A.Latar Belakang
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintah. Jika
digabungkan kedua kata tersebut berarti kekuasaan rakyat atau pemerintah dari
rakyat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud demokrasi adalah suatu
sistem pererintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikutsertakan rakyat
dalam pemerintahan negara. Secara sederhana, demokrasi bisa didefinisikan
sebagai kekuasaan di tangan rakyat, atau kekuasaan oleh rakyat. Selain itu,
demokrasi mempunyai dua aspek, yaitu aspek prosedural dan aspek substantif.
Demokrasi dalam aspek prosedural mencoba menjawab masalah tentang
bagaimana rakyat bisa ikut memerintah dan mengawasi pemerintah. Demokrasi
dalam aspek substantif menyentuh masalah apa saja yang bisa diatur oleh
pemerintah.
Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengendalikan bahwa
kekuasaan itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih
partisipatif
untuk, dan bersama rakyat artinya, kekuasan itu pada pokoknya diakui berasal dari
rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah
serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Keempat ciri
itulah yang tercakup dalam pengertian kedulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat
sendiri, serta dengan terus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin
peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara.
Namun demikian, penerapan system demokrasi saat ini berbeda dengan
penerapannya pada zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang
menjadi warga negara terlibat langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan
pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan
negara. Demokrasi zaman Yunani kuno sering disebut dengan demokrasi langsung
atau demokrasi murni. Penerapan sistem demokrasi dengan cara tadi tentunya
tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, karena saat ini hampir setiap negara
memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar.
Kondisi itulah yang membuat setiap perkara kenegaran tidak mungkin dibicarakan
secara langsung dengan seluruh rakyat. Oleh karena dilakukan secara perwakilan,
maka sistem demokrasi seperti ini seiring disebut sebagai demokrasi tak langsung
atau demokrasi perwakilan.
Dalam hal ini kebebasan pers mendapatkan perhatian untuk dijamin
kebebasannya termasuk di Indonesia dari masa ke masa. Sejak merdeka tahun
1945, Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian sistem pemerintahan.
Tahun 1945 sampai 1965 dikenal dengan nama sistem pemerintahan Orde Lama,
yang mana merupakan era presiden Soekarno. Setelah presiden Soekarno
tumbang, tampung kekuasaan diserahkan kepada jenderal Soeharto yang akhirnya
melahirkan sistem pemerintahan Orde Baru. Orde Baru berlangsung dari tahun
1966 sampai tahun 1998. Dikarenakan sudah terlalu lama menjabat dan
merajalelanya KKN, presiden Soeharto digulingkan oleh rakyat Indonesia yang
akhirnya melahirkan zaman baru bagi Indonesia, reformasi. Reformasi
berlangsung dari tahun 1998 sampai sekarang. Disinilah cikal bakal munculnya
kebebasan dalam hal berpendapat termasuk semakin diusungnya kebebasan akan
pers.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini.
Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang
ada. Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka
pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai balancer (penyeimbang) antara
kekuatan yang ada.
Sebagaimana yang diketahui bahwa pers merupakan media komunikasi
antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari
pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara
ini,
tapi
segera
diancam
oleh
aparat
keamanan
untuk
tidak
mempublikasikannya. Berita semacam ini, pada masa Orde Baru, amatlah sensitif,
karena menyangkut persoalan stabilitas nasional. Jangankan bisnis anak-anak
Pak Harto, bisnis petinggi pemerintah pun ketika itu untouchable oleh pers. Selain
itu, pers yang bandel dan tidak mengindahkan imbauan pemerintah untuk tidak
menyiarkan satu berita terancam breidel. Berbeda dengan era reformasi,
kebebasan pers semakin diakui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 2 yang menandaskan bahwa Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Dengan klausul ini, jelas sekali
bahwa pers memposisikan dirinya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, atau
kepanjangan tangan rakyat. Karena negara ini milik rakyat, maka pers perlu
diberikan kebebasan seluasnya untuk melaksanakan amanat rakyat tadi.
Pada era reformasi ini, tidak ada obyek, apakah itu perorangan, instansi
pemerintah, pejabat Negara atau Presiden sekali pun, yang tidak bisa disentuh dan
dikecam oleh pers. Bahkan kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid pun diyakini,
sebagian adalah berkat kerja pers. Betapa banyak kasus KKN yang dibongkar oleh
pers, baik yang dilakukan pejabat eksekutif, apalagi anggota legislatif. Betapa
banyak perilaku buruk wakil rakyat yang ditelanjangi pers. Ketika konflik etnis di
Sampit pecah, pers mengeksposnya habis-habisan. Sebuah penerbitan pers daerah
pernah mempublikasikan foto kepala seorang korban yang sudah lepas dari
badannya tatkala banyak santri NU yang dibunuh oleh ninja-ninja misterius.
Kasus dugaan korupsi Gubernur Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Abdullah
Puteh, sudah marak diungkap pers jauh sebelum aparat hukum melakukan
penyidikan. Pada era reformasi tiga tembok pers berhasil dirobohkan, kini tidak
ada lagi lembaga izin terbit, sensor dan breidel. Bahkan instansi pemerintah yang
mengurus ketiga tembok pers ini, yaitu Departemen Penerangan R.I sudah
lenyap dibubarkan oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid. Kini siapa pun,
termasuk Presiden R.I tidak bisa menutup sebuah penerbitan pers. Pelaksanaan
kebebasan pers Indonesia dewasa ini mirip dengan kebebasan pers era tahun
1950-1959 yang dikenal dengan sebutan era demokrasi liberal yang bercorak
libertarian.
Dari fenomena-fenomena tentang perjalanan kebebasan pers dari masa ke
masa di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, memberikan kesan kepada
khalayak publik tentang perbedaan pemberian kebebasan pers di era Orde Baru
dan era reformasi, yang pada gilirannya kita mempunyai pandangan tentang
efektifitas maupun batasan-batasan kebebasan pers itu sendiri sehingga
menimbulkan opini publik tentang baik buruknya pers dalam mengawal
perjalanan demokrasi di Indoensia. Huru-hara bulan Mei 1998 merupakan
peristiwa bersejarah yang membawa Indonesia pada babak baru perjalanan
bangsa. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang
telah berlangsung sejak juli 1997 dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa
Negara lain termasuk di Indonesia dan Korea Selatan.
B.Pembahasan
Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di
Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya
saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan
Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang
baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, dengan semboyan Kembali ke UUD 45. Soekarno memperkuat
tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisiposisi yang penting. PKI menyambut Demokrasi Terpimpin Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi
yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan
NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta
dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia.
Menurut laporan di Suara Pemuda Indonesia: Sebelum akhir tahun 1960,
Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS
melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959,
lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira
angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja,
bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar
perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah negara bebas. Di tahun 1962,
perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh
dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat.
Era Demokrasi Terpimpin, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI
dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi
yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi
terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden
Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi.
Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia
bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi
dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama
atau Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait
dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar
Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang
terlibat dibuang ke Pulau Buru. Sanksi non-kriminal diberlakukan dengan
pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian
khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde
Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR
dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari
kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD
juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah. Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar
Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali
Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Selama
masa
pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan
ini,
dan
adalah
meningkatkan
transmigrasi
dari
daerah
yang
padat
sekarang ini biasa dipandang sebagai era transisi menuju demokrasi yang
sesungguhnya. Dalam masa yang singkat, Indonesia di era reformasi telah
melaksanakan pemilu calon anggota legislatif, calon presiden dan wakilnya secara
langsung, serta pilkada di berbagai daerah dan kota. Pada masa yang singkat pula,
semangat pemekaran dan perubahan status wilayah tampak di beberapa kawasan
di tanah air.
Usaha untuk memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan yang
demokratis tersebut misalnya dapat dilihat dari hadirnya rumusan model
demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan Indonesia, yakni Orde Lama dan
Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang dinamakan model
Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model
demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, hingga
hampir sepuluh tahun perubahan politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia,
transisi menuju pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan
sebuah pemerintahan yang profesional, efektif, efisien, dan kredibel. Demokrasi
yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah Olle Tornquist hanya menghasilkan
Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan
golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
kebebasan pers pada masa orde baru sangat berbeda dengan kebebasan pers pada
masa reformasi Munculnya reformasi disebabkan oleh krisis ekonomi dan politik
di Asia, ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto,
dan adanya para demonstran yang menginginkan diadakannya reformasi total,
peristiwa Trisakti yang menyebabkan presiden Soeharto mengundurkan diri dari
jabatannya. Sistem pemerintahan pada masa orde reformasi mulai diatur dalam
UU dan ataupun UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Novalina Okta Dwi Putri
140511265
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015