Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

EKSEMA DERMATITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN EKSEMA DERMATITIS
I.
KONSEP DASAR
A. Pengertian
1. Eksema dermatitis adalah semua lesi kulit yang disertai kemerahan, lepuh, basah, sisik,
menebal dan gatal. (Price.2006:)
2. Eksema dermatitis adalah kelainan pathogen yang unik, tetapi semuanya memiliki gambaran
3.

histology yang sama. (Mitchel.2009:709)


Eksema dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau endogen. (FKUI.2007:129)


4. Eksema dermatitis adalah reaksi inflamasi kulit terhadap unsur-unsur fisik, kimia atau
biologis. (Smeltzer.2002:1871)
Kesimpulan : : Eksema dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) srbagai
respon terhadap pengaruh eksogen dan endogen yang disertai kemerahan, lepuh, basah, sisik,
menebal dan gatal.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Pembagian kulit sescara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama yaitu:
a. Lapisan epidermis terdiri atas:
1) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis el-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah
2)

menjadi keratin (zat tanduk).


Stratum lusidium terdapat langsung sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
beruabah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas ditelapak

tangan dan kaki.


3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.
4) Stratum spinosum (stratum malpigi) terdiri atas beberapa lpis sel yang berbentuk polygonal
yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
5) Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis pains bawah.
b. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Secara garis besar lapisan ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1)

Parspapilare yaitu bagian yang menonjol keepidermis, berisi ujung serabut saraf dan

pembuluh darah.
2) Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah sub kutan, bagian ini terdiri
atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikukulin.
c. Lapisan subkutis adakah kelanjutan dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi selsel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bukit, besar, dengan inti terbesar
kepinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulu adikosa,
berfungsi sebagai cadangan makanan dan merupakan bantalan. Lapisan ini terdapat pada
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringa lemak
tergantung pada lokasinya.
d. Adneksa kulit terdiri atas:
1) Kelenjar kulit terdapat dilapisan dermis, terdiri atas:
a) Kelenjar keringat (glandila sudorifera) ada 2 macam, yaitu:
i. Kelenjar ekrin dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan
dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Terletak dangkal didermis dengan pekret
yang encer.
ii.

Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf edrenergik, terdapat di

axial, arelamamae, pubis, labia minora dan saluran telinga luar. Terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental.
b) Kelenjar palit (glandula sebasea). Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali
ditelapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen
dan secret kelenjar berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar ini terdapat di samping
akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut.
2)

Kuku adalah bagian terminal tanduk (stratum korneum) yang menebal. Bagian kuku yang
terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (naikl root), bagian yang terbuka diatas dasar
jaringan lemak kulit pada ujung jari disebut bagian kuku (nail plate), dan yang paling ujung

disebut bagian kuku bebas.


3) Rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada
di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut:
a) Lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pegmen dan terdapat pada bayi.
b) Terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medulla dan
terdapat pada orang dewasa.
2. Fisiologi
Kulit pada manusia memiliki fungsi utama, antara lain:
a. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan,
gesekan, tarikan. Gangguan kimiawi misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan.

Gangguan yang bersifat panas misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet. Gangguan infeksi
luar terutama kuman atau bakteri maupun jamur.
b. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, benda padat, tetapi cairan yang mudah
menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut dalam lemak. Kemampuan absobrsi
c.

kulit, hidrasi, kelembapan, metabolism dan jenis vetikulum.


Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme
dalam tubuh yang berupa NaCl, Urea, Asam urat dan Amonia. Kelenjar lemak pada fetus
dipengaruhi oleh hormone androgen dari ibunya yang memproduksi sebum. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena berfungsi untuk meminyaki kulit dan menahan evaporasi
air yang berlebihan sehingga kulit tidak kering.

d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf motorik yang berfungsi untuk menerima/merangsang
panas yang diperankan oleh badan-badan nuffini di dermis dan subkutis. Terhadap rangsang
dingin diperankan oleh badan-badan Krause didermis.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Diperankan dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi kreatinisasi
Kreatinisasi berfungsi untuk memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis
fisiologik
h. Fungsi pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
( FKUI, 2007 : 3 )
C. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
deterjen,asam, basa, oli, semen), fisik (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme (contoh:
bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain
tidak diketahui etiologinya yang pasti. (FKUI, 2007,129)
D. Klasifikasi
1. Eksogen
a. Dermatitis kontak iritan primer
Yang termasuk iritan primer yang secara fisik merusak kulit adalah asam, basa, deterjen, dan
produk-produk minyak bumi. Gambaran yang khas dari dermatitis adalah telapak tangan dan
ujung jari kering, sering disertai kulit yang tretak dan terasa sakit pada lipatan kulit serta pada
bagian lunak jari. Secra teoritis, pengobatannya sederhana, baik dengan mencegah agar tidak
terjadi kontak antara pasien dengan iritan atau dengan melindungi tangan mereka terhadap

bahan tersebut. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin untuk menghindari terjadinya kontak
dengan iritan.
b. Dermatitis kontak alergi
Penyakit ini timbul akibat terjadinya reaksi hypersensitivitas tipe lambat terhadap suatu
allergen eksternal. Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat beraksi sebagai allergen,
tetapi

sangat jarang yang menimbulkan masalah. Mungkin saja paparan allergen telah

berlangsung bertahun-tahun namun secara mendadak baru terjadi hipersensitivitas. Yang


sering menyebabkan dermatitis kontak adalah nikel, colophony, bahan-bahan aditif karet,
kromat, cat rambut, dan obat-obatan topical (krim, lotion). Baik sebagai bahan aktif utama
maupun sebagai bahan dasar. Steroid topical yang poten hendaknya digunakan untuk
meredakan eksema sebelum dilakukan tes temple. Begitu suatu allergen sudah ditemukan
sebagai penyebabnya, maka pasien dianjurkan untuk menghindarinya. Apabila komponen
dalam obat-obatan yang menjadi penyebabnya maka dokter keluarga pasien harus diberi tahu
obat-obat apa saja yang tidak boleh dipakai.
2. Eksema endogen
a. Eksema atopic
Eksema atopic tidak ditemukan pada bayi baru lahir, tetapi sering timbul pada tahun pertama
kehidupan. Pada anak-anak usia dini eksema sering menyerang keseluruhan tubuh, tetapi
kemudian tampak keseluruhan tubuh, tetapi kemudian tampak menyerang daerah lipatan
yang khas (pergelangan tangan, fosa antekubiti, fosa poplitea, dan dorsum pedis). Kulit terasa
kering dab terasa sangat gatal. Eksema atopic seringkali hilang pada masa kanak-kanak,
tetapi bisaa bertahan sampai usia remaja serta dewasa, dan tidak ada cara untuk
memperkirakan prognosisnya.
b. Dermatitis seboroik
Penyakit ini merupakan kelainan konstitusional, yang pathogenesis pastinya masih belum
diketahui, tetapi pada akhir-akhirnya ini ditekankan adanya peran ragi maslassezia.
Dermatitis seboroik menyerang kulit kepala, wajah, punggung bagian atas, dan daerah-daerah
lipatan. Serangan di daerah lipatan menimbulkan eritema yang sedikit basah dan berminyak.
c.

Eksema discoid
Pada kelainan ini, timbul eksema yang tersebar, terbatas jelas, mengeluarkan eksudat, dan
ditutupi krusta, yang terdapat pada tubuh dan ekstrimitas. Suatu steroid topical yang poten

biasanya diperlukan untuk mengendalikan kondisi ini.


d. Eksema varikosa
Hipertensi vena kronis sering dihubungkan dengan perubahan eksematosa pada tungkai.
Penyebaran sekunder ke bagian depan lengan bisa terjadi. Steroid topical dengan potensi
ringan atau sedang biasanya akan menekan eksema.

e.

Eksema asteatotika
Eksema asteatotika ditemukan pada tungkai, tetapi bisa juga terdapat pada perut bagian
bawah, lengan, dan kadang-kadang bisa di seluruh bagian tubuh. Hal ini sering terjadi pada
pasien usia lanjut yang dirawat di rumah sakit dan dimandikan lebih sering dari pada kalau

mandi di rumah.
(Graham. 2005. 68)
E. Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium
penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat,
1.

generalisata, dan universal. Tanda dan gejala dibagi menjadi 3 fase :


Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel/bula, erosi dan eksudasi

sehingga tampak basah (madidans).


2. Stadium sub akut : eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.
3. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenifikasi,
mungkin juga terdapat erosi atau okskoriasi karena garukan.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
(FKUI, 2007, 129)
F. Patofisiologi
Dermatitis sebagai akibat iritasi dari kulit dari bahan yang mampu mengiritasi atau dari reaksi
imunitas terhadap hipersensitivitas pada waktu kontak dengan antigen spesifik. Alergi
merupakan respon sistem imun yang tidak tepat dan kerap kali membahayakan terhadap
subtansi yang biasanya tidak berbahaya. Cedera jaringan ini akibat interaksi antara antigen
dan antibody. Terjadi kontriksi pada pembuluh darah superfisial, dan kulit segera menjadi
pucat. Pada penderita dermatitis umumnya mengeluh gatal.
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi melalui 2 reaksi fase:
1. Fase primer (induktiflafferen)
Yaitu penetrasi bahan yang mempunyai berat molekul kecil (hapten) ke kulit, yang kemudian
berikatan dengan karier protein di epidermis. Komponen tersebut akan disajikan oleh sel
lagerhaens( LCs) pada sel T. Di kelenjar limfe regional, kompleks yang terbentuk akan
merangsang sel limfosit T di daerah parakorteks untuk memperbanyak diri dan
berdiferensiasi menjadi sel T efektor dan sel memori. Terbentuklah sel T memori yang akan
bermigrasi ke kulit, peredaran perifer, dll.
2. Fase sekunder (eksitasi/eferen)
Yaitu pajanan hapten pada individu yang telah tersensitasi, sehingga antigen disajikan lagi
oleh sel lagerhaens ke sel T memori di kulit dan limfe regional. Kemudian terjadi reaksi imun
yang menghasilkan limfokin. Terjadi reaksi inflamasi dengan perantaraan sel T, karena
lepasnya bahan bahan limfokin dan sitokin. Fase-fase pada fase sekunder sabagai berikut :

a. Fase akut : merah, edema, papula, vesikula, berair, krusta, gatal


b. Fase kronik : kulit tebal/linkenifikasi, kulit pecah pecah, skuama, kulit kering, dan
hiperpigmentasi.
Faktor yang ikut berinteraksi dalam dermatitis atopik adalah faktor imunologi. Kelainan
imunologis pada keadaan atopik termasuk peningkatan kadar IgE total dalam serum, antibodi
IgE yang spesifik terhadap antigen yang masuk lewat mulut dan yang dihirup, serta aktivasi
preferensial dari sel sel T CD4 fenotipe Th2 , yang akan membentuk interleukin 4 (IL-4)
dan IL-5. Interleukin interleukin ini merangsang sintesis IgE oleh sel sel B. Stafilokokus
membentuk koloni pada kulit pasien eksema atopik, dan eksotosin yang dikeluarkannya yang
merupakan superantigen juga diduga memilik peran pathogen. Perjalanan penyakit ini secara
khas ditandai oleh ekserbasi yang episodik.
G.
1.
a.
b.
c.

( Robin ,2002 :73 )


Komplikasi
Dermatitis Kontak
Kondisi kronis dapat menyebabkan likensifikasi, fisura, dan skuama.
Infeksi kulit dapat disebabkan oleh garukan berulang dan kerusakan kulit.
Respons buruk terhadap poison ivy atau aleren poten lain dapat menyebabkan kemerahan

signifikan dan pembengkakan pada wajah.


2. Dermatitis Atopik
Infeksi kulit oleh bakteri permukaan yang lazim dijumpai, terutama staphylococcus aureus,
atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Pengidap penyakit ini sebaiknya menghindari
inokulasi virus hidup yang telah dilemahkan.
(Corwin, 2009, 108)
H. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
Pengobatan yang tepat didasarkan kausa yaitu menyingkirkan penyebabnya. Seperti yang
diketahui penyebab dermatitis multifaktor, kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi
pengobatan bersifat simtomatis yaitu dengan menghilangkan atau mengurangi keluhan dan
gejala dan menekan peradangan.
a. Kompres yang sejuk dan basah
Dilakukan pada daerah dermatitis vesikuler yang kecil. Remukan halus es yang di tambahkan
pada air kompres kerap kali memberikan efek anti pruritus. Kompres basah biasanya
membantu membersihkan lesi eksema yang meneluarkan secret.
b. Balutan oklusif
Balutan oklusif dapat dibuat atau diproduksi secara komersial dari potongan kain penutup
atau kasa yang steril atau nonsteril dan harganya tidak begitu mahal. Kasa ini dipakai untuk
menutup obat topikal yang dioleskan pada dermatosis (lesi kulit abnormal). Daerah lesi
dibuat kedap udara dengan memakai lembaran plastik yang tipis (seperti plastik pembalut).
Lembaran plastik itu tipis dan mudah beradaptasi dengan semua ukuran tubuh, bentuk tubuh

serta permukaan kulit. Plester bedah dari plastik yang mengandung kortikosteroid pada
lapisan perekat dapat dipotong menjadi ukuran tertentu dan ditempelkan pada setiap lesi.
Umumnya plastik pembalut ini tidak boleh digunakan lebih 12 jam dalam sehari.
Untuk memasang kasa ini dirumah, pasien harus mendapatkan instruksi berikut:
1) Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya;
2) Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan basah;
3) Menutupi dengan lembaran plastik (misalnya, plastik pembalut, sarung tangan vinil, kantong
4)

plastik);
Menutupi dengan pembalut elastic, kasa atau plester kertas agar bagian tepinya tersegel.
Kasa harus dilepas selama 12 jam dari setiap 24 jam untuk mencegah penipisan kulit (atrofi),
striae (guratan mirip sabuk), telangiektasia(lesi yang merah dan kecil akibat pelebaran

c.

pembuluh darah).
Mandi terapeutik (balneoterapi)
Rendaman yang dikenal dengan istilah balneoterapi dapat digunakan jika lesi mengenai
daerah kulit yang luas; bentuk terapi ini dilakukan untuk menghilangkan krusta, skuama serta
obat lama dan untuk meredakan inflamasi serta rasa gatal yang menyertai dermatosis akut.
Suhu air rendaman harus nyaman bagi pasien, dan lama tetapi rendaman tidak boleh lebih
dari 30 menit karena perendaman dan pencelupan cenderung menimbulkan maserasi kulit.
Untuk berbagai tipe terapi rendaman dan pemakaiannya.

(Smeltzer, 2002 : 1845)


2. Farmakologi
Pengobatan secara farmakologi dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pengobatan topical
Hidrasi kulit. Kulit kering, mudah retak, sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme
patogen, bahan iritan dan allergen. Pada kulit yang demikian diperlukan pelembab misal,
losion dank rim untuk stadium akut, dan salep ketiaka inflamasi menjadi kronik dan kulit
menjadi likenifikasi( penebalan kulit).
1) Losion
Losin memiliki dua tipe : suspensi yang terdiri atas serbuk dalam air yang perlu dikocok
sebelum digunakan, dan larutan jernih yang mengndung-unsur-unsur aktif yang bisa
dilarutkan sepenuhnya. Losion biasanya dioleskan langsung pada kulit tetapi kasa yang
dicelupkan ke dalam losion dapat ditempelkan pada daerah yang sakit. Losion dioleskan
setiap 3-4 jam.
2) Krim
Dapat berupa suspensi minyak air atau emulsi air dalam minyak dengan unsure-unsur
mencegah pertumbuhan bakteri hingga jamur. Emulsi air dalam minyak lebih terasa
berminyak dan lebih disukai untuk mengeringkan serta mengelupaskan dermatosis. Krim
oleskan pada kulit pada tangan. Preparat ini dipakai untuk memberikan efek pelembabdan
emolion.

3) Salep
Bersifat menahan kehilangan air dan melumasi serta melindungi kulit,prerarat ini unuk
kelainan kulit yang kronis. Dioleskan dengan tangan yang memakai sarung tangan.
(Smeltzer, 2002 :1843 )
b. Pengobatan sistemik
1) Kortikosteroid
Digunakan untuk eksaserbasi akut dalam jangka pendek. Pemakaian jangka panjang
menimbulkan eferk sampina yaitu lesi akan bertambah berat.
2) Antihistamin
Membantu mengurangi rasa gatal yang hebat terutama malam hari, sehingga menggangu
tidur dengan dosis 10-75 mg secara oral pada malam hari.
3) Anti infeksi eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, dikloksasilin, oksasilin, atau generasi
pertama sefalosporin.
( Marwali , 2000 : 9 dan FKUI, 2007 : 145)
Pengobatan yang paling tepat adalah menghilangkan penyebab dermatitis. Tetapi dermatitis
1.
2.
3.
4.
a.
b.
1)
2)
I.
1.

multifaktor, kadang tidak diketahui pasti penyebabnya sehingga pengobatan bersifat :


Simtomatis yaitu menghilangkan atau mengurangi keluhan dan menekan peradangan.
Sitemik : untuk kasus ringan diberi antihistamin atau kombinasi dengan anti serotonin.
Pada kasus akut dan berat dapat diberi kortikosteroid
Topikal :
Dermatitis basah atau akut (madidans) harus diobati secara basah (kompres terbuka)
Dermatitis subakut, diberi lotion (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum (pasta
pendingin)
Krim diberikan pada daerah yang berambut.
Pasta diberikan pada lokasi atau bagian yang tidak berambut.
(Hetharia, 2009,94)
Tes Diagnostik
Uji Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya.

Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.


2. Uji Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang ada
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang
dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu
hasilnya dievaluasi. Hasilnya dicatat seperti berikut :
1= reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema,infiltrat,papul (+)
2= reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3= reaksi sangat kuat (ekstrim) :bula atu ulkus (+++)
3. Uji Tempel dengan sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet
baru akan bersifat sebagai alergen. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris
dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan
secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.Untuk
dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat.
4. Uji intrademal
Spuit steril berukuran 0,5 ml atau 1ml dengan jarum intradermal dengan ukuran 26 / 27
digunakan untuk menyuntikan 0,02 hingga 0,03ml alergen intradermal. Jarum ditusukan
dengan jarum menghadap ke atas dan spuit berada dalam posisi agak miring. Kulit di tembus
secra superfisial, dan sejumlah kecil alergen disuntikan untuk menimbulkan suatu tonjolan
kecil yang berdiameter kurang lebih 5mm. Setiap kali penyuntikan harus di gunakan spuit
dan jarum tersendiri.
(Smeltzer, 2002:1763)
II.
A.
1.
2.
a.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
Keluhan utama misalnya: gatal-gatal,rasa terbakar,rasa baal.
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Pola PQRST dapat digunakan untuk menanyakan keluhan klien misalnya pada klien dengan
keluhan klien. Misalnya,pada klien pada keluhan gatal,dapat dikembangkan pengkajiannya
sebagai berikut:
P=Provokatif/Paliatif(pencetus)
Apa penyebab rasa gatal, yang meringankan dan memperberat rasa gatal tersebut?
Q=Quality/quqntity(kualitas)
Bagaimana gambaran rasa gatal tersebut(seperti membakar,hilang timbul atau bercampur

nyeri).
R=Region/radiasi(lokasi)
Rasa gatal tersebut terasa dimana? Apakah menjalar? Jika menjalar sampai dimana?
S=Sevirity Scale/(tingkat keperahan)
Berapa lama berlangsungnya dan apakah mengganggu aktifitas sehari-hari?
T=Timing(waktu)
Kapan pertama kali dirasakan? Apakah timbul setiap saat atau sewaktu-waktu?
b. Riwayat kesehatan dahulu
Untuk informasi riwayat kesehatan yang dahulu, misalnya demam, penyakit kulit yang
pernah diderita penyakit pernapasan atau pencernaan, riwayat alergi, dan lain-lain.

c.

Riwayat kesehatan keluarga


Tentang status kesehatan keluarga, dapat ditanyakan ada tidaknya anggota keluarga yang
menderita gangguan kulit, kapan dimulainya gangguan itu, dan adakah anggota keluarga yang

mempunyai riwayat alergi.


d. Riwayat pengobatan atau terpapar zat
Tanyakan pada klien obat apa saja yang telah dikonsumsi atau pernahkah klien terpapar
factor-faktor yang tidak lazim. Misalnya, terkena zat-zat kimia atau bahan iritan lainya.
e. Riwayat pekerjaan atau aktivitas sehari-hari
Kebiasaan dan aktivitas sehari-hari klien perlu ditanyakan Misalnya, bagaimana pola tidur
klien, sebab pola tidur dan istirahat sangat mempengaruhi kesehatan kulit. Lingkungan kerja
klien juga perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan.
f. Riwayat psikososial
Keadaan psikologis klien yang perlu dikaji misalnya, stress yang berkepanjangan yang akan
mempengaruhi kesehatan kulit seseorang , bahkan dapat menimbulkan kelainan kulit
B. Pemeriksaan fisik
Mengkaji ciri kulit secara keseluruhan:
1. Inspeksi
a. Warna kulit
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variable. Gangguan pada melanin dapat
bersifat menyeluruh atau setempat yang dapt menyebabkan kulit menjadi gelap atau lebih
terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino.
b. Keadaan kulit
Mengobservasi lokasi lesi, keadaan lesi dan kedalaman lesi.
2. Palpasi
a. Turgor kulit
Turgor kulit umumnya mencerminkan status hidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan lansia,
kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya elastisitas kulit,
dan keadaan kekurangan air ekstrsasel.
Perhatikan seberapa mudah kulit kembali ketempat semula. Normalnya, kulit segera kembali
keposisi awal. Pada edema pitting, tekan kuat area tersebut selama 5 detik dan lepaskan.
Catat kedalaman pitting dalam millimeter, edem +1 sebanding dengan kedalaman dua
millimeter, edem+2 sebanding dengan kedalaman 4milimeter.
b. Tekstur kulit
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji , karena tekstur kulit dapat berubahubah dibawah pengaruh banyak variable. Jenis tekstur kulit dapat meliputi kasar, kering, atau
halus.
(Raharyani, 2008, 12)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi.
Definisi : keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan
jaringan epidermis dan dermis.
Batasan karakteristik :

a.
b.
1)
2)

Mayor : gangguan epidermis dan dermis.


Minor :
Pencukuran kulit
Eritema : lesi (primer, sekunder), pruritus.
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi rasional untuk penyembuhan luka
b.
Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dianjurkan untuk meningkatkan
penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Kaji lokasi, kondisi sekitar kulit, ukuran lesi, bentuk, eritema, papul, vesikel.
Rasional : memberikan informasi dasar untuk dapat memberikan petunjuk pengobatan.
b. Meningkatkan integritas kulit dengan menghindari dari cubitan dan garukan.
Rasional : dengan adanya cubitan dan garukan akan menimbulkan trauma baru pada kulit.
c. Berikan perawatan kulit (cuci area kemerahan dengan lembut menggunakan sabun ringan,
bilaslah seluruh area kulit).
Rasional : pembersihan kulit dapat mencegah terjadinya rasa gatal dan memberikan rasa
nyaman.
d. Berikan motivasi agar pasien tidak kontak dengan bahan iritan.
Rasional : bagi pasien yang sering kontak dengan bahan iritan akan memperhambat
e.

f.
g.

a.
b.
c.

penyembuhan.
Masase dengan lembut kulit sehat disekitar yang sakit jangan dilakukan pada area yang
kemerahan.
Rasional : membantu melancarkan sirkulasi.
Berikan pelembab pada kulit yang mengalami kekeringan.
Rasional : memberikan kelembaban pada kulit menimbulkan rasa nyaman.
Kolaborasi pemberian terapi.
Rasional : membantu dalam penyembuhan.
Evaluasi :
Mencapai integritas kulit yang sempurna (kulit yang lebih halus)
Tidak ada lesi baru yang timbul.
Mempertahankan kulit agar selalu dalam keadaan lunak.
Mempertahankan kulit agar tidak terjadi kekeringan.

2. Nyeri dan gatal berhubungan dengan lesi kulit.


Definisi : keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam
berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.
Batasan Karakteristik:
a. Mayor : individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan.
b. Minor : Respon autonom pada nyeri (tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pernapasan

a.
b.
c.
a.

meningkat, posisi berhati-hati, raut wajah kesakitan, menangis).


Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi sumber-sumber nyeri.
Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.
Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi :
Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik.

Rasional : bantal dan sprei plastik dapat meningktakan ketidaknyamanan oleh karena
peningkatan produksi panas.
b. Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas.
Rasional : mempengaruhi pilihan atau pengawasan keeefektifan. Intervensi, tingkat ansietas
dapat mempengaruhi. Persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan pruritus, vesikel dan bula.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
d. Dorong umtuk menggunakan teknik manajemen stres, imajinasi visualisasi, sentuhan
c.

terapeutik.
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control, dan dapat
e.

f.

3.

menigkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang menetap.


Identifikasi terapeutik yang tepat untuk usia pasien dan penampikan pribadi.
Rasional : mencegah kebosanan menurunkan tegangan, dan dapat menigkatkan harga diri dan
kemampuan koping.
Kolaborasi untuk pemeberian obat sesuai indikasi.
Rasional : pemberian obat analgetik dapat menurunkan rasa nyeri.
Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri, pasien tenang.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadap penampakan diri dan
persepsi diri tentang ketidakberhasilan.
Definisi : suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam cara pencerapan citra

diri seseorang.
Batasan Karakteristik:
a. Mayor : Respons negatif verbal atau nonverbal terhadap perubahan aktual, misalnya; malu,
keadaan yang memalukan, bersalah.
Minor :
Bersembunyi tidak menampakkan diri pada lingkugan.
Perubahan dalam keterlibatan sosial.
Perasaan negatif terhadap tubuh.
Perasaan ketidakberdayaan.
Kriteria Hasil :
a. Mengimplementasikan pola penanganan baru.
b. Mengungkapkan dan mendemonstrasikan penerimaan penampilan (kerapian, postur,
b.
1)
2)
3)
4)

kehadiran diri).
c. Mendemonstrsikan keinginan dan kemapuan untuk mengambil perawatan diri.
Intervensi :
a. Kaji makan kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat.
Rasional : pada tahap terjadinya traumatik mengakibatkan perubahan yang tiba-tiba sehingga
membutuhkan dukungan dalam proses penyembuhan.
b. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan (tentang pikiran, perasaan, pandangan
dirinya).
Rasional : episode awal dalam menentukan terapi.

c.

Terima dan akui ekspresi frustasi (perhatikan perilaku menarik diri).


Rasional : penerimaan perasaan sebagai respons normal mendorong pasien untuk menerima

situasi, dan penarikan menarik diri karena pasien tidak siap mengatasi masalah pribadi.
d. Berikan informasi yang dapat dipercaya.
Rasional : informasi yang tepat dapat menimbulkan semangat dan motivasi pasien untuk
e.

melanjutkan perawatan dan mendukung terjadinya perilaku koping positif.


Bersikap realistis dan positif selama pengobatan.
Rasional : meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dengan

a.
b.
c.

perawat.
Evaluasi :
Pasien mengungkapkan atau menyatakan penerimaan situasi diri.
Mengembangkan kesadaran untuk penerimaan diri.
Mengekspresikan optimisme tentang hasil akhir terapi.
(Hetharia, 2009, 104)
Resiki tinggi serangan penyakit berulang b/d predisposisi genetic, perubahan hormone, status

4.

nutrisi, infeksi, serta stres emosional mempengaruhi periode remisi dan ekserbasi.
Tujuan: terjadi penurunan resiko serangan penyakit berulang
Kriteria evaluasi:
a. Mengungkapkan tentang pengertian proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan untuk
menurunkan serangan penyakit berulang.
b. Mengenal perubahan gaya hidup
c. Secara subjektif menyatakan motivasi yang kuat untuk menurunkan resiko
Intervensi:
a. Beritahu pasien/ orang terdekat mengenai dosis, aturan dan efek pengobatan, diet yang
dianjurkan, dan pembatasan aktivitas yang dapat dilakukan.
Rasional: informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri, menambah kejelasan
efektivitas pengobatan.
b. Untuk menghindari infeksi sekunder
Rasional: pasien dan orang tua harus menjaga kondisi kulit dan mempertahankan lipatan kulit
agar tetap bersih dan kering
c. Instruksi untuk menggunakan sampo obat harus ditegaskan kembali kepada penderita
ketombe yang memerlukan terapi
Rasional: akan menurunkan risiko serangan penyakit berulang
d. Berikan dukungan
Rasional: untuk meningkatkan upaya dalam menurunkan resiko dan dukungan positif
(Muttaqin. 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba
Medika.
Brown, Robin Graham dan Tony Burns. 2005. Dermatologi. Jakarta : Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 3. Jakarta :
EGC.
FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Price Anderson Sylvia. 1994. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Hetharia, Rospa. 2009. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Trans Info
Media.
Raharyani, Loetfia Dwi. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : EGC.
Mitchel, Richard N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : hipocrates.

Anda mungkin juga menyukai