baik
Hiperakusis
-

Kanan
baik
baik
-

simetris, kuat

Kiri
baik
baik
-

N.IX (Glossofaringeus)

Sensasi Lidah 1/3 belakang


Refleks muntah (gag refleks)

N. VIII (Vestibularis)

Suara berbisik
Detik Arloji
Nistagmus

Kiri

Kanan
baik
+

Kiri

N.X (Vagus)
Kanan

Kiri
23

Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi

Simetris
Di tengah
baik
jelas
baik
Teratur, kuat angkat

N. XI (Asesorius) tidak dapat dilakukan


Menoleh kekanan
Menoleh kekiri
Mengangkat bahu kanan
Mengangkat bahu kiri

+
+
+
+

N. XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah dalam


Kedudukan lidah dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atropi

Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan
Romberg test
Ataksia
Rebound Phenomen
Tes Tumit Lutut

Kanan
Kiri
ditengah tidak ada deviasi
tidak ada deviasi
-

normogait
-

Disarthia
Disgrafia
Supinasi-pronasi
Test jari hidung
Test hidung jari

Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan
B. Berdiri dan
berjalan

Respirasi
Duduk

baik
+

Gerakan spontan -

Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea

24

Ekstermitas
Gerakan

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Aktif

aktif

Aktif

aktif

Kekuatan

555

555

555

555

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Eksteroseptif`

: baik

Proprioseptif

: baik

Refleks fisiologis
Biseps

: ++ kiri dan ++ kanan

Triseps

: ++ kiri dan ++ kanan

KPR

: ++ kiri dan ++ kanan

APR

: ++ kiri dan ++ kanan

Refleks patologis
Hoffman-tromner

: ( - ) kanan dan ( - ) kiri

Babinskys sign

: ( - ) kanan dan ( - ) kiri

Chaddocks sign

: ( - ) kanan dan ( - ) kiri

Gordons sign

: ( - ) kanan dan ( - ) kiri

Schaeffers sign

: ( - ) kanan dan ( - ) kiri

Oppenheims sign : ( - ) kanan dan ( - ) kiri


Fungsi Otonom
Miksi

: baik

Defekasi

: baik
25

Sekresi keringat

: baik

Fungsi Luhur
Kesadaran

Tanda Demensia

Reflek Bicara

Reflek Glabela

Reaksi intelek

Reflek Snout

Reaksi Emosi

Reflek Menghisap

Reflek Memegang

Reflek Palmomental

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Klinis

: epilepsy grand mal

Diagnosis Topik

: intra kranial

Diagnosis Etiologi

: idiopatik

Diagnosis Sekunder

Pemeriksaan Anjuran :
-

Pemeriksaan darah lengkap

EEG

Brain CT Scan dengan kontras

Terapi
1. Umum

2. Khusus

:
Diet MB TKTP 1500 kkal/hari
:

Asam valproat 2 x 250 mg (po)

Asam Folat 2x5 mg (po)

26

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan usia 18 tahun yang datang ke poli
syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinis epilepsy grand mal.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis diketahui adanya kejang berulang dan penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan
fisikdidapatkan kesadaran baik dan pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Hal
ini mendukung ke arah epilepsy grand mal.
Pada kasus ini, pencetus bangkitan epilepsi belum diketahui. Pasien telah dianjurkan
untuk menjalani pemeriksaan elektroensefalografi (EEG).
Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah asam valproat 2 x
250mg peroral .Edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarga sebagai suatu bentuk
penatalaksaanaan non farmakologis.
Prognosis pasien ini adalah baik, walaupun serangan epilepsi mungkin bisa berulang

27

DAFTAR PUSTAKA

Kurnia Kusumastuti dan Mudjiani Basuki. Definisi, Klasifikasi, dan Etiologi


Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press.
Surabaya; 2014; 1-10.

Harsono. 2001. Epilepsi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Wiebe, samuel. Goldman-Cecil Medicine. 25th ed. Goldman, Lee. Newyork. Elsavier.
2016. 2399-2409

http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf

Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in


Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005

Harsono.2007. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Edisi Ke 7.


Yogyakarta

Lowenstein, Daniel H., Seizures and Epilepsy dalam Hauser, Stephen L., Harrison;s
Neurology in Clinical Medicine, 2006, McGraw-Hill, Departemen of Neurology
University of California, San Fransisco, California.
28

Lang, F. Neuromuscular and Sensosr System : Epilepsy. Dalam : Color Atlas of


Pathophysiology, 2008, New York : Thieme. 200 : 339

10 Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill


11 Ko DY. Epilepsy and Seizures. [Updated: Sepetember 3, 2014, accesed October 2014].
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1184846-overview
12 PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008

29

Anda mungkin juga menyukai