Anda di halaman 1dari 4

PENYAKIT ORF PADA TERNAK KAMBING DAN DOMBA SERTA CARA

PENGENDALIANNYA DI INDONESIA
R.A .M . Adjid
(Balai Penelitian Veteriner, Bogor)

PENDAHULUAN
Orf atau ektima kantagiosa adalah sejenis
penyakit kulit sangat menular yang disebabkan oleh
virus dari genus virus parapox dari keluarga virus
Poxviridae (Fauquet dan Mayo, 1991) . Penyakit ini
menyerang terutama ternak kambing dan domba,
serta dapat menular kepada manusia (zoonosis) .
Di beberapa daerah di Indonesia penyakit orf disebut juga sebagai penyakit dakangan (Bali), puru
atau muncung (Sumatera Barat), atau bintumen
(Jawa Barat) .
GEJALA KLINIS
Hewan yang terserang penyakit akan memperlihatkan lesi-lesi terutama pada kulit di sekitar
bibir/mulut, terutama di sudut bibir . Lesi-lesi ini
diawali dengan bintik-bintik merah yang kemudian
berubah menjadi vesikel dan pustula (pernanahan) .
Akhirnya lesi-lesi ini terlihat sebagai tonjolantonjolan berkerak . Pada kasus penyakit yang berat
tonjolan-tonjolan berkerak ini bercampur dengan
nanah dan menutupi seluruh permukaan mulut;
mulut menjadi bengkak disertai bau busuk . Beberapa peneliti di dalam dan luar negeri melaporkan bahwa tonjolan-tonjolan berkerak tersebut
dapat juga terlihat pada bagian-bagian tubuh lainnya seperti di sekitar hidung, sekitar mata, telinga,
perut/kulit di lipatan perut, kaki, kantong buah
zakar, ambing, puting susu atau vulva (Adjid, 1989,
dan Watt, 1983) .
Daya tular penyakit sangat cepat dan pads
umumnya berkisar antara 2-5 hari (Adjid, 1989) ;
Bubberman dan Kraneveld, 1931) . Gardiner dkk .
(1967) melaporkan bahwa penyakit ini menjangkit
dengan cepat pada seluruh (366 ekor) ternak
domba dalam waktu 5 hari . Pada kandang-kandang
yang bersekat daya tular penyakit lebih lambat .
Angka kesakitan akibat penyakit pada kelompok hewan peka biasanya mencapai 100% . Angka
kematian pada kasus-kasus yang ringan biasanya
rendah sekitar 2% (Mundu dan Mohan, 1961),
tetapi pada kasus yang berat angka kematiannya
dapat mencapai 93% terutama pada hewan yang
muda (Mazur dan Machado, 1989). Dari hasil

pengamatannya terhadap sejumlah kambing dan


domba di beberapa lokasi di Jawa Barat yang
didukung pula oleh hasil uji laboratorium, Adjid
(1989) melaporkan bahwa angka kesakitan (morbiditas) berkisar antara 2,2% sampai dengan
100% . Walaupun demikian tidak terjadi kematian
di antara ternak-ternak tersebut .
VIRUS PENYEBAB
Virus orf berukuran antara 220-250 nm panjang dengan lebar antara 120-140 nm (Hessami
dkk ., 1979) .
Precausta dan Stellrhann (1973) melaporkan
bahwa virus orf tahan terhadap pemanasan pada
suhu 50C selama 30 menit. Virus ini tahan ter
hadap proses pembekuan dan pencairan dan juga
tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidak
tahan terhadap sinar ultra violet (Sawhney, 1972) .
Precausta dan Stellmann (1973) juga melaporkan
bahwa virus orf tidak tahan terhadap chloroform,
tetapi sedikit tahan terhadap ether .
Virus orf memiliki antigen presipitasi, fiksasi
komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memiliki antigen aglutinasi sel darah merah (Abdussalam,
1958) .
HEWAN PEKA
Kambing dan domba merupakan hewan utama
bagi penyakit orf . Hussain dan Burger (1989)
melaporkan bahwa ternak kambing dan domba
dengan mudah dapat terserang penyakit orf, namun
masa latensi penyakit lebih singkat pada ternak
kambing . Hewan lainnya seperti rusa, onta dan
anjing juga dapat ditulari penyakit ini .
Kambing dan domba yang terserang penyakit
orf dan kemudian sembuh menjadi kebal terhadap
serangan penyakit orf. Kekebalan ini berlangsung
paling sedikit selama setahun setelah ternak sembuh dari penyakit ini. Kekebalan yang diperoleh
ini hanya sedikit saja diturunkan oleh seekor induk
kepada anaknya. Akibatnya anak-anak kambing
atau domba yang masih sangat muda dan mendapat serangan orf yang berat kebanyakkan akan mati
(Thedford, 1984) .

R .A .M. ADJID: Penyakit ORF pads ternak kambing dan domba

CARA PENULARAN
Penyakit orf menular dari hewan yang sakit ke
hewan peka secara kontak langsung maupun tidak
langsung . Secara tidak langsung penyakit ber
jangkit karena terjadinya kontak antara hewan
peka dengan bahwn/alat atau lingkungan yang
tercemar virus orf. Cara virus penyakit orf masuk
ke dalam tubuh hewan yaitu melalui luka-luka
kecil seperti goresan-goresan yang terjadi pada
kulit akibat rumput yang tajam/duri atau luka karena
proses mekanik lainnya (McKeever dkk ., 1988) .
KETAHANAN VIRUS DI ALAM
Hart dkk. (1949-) melaporkan bahwa virus orf
masih hidup setelah disimpan pada suhu kamar
selama 15 tahun. Livingstone dan Hardy (1960)
juga melaporkan bahwa virus orf dalam bentuk
bubuk dari keropeng yang disimpan dalam botol
tertutup berwarna gelap dan disimpan pada suhu
10C selama 22 tahun masih hidup dan menyebabkan penyakit pada hewan peka . Boughton dan
Hardy (1936) selanjutnya melaporkan bahwa virus
dalam keropeng yang ditempatkan di tempat teduh
pada musim panas kehilangan potensinya untuk
menular antara 30 sampai 60 hari, tetapi pada
musim dingin virus tersebut tetap bersifat menular
sekurang-kurangnya setelah enam bulan .
SITUASI PENYAKIT DI INDONESIA
Penyebaran Penyakit
Di Indonesia penyakit orf atau ektima kontagiosa diberitakan pertama kali pada tahun 1914
oleh Van Der Laan (1919) . Ketika itu penyakit orf
berjangkit pada sekelompok ternak kambing di
Medan, Sumatera Utara. Kemudian Bubberman
dan Kraneveld (1931) melaporkan kejadian penyakit tersebut di Bandung, Jawa Barat . Berdasarkan laporan Dinas Peternakan Propinsi, Balai Penyelidikan Penyakit Hewan serta Balai Penelitian
Veteriner sampai dengan tahun 1988 penyakit orf
telah pernah terjadi di 20 Propinsi di Indonesia.
Propinsi-propinsi yang tidak mendapat penyakit orf
adalah NTT, NTB, Timor-Timor, Irian Jaya, Maluku,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara .
Pola Kejadian Penyakit
Ada kecenderungan tingginya kejadian penyakit sehubungan dengan tingginya curah hujan.
Adjid dan Mangunwiryo (1991) serta Gde Putra dan
Sudana (1985) masing-masing melaporkan bahwa

penyakit orf di Jawa Barat dan Bali lebih sering


terjadi pada musim hujan dibanding dengan pada
musim kemarau . Kemungkinan faktor tingginya
kelembaban udara berperan pula dalam merangsang timbulnya serangan penyakit .
Kejadian penyakit orf dilaporkan lebih sering
pada ternak-ternak yang mengalami pengangkutan,
beberapa saat setelah ternak tiba di karantina,
atau di lokasi-lokasi penerima bantuan ternak
(Anonimus, 1987 ; Adjid dkk., 1985 ; Djagera dkk.,
1985 ; Sa_pardi dkk ., 1983) . Khansary dkk ., (1990)
menyatakan bahwa hewan yang mendapat stres
mudah terserang penyakit .
Kerugian Akibat Penyakit
Kerugian akibat penyakit secara nasional belum dapat dipastikan . Hal ini diakibatkan oleh
kurangnya data yang tersedia . Namun dari gam
baran klinis, penyakit sekurang-kurangnya menurunkan harga jual (Adjid dkk., 1989) . Pada
kasus yang berat penyakit menyebabkan penampilan yang buruk, kekurusan, atau kematian (Darbyshire, 1961 ; Mazhur dan Machado, 1989) .
Aspek lainnya yang sukar dinilai yaitu penyakit
dapat menular kepada manusia.
CARA PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT
Sampai saat ini cara pengendalian dan pemberantasan penyakit menular orf/dakangan diatur
menurut petunjuk Direktorat Kesehatan Hewan
(1986) . Rangkuman cara pengendalian dan pemberantasan penyakit tersebut adalah sebagai berikut :
1 . Pada daerah yang masih bebas dari penyakit
orf, dilakukan penolakan penyakit dan tindakan
karantina yang ketat . Pemusnahan hewan
sakit dan tersangka sakit dilakukan apabila
ternak yang tertular masih dalam jumlah sedikit serta penyebarannya masih terbatas .
Kemudian dilakukan ring vaksinasi dan sanitasi . Bila penyakit telah meluas, maka dilakukan
tindakan sebagaimana pada daerah tertular .
2. Pada daerah tertular, pencegahan penyakit
dilakukan dengan cara sanitasi kandang dan
lingkungan pemeliharaan, pencegahan penggembalaan hewan sehat bersama-sama dengan
hewan sakit atau pada tempat bekas hewan
penderita . Ternak yang dibeli untuk dipelihara
harus bebas dari penyakit orf .
3. Pengendalian penyakit pada daerah tertular dilakukan dengan cara vaksinasi teratur. Hewab

WARTAZOA Vol . 3 No . 1, Pebruari 1993

sakit diisolasi secara ketat dan terpisah dari


hewan lainnya serta diobati sesuai petunjuk
dokter hewan yang berwenang.
4. Apabila penyakit bersifat wabah, maka di
pintu masuk kandang/peternakan dan pintu
masuk desa ditulis "Awas sedang berjangkit
penyakit hewan menular orf/dakangan" . Hewan lain dan orang-orang yang bukan petugas
pemelihara hewan dilarang memasuki kandang
tersebut . Hewan sakit yang sembuh atau tersangka sakit dengan tidak memperlihatkan
gejala klinis dalam waktu 14 hari, bisa dibebaskan kembali. Kandang bekas hewan sakit dan
barang-barang yang tersentuh hewan sakit atau
tersangka sakit harus dihapushamakan atau
dibakar . Bangkai hewan sakit harus dibakar
atau dikubur sekurang-kurang nya dua meter
dalamnya . Daerah yang meliputi desa, kecamatan, kotamadya/kabupaten atau propinsi
harus ditutup dari lalu lintas hewan dan bahan
asal hewan kambing dan domba .
5. Khusus bagi peternakan pembibitan yang berlokasi di daerah bebas penyakit orf/dakangan,
peternakan tersebut harus bebas dari penyakit
orf/dakangan . Bila peternakan menjadi tertular,
maka peternakan tersebut ditutup dan dicabut
sementara izin penjualan bibitnya sampai penyakit tersebut lenyap . Bila peternakan berlokasi di daerah tertular, vaksinasi hewan dilakukan secara teratur.
6.

7.

Penyakit dianggap lenyap dari suatu peternakan atau daerah setelah lewat 14 hari sejak
mati atau sembuhnya hewan yang sakit ter
akhir. Tertular dan lenyapnya penyakit orf
harus dinyatakan oleh dokter hewan yang berwenang .
Hewan penderita penyakit orf tidak diperbofehkan dipotong karena dapat menular kepada
manusia.

Yang perlu diingat adalah oleh karena penyakit orf adalah penyakit yang disebabkan oleh virus,
maka pengobatan hanya bermanfaat sedikit. Tin
dakan yang efektif adalah pencegahan dengan
memberikan vaksinasi pada ternak sehat .
Salep pelunak dapat membantu agar mulut
ternak tidak terlalu sakit pada waktu makan .
Ternak yang terserang penyakit orf perlu diberi
pakan yang lunak agar ternak dapat makan dengan
baik dan cukup supaya kondisinya tidak merosot .
Dengan demikian daya tahan tubuhnya akan lebih
baik dalam menahan serangan penyakit :

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari gambaran penyakit serta petunjuk dalam
pengendalian dan pemberantasan penyakit, sudah
waktunya penyakit orf pada ternak kambing dan
domba di Indonesia diperhatikan secara seksama .
Daerah bebas dan daerah tertular selayaknya diketahui secara jelas. Mengingat sifat virus penyebab penyakit orf yang sangat tahan hidup di alam,
serta sifat peternakan kambing dan domba di Indonesia yang umumnya berskala kecil, berkelompokkelompok serta dipelihara secara tradisional, maka
kebijakan pengendalian dan pemberantasan penyakit orf yang berlaku pada saat ini sebaiknya
dikaji ulang .
Pengendalian dan pemberantasan penyakit
harus didukung dengan data cukup dan pengetahuan tentang epidemilogi penyakit orf yang
terjadi di Indonesia . Kejadian penyakit orf sering
dilaporkan di karantina hewan ataupun di lokasi
penerima ternak kiriman . Oleh karena itu pengawasan yang ketat pada setiap kegiatan pengumpulan ternak kambing atau domba perlu dilakukan
guna mencegah penyebaran penyakit orf yang
lebih luas lagi di wilayah Indonesia .
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam, M . 1958 . Contagious pustular dermatitis. IV . Immunological reaction . J . Comp .
Path . 68 : 23-35 .
Adjid, A., Sumantri, M ., Nurjanah, N . 1985 . Laporan Pelaksanaan survey penyakit orf dan goat
pox di Propinsi Sumatera Barat . Balai Penelitian Veteriner .
Adjid, A. 1989 . Penyakit Orf di Jawa Barat: Infeksi
alam dan buatan . Proceedings Pertemuan
Ilmiah Ruminansia, Cisarua Bogor 8-10 Nopem
ber 1988 . Jilid 2 ., Ruminansia Kecil . pp .
123-128 .
Adjid, A ., Sumantri, M., Nurjanah, N . 1989 . Laporan Survey penyakit orf di Kabupaten Bogor 2-8
Januari 1989 . Balai Penelitian Veteriner.
Adjid, R.M .A . dan Mangunwiryo, H . 1991 . Kejadian
penyakit orf pada ternak domba di Jawa Barat.
Penyakit Hewan XXIII (41) : 23-28.

R.A .M ., ADJID : Penyakit ORF pads ternak kambing dan domba


Anonimus . 1987 . Kematian dan kejadian sakit
pada ternak bibit selama angkutan dan mass
karantina . In : Manual Informasi Penolakan
Penyakit Hewan, pp . 50-60. Direktorat Kesehatan Hewan, Jakarta.
Boughton, I .B ., and Hardy, W.T . 1936 . Immunisation of sheef and goats against sore mouth
(contagius ecthyma) . The Vet. Bull . 6: 714 .
Bubberman, C. and Kraneveld, F.C . 1931 . Over
een besmettelijke peristomatitis bij schapen .
N .I .BI . v. Dierg . 43 : 564-592 .
Darbyshire, J. H . 1961 . A fatal ulcerative mucosal
condition of sheep associated with the virus
of contagious pustular dermatitis . Brit . Vet . J .
117 : 97-105 .
Direktorat Kesehatan Hewan . 1986 . Petunjuk
Khusus : Cara pencegahan, pemberantasan dan
pengobatan penyakit hewan menular . pp .
39-41 . Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Djagra, I .M ., Syarwani, J .K ., and Karyanti, D .
1985 . Orf case on goats imported though
A .D . B project in South Kalimantan . In : Annual
Report of Disease Investigation in Indonesia
during the period 1983-1984. pp . 136-143 .
Direktorat Kesehatan Hewan, Jakarta .
Fauquet, C. and Mayo, M .A . 1991 . Virus Families
and Groups . In Classification and Nomenclature of Viruses. Fifth Report of the Inter
national Committee on Taxonomy of Viruses,
pp . 63-79 (eds . R.B . Francki, C .M . Fauquet,
D.L . Knudson, and F. Brown) Archives of
Virology Supplement 2. Springer-verlag . Wien,
New York .
Gardiner, M .R ., Craig, J ., and Nairn, M.E . 1967 .
An unusual outbreak of contagious ecthyma
(scabby mouth) in sheep . Aust . Vet. J. 43 :
163-165 .
Gde Putra, Anak Agung dan Sudana, I . Gde. 1985 .
Peta Distribusi Penyakit Hewan di Wilayah
Kerja BPPH Wilayah VI Denpasar 1982 dan
1983 . Balai Penyelidikan Penyakit Hewan
Wilayah VI Denpasar .
Hart, L ., Hayston, J .T ., and Keast, J .C . 1949
Observations of contagious pustular dermatitis
of sheep. Austral . Vet . J . 25 : 40-45 .
Hessami, M ., Keney, D.A ., Pearson, L .D ., and
Stroz, J . 1979 . Isolation of parapoxviruses

10

from man and animals : Cultivation and cellular changes in bovine foetal spleen cells .
Comp . Immun . Microbiol . Infect . Dis . 2: 1-7 .
Hussain, K.A . and Burger, D. 1989 . In vivo and
in vitro characteristics of contagious ecthyma
virus isolates : Host response mechanism . Vet.
Microbiol . 19 : 23-36.
Khansary, D.N ., Murgo, A.J ., and Faith, R.E . 1990 .
Effects of stress on the immune system .
Immunology Today 11 : 170-175.
Livingstone, C.W ., and Hardy, W.T . 1960 . Longevity of contagious ecthyma virus . J .A .V . M.A .
137 : 651 .
Mazur, C., and Machado, R.D . 1989 . Detection
of contagious pustular dermatitis virus of
goats in severe outbreak . Vet . Record 125 :
419-421 .
McKeever, D .J ., Jenkinson, M .D ., Hutchinson, G.
and Reid, H .W . 1988 . Studies of the pathogenesis of orf virus infention in sheef . J. Comp .
Path . 99 : 317-328 .
Mundu, M .M ., and Mohan, K . 1961 . Contagious
pustular dermatitis and some of its infective
and immunological aspects. Indian Vet. J. 38 :
498-508.
Precausta, P., and Stellmann, Ch . 1973 . Isolation
and comperative study in vitro of 5 strains
of contagious ecthyma of sheep. Zbl . Vet .
Med . B . 20 : 340-355.
Sapardi, M ., Heriyanto, A. Rulianti, R ., Soenardi .
1983 . Kejadian penyakit orf pada kambing P.E .
ex Jawa Timur di Sumatera Barat. In : Annual
Report of Disease Investigation in Indonesia
during period 1981-1982, pp . 79-81 . Direktorat Kesehatan Hewan, Jakarta.
Sawhney, A.N . 1972 . Studies on the virus of contagious pustular dermatitis : Physico-chemical
properties . Indian Vet . J. 49 : 14-19.
Thedford, T .R . 1984 . Penuntun Kesehatan Ternak
Kambing. Alih bahasa P. Ronohardjo dan R.
Sutedjo. Balitvet, Bogor.
Van Der Laan, A. 1919 . Uit de practijk . N.1 .BI.
v Dierg. 31 : 457 .
Watt, J .A .A . 1983 . Contagious pustular dermatitis. In Diseases of sheep, pp . 185-188 (ed.
W.B . Martin) . Blackwell Sci . Publ ., Melbourne .

Anda mungkin juga menyukai