EPILEPSI GRANDMAL
Oleh:
Resti Rusydi 1110312006
Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp. S (K)
dr. Syarif Indra, Sp. S
dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan gangguan saraf kronik dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang disebabkan lepasnya muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Pada
tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37
juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka insidensi dan prevalensi diperkirakan lebih tinggi di negara berkembang.1
Menurut International League Against Epilepsi (ILAE), yang disebut epilepsi adalah
kecenderungan untuk terjadinya kejang tipe apapun secara klinis. Tiap individu yang
mengalami epilepsy mempunyai risiko yang bermakna untuk mengalami kekambuhan
kejang. Waktu munculnya kejang terjadi secara mendadak, tidak disertai demam berulang dan
tidak dapat diprediksi. Kejang yang menahun dan berulang dapat berakibat fatal, oleh karena
itu sasaran terapi utamanya adalah pengendalian penuh atas kejang.2
Pengobatan utama untuk epilepsi adalah obat obat anti epilepsi (OAE) untuk
mengatasi dan mengontrol kejang. Selain terapi farmakologi dapat diberikan terpai non
farmakologi berupa perubahan pola makan, menghindari faktor pencetus (seperti alkohol
atau kurang tidur), stimulasi nervus vagus dan pembedahan.1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Epilepsi adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan neurologis yang
menyebabkan terjadinya kecenderungan kejang yang tidak diprovokasi. Kejang dan epilepsi
bukan hal yang sama. Kejang didefenisikan sebagai suatu gejala sementara yang bersifat
fokal atau general karena aktivitas neuronal otak yang berlebihan atau tidak sinkorn.3
Kejang fokal terjadi karena adanya gangguan yang terbatas pada salah satu hemisfer
otak dan gejala yang muncul sesuai dengan regio otak yang terkena. Kejang general terjadi
karena gangguan aktivitas neuronal otak yang berlebihan pada kedua hemisfer. Gejala dan
tanda yang muncul dengan sesuai dengan keterlibatan kedua hemisfer.3
Menurut WHO epilepsi adalah gangguan yang terjadi pada otak yang bersifat kronik
ditandai dengan kejang berulang yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik pada sel otak
secara berlebihan. Kejang biasnya muncul tiba tiba dan berlangsung dalam waktu singkat.
Kadang diikuti disertai dengan penurunan kesadaran dan ganggual fungsi kandung kemih dan
saluran pencernaan.4
Epilepsi dapat muncul karena adanya kelainan atau
asfiksia, trauma kepala, meningitis) epilepsi disebut dengan symptomatic epileps, Jika terjadi
tanpa diketahui penyebabnya. Jika penyebab dari epilepsi tidak diketahui disebut dengan
asymptomatic epilepsy.5
2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan suatu keadaan kelainan pada otak yang sering terjadi. Diagnosis
orang dengan epilepsi diseluruh dunia sekitar 50 juta orang. Kejadian epilepsi dinegara maju
sebanyak 100/100000 penduduk dan di negara berkembang sebanyak 50/100000.4
80-90%
kasus
epilepsi
tidak mendapatkan
penatalaksanaan apapun. Untuk insiden epilepsi berdasarkan jenis kelamin, lebih tinggi pada
pria dibandingkan wanita. Insiden tertinggi epilepsi terjadi pada anak yang berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan pada orang tua di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).
2.3. ETIOLOGI
Penyebab epilepsi yaitu :6
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3
tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat alat
Genetik
Perkembangan
b. Stres Emosional
5
Stres dapat memicu terjadinya serangan karena berbagai hal yaitu terjadinya
hiperventilasi pada orang stres yang kemudian mencetuskan terjadinya serangan atau terjadi
peningkatan hormon kortisol yang akan berpengaruh pada ambang serangan. Stres itu sendiri
secara langsung bisa menyebablkan seseorang lupa meminum obat sehingga mencetuskan
serangan.
c. Obat-obat tertentu
beberapa obat obatan dapat menimbulkan terjadinya serangan epilepsi seperi oabt
antidepresan trisiklik. Penghentian secara mendadak obat-obat penenang seperti barbiturat
dan valium dapat mencetuskan kejang.
d. Alkohol
alkohol dapat mencetuskan serangan karena penghentian mendadak, atau karena
gangguan tidur yang disebabkan oleh alkhol
e.Perubahan hormonal
Pada masa haid terjadi peningkatan hormon esterogen, hal ini diduga merupakan
pencetus terjadinya serangan. `erjadinya peningkatan serangan pada saat akan menstruasi,
selama dan beberapa hari setelah menstrusi.
f. Terlalu lelah
Terjadinya stress fisik menyebabkan terjadinya hiperventilasi. Hiperventilasi bisa
menyebabkan serangan epilepsi karena peningkatan CO2 dalam darah yang menyebabkan
spasme pembuluh darah.
g. Fotosensitif
Cahaya bisa menstimulasi terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip atau
yang menyilaukan. epilepsi yang sensitif terhadap kerlipan/kilatan sinar (flashing lights) pada
kisaran antara 10-15 Hz..
2.5 Patofisiologi
Terjadinya kerusakan sistem saraf pusat (karena trauma, stroke, atau infeksi)
menyebakan perubahan jaringan saraf normal menjadi lebih mudah tereksitasi. Perubahan ini
disebut dengan epileptogenesis. Perubahan sistem saraf normal menyebabkan penurunan
terhadap
ambang
kejang
sehingga
menginisiasi
terjadinya
bangkita
kejang
(Lowenstein,2006). Kejang pada epilepsi terjadi karena stimulasi sebagian besar neuron
secara berlebihan, spontan dan sinkron sehingga menyebabkan kejang, gangguan otonom
(salivasi) secara fokal atau umum.(Lang, 2008).8,9
Pada keadaan patologik, terjadi perubahan fungsi membran neuron yang
menyebabkan ion Ca dan Na dengan mudah melewati ruangan ekstrasel dan intrasel. Influks
Ca mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepasnya muatan listrik secara berlebihan,
tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik oleh karena sejumlah besar neuron
secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Bentuk khas serangan epilepsi ialah
setelah beberapa saat serangan akan berhenti karena proses inhibii. Inhibisi terjadi karena
pengaruh neuron disekitar sarang epileptic. Proses inhibisi juga terjadi karena neuron pra dan
pasca sinaptik yang memegang peranan agar neuron tidak terus menerus terlepas.
Terhentinya serangan epilepsi juga diakibatkan karena kelelahan neuron karena habisnya zat
zat untuk fungsi otak.10
2.5 Klasifikasi
International League Against Epilepsi (ILAE) mengklasifikasikan kejang epilepsi
menjadi 2 kelompok utama: kejang fokal dan kejang umum. Kejang fokal terjadi di daerah
tertentu pada korteks serebral, sedangkan kejang umum terjadi secara bersamaan pada kedua
hemisfer otak. Beberapa kejang yang sulit untuk diklasifikasikan dimasukkan pada kejang
unclassified.11
Kejang onset fokal diklasifikasikani menjadi kejang fokal sederhana, kejang fokal
kompleks, dan kejang tonik-klonik umum sekunder.11
Adalah kejang karena gangguan pada salah satu sisi otak dan terbatas pada bagian itu
saja. Kejang berlangsung selama beberapa detik. Kejang yang terjadi sesuai dengan bagian
otak yang terkena. Jika yang terkena bagian tangan, maka hanya tangan yang akan
mengalami sensasi gerakan abnormal. Pada kejang jenis ini, penderita tidak mengalami
penurunan kesadaran.11
Pada kejang fokal kompleks terjadi perubahan atau penurunan kesadaran. Sebelum
terjadi kejang fokal kompleks banyak pasien yang mengalami aura berupa kejang fokal
sederhana. Untuk menentukan adanya penurunan kesadaran, pasien diminta untuk mengingat
kejadian yang sebelumnya. Kejang fokal kompleks berlangsung sekitar 60-90 detik dan
kemudian diikuti oleh kebingungan postictal.11
Kejang tonik-klonik umum sekunder diawali dengan aura yang kemudian berlanjut
menjadi kejang fokal kompleks dan menjadi kejang umum tonik-klonik.
Kejang onset umum diklasifikasikan menjadi 6 kategori berdasarkan manifestasi
klinik), yaitu11
Kejang petitmal merupakan suatu keadaan singkat gangguan kesadaran tanpa disertai
dengan adanya aura atau kebingungan postictal. Kejang petit mal seing disertai dengan
otomatisasi yang bermanifestasi sebagai ejang petit mal biasanya disertai dengan otomatisasi
ini bermanifestasi sebagai staring episodes dan biasanya jarang disadari.11
Kejang mioklonik
Kejang mioklonik merupakan gerakan involunteer aritmik pada otot atau pada
sekelompok otot. berupa menyentak yang berlangsung selama 1 5 detik. Serangan
biasanya terjadi berkelompok dalam beberapa menit.11
Kejang klonik
Serangan berupa gerakan motorik menyentak dan berirama, serangan hampir sama
dengan tipe mioklonik tapi durasi kejang lebih lama yaitu 2 menit. Kejang bisa disertai
dengan penurunan kesadaran atau tanpa penurunan kesadaran.11
Kejang tonik
Kejang tonik digambarkan seperti ekstensi dan fleksi kepala, badan atau
beraktifitas yang terjadi secara mendadak berlangsung selama beberapa detik.11
Kejang diawali dengan ekstensi tonik secara umum dari ekstermitas yang terjadi
selama beberapa detik setelah itu diikuti gerakan klonik ritmik. Setelah kejang terjadi
kebingungan. Kejang umum primer dan sekunder secara klinis hanya dibedakan dengan
ada atau tidaknya aura. Pada kejang primer tidak didahului oleh aura.11
9
Kejang atonik
Kejang atonik terjadi karena hilangnya tonus secara mendadak, kejang atonik ini disebut juga
"serangan drop." Pada kejang ini tiba tiba pasien akan terjatuh. Hilangnya tonus biasanya
berlangsung secara singkat.11
2.6 Diagnosis
Dasar diagnosis epilepsi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EEG
dan radiologis.12
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis epilepsi diperlukan anamnesis yang menyeluruh dan
rinci. Pada anamnesis perlu ditanyakan secara rinci mengenai pola serangan, lamanya
serangan, gejala sebelum dan setelah serangan, frekuensi terjadinya serangan, faktor pencetus
serta usia saat terjadinya serangan pertama.
Pada anamnesis ditanyakan mengenai riwayat riwayat, seperti trauma kepala yang
disertai penurunan kesadaran, meningitis, gangguan metabolik, penggunaan obat obat
tertentu. Selain itu perlujuga ditanyakan mengenai riwayat kehamilan, persalinan dan
perkembangan, serta riwayat epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya tanda tanda yang berhubungan
dengan
epilepsi seperti trauma kepala, infeksi pada telinga atau sinus, gangguan kongenital, serta
gangguan neurologis lain.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
10
EEG merupakan pemeriksaan penunjang gold standar untuk epilepsi. Hasil EEG
akan bermakna jika didukung dengan keadaan klinis. Normalnya hasil EEG tidak
menyingkirkan diagnosa epilepsi jika secara klinis terlihat tanda tanda epilepsi..
b. Rekaman video EEG
ketepatan diagnosis dapat dilihat melalui video dan rekaman EEG pada seorang
pasien yang sedang mengalami serangan. Rekaman pada saat serangan dapat menentukan
diagnosis dan lokasi asal serangan secara tepat. Rekaman EEG memberikan keuntungan
dalam mencari penyebab dari epilepsi, kasus epilepsi refrakter dan penetuan sumber
epilepsi pada epilepsi fokal untuk persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
pemeriksaan neuroimaging baik brain CT Scan atau MRI bertujuan untuk menilai
struktur otak serta melengkapi data EEG. Pemeriksaan menggunakan MRI lebih sensitif jika
dibandingkan dengan CT Scan karena pada MRI gambaran anatomis terlihat lebih rinci.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan seluruh penderita epilepsy didasarkan atas hal-hal sebagai
berikut:
Pemilihan OAE yang paling efektif untuk jenis serangan yang ada
OAE diberikan dengan dosis awal yang rendah dan bila perlu dinaikkan
sampai efektif atau sampai muncul efek samping,
11
Identifikai faktor pencetus sangat penting dalam penatalaksanaan epilepsi. Tujuannya adalah
untuk menghindati serangan berikutnya.
Tujuan dari penatalaksanaan epilepsi adalah meningkatkan kualitas hidup orang
dengan epilepsi dengan bebas bangkitan, tanpa efek sampinh.
keudian dinaikkan secara bertahap sampai ditemukannya dosisi optimal dari obat
tersebut1
jika dengan terapi OAE lini pertama d e n g a n dosis maksimum tidak bisa
mengontrol bangkitan, diganti OAE line kedua. OAE lini kedua diberikan dari dosis
rendah kemudian ditingkatkan sampai dosis terapi, serelah itu OAE lini pertama
diturunkan dosisnya secara bertahap1
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE
pertama1
mengarah
sindrom
epilepsi
yang
berisiko
kekambuhan
tinggi
trauma
kepala
terutama
yang
disertai
penurunan
13
Carbamazepin
Jumlah
(mg/hari)
rumatan
dosis
(mg/hari)
hari
400-600
400-1600
Titrasi OAE
per
tercapainya
steady
Waktu
state
(hari)
100-200 2-7
CR mg/hari sampai
target dalam 1-4
minggu
Fenitoin
200-300
200-400
1-2X
Mulai 100mg/hari
sampai
3-15
target
Asam valproat
500-1000
500-2500
2-4
Fenobarbital
50-100
50-200
2X
7 hari
Mulai
30- 8-30
50mg/malam hari
bila perlu setelah
10-15 hari
Klobazam
10
10-30
1-2X
Mulai 10mg/hari
2-6
Levetirasetam
1000-2000
1000-
2X
Mulai
3000
Lamotrigine
50-100
500/1000 2
50-200
1-2X
setelah 2 minggu
Mulai 25mg/hari 2-6
selama 2 minggu
sampai 50 mg/hari
selama 2 minggu,
50mg/2 minggu
Note: CR : Controlled release waktu paruh tertera diatas adalah pada penyandang yang tidak
menggunakan enzyme inducers
Obat
Efek
samping
o
1
Carbamazepine
mengancam jiwa
Anemia
hepatotoksisitas,
steven-johnson,
syndrome
Phenytoin
Anemia
aplastik,
Phenobarbital
asam Valproate
Hepatotoksik,
jaringan
ikat
dan
tulang,
sindrom
Johnson
Hepatotoksisitas,
seksual
Mual, muntah, rambut menipis,
hiperamonemia,
trombositopeni, pankreatitis
Levetiracetam
Belum diketahui
Lamotrigine
Oxcarbazepine
Sindrom
leukopenia
Steven-Johnson, Ruam, dizziness, tremor, ataksia,
gangguan
hepar
kegagalan
multi
teratogenik
trombositopenia, nystagmus,
Ruam, Teratogenik
Topiramate
Batu
ginjal,
gangguan
teratogenik
Terapi Non-Farmakologis
1. Tindakan operatif
Sekitar 20% dari penderita epilepsi resisten terhadap OAE sehingga perlu beberapa
terapi untuk dikombinasikan dengan OAE. Untuk beberapa penderita, operasi sangat efektif
untuk mengurangi frekuensi kejang dan bahkan dapat mengontrol kejang kompleks.8
2. Stimulasi nervus vagus
Stimulasi nervus vagus merupakan salah satu alternative untuk meredakan
serangan pada epilepsy refrakter yang tidak mungkin untuk dilakukan tindakan operasi.
Pada mulanya dikerjakan pada binatang percobaan dengan memberi stimulasi kronis
16
secara intermiten terhadap nervus vagus kiri. Percobaan pada manusia dilakukan sejak
tahun 1987. Stimulasi nervus vagus memperlihatkan efek antikonvulsan pada binatang
percobaan dan kemudian percobaan dilakukan pada manusia, secara buta-tunggal.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan penelitian di 17 pusat
penanganan epilepsy terhadap 114 penderita secara buta-ganda placebo. Pada
pengamatan jangka pendek maupun jangka panjang, stimulasi nervus vagus tadi
memperlihatkan efek anti-konvulsan yang bermakna secara statistic.2
Mekanisme yang tepat dari fungsi Stimulasi nervus vagus tidak diketahui,
meskipun penelitian experimental telah menunjukkan bahwa stimulasi pada nucleus
nervus vagus menyebabkan aktivasi yang luas pada jalur cortical dan subcortical dan
berhubungan dengan peningaktan ambang kejang.8
3. Diet Ketogenik
Diet ketogenic dapat mengendalikan serangan yang ada, terutama pada anak-anak.
Berdasarkan pengetahuan bahwa ketosis dan asidosis mempunyai efek antikonvulsan
maka Wilder pada tahun 1921 mengenalkan diet ketogenic sebagai terapi epilepsy. Diet
tersebut memerlukan protein 1 gr/kg/BB/hari, ditambah lemak untuk kalori tambahan
dan karbohidrat minimal. Restriksi karbohidrat dan pemasukan lemak yang tinggi akan
menyebabkan rasa yang sangat tidak enak. Efek antiepilepsi bergantung kepada derajat
ketosis yang ditentukan oleh rasio lemak-karbohidrat.2.
Mekanisme diet ketogenic mengandalkan serangan atau bagaimana diet
ketogenic mempengaruhi proses epileptogenic belum diketahui secara jelas. Penelitian
lebih lanjut tentang diet ketogenic memungkinkan untuk pengembangan OAE baru yang
efeknya menyerupai diet ketogenic.2
4. Deep brain stimulation
5. Relaksasi, behavioral cognitive therapy dan biofeedback
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Nn.B
: 46tahun
Alamat
: Pesisir Selatan
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
No MR
: 366891
Seorang pasien perempuan umur 18 tahun datang ke Poli Syaraf RSUP DR. M. Djamil
Padang dengan :
Keluhan utama :
Kejang berulang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kejang berulang sejak 1 minggu yang lalu.Kejang umum seluruh tubuh, lama
2 menit, frekuensi kejang 10 kali dengan diawali kaku seluruh tubuh 30 detik diikuti
18
dengan kelonjotan 1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke atas,lidah
tergigit, mulut berbuih.
Saat dan sesudah kejang pasien tidak sadar. Setelah itu pasien terlihat lelah dan
kebingungan
Riwayat kejang pertama kali 2 tahun yang lalu, ketika pasien sedang
bekerja.pasien tidak dirawat.
Riwayat kejang kedua 7 bulan yang lalu.Pasien tidak dirawat, tapi makan obat
dan setelah itu rajin kontrol ke RSUD Padang dan minum obat teratur.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: sedang
Kesadaran
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Napas
: 20x/menit
Suhu
: 36,6oC
Status gizi
: sedang
Pemeriksaan Khusus
Kulit
: turgor baik
Kepala
: normochepal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Leher
Status Internus
Kelenjar Getah Bening
-
Leher
Aksila
Inguinal
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
20
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Abdomen
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran Compos Mentis, GCS15 (E4 M6 V5)
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinki II
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
N.I (Olfaktorius)
Penciuman
Subjektif
Objektif (dengan bahan)
Kanan
Kiri
baik
baik
Tidak dilakukan pemeriksaan
21
N.II (Optikus)
Penglihatan
Tajam Penglihatan
Lapangan Pandang
Melihat warna
Funduskopi
N.III (Okulomotorius)
Bola Mata
Ptosis
Gerakan Bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso/Endopthalmus
Pupil
Bentuk
Refleks Cahaya
Refleks Akomodasi
Refleks Konvergensi
Kiri
Ortho
bebas kesegala arah
-
Bulat
(+)
(+)
(+)
Bulat
(+)
(+)
(+)
Kanan
+
Ortho
-
Kiri
+
Ortho
-
Kanan
+
Ortho
-
Kiri
+
ortho
-
N. VI (Abdusens)
Kanan
Ortho
bebas kesegala arah
-
N. IV (Troklearis)
Kanan
Kiri
6/6
6/6
Baik
Baik
Baik
Baik
Tidak dilakukan pemeriksaan
N. V (Trigeminus)
22
Motorik
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea
Sensibilitas
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
N. VII (Fasialis)
Kanan
Raut wajah
simetris
Sekresi air mata
+
Fisura palpebral
+
Menggerakan dahi
+
Menutup mata
simetris, kuat
Mencibir/bersiul
simetris
Memperlihatkan gigi
simetris
Sensasi lidah 2/3 belakang
baik
Hiperakusis
-
Kanan
baik
baik
-
simetris, kuat
Kiri
baik
baik
-
N.IX (Glossofaringeus)
N. VIII (Vestibularis)
Suara berbisik
Detik Arloji
Nistagmus
Kiri
Kanan
baik
+
Kiri
N.X (Vagus)
Kanan
Kiri
23
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi
Simetris
Di tengah
baik
jelas
baik
Teratur, kuat angkat
+
+
+
+
N. XII (Hipoglosus)
Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan
Romberg test
Ataksia
Rebound Phenomen
Tes Tumit Lutut
Kanan
Kiri
ditengah tidak ada deviasi
tidak ada deviasi
-
normogait
-
Disarthia
Disgrafia
Supinasi-pronasi
Test jari hidung
Test hidung jari
Respirasi
Duduk
baik
+
Gerakan spontan -
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
24
Ekstermitas
Gerakan
Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Aktif
aktif
Aktif
aktif
Kekuatan
555
555
555
555
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Tonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
: baik
Proprioseptif
: baik
Refleks fisiologis
Biseps
Triseps
KPR
APR
Refleks patologis
Hoffman-tromner
Babinskys sign
Chaddocks sign
Gordons sign
Schaeffers sign
: baik
Defekasi
: baik
25
Sekresi keringat
: baik
Fungsi Luhur
Kesadaran
Tanda Demensia
Reflek Bicara
Reflek Glabela
Reaksi intelek
Reflek Snout
Reaksi Emosi
Reflek Menghisap
Reflek Memegang
Reflek Palmomental
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik
: intra kranial
Diagnosis Etiologi
: idiopatik
Diagnosis Sekunder
Pemeriksaan Anjuran :
-
EEG
Terapi
1. Umum
2. Khusus
:
Diet MB TKTP 1500 kkal/hari
:
26
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan usia 18 tahun yang datang ke poli
syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinis epilepsy grand mal.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis diketahui adanya kejang berulang dan penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan
fisikdidapatkan kesadaran baik dan pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Hal
ini mendukung ke arah epilepsy grand mal.
Pada kasus ini, pencetus bangkitan epilepsi belum diketahui. Pasien telah dianjurkan
untuk menjalani pemeriksaan elektroensefalografi (EEG).
Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah asam valproat 2 x
250mg peroral .Edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarga sebagai suatu bentuk
penatalaksaanaan non farmakologis.
Prognosis pasien ini adalah baik, walaupun serangan epilepsi mungkin bisa berulang
27
DAFTAR PUSTAKA
Wiebe, samuel. Goldman-Cecil Medicine. 25th ed. Goldman, Lee. Newyork. Elsavier.
2016. 2399-2409
http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
Lowenstein, Daniel H., Seizures and Epilepsy dalam Hauser, Stephen L., Harrison;s
Neurology in Clinical Medicine, 2006, McGraw-Hill, Departemen of Neurology
University of California, San Fransisco, California.
28
29