Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintah. Jika
digabungkan kedua kata tersebut berarti kekuasaan rakyat atau pemerintah dari
rakyat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud demokrasi adalah suatu
sistem pererintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikutsertakan rakyat
dalam pemerintahan negara. Secara sederhana, demokrasi bisa didefinisikan
sebagai kekuasaan di tangan rakyat, atau kekuasaan oleh rakyat. Selain itu,
demokrasi mempunyai dua aspek, yaitu aspek prosedural dan aspek substantif.
Demokrasi dalam aspek prosedural mencoba menjawab masalah tentang
bagaimana rakyat bisa ikut memerintah dan mengawasi pemerintah. Demokrasi
dalam aspek substantif menyentuh masalah apa saja yang bisa diatur oleh
pemerintah.
Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengendalikan bahwa
kekuasaan itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih
partisipatif

demokrasi bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh,

untuk, dan bersama rakyat artinya, kekuasan itu pada pokoknya diakui berasal dari
rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah
serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Keempat ciri
itulah yang tercakup dalam pengertian kedulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat
sendiri, serta dengan terus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin
peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara.
Namun demikian, penerapan system demokrasi saat ini berbeda dengan
penerapannya pada zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang
menjadi warga negara terlibat langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan
pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan
negara. Demokrasi zaman Yunani kuno sering disebut dengan demokrasi langsung

atau demokrasi murni. Penerapan sistem demokrasi dengan cara tadi tentunya
tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, karena saat ini hampir setiap negara
memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar.
Kondisi itulah yang membuat setiap perkara kenegaran tidak mungkin dibicarakan
secara langsung dengan seluruh rakyat. Oleh karena dilakukan secara perwakilan,
maka sistem demokrasi seperti ini seiring disebut sebagai demokrasi tak langsung
atau demokrasi perwakilan.
Dalam hal ini kebebasan pers mendapatkan perhatian untuk dijamin
kebebasannya termasuk di Indonesia dari masa ke masa. Sejak merdeka tahun
1945, Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian sistem pemerintahan.
Tahun 1945 sampai 1965 dikenal dengan nama sistem pemerintahan Orde Lama,
yang mana merupakan era presiden Soekarno. Setelah presiden Soekarno
tumbang, tampung kekuasaan diserahkan kepada jenderal Soeharto yang akhirnya
melahirkan sistem pemerintahan Orde Baru. Orde Baru berlangsung dari tahun
1966 sampai tahun 1998. Dikarenakan sudah terlalu lama menjabat dan
merajalelanya KKN, presiden Soeharto digulingkan oleh rakyat Indonesia yang
akhirnya melahirkan zaman baru bagi Indonesia, reformasi. Reformasi
berlangsung dari tahun 1998 sampai sekarang. Disinilah cikal bakal munculnya
kebebasan dalam hal berpendapat termasuk semakin diusungnya kebebasan akan
pers.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini.
Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang
ada. Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka
pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai balancer (penyeimbang) antara
kekuatan yang ada.
Sebagaimana yang diketahui bahwa pers merupakan media komunikasi
antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari
pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara

dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian,


persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat
terlaksana. Sebagai lembaga sosial, pers adalah sebuah wadah bagi proses input
dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan
kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers
berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan
masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar
dalam mengajukan kritik terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benarbenar berkaitan dengan proses input.
Seiring dengan perkembangan peradaban, situasi kebebasan pers di
Indonesia saat ini, bedanya seperti langit dan bumi jika dibandingkan dengan
situasi pada era Orde Baru. Dulu, ketika Tommy Soeharto mengalami kecelakaan
di sirkuit Sentul (waktu latihan), pers tidak boleh mempublikasikannya karena
berita seperti itu dikhawatirkan dapat menjelekkan martabat keluarga Kepala
Negara. Pembajakan pesawat Garuda Wyola (1981) saja dilarang disiarkan oleh
pers. Belakangan pers diziinkan menyiarkan, tapi harus bersumber dari
pemerintah. Sebuah pos polisi di Cicendo, Jawa Barat, suatu hari diserang dan
diobrak-abrik oleh sekelompok orang bersenjata. Sementara pers mencium
berita

ini,

tapi

segera

diancam

oleh

aparat

keamanan

untuk

tidak

mempublikasikannya. Berita semacam ini, pada masa Orde Baru, amatlah sensitif,
karena menyangkut persoalan stabilitas nasional. Jangankan bisnis anak-anak
Pak Harto, bisnis petinggi pemerintah pun ketika itu untouchable oleh pers. Selain
itu, pers yang bandel dan tidak mengindahkan imbauan pemerintah untuk tidak
menyiarkan satu berita terancam breidel. Berbeda dengan era reformasi,
kebebasan pers semakin diakui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 2 yang menandaskan bahwa Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Dengan klausul ini, jelas sekali
bahwa pers memposisikan dirinya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, atau

kepanjangan tangan rakyat. Karena negara ini milik rakyat, maka pers perlu
diberikan kebebasan seluasnya untuk melaksanakan amanat rakyat tadi.
Pada era reformasi ini, tidak ada obyek, apakah itu perorangan, instansi
pemerintah, pejabat Negara atau Presiden sekali pun, yang tidak bisa disentuh dan
dikecam oleh pers. Bahkan kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid pun diyakini,
sebagian adalah berkat kerja pers. Betapa banyak kasus KKN yang dibongkar oleh
pers, baik yang dilakukan pejabat eksekutif, apalagi anggota legislatif. Betapa
banyak perilaku buruk wakil rakyat yang ditelanjangi pers. Ketika konflik etnis di
Sampit pecah, pers mengeksposnya habis-habisan. Sebuah penerbitan pers daerah
pernah mempublikasikan foto kepala seorang korban yang sudah lepas dari
badannya tatkala banyak santri NU yang dibunuh oleh ninja-ninja misterius.
Kasus dugaan korupsi Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Abdullah
Puteh, sudah marak diungkap pers jauh sebelum aparat hukum melakukan
penyidikan. Pada era reformasi tiga tembok pers berhasil dirobohkan, kini tidak
ada lagi lembaga izin terbit, sensor dan breidel. Bahkan instansi pemerintah yang
mengurus ketiga tembok pers ini, yaitu Departemen Penerangan R.I sudah
lenyap dibubarkan oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid. Kini siapa pun,
termasuk Presiden R.I tidak bisa menutup sebuah penerbitan pers. Pelaksanaan
kebebasan pers Indonesia dewasa ini mirip dengan kebebasan pers era tahun
1950-1959 yang dikenal dengan sebutan era demokrasi liberal yang bercorak
libertarian.
Dari fenomena-fenomena tentang perjalanan kebebasan pers dari masa ke
masa di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, memberikan kesan kepada
khalayak publik tentang perbedaan pemberian kebebasan pers di era Orde Baru
dan era reformasi, yang pada gilirannya kita mempunyai pandangan tentang
efektifitas maupun batasan-batasan kebebasan pers itu sendiri sehingga
menimbulkan opini publik tentang baik buruknya pers dalam mengawal
perjalanan demokrasi di Indoensia. Huru-hara bulan Mei 1998 merupakan
peristiwa bersejarah yang membawa Indonesia pada babak baru perjalanan
bangsa. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang

telah berlangsung sejak juli 1997 dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa
Negara lain termasuk di Indonesia dan Korea Selatan.

Krisis moneter tersebut berkembang menjadi krisis politik di dalam negeri.


Kepercayaan rakyat yang tadinya seratus persen kepada pemerintah mendadak
menjadi perlawanan yang mengerikan. Di berbagai wilayah Negara Republik
Indonesia bergolak. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut pemerintahan yang
dipimpin oleh Soeharto turun saat itu juga. Mahasiswa dan segenap civitas
akademika diberbagai universitas di Indonesia tidak mau ketinggalan.
Demonstrasi besar-besaran digelar diberbagai penjuru tanah air. Demonstrasi yang
dimulai sejak bulan Pebruari 1998, semakin berani marak dan berani dengan
tuntutan agar harga-harga diturunkan dan agenda reformasi segera dilaksanakan.
Puncak dari demonstrasi tersebut adalah terbunuhnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 karena peluru petugas. Kerusuhan
tidak dapat dihindari sebagai akibat dari terbunuhnya agen-agen perubahan
tersebut dan pada puncaknya 13, 14 dan 15 Mei 1998 meletuslah kerusuhan masal
di Jakarta yang disusul kerusuhan di daerah-daerah lain di Indonesia. Penjarahan
dan pembakaran berbagai fasilitas umum terjadi dimana-mana, pembunuhan yang
disertai tindakan yang biadab seperti pemerkosaan terhadap etnis tertentu terjadi
diberbagai daerah. Keadaan di ibukota Negara Jakarta mencekam begitu juga
yang terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia. Salah satu tuntutan yang
kemudian muncul pada saat itu adalah turunkan Soeharto dan adili para kronikroninya yang dianggap telah bersalah kepada rakyat.
Kerusuhan yang berlangsung beberapa hari tersebut telah banyak
memakan korban jiwa dan materi. Bila dibandingkan dengan kerusuhankerusuhan sebelumnya kerusuhan Mei 1998 merupakan kerusuhan terburuk yang
pernah terjadi di Indonesia. Dalam kerusuhan tersebut, menurut TPGF, korban
meninggal sebanyak 1.217 orang, luka-luka 91 orang, dan hilang 31 orang (Fadli
Zon, 2009). Menghadapi demonstrasi yang bertubi-tubi dan kerusuhan yang tidak

terkendali atas desakan dari berbagai elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh


politik deklarator Ciganjur saat itu seperti Gus Dur, Amien Rais, Megawati
Soekarno Putri, Sultan Hamengkubuwono dan lainnya mendesak Presiden
Soeharto untuk segera turun dari jabatannya guna menghindari kerusuhan yang
lebih besar, Ketua MPR Harmoko yang dua bulan sebelumnya meminta Soeharto
untuk kembali memimpin Republik Indonesia karena alasan bahwa seluruh rakyat
Indonesia masih menginginkan Soeharto untuk memimpin Indonesia, pada saat itu
kembali menarik ucapan bahwa ternyata rakyat Indonesia sudah tidak
menginginkan Soeharto untuk memimpin Indonesia dan mengharap Presiden
Soeharto segera lengser keprabon.
Sebenarnya pendukung Soeharto saat itu sangat besar, namun untuk
menghindari adanya korban jiwa dan materi yang semakin banyak, akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 Presiden Soeharto membacakan pidato tentang
pengunduran dirinya dan secara konstitusional memberikan jabatan presiden
kepada Wakil Presiden BJ Habibie untuk melanjutkan tampuk kekuasaan di
Indonesia. Dari pemerintahan Presiden Habibie inilah kemudian reformasi
digulirkan dengan agenda-agenda perbaikan

di berbagai bidang kehidupan

beebangsa baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun pertahanan dan


keamanan.

B.Pembahasan
Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di
Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya
saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan
Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang
baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, dengan semboyan Kembali ke UUD 45. Soekarno memperkuat
tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisiposisi yang penting. PKI menyambut Demokrasi Terpimpin Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi
yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan
NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta
dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia.
Menurut laporan di Suara Pemuda Indonesia: Sebelum akhir tahun 1960,
Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS
melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959,

lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira
angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja,
bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar
perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah negara bebas. Di tahun 1962,
perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat.
Era Demokrasi Terpimpin, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI
dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi
yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi
terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

Sistem Pemerintahan Tahun 1968-1998 (Orde Baru)


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat koreksi total atas
penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru berlangsung dari
tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.
Pada 27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa
jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara

berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden
Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi.
Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia
bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama
atau Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait
dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar
Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang
terlibat dibuang ke Pulau Buru. Sanksi non-kriminal diberlakukan dengan
pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian
khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde
Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR
dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari
kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD
juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah. Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar
Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali
Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak

lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Selama

masa

pemerintahannya,

kebijakan-kebijakan

ini,

dan

pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan


pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan
1980-an. Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa
Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan
slogan persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah

adalah

meningkatkan

transmigrasi

dari

daerah

yang

padat

penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke


Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang
tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap
penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak
mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi
sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah,
meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Sistem Pemerintahan Tahun 1998-Sekarang (Reformasi)
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan Era Reformasi.
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan
pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa
Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde
Reformasi sering disebut sebagai Era Pasca Orde Baru. Era Reformasi di
Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan
semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan

pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran


yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998
yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan
diri dari jabatannya.
Negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena.
Ia tepatnya berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Proses pemerintahan di
Athena itu dimulai oleh Kleistenes pada tahun 507 sebelum Masehi dengan
perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh Efialtes pada tahun 462-461 sebelum
Masehi. Setelah kematian Efialtes, tidak ada badan politik yang lebih berkuasa
daripada Dewan Rakyat. Dewan Rakyat di Athena terbuka bagi semua warga
negara lelaki yang merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau
tingkatannya. Pertemuan diadakan 40 kali setahun, biasanya di suatu tempat yang
disebut Pniks, suatu amfiteater alam pada salah satu bukit di sebelah barat
Akropolis. Dalam teori, setiap anggota Dewan Rakyat dapat mengatakan apa saja,
asalkan ia dapat menguasai pendengar. Salah seorang tokoh penting pada masa
jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit, aristokrat, ahli pidato, dan warga kota
pertama. Pada musim dingin tahun 431-430 sebelum Masehi, ketika perang
Peloponnesus mulai, Perikles menyampaikan suatu pidato pemakaman. Alih-alih
menghormati yang gugur saja, ia memilih memuliakan Athena :
Konstitusi kita disebut demokrasi, karena kekuasaan tidak ada di tangan
segolongan kecil melainkan di tangan seluruh rakyat. Dalam menyelesaikan
masalah pribadi, semua orang setara di hadapan hukum; bila soalnya ialah
memilih seseorang di atas orang lain untuk jabatan dengan tanggung jawab
umum, yang diperhitungkan bukan keanggotaannya dalam salah satu golongan
tertentu, tetapi kecakapan orang itu. Di sini setiap orang tidak hanya menaruh
perhatian akan urusannya sendiri, melainkan juga urusan negara.

Selanjutnya di Eropa selama berabad-abad sistem pemerintahan sebagian


besar adalah monarki absolut. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan
muculnya Magna Charta tahun 1215 di Inggris. Piagam ini merupakan kontrak
antara raja Inggris dengan bangsawan. Isi piagam tersebut adalah kesepakatan
bahwa raja John mengakui dan menjamin beberapa hak yang dimiliki
bawahannya. Selanjutnya sejak abad 13 perjuangan terhadap perekembangan
demokrasi terus berjalan. Pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya
demokrasi antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari
Perancis (1689-1755). Menurut Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup,
hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik. Montesquieu, menyusun
suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan
yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica menganjurkan pemisahan
kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang.
Reformasi intelektual yang disusul oleh reformasi dan revolusi sosial yang
berlangsung sepanjang abad ke 17 dan 18 di Eropa Barat, diantaranya telah
melahirkan sistem demokrasi di dalam tata bermasyarakat dan berpemerintahan.
Sebenarnya yang terjadi di Eropa ketika demokrasi menjadi alternatif adalah
penerusan dari suatu tradisi tentang tata cara pengaturan hidup bersama yang
dilaksanakan oleh warga kota Athena, Yunani, pada beberapa abad sebelum
masehi. Sejak tiga dekade terakhir dunia menyaksikan kemajuan yang luar biasa
dalam perkembangan demokrasi. Sejak tahun 1972 jumlah negara yang
mengadopsi sistem politik demokrasi telah meningkat lebih dari dua kali lipat,
dari 44 menjadi 107. Pada akhir tahun 90-an, hampir seluruh negara di dunia ini
mengadopsi pemerintahan demokratis, meski masing-masing dengan variasi
sistem politik tertentu.
Sedangkan bangsa dan negeri Indonesia telah mengadopsi sistem
demokrasi, meski harus diberi pula catatan-catatan tentang pengalaman berDemokrasi Terpimpin pada masa Soekarno dan berDemokrasi Pancasila pada
masa Soeharto. Di era reformasi sekarang, Indonesia tetap mengadopsi sistem itu.
Berdasarkan kedua pengalaman berdemokrasi di tanah air tersebut, era reformasi

sekarang ini biasa dipandang sebagai era transisi menuju demokrasi yang
sesungguhnya. Dalam masa yang singkat, Indonesia di era reformasi telah
melaksanakan pemilu calon anggota legislatif, calon presiden dan wakilnya secara
langsung, serta pilkada di berbagai daerah dan kota. Pada masa yang singkat pula,
semangat pemekaran dan perubahan status wilayah tampak di beberapa kawasan
di tanah air.
Usaha untuk memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan yang
demokratis tersebut misalnya dapat dilihat dari hadirnya rumusan model
demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan Indonesia, yakni Orde Lama dan
Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang dinamakan model
Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model
demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, hingga
hampir sepuluh tahun perubahan politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia,
transisi menuju pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan
sebuah pemerintahan yang profesional, efektif, efisien, dan kredibel. Demokrasi
yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah Olle Tornquist hanya menghasilkan
Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan
golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
kebebasan pers pada masa orde baru sangat berbeda dengan kebebasan pers pada
masa reformasi Munculnya reformasi disebabkan oleh krisis ekonomi dan politik
di Asia, ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto,
dan adanya para demonstran yang menginginkan diadakannya reformasi total,
peristiwa Trisakti yang menyebabkan presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya. Sistem pemerintahan pada masa orde reformasi mulai diatur dalam
UU dan ataupun UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi.


Jakarta: Konstitusi Press.
B. Bambang Wismabrata, Rekonstruksi Makna Kebenaran Pers, jurnal
penelitian PTEK-KOM, Edisi 12, hlm. 31.
Mathar, M. Qasim. Umat Beragama di Alam Demokrasi.http://www.komunitas
demokrasi.or.id/
Verdinand, Memilih Demokrasi untuk Indonesia, http://portalhi.web.id/

Dosen: Bunari, S.Pd, M.Si

ASAL-USUL DEMOKRASI SAMPAI


REFORMASI

Oleh:
Novalina Okta Dwi Putri
140511265

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015

Anda mungkin juga menyukai