Anda di halaman 1dari 44

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.

PT. ADARO INDONESIA


PT Adaro Indonesia adalah salah satu kontraktor pemerintah melalui
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
generasi pertama yang telah dirikan pada tahun 1982 dan melakukan
kegiatan eksplorasi, penambangan batubara di Kalimantan Selatan mulai
berproduksi secara komersial tahun 1992. Lokasi penambangan terletak di
Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan,
berjarak lebih kurang 220 km dari kota Banjarmasin ke arah utara yang
dapat ditempuh melaui jalan darat, dengan waktu tempuh sekitar empat (4)
jam.

Lokasi

Kabupaten

pengolahan

Barito

Selatan

penambangan dan pengolahan


khusus

batubara
Propinsi
batubara

(crushing

plant)

Kalimantan

berada

Tengah.

dihubungkan

dengan

di

Lokasi
jalan

angkutan batubara yang dibangun oleh PT Adaro Indonesia,

berjarak 80 km. Lokasi jalan ini berada di wilayah Kabupaten Tabalong,


Kabupaten Barito Timur dan Kabupaten Barito Selatan.
Dasar hukum operasional PT Adaro Indonesia adalah Perjanjian
Karya

Pengusahaan

Penambangan

Batubara

(PKP2B)

Nomor

J2/J.i.DU/52/82 tanggal 16 November 1982 antaraPT Adaro Indonesia


dengan Perum Tambang Batubara sebagai prinsipal dan pemegang
Kuasa Pertambangan atas wilayah tersebut. Berdasarkan Kepres No. 75
tahun 1996, kedudukan Perum Batubara sebagai prinsipal digantikan

oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertambangan dan Energi (yang
sat ini merupakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral).
Berdasarkan PKP2B, PT Adaro Indonesia berhak melakukan
eksplorasi, penambangan dan pemasaran batubara untuk jangka waktu 30
tahun sejak dimulainya tahap produksi tahun 1991 dan pada tahun
1992
wilayah

yang merupakan tahun pertama produksi komersial. Awalnya


PKP2B

PT

Adaro

Indonesia

mencakup

area seluas

148.148 Ha dan setelah mengalami beberapa kali penciutan wilayah


yang dipertahankan seluas 35.800,80 Ha berdasarkan Surat Envirocoal
PT Adaro Energy, tbk Laporan Bulanan Kegiatan Eksplorasi Desember
2013 4 PT ADAROENERGY, Tbk Keputusan Dirjen Pertambangan
Umum No. 635.K/20.01/DJP/1998 area KW 96P00144 dan No.
67.K/2014/DDJP/1995 area KW 96PP0386 yang telah disesuaikan pula
dengan pembayaran iuran
semesternya.

tetap/deadrentseluas 35.800,80 Ha tiap

Gambar 1. Lokasi Tambang PT Adaro Indonesia

2.2.

Genesa Bahan Galian Batubara

2.2.1. Sejarah Geologi Batubara Dunia


Periode pembentukan batubara pertama (Anthracolithicum) yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu terjadi dari
Zaman Karbon Bawah sampai Zaman Permian dan merupakan
pembentukan batubara maha hebat khususnya Zaman Karbon, dan
sebagian besar pembentukan batubara pada zaman ini, terjadi pada
belahan bumi bagian Utara. Contohnya di Amerika Utara dan Eropa
(kedalaman 3 mil dan membentang dari Scotlandia sampai Silesia
(Polandia).
Periode pembentukan batubara kedua, terjadi dari Zaman Cretacius
Bawah sampai Zaman Tersier. dan hampir seluruh batubara muda (lignit)

dan batubara coklat (Brown Coal) terbentuk pada periode ini, kecuali
batubara di Cekungan Moscow yang berasal dari Zaman Karbon
Bawah.Selanjutnya seluruh endapan gambut diasumsikan terjadi pada
Zaman Kuarter.
2.2.2. Genesa Bahan Galian Batubara
Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan
pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur
rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat
dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena
suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut
menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan
kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan
kemudian batu bara. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous
Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai
zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290
juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh
suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai
maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite
(batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat) Ini adalah batu
bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu
bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi
dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan
tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda
mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas

organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara subbitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu
bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk
bitumenatauantrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas
organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit. Jenis-jenis Batu Bara Tingkat perubahan yang dialami batu bara,
dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan
memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai
tingkat mutu batu bara. Batu bara dengan mutu yang rendah, seperti
batu bara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi
yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Baru bara muda memilih
tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan
dengan demikian kandungan energinya rendah. Batu bara dengan mutu
yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali berwarna
hitam cemerlang seperti kaca. Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi
memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang
lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit
Definisi Batu bara adalah bahan bakar fosil. Batu bara dapat terbakar,
terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batu bara terbentuk dari tumbuhan yang telah
terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi
pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk
lapisan batu bara.

Gambar2.. Jenis batubara berdasarkan kalori

Gambar 3. Skema Pembentukan Batubara

Batubara adalah batuan sediment (.padatan ) yang dapat terbakar,


berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami
proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas
bakteri

anaerob,

pengendapannya

berwarna
terkena

coklat

proses

sampai

hitam

yang

sejak

fisika dan

kimia,

yang

mana

mengakibatkan pengayaan kandungan karbon.


a.

Tempat terbentuknya batubara


Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk
dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah
bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan

tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar
fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi
disebut dengan pembatubaraan (coalification). Faktor tumbuhan purba
yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta
perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,
karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal
field) dan lapisannya (coal seam).

Gambar 4 Proses Terbentuknya Batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon


(Carboniferous Period) --dikenal sebagai zaman batu bara pertama-- yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses
awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang
selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula
batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan
jenis maturitas organik rendah.

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus


selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan
yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah
batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi
lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus
(bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas
organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap
unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis
dari masing --masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan
pembatubaraan.
Tabel 1 Contoh Analisis Batubara (daf based)

Dalam pembentukan batubara, semakin tinggi tingkat pembatubaraan,maka


kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan
berkurang.

Karena

tingkat

pembatubaraan

secara

umum

dapat

diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan


tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah--

seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi


yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat
kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah,
sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara,
umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin
hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar.
Ada 2 macam teori yang menyatakan tempat terbentuknya batubara, yaitu :
1.

Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk
lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan
asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati,
belum mengalami proses transportasi, segera tertimbun oleh
lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan
merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil,
Dapat dijumpai pada lapangan batubara Muara Enim (SumSel).

2.

Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk
lapisan batubara terbentuknya ditempat yang berbeda dengan
tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah
tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air dan berakumulasi
disuatu tempat, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan

mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk


dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai
dibeberapa tempat, kualitasnya kurang baik karena banyak
mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama
proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat
sedimentasi. Dapat dijumpai pada lapangan batubara delta
Mahakam Purba, Kaltim.
b. Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenisjenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981)
adalah sebagai berikut :

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan


bersel tunggal. Hasil endapan batubara dari periode ini
sangat sedikit.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah,


merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari
periode ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi


utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan
Amerika Utara. Tumbuh-tumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian


hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji
terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar
getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis


tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan
betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan. Potensi batubara di Indonsia masih
memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi dengan
memberikan prioritas yang lebih besar pada pengembangan
dan pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan batubara
menjelang tinggal landas pada awal Pelita VI. Salah satu
dukungan yang disarankan adalah pemantapan perencanaan
dan pelaksanaan produksi secara terpadu, sehingga
kapasitas produksi selalu dapat memenuhi peningkatan
permintaan batubara baik dari dalam negeri maupun luar
negeri.

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan


memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di
bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami

bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui di


mana batubara terbentuk dan factor-faktor yang akan mempengaruhinya,
serta bentuk lapisan batubara.
c. Faktor yang Berpengaruh
Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh
fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Faktor yang berpengaruh pada
pembentukan batubara, yaitu :
1.

Posisi Geotektonik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi gaya-

gaya tektonik lempeng. Posisi ini mempengaruhi iklim lokal dan


morfologi

cekungan

pengendapan

batubara

maupun

kecepatan

penurunannya.
2.

Morfologi (Topografi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat

penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara


tersebut terbentuk.
3.

Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan

batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi


yang sesuai. Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi
geotektonik.
4.

Penurunan

Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan


pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.
5.

Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan

berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak


langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa
organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi,
sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara
yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami
deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada
lapisan batubara.
6.

Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan

dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim dan topografi tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya
berbagai type batubara.
7.

Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia

dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam


pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik
secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi
biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh
kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana

tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti


celulosa, protoplasma dan pati.
Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan
batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses
biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon
akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO)
dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah
relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut
tergantung

pada

kecepatan

perkembangan

tumbuhan

dan

proses

pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan
terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau
penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama
berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan
berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan
penguraian oleh mikrobiologi.
8.

Sejarah Sesudah Pengendapan


Searah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi

geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan


batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organic
setelah pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan
batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan
batubara, berupa perlipatan, persesaran, intrusi magmatic dan sebagainya.
9.

Struktur Cekungan Batubara

Terbentuknya batubara pada cekungan, umumnya mengalami


deformasi oleh gaya tektonik yang menghasilkan lapisan batubara dengan
bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif
menyebabkan bantuk lapisan batubara tidak menerus.
10.

Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan

atau pengaburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi
biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses
dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadninya perubahan gambut
menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi
pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang serta bertambahnya
prosentas karbon pada, belerang dan kandungan abu. Tekanan dapat
disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena
tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan
proses metamorfosa organic. Proses ini akan dapat mengubah gambut
menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik, dan optiknya.
a. Terbentuknya lapisan batubara tebal
Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salam satu syarat yang dapat
membentuk lapisan batubara tebal adalah apabila terdapat suatu cekungan
yang oleh karena adanya beban pengendapan bahan-bahan pembentuk
batubara di atasnya mengakibatkan dasar cekungan tersebut turun secara
perlahan-lahan. Cekungan ini umumnya terdapat didaerah rawa-rawa
(hutan bahaku) di tepai pantai. Dasar cekungan yang turun secara

perlahan-lahan dengan pembentukan batubara memungkinkan permukaan


air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil. Apabila karena proses geologi
dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut akan masuk ke dalam
cekungan sehingga mengubah kondisi rawa menjadi kondisi laut.
Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan
sedimen laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi
kembali pengendapan batulempung yang memungkinkan untuk kembali
terbentuk kondisi rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan
terendapkan bahan-bahan pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas
lapisan batulempung. Demikian seterusnya sehingga terbentuk lapisan
batubara dengan diselingi oleh lapisan antara yang berupa batugamping
dan batulempung. Tidak jarang dijumpau lapisan batubara sering terbentuk
lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut sebagai clay band
atau clay parting.
b. Bentuk Lapisan Batubara
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan
sesudah proses pembentukan batubara akan menentukan bentuk lapisan
batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam
menghintung cadangan dan merencanakan cara penambangannya.
Beberapa bentuk lapisan batu baru, yaitu :
1.

Bentuk Horse Back


Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan
yang menutupnya melengkung kea rah atas akibat gaya kompresi.

Ketebalan kea rah lateral lapisan batubara kemungkinan sama


ataupun menjadi lebih kecil atau menipis.
2.

Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian
tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan natubara merupakan
batuan yang plastis, misalnya batulempung. Sedang di atas lapisan
batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral
merupakan pengisian suatu alur.

3.

Bentuk Clay Vein


Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit
batubara terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada
satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada
bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh
material lempung ataupun pasir.

4.

Bentuk Burried Hill


Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara
semula terbentuk terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan
batubara seperti terintrusi.

5.

Bentuk Fault
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit
batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan
mengacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya
perpindahan perlapisan akibat pergeseran kea rah vertical. Dalam

melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala


patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.

6.

Bentuk Fold
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit
batubara mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja
pembentuk perlipatan akan makin komplek. Dalam melakukan
eksplorasi batubara di daerah tersebut juga terjadi patahan harus
dilakukan dengan tingkat ketilitian yang tinggi.

c. Klasifikasi dan kualitas batubara


Mutu setiap batubara akan ditentukan oleh faktor suhu,
tekanan, serta lama waktu pembentukan. Semua faktor tersebut,
kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi
maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batubara yang
dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka
kita dapat mengidentifikasikan batubara menjadi 2 golongan, yaitu:
1.

Batubara dengan mutu rendah.


Batubara pada golongan ini memiliki tingkat
kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon dan
energi yang rendah. Biasanya batubara pada golongan ini
memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna

suram seperti tanah. Jenis batubara pada golongan ini


diantaranya lignite (batubara muda) dan sub-bitumen.
2.

Batubara dengan mutu tinggi.


Batubara pada golongan ini memiliki tingkat
kelembaban yang rendah, serta kandungan karbon dan
energi yang tinggi. Biasanya batubara pada golongan ini
memiliki tekstur yang keras, materi kuat, serta berwarna
hitam cemerlang. Jenis batubara pada golongan ini
diantaranya bitumen dan antrasit. Pembahasan masingmasing jenis batubara dapat diuraikan sebagai berikut:

Gambar 5 kandungan karbon menurut tingkatan batu bara


1. Lignite
disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah
dari batubara, berupa batubara yang sangat lunak dan mengandung

air 70% dari beratnya. Batubara ini berwarna hitam, sangat rapuh
dan seringkali menunjukkan struktur serat kayu. Nilai kalor rendah
karena kandungan air yang sangat banyak (30-75 %), kandungan
karbon sangat sedikit (60-68&), kandungan abu dan sulfur yang
banyak (52.5-62.5). Batubara jenis ini dijual secara eksklusif
sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU).Lignite dijumpai pada kondisi yang masih muda, berkisar
Cretaceous sampai Tersier.

Gambar 6 Batu bara lignit

2.

Sub-Bituminous
karakteristiknya berada di antara batubara lignite
dan bituminous, terutama digunakan sebagai bahan bakar
untuk PLTU. Sub-bituminous coal mengandung sedikit
carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas

yang

tidak

efisien

3.

Bituminous
batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam

mengkilat,

terkadang

cokelat

tua.

Bituminous

coal

mengandung 68 - 86% karbon dari beratnya dengan


kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai
untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk
pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan
membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk
padat.

4.

Antrasit
peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk
bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran.
Batubara antrasit berbentuk padat (dense), batu-keras
dengan warna jet-black berkilauan (luster) metalik dengan
struktur

kristal

dan

konkoidal

pecah.

mengandung antara 86% - 98% karbon dari beratnya, 9,3%


abu,

dan

3,6%

bahan

volatile.

Antarasit terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru


(pale blue flame) dengan sedikit sekali asap. Antrasit
terbentuk pada akhir Karbon oleh pergerakan bumi yang
menyebabkan pemanasandan tekanan tinggi yang merubah
material berkarbon seperti yang terdapat saat ini.

Batubara menurut waktu pembentukannya di Indonesia


terdapat mulai skala waktu Tersier sampai Recent.
Pembagiannya dapat dijelaskan sebagai berkut:
1) Batubara paleogen, merupakan batubara yang terbentuk
pada cekungan intranmontain, contohnya yang terdapat
di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara serta Sulawesi
Selatan.
2) Batubara neogen, yakni batubara yang terbentuk pada
cekungan foreland, contohnya terdapat di Tanjung Enim,
Sumatera Selatan.
Batubara delta, yakni endapan batubara yang terdapat di hampir
seluruh Kalimantan Timur

2.3.

TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap,


survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci.
Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi
keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta
kualitas suatu endapan batu bara sebagai dasar analisis/kajian
kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut
menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumber daya batubara
yang dihasilkan.
2.3.1. Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi Batu bara yang paling
awal dengan tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis
mengandung endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih
lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna
lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi
regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya,
serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar
dengan skala sekurang-kurangnya 1 : 100.000.
Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi pembawa
batubara atau cool-bearing yang terbuka secara alami dan beberapa
pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah
kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial.
Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi
menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik.
2.3.2. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran
endapan yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala

minimal 1:50.000, pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan,


pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling), pencontohan dan
analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat
dilaksanakan apabila dianggap perlu. Logging geofisik berkembang dalam
ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi dan reservior minyak.
Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya untuk
mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data
lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan batubara, dan sifat
geomekanik batuan yang menyertai penambahan batubara. Dan juga
mengkompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila hanya
dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari
lapisan penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan
batubara termasuk parting dan lain lain.

Gambar 4. Kegiatan oksplorasi

2.3.3. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)


Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan
kualitas serta gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara.
Kegiatan yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan skala
minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran dengan jarak yang sesuai
dengan kondisi geologinya, penarnpangan (logging) geofisika, pembuatan

sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang handal. Pengkajian awal


geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.
2.3.4. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas clan
kualitas serta bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang harus
dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala minimal
1:2.000, pemboran, dan pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang
sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging) geofisika,
pengkajian geohidrologi, dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan
pencontohan batuan, batubara dan lainnya yang dipandang perlu sebagai
bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan denqan rencana kegiatan
penambangan.
Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi coolbearing yang terbuka secara alami dan beberapa pengeboran untuk
mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah kemiringan dengan
maksud memastikan deposit batubara yang potensial. Kemudian akan
berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi menggunakan mesin
dan peralatan yang spesifik.
Pada akhirnya, hasil aktural yang diperoleh dari survei umum dan
rinci adalah:
Survei Umum

Survei Rinci

Peta geologi

1:50.000-10.000 1:1.000-3.000

Peta penampang geologi

1:50.000-10.000 1:1.000-3.000

Peta penampang stratigrafi

1:500-1.000

Peta korelasi penampang

1:500-1.000

stratigrafi/lapisan batubara

1:200-500

Peta penampang columnar batubara

1:20 1.000

Peta kontur lapisan batubara

1:25.000-10.000 1:1.000-5.000

Peta isopach lapisan batubara

1:10.00

1:1.000-5.000

Peta distribusi kualitas batubara 1:10.000


(ash, sulfur, pospor, dll)
Peta kalkuasai cadangan batubara

1:200-500

1:1.000-5.000

1:10.000

1:1.000-5.000

Tabel kalkualsi cadangan batubara

Yang paling penting adalah mengidenfikasi outcrops, adalah in-situ


atau creep. Kemudian membaca arti secara geologi dan stratigrafi.
Observasi harus dilakukan baik terhadap bagian fresh maupun permukan
yang telah dipengaruhi cuaca (weathered facies), dan sampel diambil dari
bagian fresh in-situ. Kemudian gambarkan posisi outcrops dengan tepat
diatas peta topografi, dan cantumkan juga rute jalan telah dilalui. Pada saat
sama, dilakukan sketsa outcrop secara geologi dan stratigrafi dengan
penjelasan seperlunya. Item yang diobservasi dan diukur adalah :
1.
Deskripsi permukaan batuan (rock facies) karakteristiknya :
Ukiran butir, bentuk butir, kepadatan, warna, bahan tambang
pembentuk,
2.

stratifikasi,

kesamaan

(sorting)

struktur

sedimentasi, keberadaan fosil, dll.


Deskripsi lapisan batubara : Warna, kilatan, kekerasan,
stratifikasi, belahan(parting), retakan, hubungan antara batuan

3.

langit-langit dan lantai, dll.


Perubahan stratifikasi dan struktur : Kesesuaian (conformity),
ketidaksesuaian

(unconformity),

erosi

dalam

lapisan,

perubahan bertahap (gradual),patahan, perubahan lateral dari


permukaan batuan (litho-facies), dll.

4.

Arah, kemiringan dan ketebalan setiap lapisan/lapisan

batubara.
Outcrop bisasanya tersebar di samping aliran di dalam lembah.
Apabila outcrop tidak kontinu dan tanah diatasnya tipis,maka
dilakukan penggalian (stripping) untuk membuat outcrop kontinu.
Walaupun lapisan tanahnya tebal, apabila diduga terdapat gejala
geologi yang penting seperti lapisan batubara atau pathan, maka
sebaiknya dilakukan pencekan dengan menggali parit (trench)
dengan lebar 1m dan kedalaman 3m sampai 5m. Pekerjaan utama
yang dikaukan didalam parit sebagai berikut :
1.
Pengukuran : mengukur arah orintasi dan kemiringan lapisan
2.

tanah dan lapisan batubara


Observasi : mengukur dan mencantumkan penampang

3.

columnar berurutan dari outcrop, tertua lapisan batubara


Sampling : sampling batubara lapis per lapis atau secra
kunulatif dan belahan (parting), langit-langit dan lantai

4.

dilakukan sampling masing-masing.


Survai : melaksanakan survai dengan menghubungkan

seluruh titik observasi


Di tempat yang hutannya lebat dan tidak terdapat lapisa batubara
terbuka (outcrop), survai dengan pit kadang kala efektif terutama
pada musim hujan, deskripsi dan pengukuran harus dilakukan segera
karena akan dihanyutkan oleh air sehingga sulit pemulihannya.
Untuk mengungkapkan sifat dan bukti geologi seperti batuan,
bahan tambang, warna, bentuk, ukuran butir dan lain-lain, yang
diperoleh dari survai geologi, maka pendefenisian lambang dan
singkatan geologi akan bermanfaat untuk menyederhanakan seluruh
ekspresi. Selain itu masih ada beberapa penelitian unsur khusus di

antaranya ada yang dapat menjadi indikator lingkungan sedimentasi


dan proses diagenesis selamjutnya. Misalnya, kandung sulfur
( termasuk isotopnya di dalam batu bara) dan karbon didalam shale,
kandungan klor didalam batubara, kandungan authogenic carbonate
didalam shale dan lain-lain.
Pekerjaan pengeboran pada eksplorasi batubara menggunakan
berbagai tipe mesin bor dan perkakas tergantung dari tujuan dan
tahapan eksplorasi batubara.
Tugas pokok dari pengeboran adalah untuk :
1)
memastikan letak dan kedalaman lapisan batubara sasaran .
2)
mengetahui sequence stratigrafi dan geologi untuk maksud
perbandingan.
memperoleh sampel lapisan batubaratermasuk batuan langit-

3)
4)

langit dan lantainya.


melaksanakan berbagai jenis logging, dan lain-lain.
Pada eksplorasi tahap I, pengeboran sering dilakukan dengan

coring penuh dalam jarak yang lebar (jauh) dan dilakukan bersama
logging

geofisik.

Metode

pengeboran

banyak

menggunakn

pengeboran wireline dengan lebih NQ (diameter lubang 75,7 mm)


untuk mempurmudah welllogging. Mesin ini dirancang untuk
melakukan pengeboran kontinu tanpa harys menarik keluar batang
bor pada setiap perpanjangan batang, dan core di tarik keluar oleh
wire melalui tangan batang (rod). Mesin yang umum digunakan
adalahlongyear LY-39 atau LY-44 untuk pengeboran dengan
kedalaman sedang. Diameter lubang dan diameter core diperlihatkan
pada tabel 6-1. (dari Field GeologistsManual : DA Berkman, 1976)
Jarak antar lubang bor berbeda menurut kondisi geologi, seperti
daerah stabil dan labil secara struktur. Di daerah stabil jarak tersebut

adalah 500-700 m, atau kadang kala 1km, sedangkan untuk daerah


labil adalah 300-500m.
Pada eksplorasi tahap II, jarak tersebut diperkecil, yakni 300400 m grid untuk daerah stabil, dan 250 m grid untuk daerah labil
atau daerah sasaran metallurgical coal. Pada tambang terbuka (open
pit) beberapa pengeboaran lubang dilakukan dengan metide noncore, seperti metode sirkulasi balik (reverse circulation) atau dengan
rotary rig. Dalam kasus demikian, dilakukan logging geofisik untuk
memperoleh informasi geologi dan kualitas batubara yang rinci, serta
kedalaman eksak dari lapisan sasaran.
Kegiatan Eksplorasi dan Geotech diprioritaskan pada daerah - daerah
yang memerlukan pemboran detail (terinci) untuk mendapatkan datadata geologi, geo hidrologi, acid mine drainage (AMD).

Kegiatan drilling yang dilakukan PT Adaro Indonesia pada periode


bulan Desember 2013 adalah sebagai berikut:
1.

Melakukan pengeboran dewatering oleh Geotech untuk


menurunkan level muka air tanah daerah Tutupan.

2.

Melakukan pengeboran lubang terbuka untuk instalasi


vibrating wirepiezometer

oleh Geotech sebagai alat

monitoring level muka air tanah daerah Tutupan dan Wara.


3.

Melakukan pengeboran eksplorasi lubang inti daerah Tutupan


dengan tujuan menambah kerapatan data polygon resource
JORC* dan analisa kualitas batubara.

4.

Melakukan pengeboran eksplorasi lubang terbuka daerah


Tutupan dengan tujuan menambah kerapatan data dan
memastikan model batubara terutama daerah North Tutupan
yang struktur geologinya sedikit komplek.

5.

Melakukan pengeboran lubang inti daerah Paringin untuk


mengambil sampel uji AAT (air asam tambang).

6.

Melakukan pengeboran lubang terbuka daerah Tambang


Paringin untuk memastikan sebaran seam.

7.

Melakukan pengeboran lubang inti daerah Tambang Paringin


untuk ujikualitas Batubara.

8.

Melakukan pengeboran lubang inti untuk infill data quality


daerahTambang Tutupan.

Pada eksplorasi tahap III dilaksanakan pengeboran diameter


besar (biasanya 150-200 mm), untuk penelitian hidrologi dan
mendapatkan sampel curahan untuk uji parameter preparasi
batubara. Problem yang timbul dalam pengeboran macam-macam,
seperti hilang sirkulasi air, pembekakan (swelling) diding lubang
karena adanya bahan tambang tanah liat khusus yang mudah
mengembang seperti montmorillonite, coring batubara yang lunak,
kehilangan sifat air lumpur (drilling mud) karena emisi gas dalam
jumlah besar dari lapisan batubara, dan lain-lain.

Gambar 5. Kegiatan pemboran eksplorasi

2.3.5. METODE GEOFISIKA BATUBARA


Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka
hadirlah survey geofisika tahanan jenis yang merupakan suatu metode
yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan
dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Loke (1999) mengungkapkan
bahwa survey geofisika tahanan jenis dapat menghasilkan informasi
perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertical.
Metode ini memberikan injeksi listrik kedalam bumi, dari injeksi tersebut
maka akan mengakibatkan medan potensial sehingga yang terukur adalah
besarnya kuat arus (I) dan potensial (V), dengan menggunakan survey ini
maka dapat memudahkan para geologist dalam melakukan interpretasi
keberadaan cebakan-cebakan batubara dengan biaya eksplorasi yang relatif
2.4.

murah.
Biaya Eksplorasi
Berikut merupakan biaya eksplorasi PT Adaro Indonesia pada periode
bulan Desember 2013.
Tabel 1. Biaya Eksplorasi PT Adaro Indonesia Bulan Desember 2013

2.5.

Perhitungan Cadangan Batubara


Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan
batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini
dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan
geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat
kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya
ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya
batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya,
yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat
keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut
mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.

2.5.1. Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara yaitu:


Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada
tingkat keyakinan geologi dan kejadian kelayakan. Pengelompokan
tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.
Klasifikasi sumberdaya batubara adalah sebagai berikut:
1.

Sumber
Resource)

Daya

Batubara

Hipotetik

(Hypothetical

Coal

Sumber daya batubara hipotetik adalah batubara di daerah


penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk

tahap

penyelidikan

survei

tinjau.

Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama


dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah
atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau
perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya,
sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara
diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian,
serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran
dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup
tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di
klasifikasikan

kembali

sebagai

sumber

daya

teridentifikasi

(identified resources).

2.

Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)


Sumber daya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan mempunyai
jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak
dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi

ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah
antara 1,2 km 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm
atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.
3.

Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)


Sumber daya batubara tertunjuk adalah jumlah batubara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan kualitas titik
pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari
ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan
dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai
variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail
dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah
antara 0,4 km 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm
atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

4.

Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)


Sumber daya batubara terukur adalah jumlah batubara di daerah
peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syaratsyarat yang ditetapkan

untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan


cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan
batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah
penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling
berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit
dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

2.5.2. Perhitungan Cadangan Batubara


Batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang
tinggi, maka untuk

perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda

konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk


tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan
jumlah cadangan tertambang
1.

Perhitungan Cadangan Dengan Metode Penampang


Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan
metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada
suatu

areal

dengan membuat

penampang-penampang

yang

representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah


tersebut.

Pada

masing-masing

penampang

akan

diperoleh

(diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara &


overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak
pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua)
penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian
banyak penampang:
a.
Dengan menggunakan 1 (satu) penampang
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang
mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang
yang dihitung saja
Volume = (A x d1) + (A x d2)
dimana : A = luas overburden
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal
pengaruh penampang tersebut. Jika penampang tunggal
tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka

akan merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak


pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor
(poligon) tersebut.
b.

Dengan menggunakan 2 (dua) penampang


Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung
pada areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu
diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua
penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda, maka dapat
digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung,
tetapi jika perbedaannya terlalu besar maka digunakan rumus
obelisk.

c.

Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang


Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui
adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua)
penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara
untuk mereduksi kesalahan. Untuk menghitungnya digunakan
rumus prismoida:

2.

Metode USGS 1984


Data yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data
singkapan, maka metode yang digunakan untuk penghitungan
sumber daya daerah penelitian adalah metode Circular (USGS.
Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat
dihitung dengan rumus:

Tonnase batubara = A x B x C,
dimana:
A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm
atau m
B = berat batubara per stuan volume yang sesuai atau
metric ton.
C = area batubara dalam acre atau hektar
Kemiringan lapisan batubara juga memberikan pengaruh
dalam perhitungan sumber daya batubara. Bila lapisan batubara
memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka perhitungan
dilakukan secara terpisah.
1.

Kemiringan 00 100
Perhitungan

Tonase

dilakukan

langsung

dengan

menggunakan rumus
Tonnase = ketebalan batubara x berat jenis batubara x area
batubara

2.

Kemiringan 100 300


Untuk kemiringan 100 300, tonase batubara harus dibagi
dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.

3.

Kemiringan > 300


Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan
nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.

3.

Metode Mean Area


Metode ini memerlukan data primer berupa: data titik bor,
data

kualitas

batubara,overallslope,

ratio, geogicall

loose, mining

lebar mineflor,

recovery, processing

striping
recovery.

Sedangkan data sekunder berupa : peta topografi skala 1 : 4000,


peta geologi daerah penelitian skala 1 : 100000, geologi lokal.
Metode mean area ini terdiri dari beberapa langkah yang harus
dilakukan, meliputi: pembuatan penampang log bor, penentuan
kedudukan batubara, pembuatan iso struktur top dan bottom
batubara, pembuatan cropline, pembuatan peta kualitas batubara
(kalori, sulfur dan ash), perhitungan cadangan yang meliputi :
pembuatan sayatan, pembuatan penampang, perhitungan tonase
serta striping ratio. Pembuatan garis sayatan dan penampang
sayatan

menggunakan

bantuan software autocad

land

development dimana jarak tiap penampang 20 m. Perhitungan


volume batubara dan overburden menggunakan metode mean area,
yaitu dengan mencari volume dari batubara, yang diperoleh dari
rata-rata (mean) luas area dikalikan dengan jarak penampang,
selanjutnya didapatkan tonase dari batubara dengan mengkalikan
volume

dengan

berat

jenis

batubara,

faktor

geologi,

mining recovery, dan processeding recovery. Sehingga diperoleh


nilai

dari

Striping

ratio

yaitu

perbandingan

volume overburden dengan cadangan batubara.


4.

Metode Cross Section

antara

Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal


dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat dipakai
sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang
lebih canggih dengan menggunakan komputer.
Rumus prismoida :
V
Keterangan : S1,S2

5.

= (S1 + 4M + S2) L
6
= Luas penampang ujung

= Luas penampang tengah

= Jarak antara S1 dan S2

= Volume

Metode Krigging
Kriging yaitu suatu teknik perhitungan untuk estimasi atau
simulasi dari suatu variabel terregional (regionalized variable) yang
memakai pendekatan bahwa data yang dianalisis dianggap sebagai
suatu realisasi dari suatu variabel acak (random variable), dan
keseluruhan variable acak dalam daerah yang dianalisis tersebut
akan membentuk suatu fungsi acak dengan menggunakan model
struktural variogram atau kovariogram (Dr. Ir. Rukmana Nugraha
Adhi, 1998).
Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang
paling bagus untuk mengestimasi kadar blok karena menghasilkan
varians estimasi minimum BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil dari

nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G


Krige yang telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan
geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram.
Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada
hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan
dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi
conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Perhitungan dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu
kompleks untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat
jika dilakukan pada penentuan cadangan-cadangan yang mineable
dengan kadar-kadar di atas cut off grade. Secara sederhana, kriging
menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi
yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari
persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan
kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya
tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model
variogramnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1. PT Adaro Indonesia adalah salah satu kontraktor pemerintah melalui
Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
generasi pertama yang telah dirikan

pada

tahun

1982

dan

melakukan kegiatan eksplorasi, penambangan batubara di Kalimantan


Selatan mulai berproduksi secara komersial tahun 1992. Lokasi
penambangan terletak di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong
Kalimantan Selatan, berjarak lebih kurang 220 km dari kota
Banjarmasin. Lokasi pengolahan batubara (crushing plant) berada di
Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah.
2. Proses pembentukan batubara berawal dari gambut berubah menjadi
lignite (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat)Ini adalah
batu bara dengan jenis maturitas organik rendah, karena mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun,
batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah

maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara
sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga
batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk
bitumenatauantrasit. Jenis-jenis Batu Bara Tingkat perubahan yang
dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai
pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut
disebut sebagai tingkat mutu batu bara.
3. Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, survei
tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci. Tujuan
penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan,
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu
endapan

batu

bara

sebagai

dasar

analisis/kajian

kemungkinan

dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat


keyakinan geologi dan kelas sumber daya batubara yang dihasilkan.
4. Anggaran yang disediakan oleh PT Adaro Indonesia untuk kegiatan
eksplorasi pada periode bulan Desember 2013 adalah US$ 188.189
sedangkan realisasinya dana yang terpakai adalah sebesar US$ 161.934.
Pada tahun 2013 anggaran yang disiapkan untuk kegiatan eksplorasi
adalah sebesar

US$ 2.742.448 sedangkan realisasinya dana yang

terpakai adalah sebesar US$ 2.446.487.


5. Perhitungan Cadangan batubara dapat dilakukan dengan 5 metode
yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Metode Penampang
Metode USGS 1984
Metode Mean Area
Metode Cross Section
Metode Krigging

Anda mungkin juga menyukai