Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

LUKA BAKAR
DISUSUN OLEH :
RONNIE WIRAWAN SALIM

110100085

DINDA BASRI

110100326

ANGELA FOVINA

110100194

PATMARAJ A/L RAMACHAWOLRAN

110100440

IRNANDA WARDA RIZKI

110100168

GLANCIUS NIRONSTA HAREFA

110100066

JOS BRIYAN R. H. SIBARANI

110100302

FARZANA KHAIRUNISA

110100448

ANANDA PUTRI TARIGAN

110100358

HENDRIAWAN PUTRA

110100314

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 1
1.1. Definisi ............................................................................................. 1
1.2. Epidemiologi..................................................................................... 1
1.3. Etiologi ............................................................................................. 1
1.4. Patofisiologi ..................................................................................... 3
1.5. Diagnosis .......................................................................................... 4
1.6. Penatalaksanaan ............................................................................... 9
1.7. Komplikasi ..................................................................................... 16
1.8. Prognosis......................................................................................... 16
BAB 2 STATUS PASIEN ................................................................................ 18
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti korban api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).1
1.2. Epidemiologi
Luka bakar yang diakibatkan unsur ketidaksengaan maupun kesengajaan
bervariasi. Kejadian luka bakar paling sering terjadi di rumah, dengan aktivitas
memasak sebagai faktor penyebab paling umum. Luka bakar pada anak-anak
terjadi lebih sering di rumah (84%) dan ketika anak-anak tidak diawasi (80%).
Orang dewasa baik pria maupun wanita biasanya mengalami luka bakar saat
berada di rumah, di luar rumah, maupun saat kerja. Luka bakar pada wanita
dewasa paling umum terjadi saat berada di rumah, dan pada pria dewasa
umumnya terjadi di luar rumah atau di lokasi kerja. Lansia biasanya mengalami
luka bakar di kamar mandi dan dapur sebagai kejadian tersering. Konflik
bersenjata juga dapat meningkatkan insidensi luka bakar.2
1.3. Etiologi
Trauma Termal
Air mendidih (scalds). Hingga 70% luka bakar pada anak disebabkan air
panas. Air mendidih menyebabkan luka bakar derajat IIa hingga derajat IIb.
Api (flame). Sering berhubungan dengan trauma inhalasi. Biasanya
menyebabkan trauma derajat IIb atau derajat III.
Kontak benda panas (contact). Biasanya terjadi pada pasien epilepsi, akibat
pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang, atau pada kecelakaan di area
industri. Juga sering pada pasien tua dengan penurunan kesadaran sehingga
menyebabkan kontak dengan objek panas. Kontak tersebut biasanya
menyebabkan luka bakar derajat IIb atau derajat III.

Trauma Radiasi
Paling umum terjadi akibat pajanan yang terlalu lama terhadap sinar
ultraviolet (sunburn).
Trauma Elektrik
Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan membentuk satu titik masuk
dan keluar dan jaringan diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas
seketika. Jumlah panas yang masuk menentukan derajat kerusakan jaringan.
Dapat dihitung dengan : 0,24 x (tegangan listrik, dalam volt)2 x resistensi
listrik. Tampak bahwa tegangan menjadi faktor utama derajat kerusakan
jaringan.
Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga, antara lain :
Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang menyebabkan luka kecil
namun dalam. Dapat mengganggu siklus jantung dan menyebabkan
aritmia.
True high tension injuries (trauma tegangan tinggi sesungguhnya). Terkena
tegangan >1.000V dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas
hingga menyebabkan kehilangan ekstremitas. Kerusakan otot dapat
menyebabkan

rabdomiolisis

hingga

gagal

ginjal.

Resusitasi

dan

debridement segera dan agresif sangat dibutuhkan. Kontak dengan


tegangan >70.000V dapat berakibat fatal.
Flash injury terjadi ketika terdapat percikan api dari sumber tegangan
tinggi yang menyebabkan luka superfisial pada bagian tubuh yang
terpajan, biasanya pada tangan dan wajah. Pada kasus ini tidak terdapat
aliran listrik yang mengalir langsung ke tubuh pasien.
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah mengamati jantung. Apabila
gambaran EKG saat kunjungan normal dan tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, pengamatan jantung tidak dibutuhkan. Namun bila ada,
sebaiknya dilakukan monitor dalam 24 jam.

Trauma Kimia
Dapat terjadi di area industri atau rumah tangga. Pada umumnya luka bakar
bersifat dalam karena selama agen korosif masih kontak dengan kulit, ia akan
terus berlanjut mengakibatkan nekrosis koagulatif. Bahan yang bersifat alkali

mengakibatkan penetrasi yang lebih dalam dan menyebabkan luka bakar yang
lebih buruk daripada bahan yang bersifat asam.1,3
1.4. Patofisiologi
Luka bakar menghasilkan respon lokal dan respon sistemik. Pada respon
lokal, luka bakar mengakibatkan denaturasi protein dan nekrosis koagulatif.
Terdapat tiga zona luka bakar1 :
1. Zona koagulasi, dimana hal ini terjadi pada kerusakan maksimum, terdapat
kehilangan jaringan yang ireversibel.
2. Zona stasis, dimana zona ini mengalami penurunan perfusi jaringan.
Resusitasi pada luka bakar bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan
pada zona ini dan mencegah kerusakan jaringan menjadi ireversibel.
3. Zona hiperemia, dimana pada zona ini perfusi jaringan meningkat.
Jaringan pada zona ini akan mengalami perbaikan kecuali jika terdapat
sepsis berat ataupun hipoperfusi yang berkepanjangan.
Ketiga zona ini adalah tiga dimensi, dan kehilangan jaringan pada zona stasis akan
menyebabkan jaringan luka semakin dalam dan semakin luas.3
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lokasi luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.
Respon sistemik yang dapat terjadi antara lain :
1. Perubahan Kardiovaskular
Permeabilitas kapiler meningkat, yang mengakibatkan kehilangan protein
intravaskular

dan

cairan

ke

kompartemen

interstitial.

Terjadi

vasokonstriksi arteri-arteri di perifer dan splanknik. Kontraktilitas


myokardiak menurun, yang mungkin diakibatkan oleh dikeluarkannya
tumor necrosis factor . . Perubahan ini, disertai dengan kehilangan cairan
dari jaringan luka bakar, dapat menyebabkan hipotensi sistemik dan
berujung pada hipoperfusi organ.
2. Perubahan Respiratorik
Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi, dan pada luka bakar
berat dapat terjadi respiratory distress syndrome.
3. Perubahan Metabolik

BMR meningkat hingga tiga kali lipat dari BMR normal. Hal ini jika
disertai hipoperfusi splanknik, membutuhkan suplai enteral yang segera
dan agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan
integritas usus.
4. Respon imunologik
Terjadi down regulation non-spesifik pada system imun baik selular
maupun humoral.3
1.5. Diagnosis
1.5.1. Anamnesis
Anamnesis penyebab luka bakar sangat berguna dalam penentuan
penanganan luka bakar. Luka bakar dapat disebabkan oleh api, cairan panas,
bahan kimia, uap panas, ledakan, dan sebagainya. Penting juga diketahui lamanya
dan lokasi pajanan. Mekanisme cedera yang berhubungan juga perlu ditanyakan,
misalnya ledakan, jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Trauma akibat
ledakan dapat menghasilkan proyektil yang menyebabkan fraktur maupun
kerusakan organ dalam. Pasien dengan keluhan sakit kepala atau pusing dan
menderita luka bakar karena api, harus dipertimbangkan keracunan karbon
monoksida.
Luka bakar terjadi pada usia ekstrem dapat membawa komorbiditas dan
mortalitas lebih besar. Perhatian terhadap usia <3 atau >60 tahun, karena imunitas
kurang dibanding usia lainnya. Wajah, kepala, tangan, kaki, dan perineum (area
primer) memerlukan perhatian khusus. Penyakit penyerta, alergi, dan konsumsi
obat-obatan dan alkohol terakhir juga perlu ditanyakan.4,5
1.5.2. Kedalaman Luka Bakar

Derajat 1
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis. Kulit tampak kemerahan.
Nyeri hilang dalam 48-72 jam. Sembuh tanpa cacat.
Derajat 2
Kerusakan mengenai seluruh epidermis disertai sebagian dermis, terasa
nyeri, kulit kemerahan, edematous, timbul bulae. Luka bakar derajat 2
dibagi 2 jenis, yaitu :

Superfisial
Kulit kemerahan, edematous, timbul bulae, nyeri. Banyak sel basal
selamat, alat-alat di bagian dermis baik, pelebaran pembuluh darah.
Sembuh dalam 2 minggu dengan tanpa atau parut minimal.
Dalam
Kerusakan jaringan epidermis dan sebagian dermis, masih basah
tapi tampak pucat, nyeri kurang dibandingkan derajat 2 superfisial.
Dapat sembuh dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan

disertai jaringan parut.


Derajat 3
Kerusakan seluruh lapisan dermis atau lebih dalam. Tampak epitel
terkelupas dan, daerah putih karena koagulasi protein dermis. Dermis yang
terbakar akan mengering dan menciut disebut eskar. Tidak ada perfusi
darah dan tidak ada sensasi rasa nyeri. Penyembuhan spontan tidak
mungkin terjadi. Setelah minggu kedua tampak jaringan granulasi yang
harus ditutup dengan skin graft, bila dibiarkan akan terjadi kontraktur
(jaringan parut yang menebal dan menyempit).4,5,6

Gambar 2.1. Derajat Luka Bakar


1.5.3. Luas Luka Bakar
Presentasi dari total area permukaan tubuh yang terbakar (TBSA). Untuk
memudahkan perhitungan, satu telapak tangan pasien adalah 1 3/4 % TBSA.
Perhitungan berdasarkan Rule of Nine :

Kepala, leher : 9%
Lengan, tangan : 2 x 9%
Paha, betis, kaki : 4 x 9%
Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%

Genitalia : 1%

Gambar 2.2. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Orang Dewasa
Penilaian berbeda pada anak karena ukuran kepala dan kedua tungkai berbeda.
Anak 9 tahun
Kepala : 14%
Tungkai, kaki : 16%
Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi 1 tahun
Kepala, leher : 18%

Tungkai, kaki : 14%


Bagian lain sama dengan dewasa
Cara perhitungan lain dengan menggunakan Lund dan Browder Chart, mungkin
lebih tepat, tapi sukar dipakai sebagai acuan dalam praktek sehari-hari.4,5,6

Gambar 2.3. Perkiraan Luas Daerah Luka Bakar pada Anak


1.5.4. Pembagian Berat Luka Bakar

Berat/kritis
Derajat 2 lebih dari 25%
Derajat 3 lebih dari 10% Atau terdapat pada muka, kaki, tangan
Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau
fraktur
Luka bakar akibat listrik
Sedang
Derajat 2 : 15-25%
Derajat 3 kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, tangan
Ringan
Derajat 2 kurang dari 15%5

1.6. Penatalaksanaan

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas.8
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama
sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan mengentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan berlangusng
walaupun api telah dipadamkan, sehinggan destruksi tidak meluas.8
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisasisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.8
Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke rumah
sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk
penangan luka bakar tersebut. Dalam perjalaanan penderita sudah dilengkapi
dengan infus dan penutup kain yang bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya
yang bisa membawa penderita dalam posisi tidur.8
Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih
berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan
terlebih dahulu di trauma centre sebelum ditransfer ke unit luka bakar.8
Pada luka bakar berat, selain penangan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan napas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi edema laring, dipasang pipa
endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi dead space, dan memudahkan pembersihan jalan napas

10

dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen
murni.8
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik
juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka
bakar.8
A. Primary Survey dan Resusitasi
Primary survey dan resusitasi pada pasien dengan luka bakar berfokus
pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.

Jalan napas
Edema laring dapat terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terhisap asap
atau uap panas sehingga memerlukan penanganan segera agar tidak serjadi
obstruksi jalan napas dan henti napas. Selain itu perlu diperhatiakn tandatanda obstruksi jalan napas seperti stridor, mengi, suara serah sehingga
tindakan intubasi dapat segera dilakukan karena keterlambatan melakukan
penilaian dapat menyebabkan terjadinya intubasi yang sulit. Bila ditemukan
rmabut hangus terbakar, wajah terbakar, serak, disfoni, batuk, jelaga di mulut
dan hidung, tanpa disertai distres napas, harus dicurigai kemungkinan adanya

edema yang mengancam di jalan napas atas dan bawah.2


Pernapasan
Penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi perlu dilakukan dengan
melihat usaha napas, ekspansi dada, suara napas dan adanya sianosis. Pulse
oksimetri dapat digunakan untuk melihat saturasi seseorang dengan luka
bakar.2 Hipoksia biasanya berhubungan erat dengan trauma inhalasi, ventilasi
yang tidak adekuat dikarenakan luka melingkar pada dada. Pemberian oksigen
dengan atau tanpa intubasi harus segera diberikan.6
Harus selalu mencurigai paparan terhadap CO pada pasien yang terkena luka
bakar pada area yang tertutup. Diagnosis pada keracunan CO diawali dengan
riwayat paparan dan pengukuran langsung dengan carboxyhemoglobin
(HbCO). Pasien dengan level CO kurang dari 20% biasanya tanpa gejala,
tetapi pasien dengan level CO yang lebih tinggi dapat menunjukkan tanda:6

11

Sakit kepala dan mual


Kebingungan
Koma
Kematian

Pasien dengan keracunan CO diberikan oksigen murni 100%.

Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dengan penilaian berupa kesadaran, nadi, warna kulit,
waktu pengisian kapiler dan suhu ektermitas. Pemberian cairan intravena
bertujuan untuk memperbaiki hipovolemi akibat dari kebocoran kapiler kulit
yang terluka. Kebocoran kapiler lokal dan sistemik dapat terjadi secara
proporsional sesuai dengan luas dan kedalaman luka bakar. Perhitungan
luasnya permukaan luka bakar dengan menggunakan rule of nine.9
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk mengitung kebutuhan cairan ini. Cara evans adalah
sebagai berikut: 1) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL
NaCl per 24 jam; 2) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi
mL plasma per 24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang
akibat udem. Plasma diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari
pembuluh

dan

meninggikan

tekanan

osmosis

sehingga

mengurangi

perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar, 3) Sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5%
per 24 jam. 8
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan
hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Penderita mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada
keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus
normal kembali. Kalau diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderuta
dapat minum tanpa kesulitan, infus dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu : luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x 4
mL larutan Ringer. Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,

12

sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid


yaitu larutan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya pada penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat
sangat penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama
pada fase awal luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal
yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1mL/kgBB/jam dan
3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan
apakah sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia
sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda
kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui
dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U.
Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi
prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien
trauma
B. Kontrol infeksi dan penanganan nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan
uji kepekaan kuman. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberiakn opiat melalui
intavena dalam dosis serendah mungkin yang menghasilkan analgesia yang
adekuat namun tanpa disertao hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan
tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.8
C. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-

13

3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka
bakar sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik
untuk mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status
hipermetabolisme yang tarjadi pada fase akut luka bakar. Nutrisi enteral ini
diberikan

melalui

selang

nasogastrik

yang

sekaligus

berfungsi

untuk

mendekompresi lambung. Penderita yang sudah mulai stabil keadaanya


memerlukan fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan mecegah
kekauan sendi.8
D. Perawatan luka bakar
Tujuan utama dari perawatan luka bakar adalah untuk mengurangi
kehilangan cairan, mencegah pengeringan kulit yang masih layak, mempercepat
penyembuhan dan mencegah terjadinya infeksi. Tatalaksana awal luka bakar
adalah melakukan pembersihan dan membuang jaringan yang. Eksisi dan skin
graft pada luka bakar yang dalam menjadi pilihan yang utama walaupun belum
ada penelitian terkontrol yang membuktikannya.9
Luka bakar derajat satu dan dua menyisakan elemen epitel berupa kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh sendiri,
asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi.
Pada luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan
kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai
mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka
atau tertutup.8
Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topikal, tetapi
yang penting obat topikal tersebut membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa
nyeri, bisa menembus skar dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat
yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO
(moist exposure burn ointment).8
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan salep atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa. Antiseptik yang dipakai
adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang

14

selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat
ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam
sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dan padat dibersihkan dan diganti setiap hari.8
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur
menjadi kotor.8
Perawatan

tertutup

dilakukan

dengan

memberikan

balutan

yang

dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya


sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.
Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak
bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena
dipakainya banyak pembalut dan antisepsis. Kadang suasana luka yang lembab
dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila
pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau sebaiknya jangan dilepaskan,
tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri.8
E. Tindakan Bedah
Pemotongan eskar atau eskaratomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pasa ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangusng dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehinggan bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung
distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang
membuka keropeng sampai penjepitan terlepas.8
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan

15

perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan
pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan
lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup
banyak.8
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup
dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri. Penutupan
luka bakar dengan bahan biolohis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau
amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita.
Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapay berfungsi sementara untuk
sebagai pengjalang penguapan berlebihan, pencegahan infeksi yang lebih parah
dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutupan sementara ini harus
diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen. Sebaiknya pada
penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting
untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. Sking
grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya
jaringan granulasi.8
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin substitute ini antar
lain integra, aloderm dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang
elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan
hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon,
kolagen babi dan jaring nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas
dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra merupakan
analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapiran
silikon tipis.8
1.7.

Komplikasi
Komplikasi dari luka bakar adalah sebagai berikut4,7 :

Syok hipovolemik
Hipotermia

16

Pneumonia berhungan dengan ventilator


Edema laring
Acute respiratory distress syndrome
Keracunan metabolic (CO, HCN)
Compartment syndrome (abdomen, thoraks, maupun ekstremitas)
Deep vein thrombosis dan emboli paru
Gagal ginjal akut
Infeksi akibat kateterisasi urin
Sepsis
MODS
Skar
Kontraktur (pemendekkan dan pengetatan ligament, sendi, otot,
ataupun kulit)

1.8.

Prognosis
Untuk mengukur prognosis penderita luka bakar dapat menggunakan Baux

Score (mortalitas sebanding dengan %TBSA). Namun dengan meningkatnya


kualitas penanganan luka bakar, Baux score tidak lagi akurat. Umur, ukuran luka
bakar, dan trauma inhalasi menjadi indikator terpenting pada mortalitas penderita.
Pada pasien non-ekstrim, komorbid seperti HIV, kanker metastasis, penyakit
ginjal, dan penyakit hepar berpengaruh pada mortalitas dan lama rawatan. Pada
sebuah studi terbaru yang melibatkan 68.661 pasien luka bakar menemukan nilai
prediksi mortalitas tertinggi, yakni umur, %TBSA, trauma inhalasi, trauma lain
yang menyertai, dan pneumonia.4

17

BAB 2
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Paiman

Gender

: Laki-laki

Umur

: 58 tahun

MR

: 66.24.85

Alamat

: Huta VII Lamidor Tanjung Hataran Kec Bandar


Huluan

Pekerjaan

: Petani Sawit

Suku

: Jawa

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Luka bakar di paha dan kaki kiri.

Telaah

: Hal ini dialami pasien 4 hari SMRS. Pasien

bekerja sebagai petani sawit. Saat itu pasien sedang menyabit sawit
kemudian terjatuh dan galah pengait sawit tersangkut ke kabel listrik dan
terkena sengatan listrik. Setelah kejadian pasien tidak sadar dan dibantu
warga setempat dan segera dibawa ke rumah sakit di Pematangsiantar.
Sampai disana pasien langsung dirujuk ke Rumah Sakit Murni Teguh dan
dirawat selama 3 hari. Kemudian dirujuk ke dr Bedah Plastik di RSUP
HAM Medan.
PEMERIKSAAN FISIK
Primary survey
a Airway : clear
b Breathing : Look/Listen/Feel: dalam batas normal, RR : 20 x/ mnt
c Circulation :
Perdarahan spontan (-), akral hangat, HR : 100 x/ mnt
Urin Output (80cc/jam)
d Disability:
GCS 15 (E4 M6 V5), kejang (-), pupil bulat isokor 3mm, refleks cahaya (+/+),
e Exposure: Permukaan kulit dibalut dengan baik, cegah hipotermia
Secondary Survey:

18

a
b
c
d
e
f
g
h

Kepala: tidak ditemukan kelainan


Mata: konjungtiva palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm), refleks cahaya (+/+)
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung: tidak ditemukan kelainan
Mulut: tidak ditemukan kelainan
Leher: tidak ditemukan kelainan, pembesaran KGB (-)
Thorax: bentuk simetris, ketinggalan nafas (-), nyeri tekan (-)
Jantung
Inspeksi: iktus cordis tidak nampak
Palpasi: iktus cordis kuat angkat
Perkusi: batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi: S1 S2 intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo:
Inspeksi: tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi: stem fremitus kiri = kanan
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler
Abdomen:
Inspeksi: distensi (-), jejas (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi: timpani
Palpasi: soepel, nyeri tekan (-), defens muskular (-)
Ekstremitas: pada inspeksi didapati luka bakar derajat II-III pada
daerah lengan kiri dan kanan, paha dan kaki kiri.

DIAGNOSIS
Electrical Burn Gr II-III 23% o/t upper extremity + penoscrotal + inner thigh.
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/i mikro
Inj. Cefrtiaxone 1gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50mg /8 jam
OPERASI
TANGGAL
23/12/2015
11/1/2016
11/1/2016
19/1/2016
4/2/2016
4/2/2016
29/2/2016

OPERASI
Debridement
Pemasangan CVC
Cystostomy
Debridement
Ureterotoracostomy
STSG
STSG

19

BAB 3
KESIMPULAN
Pasien, P, laki-laki berusia 58 tahun, datang ke IGD akibat luka bakar
dengan MOI electrical burn, dan didiagnosis dengan Electrical Burn derajat II-III
dengan luas 23%.

20

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Porter and Kaplan. 2011. The Merck Manual Nineteenth edition.


Center for Disease Control. Fire deaths and injuries: Fact sheet overview.

3.

[Accessed on February 21,2016].


Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of burns.

4.

BMJ. 2004. June 12; 328(7453):1427-9.


Friedstat J, Endorf FW, Gibran NS. 2010. Schwartzs Principle of Surgery

5.

10th edition: Burns (ch. 8 : 227-236). Mc Graw Hill Education : New York.
Sudjatmiko, G. 2014. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi

6.
7.

Edisi 4.
American College of Surgeon. 2010. ATLS 9th edition.
Mayo clinic. 2015. Burns : complication. Assessed on 21th February 2016

8.

from www.mayoclinic.org/diseases-conditions/burns.
Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.

9.

EGC. Jakarta.
Dewi, R., 2014. Current Evidences in Pediatric Emergencies Management.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai