Anda di halaman 1dari 13

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Sdri. IS (Inisial)

RM

: 303348

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 19 tahun

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Klirong, Kebumen

Pendidikan

: Mahasiswi

Pekerjaan

: Mahasiswi

Suku Bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal

: 04 Maret 2016 pukul : 13.00 WIB.

Pasien masuk RS pada tanggal

: 03 Maret 2016

II. Anamnesis
II. 1. Keluhan Utama
Demam sejak 2 hari yang lalu
II. 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu, awalnya pasien
mengatakan badannya terasa hangat pada siang hari, namun pasien membiarkan keluhan
tersebut hingga akhirnya pada malam hari tubuh pasien bertambah panas, demam
dirasakan terus menerus. Pasien mengkonsumsi obat penurun panas, demam berkurang
namun tidak benar-benar reda. Keesokan harinya pasien masih merasa badannya masih
terasa hangat dan memberat kembali saat malam hari.

Keluhan ini disertai dengan rasa tidak enak dibagian perut seperti rasa mual dan
nyeri pada perut. Sebelum datang kerumah sakit pasien juga memuntahkan makanannya,
pasien muntah sebanyak 1x, berisi makanan yang dimakan oleh pasien sebelumnya.
Keluhan lainnya adalah nyeri kepala, badan terasa pegal-pegal serta tubuh pasien terasa
lemas. Keluhan ini belum pernah diobati ke dokter, pasien hanya mengkonsumsi obat
demam (sanmol) yang pasien dapatkan dari apotek, keluhan dirasa membaik, namun
keluhan kambuh kembali. Hingga akhirnya pasien dibawa ke IGD RSUD Kebumen untuk
mendapatkan pengobatan.
II.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

II.4. Anamnesis Susunan Sistem


Kepala

: nyeri kepala (+), demam (+)

Mata

: gangguan penglihatan (-), konjungtiva anesimis (-), sklera ikterik (-)

Telinga

: gangguan pendengaran (-), telinga berdenging (-)

Hidung

: pilek (-), mimisan (-)

Mulut

: susah bicara (-), sariawan (-) lidah kotor (+)

Tenggorok

: nyeri telan (-), susah menelan (-)

Leher

: pembesaran gondok (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Jantung

: nyeri dada (-) kadang, berdebar (-)

Paru

: sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), asma (-)

Gastrointestinal : nafsu makan menurun (+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+),
diare (-), perut kembung (-), BAB (+) normal darah (-)
Saluran kemih

: nyeri BAK (-), BAK (+) kuning (+) normal, darah (-)

Neurologik

: kejang (-), gangguan kesadaran (-)

Psikologik

: cemas (-), depresi (-)

Kulit

: gatal (-), ruam / bintik kemerahan (-)

Muskuloskletal

: lemas (+), pegal (+), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri tulang (-),
riwayat gout (-)

II. 6. Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Keluhan serupa dalam keluarga disangkal

Riwayat alergi makanan/obat pada keluarga disangkal

II.7. Riwayat Pribadi


Pasien tinggal dirumah dengan kedua orangtua serta saudara-saudaranya. Pada
pagi dan siang hari pasien jarang makan dirumah karena alasan kuliah, pasien biasanya
sarapan dan makan siang bersama teman-teman di warung dan pinggir jalan. Pasien juga
gemar mengkonsumi makanan yang pedas. Pasien tidak merokok dan konsumsi alkohol
disangkal. Riwayat berpergian dari tempat tertentu disangkal.
II.8. Resume anamnesis :
Pada os ditemukan:

Demam sejak 3 hari yang lalu

Mual dan muntah

Nyeri perut

Nyeri kepala

Badan pegal-pegal

Pasien sering membeli makanan di luar, lebih sering di pinggir jalan


III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Dilakukan pada tanggal

: 04 Maret 2016 pukul 13.30 WIB

Tekanan darah

: 100/60mmHg

Suhu tubuh

: 37,5 C

Frekuensi denyut nadi

: 72x/menit

Frekuensi nafas

: 18x/menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :


IV. A. KEADAAN UMUM
Keadaan umum, kesadaran

: Baik, Compos mentis, E4V5M6

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 55 kg

Status gizi

: kesan normal (BMI=21,48 kg/m2)

Skema manusia
Keterangan:

IV.B. PEMERIKSAAN KEPALA

: Normochepal, KA (-/-), SI (-/-)

IV.C. PEMERIKSAAN LEHER

Inspeksi

: leher tampak simetris, masa (-), pembesaran


limfonodi (-), jaringan parut (-)

Palpasi

: pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan limfonodi


(-), limfadenopati (-)

Pemeriksaan trakea

Pemeriksaan kel. Tiroid

Pemeriksaan tekanan vena


sentral

:deviasi trakea (-)


: pembesaran kelenjar tiroid (-)
:JVP 5+2, tidak ditemukan pembesaran tekanan
vena sentral

IV.D. PEMERIKSAAN THORAKS

Jantung

inspeksi

: bentuk dinding dada simetris, ictus cordis 2 jari


lateral LMCS
: ictus cordis 2 jari lateral LMCS

Palpasi

Perkusi

: Batas jantung Atas :


-

ICS 3 linea parasternalis dekstra

Kanan : - ICS 5 LMCD


Kiri

Auskultasi

: - ICS 5, 2 jari lateral LMCS

: BJ I-II regular, Suara Tambahan (-)

Paru

: bentuk dinding dada simetris, gerak nafas

simetris (+), benjolan (-), bekas luka (-)

Inspeksi

: Vokal fremitus simetris, krepitasi (-), massa (-)

Palpasi

: Batas pengembangan paru dalam batas

Perkusi

normal
: Suara Vesikular (+/+), Suara tambahan (-/-)

Auskultasi

IV.E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :

Inspeksi

: Supel, Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding


abdomen datar, dinding abdomen simetris,
pembesaran organ (-)
: BU (+) 17 x/menit

Auskultasi

Perkusi

: suara timpani di empat regio abdomen, batas


hepar dbn., pembesaran lien (-)
: NT (+) epigastrium,
: ginjal tidak teraba saat pemeriksaan, nyeri

Palpasi

ketok ginjal (-)

Pemeriksaan ren

: hepar tidak teraba saat pemeriksaan

Pemeriksaan hepar

: perkusi pada lin. Axila anterior timpani ketika


os menarik nafas dalam

Pemeriksaan lien
: tes undulasi (-)
Tes redup berpindah (-)

Pemeriksaan asites
: odem (-), kekuatan otot 5

IV.F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

Ekstremitas atas

Ekstremitas bawah

IV. G. PEMERIKSAAN LAIN

Pemeriksaan Rumple leed (-)

: odem (-), kekuatan otot 5

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK


Pada os ditemukan:

Suhu febris

Lidah kotor (+)

Nyeri tekan epigastrium (+)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN


Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan darah rutin, meliputi:
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
GDS
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
S.TYPHI O
S.TYPHI H
S.PARAYPHI O-A
S.PARATYPHI O-B

VI.

Hasil
12,5 g/dl
7,7 x 103/l
36 %
5,0x 106/l
349x103/l
25 pg
35 g/dl
72 fL

Nilai rujukan
11,7-15,5
3,8-10,6
40-52
4,40-5,90
150-400
26-34
32-36
80-100

0,30 %
0,30 %
62,10 %
28,70 %
8,60 %
106g/dL
16g/dL
0,54g/dL

1-4
0-1
50-70
22-40
4-8

20 U/L
23 U/L
POS 1/400
Negatif
Negatif
Negatif

0-50
0-50
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN


PEMERIKSAAN FISIK)

VI.A. Masalah aktif :

Demam sejak 3 hari yang lalu

Mual dan muntah

Nyeri perut

Lidah kotor

Nyeri tekan epigastrium

VI. B. Masalah pasif :

Nyeri kepala

Badan pegal-pegal

Os sering membeli makanan di luar, lebih sering di pinggir jalan

VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Typhoid Fever

Dengue Fever

VII. RENCANA
A. TINDAKAN TERAPI :
a. Tindakan Farmakologi

Inf. RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 2x1 gram per hari selama 3- 5 hari

Inj. Ranitidin 2x 25 mg perhari

Paracetamol tab. 3x 500 mg

b. Tindakan Nonfarmakologi

Tirah baring

Makan sedikit- sedikit tapi sering, jangan makanan dari luar RS

Hindari makanan yang pedas dan masam

Edukasi untuk memperhatikan higienitas makanan yang dimakan


dan menjaga higien lingkungan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Demam Tifoid
2.1.1. Definisi Kasus Demam Tifoid
Menurut WHO (2007) kasus demam tifoid, meliputi:

Confirmed case typhoid fever adalah pasien dengan demam (38C atau lebih)
minimal 3 hari dengan hasil kultur positif S. Typhi (darah, tulang belakang, cairan
usus)

Probable case typhoid fever adalah pasien dengan demam (38C atau lebih)
dengan pemeriksaan serodiagnosis dan deteksi antigen positif tanpa isolasi S.typhi

Chronic carier adalah pasien dengan eksresi S. Typhi positif pada urin dan feses
dalam jangka waktu 1 tahun atau lebih setelah sebelumnya terdapat gejala akut.

2.1.2. Angka Kejadian Demam Tifoid


Angka kejadian demam tifoid di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 35,8%
dari tahun 1981-1986,(Widodo, 2009). Insidensi demam tifoid bervariasi di setiap daerah
dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Selain itu, terdapat perbedaan angka
kejadian antara lingkungan pedesaan dan perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan
air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan serta pembuagan sampah yang
kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
2.1.3. Etiologi Demam Tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan bakteri gram
negatif. Demam tifoid dengan gejala yang lebih berat paling sering disebabkan oleh
Salmonella serotipe Paratyphi A. Salmonella typhi dibagi lagi menjadi dua serotipe yaitu
Salmonella bongori dan Salmonella enterica. Bakteri ini mempunyai antigen Vi yang
melindungi dirinya dari efek bakteriosid pada serum orang yang terinfeksi (WHO, 2007)
2.1.4. Patogenesis Demam Tifoid
Bakteri Salmonella typhi masuk melalui mekanan yang terkontaminasi. Sebagian
bakteri dimusnahkan oleh lambung dan sebagian lagi masuk ke usus dan berkembang
biak. Bila imunitas humoral kurang baik (IgA) maka bakteri ini akan menembus sel epitel
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri ini berkembang biak dan
difagosit oleh makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak pleyer ileum distal dan selanjutna
ke KGB mesentrika. Bakteri yang difagosit makrofag akan beredar di sirkulasi dan
menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ- organ ini bakteri

meninggalkan makrofag dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk lagi ke sirkulasi darah (bakterimia kedua). Hal inilah yang menimbulkan
tanda dan gejala sistemik (Widodo, 2009)
Di dalam hepar, bakteri masuk ke kandung empedu, berkembang biak dan
bersama empedu dieksresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk kembali di sirkulasi setelah menembus
usus. Selanjutkan aan timbul reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala demam,
malaise, mialgia,sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular dan gangguan koagulasi
(Widodo, 2009)
Di dalam plaque payer endotoksin bakteri dapat menimbulkan hiperplasia jaringan
(Salmonella paratyphi) sehingga membuat erosi pembuluh darah di dekat plaque payer
yang menjadi tempat akumulasi sel- sel mononuklear di dinding usus. Dalam waktu yang
lama hal in dapat menimbulkan perforasi (Widodo, 2009).
2.1.5. Manifestasi Demam Tifoid
Masa tunas demam berlangsung 10-14 hari dengan manifestasi yang berfariasi
dari ringan sampai berat. (Widodo, 2009)
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini adalah serupa dengan gejala
infeksi akut, seperti demam intermitten yang memberat pada sore dan malam hari dan
membaik pada pagi hari, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. (Widodo, 2009)
Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas seperti terdapat bradikardi relatif
(peningkatan 1C tidak diikuti oleh 8 kali nadi permenit), lidah kotor (lidah berselaput kotor
di tengah dengan tepi hiperemis dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus
sampai terdapat gangguan kesadaran berupa somnlen, stupor, koma, delirium atau
psikosis. (Widodo, 2009)
2.1.6. Diagnosis Demam Tifoid
2.1.6.1. Pemeriksaan rutin
Pada pemeriksaan rutin ditemukan leukopenia atau leukositosis, anemia ringan,
trombositopenia, peningkatan LED, peningkatan SGOT dan SGPT (Widodo, 2009)
2.1.6.2. Uji Widal
Uji widal digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang
disebut aglutinin. Aglutinin tersebut, meliputi aglutinin O (dari tubuh kuman), aglutinin H
(flagela kuman) dan aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga aglutinin ini hanya aglutinin O

dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya maka
kemungkinan terinfeksi semakin besar. (Widodo, 2009)
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
Pada fase akut mula- mula terbentuk aglutinin O, kemudian diikuti aglutinin H. Pada orang
yang telah sembuh aglutinin O masih terdapat setelah 4-6 bulan sedangkan aglutinin H
menetap selama 9-12 bulan. Maka dari itu uji widal bukan merupakan paramter
kesembuhan penyakit. (Widodo, 2009)
2.1.6.3. Uji Tubex
Uji tubex merupakan uji semikuantitatif kolorimetrik yang cepat untuk mendeteksi
anti- S. Typhi O9 pada serum pasien dengan menghambat ikatan anatara IgM anti O9
yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang
terkonjugasi pada partikel magnetik latex.
2.1.6.4. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran
luar S.typhi.
2.1.6.5. Uji IgM Dipstick
Uji IgM dipstick digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.
Typhi pada spesimen serum atau whole blood.
2.1.6.7. Kultur Darah
Kultur darah yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil yang negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi misalnya, telah
mendapat antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi dan saat pengambilan
darah setelah minggu pertama pada saat aglutinin semakin meningkat.
2.1.6.8. Diagnosis Definitif Demam Tifoid
WHO (2007) mendefinisikan diagnosis definitif dari demam tifoid adalah terdapat
isolasi S. Tiphy dari darah, sum-sum tulang, atau lesi anatomik spesifik lain. Jika terdapat
manifestasi tifoid disertai positifnya antibodi tifoid dapat menunjukkan adanya tifoid namun
bukan merupakan diagnosis definitif. Dalam penyakit ini kultur darah merupakan langkah
untuk mendapatkan diagnosis utama. Kultur darah didapatkan dengan mengambil 10-15
ml darah pada anak-anak dan dewasa dan 2-4 ml pada anak- anak yang lebih muda.

Selain darah sampel dapat diambil melalui serum 1-3 ml tanpa antikoagulan, feses (karier
tifoid)
2.1.7. Penatalaksanaan Demam Tifoid
2.1.7.1. Penatalaksanaan Umum
Pasien dengan demam tifod diberikan terapi suportif berupa hidrasi oral atau
intravena, antipiretik, dan nutrisi yang adekuat atau transfusi sesuai indikasi. 90% pasien
demam tifoid dapat dirawat jalan dengan antibiotik oral. Namun, pada pasien dengan
vomitus persisten, diare berat dan distensi abdomen dapat dirawat inap dengan terapi
parenteral (WHO, 2007)
2.1.7.2. Penggunaan Antibiotik
Pilihan pertama pada demam tifoid adalah golongan florokuionolon. Golongan
antibiotik ini dapat secara efektif mempenetrasi membran S.typhi. hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut. (WHO, 2007)

2.1.8. Komplikasi Demam Tifoid


Komplikasi demam tifoid, meliputi komplikasi intraintestinal dan komplikasi esktra
intestinal. Komplikasi intraintestinal, meliputi:

Perdarahan intestinal, jika terdapat infeksi pada plak peyeri ileum terminalis
sehingga terbentuk tukak atau luka. Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah, maka dapat terjadi perdarahan.

Perforasi usus, biasanya pada pasien dapat disertai dengan nyeri hebat di daerah
kuadran abdomen bawah yang kemudian menyebar ke seluruh permukaan
abdomen disertai tanda- tanda ileus.

Komplikasi ekstra intestinal, meliputi:

Komplikasi hematologi, berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan


protrombin time, peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan fibrin
degradiation product. Yang paling sering terjadi adalah trombositopenia yang
kemungkinan dikarenakan menurunnya produksti trombosit selama infeksi atu
meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikulondotelial

Hepatitis tifosa, ditandai dengan pembesaran hepar ringan sampai sedang yang
disertai peningkatan enzim transaminase yang tidak relevan dengan kenaikan
serum bilirubin (pembeda degnan hepatitis virus). Terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

Pankreatitis tifosa, disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing


maupun zat nonfarmakologik

Miokarditis

2.1.9. Pencegahan Demam Tifoid


Pencegahan demam tifoid meliputi (WHO, 2007):

Safe water, dengan memperbaiki sistem pengolahan air minum, terutama di


daerah urban

Safe food, dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan, menjauhi makanan yang mentah, dan selalu makan makanan yang
matang

Perbaikan sanitasi lingkungan

Edukasi kesehatan

Vaksinasi, meliputi vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali selama 5 tahun

DAFTAR PUSTAKA
Widodo, D., Aru, W.S., Bambang,S., Idrus, A., Marcellus, S.K., Siti, S., 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing
World Health Organization. 2007. Background Document: The Diagnosis, Treatment, and
Prevention of Thypoid Fever.

Anda mungkin juga menyukai