LAPORAN FITOKIMIA
DAUN PARE (Momordica charantia L)
OLEH :
KELOMPOK III
GITA PUSPITA
SARINI
SRI REZKY
A. NURFADILAWATI. S
NURAYU RAMDANI
HASTRILA BUNTANG
NURDIAH NINGSIH
NURUL HIKMAH
ASISTEN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Pare dikenal dengan rasa pahitnya. Rasa pahit pare tidak mengurangi khasiat
yang dikandungnya sebagai obat berbagai jenis penyakit. Daun pare (Momordica
charantia L.) dapat digunakan sebagai obat penurun panas atau antipiretik. Selain itu,
daun pare dapat digunakan untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan
darah bagi wanita yang baru melahirkan, mengeluarkan cacing kremi, dan dapat
menyembuhkan batuk (Sudarsono, 2002).
Daun pare digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai penurun panas
dengan cara ditumbuk kemudian ditambahkan air dan disaring lalu diminum saat pagi
hari sebelum makan (Dalimartha, 2008)
Daun pare mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C, saponin, flavonoid,
steroid/triterpenoid, asam fenolat, alkaloid, dan karotenoid (Tati, 2004). Flavonoid
menunjukkan lebih dari seratus macam bioaktivitas. Bioaktivitas yang ditunjukkan
antara lain efek antipiretik, analgetik, dan antiinflamasi (Wijayakusuma, 2001).
Flavonoid dapat menghambat siklooksigenase sehingga kemungkinan besar
efek antipiretik disebabkan karena penghambatan siklooksigenase yang merupakan
langkah pertama pada jalur yang menuju eikosanoid seperti prostaglandin dan
tromboksan (Robinson, 1991)
Berdasarkan penelitian sebelumnya, penarikan senyawa aktif yang terdapat
pada daun pare menggunakan metode ekstraksi maserasi (Elly, 2010). Maserasi
merupakan proses ekstraksi dimana obat yang sudah halus di rendam dalam
menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat zat yang
mudah larut akan melarut sehingga didapatkan ekstrak daun pare (Howard,1989)
II.2 TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari laporan ini yakni untuk mengetahui senyawa apa yang terdapat di
dalam daun pare (Momordica charantia L.)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 URAIAN TANAMAN
A. Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Cucurbitales
Familia
: Cucurbitaceae
Genus
: Momordica
Species
B. Nama Daerah
Sumatera: prieu, peria, foria, pepare, kambeh. Jawa: paria, pare, pare pahit,
pepareh. Nusa Tenggara: paya, paria, truwuk, paita, paliak, pariak, pania, pepule.
Sulawesi: poya, pudu, pentu, paria, belenggede, palia. Maluku: papariane,
pariane,
papari,
kakariano,
taparipong,
papariano,
popare,
dan
pepare
(Dalimartha, 2008).
C. Nama Asing
Buah pare di berbagai negara dikenal dengan nama: Ku gua, african
cucumber, bitter cucumber, bitter gourd, bitter melon, balsam pear, maiden blush,
karela, karvel, dan springkomkommer (Dalimartha, 2008).
D. Deskripsi
gula. Bunga: dapat memacu enzim pencernaan. Daun: digunakan sebagai obat
cacing, obat luka, peluruh haid, pencahar, dan penurun panas. Akar: menunjukkan
sifat antibiotik (Sudarsono, 2002).
H. Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Sifat kimiawi pare adalah rasanya yang pahit dan sifatnya yang dingin. Efek
farmakologis pare dapat mempengaruhi jantung, hati, dan paru. Berkhasiat
antiradang (Dalimartha, 2008).
II. 2 METODE EKSTRAKSI
A. Ekstraksi
Ekstraksi yaitu penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat
dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan akan larut.
Sedangkan ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan
menstruum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa
endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Horward, 1989).
Tumbuhan segar yang telah dihaluskan atau material tumbuhan yang dikeringkan
diproses dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi mana dan bahan ekstraksi
mana yang digunakan, terutama tergantung dari kelarutan bahan kandungan serta dari
stabilitasnya. Jumlah dan jenis senyawa yang berpindah masuk ke dalam ekstraksi
bergantung dari jenis dan komposisi cairan pengekstraksi. Untuk memperoleh sediaan
obat yang cocok umumnya berlaku campuran etanol-air sebagai cairan pengekstraksi
(Voigt, 1994).
Ada 3 prinsip ekstraksi tumbuhan meliputi fase ekstraksi, maserasi, dan perkolasi
(Voigt, 1994). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna
dari obat. Sifat dari bahan mentah merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Pada kenyataannya sering
digunakan kombinasi dari proses maserasi dan perkolasi dalam mengekstraksi bahan
mentah obat (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Maserasi biasanya
dilakukan pada temperature 150 - 200 C dalam waktu selama 3 hari sampai bahanbahan yang larut melarut (Ansel, 1989).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang
dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Penggolongan
ekstrak menurut sifat-sifatnya:
a. Ekstrak encer (extractum tenue) Sediaan ini mempunyai konsistensi seperti
madu dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental (extractum spissum) Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan
tidak dapat dituang, kandungan airnya sekitar 30%.
c. Ekstrak kering (extractum siccum) Sediaan ini memiliki konsistensi kering
dan mudah digosokkan, kandungan airnya tidak lebih dari 5%.
d. Ekstrak cair (extractum fluidum) (Voigt, 1994).
Flavonoid mudah larut dalam air. Oleh karena itu senyawa ini berada dalam
ekstrak air tumbuhan. Flavonoid diekstrak baik memakai metanol, etanol, dan aseton
(Robinson, 1991). Isolasi senyawa flavonoid dari daun pare secara maserasi
menggunakan pelarut etanol 70% (Waluyantana, 1995).
Pelarut yang digunakan (etanol 70%) memiliki sifat kepolaran yang sama dengan
sebagian besar komponen yang terdapat pada Momordica charantia L seperti vitamin
A, vitamin B, vitamin C, saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, asam fenolat,
alkaloid, dan karotenoid Etanol 70% juga dapat melarutkan senyawa fitokimia lebih
maksimal karena etanol 70% masih mengandung air yang cukup banyak (30%) yang
membantu proses ekstraksi sehingga sebagian senyawa tersebut ada yang dapat
tertarik dalam etanol dan ada pula yang tertarik dalam air (Melodita,2011).
Asam amino, gula, beberapa senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, dan
glikosida flavonoid serta klorofil terlarut dalam pelarut polar sehingga senyawa yang
terekstrak dengan pelarut etanol 70% ini cukup banyak dan menghasilkan rendemen
yang tinggi (Adhianata, H. 2012).
B. Pelarut yang digunakan
Berdasarkan kepolaran pelarut, pelarut dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
a. Pelarut Protik Polar
Protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif
yang dalam hal ini adalah oksigen. Dengan kata lain pelarut protik polar
adalah senyawa yang memiliki rumus umum ROH. Contoh dari pelarut protik
polar ini adalah air H2O, metanol (CH3OH), dan asam asetat (CH3COOH).
b. Pelarut Aprotik Polar
Aprotik menunjukkan molekul yang tidak mengandung ikatan O-H.
Pelarut dalam kategori ini, semuanya memiliki ikatan yang memiliki ikatan
dipol besar. Biasanya ikatannya merupakan ikatan ganda antara karbon
dengan oksigen atau nitorgen. Contoh dari pelarut yang termasuk kategori ini
adalah aseton [(CH3)2C=O] dan etil asetat (CH3CO2CH2CH3).
c. Pelarut Non-polar
Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memilki konstanta
dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut dari kategori
ini adalah benzena (C6H6), karbon tetraklorida (CCl4) dan dietil eter
(CH3CH2OCH2CH3) ( Melodita. R, 2011).
Rumus Kimia
Titik
Konstanta
Massa
didih
Dielektrik
Jenis
PelarutNon-Polar
Heksana
CH3-CH2-CH2-CH2
69 C
2.0
0.655 g/ml
Benzena
-CH2-CH3
C6H6
80C
2.3
0.879 g/ml
Toluena
C6H5-CH3
111C
2.4
0.867 g/ml
35C
4.3
0.713 g/ml
61C
4.8
1.498 g/ml
77C
6.0
0.894 g/ml
101C
2.3
1.033 g/ml
66C
7.5
0.886 g/ml
CH2Cl2
40C
9.1
1.326 g/ml
Asetona
CH3-C(=O)-CH3
56C
21
0.786 g/ml
Asetonitril
CH3-CN
82C
37
0.786 g/ml
H-C(=O)N(CH3)2
153C
38
0.944 g/ml
CH3-S(=O)-CH3
189C
47
1.092 g/ml
Dietil eter
Kloroform
Etil Asetat
CH3CH2-O-CH2CH3
CHCl3
CH3-C(=O)-O-CH2CH3
/-CH2-CH2-O-CH2CH2-O-\
Tetrahidrofuran
/-CH2-CH2-O-CH2-
(THF)
CH2-\
Diklorometana
(DCM)
Dimetilformamid
a
Dimetilsulfoksida
CH3-C(=O)OH
118C
6.2
1.049 g/ml
n-butanol
CH3-CH2-CH2-CH2-
118C
18
0.810 g/ml
OH
Isopropanolol
CH3-CH(-OH)-CH3
82C
18
0.785 g/ml
n-propanol
CH3-CH2-CH2-OH
97C
20
0.803 g/ml
Etanol
CH3-CH2-OH
79C
30
0.789 g/ml
Metanol
CH3-OH
65C
33
0.791 g/ml
Asam Format
H-C(=O)OH
100C
58
1.21 g/ml
Air
H2O
100C
80
1.000 g/ml
C. Fraksinasi
Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat
kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi berbeda-beda
tergantung pada jenis tumbuhan. Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi
digunakan dua metode yaitu dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi
kolom.
Corong pemisah atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan
dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campuran antara dua fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang tak tercampur.
Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa pelarut
organik lipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroform, ataupun etil asetat.
Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase cair kecuali pelarut yang memiliki
atom dari unsur halogen.
Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Ia mempunyai
penyumbat di atasnya dan kran di bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam
laboratorium terbuat darikaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca atupun
teflon. Ukuran corong pemisah berfariasi muali dari 50 ml sampai 3 L. Dalam skala
industri, corong pemisah bisa berukuran sangat besar dan di pasang sentrifuge (.
Macam-macam proses fraksinasi :
Urutan Polaritas
Eluen
n-heksana
Selulosa
Petroleum eter
Alkena
Gula
Karbon tetraklorida
Hidrokarbon Aromatik
Silica gel
Benzene
Eter
Kloroform
Dietil eter
Alkohol
Etil asetat
Asam karboksilat
Urutan Adsorben
Aseton
Metanol
Air
Sumber : Johnson et al, 1991 dan Khopkar, 1990
BAB III
METODE KERJA
III.1 ALAT
Alat yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah wadah maserasi, neraca
analitik,batang pengaduk.
III.2 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah cairan penyari, Daun pare
(Momordica charantia L.)
III.3 METODE KERJA
III.3.1 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
a
Pengambilan sampel
Daun Pare (Momordica charantia L.) yang diambil pada jam 6 pagi
di pasar tradisional Daya kota Makassar, Sulawesi Selatan, kemudian
Pengolahan sampel
Daun pare (Momordica charantia L.) yang sudah dipotong potong
dan dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian di maserasi
menggunakan etanol 70%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENGAMATAN
Daun pare (Momordica charantia) yang diambil dari pasar tradisional Daya
kota Makassar, Sulawesi Selatan pada jam 6 pagi. Sampel daun pare yang telah
dibersihkan, kemudian dikeringan dengan cara diangin-anginkan, selanjutnya
dipotong kecil-kecil hingga menjadi serbuk kasar. Berat serbuk kasar daun pare yang
diperoleh adalah 125,0 gram.
Serbuk daun pare sebanyak 125.0 gram dimaserasi dengan menggunakan
etanol 70 % kemudian dipekatkan dengan cara di rotavapor hingga diperoleh ekstrak
kental etanol 70 % berwarna hijau tua sebanyak 10,9 gram. Ekstrak kental etanol 70%
yang diperoleh kemudian diuji pendahuluan dengan menggunakan pereaksi
dragendroff, mayer, wagner yang positif adanya senyawa alkaloid.
Pada uji senyawa flavonoid positif adanya senyawa flavonon dengan
terbentuknya endapan Hijau. Uji saponin ditandai dengan adanya busa ketika dikocok
selama 30 menit dimana panjang busa yang terbentuk adalah 1,1 cm. Uji terpenoid
tidak adanya senyawa terenoid- steroid ditandai dengan tidak terbentuknya larutan
berwarna biru atau ungu.
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica
charantia.)
No
Uji Fitokimia
Pereaksi
Perubahan
.
1
Alkaloid
Dragendorf
Warna
Terbentuk endapan
Mayer
Wagner
2
Flavonoid
Wilstater
Saponin
Aquades panas,
Steroid/Terpenoid
dikocok, HCl 2N
Eter, lapisan
etanol diuapkan,
Keterangan
Positif
merah bata
Terbentuk endapan
Positif
coklat
Terbentuk endapan
Positif
putih
Hijau menjadi hijau
Positif
kekuningan
Terbentuk busa
Panjang busa : 1,1 cm
Positif
Terbentuk larutan
Positif
+ H2SO4
Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam pelarut etanol
dan difraksionasi
berturut menggunakan pelarut kloroform, etil asetat dan n-butanol. Hasil fraksinanya
dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Hasil Fraksinasi Ekstrak Cair-cair berdasarkan kepolaran
No
Pelarut
Warna
1
Kloroform
Hijau kehitaman
2
Etil Asetat
Hijau Kehitaman jernih
3
n-Butanol
Hijau Tua
Hasil fraksinasi kloroform, etil asetat dan n-butanol yang diperoleh diuji
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan eluen etil asetat-n-heksan dalam
volume larutan 10 ml dengan perbandingan 7:3 dan hasil kromatografinya dapat
dilihat pada gambar 1
(Sinar UV 366)
(Sinar UV 254)
Rf =
Nilai Rf yang diperoleh pada KLT ekstrak daun pare dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 3 Nilai Rf ekstrak daun pare
N
PELARUT
NODA
NILAI Rf
O
I
Ekstrak Kloroform
Daun Pare
1.0
=0.18
5.3
II
1.2
=0.22
5.3
III
1.6
=0.30
5.3
IV
2.1
=0.39
5.3
3.7
=0.69
5.3
1.6
=0.30
5.3
KET
II
2.0
=0.37
5.3
III
5.1
=0.96
5.3
0.8
=0.15
5.3
II
1.2
5.3
III
1.7
=0.32
5.3
IV
2.2
=0.41
5.3
4.0
=0.75
5.3
2.0
=0.37
5.3
II
2.2
=0.41
5.3
Pare
= 0.22
IV. 2. PEMBAHASAN
Daun Pare yang sudah dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk kasar
sebanyak 100 gram dimaserasi menggunakan etanol 70 % selama 3 hari sambil
sesekali diaduk, yang bertujuan untuk mengekstrak kandungan senyawa kimia yang
terdapat dalam daun pare hingga hasil perendaman terakhir tidak berarti lagi bagi
kandungan kimianya.
Pada proses maserasi digunakan pelarut etanol 70 %
karena merupakan
pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama dengan sebagian besar komponen
yang terdapat pada daun pare (Momordica charantia L). Etanol juga memiliki titik
didih 79C dimana titik yang tinggi untuk menghilangkan pelarut dapat juga merusak
senyawa yang terekstraksi, terlebih terhadap senyawa yang memiliki titik didih yang
rendah.
Evaporasi digunakan untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak karena
dengan evaporasi, pelarut dipisahkan dari ekstrak pada suhu yang jauh lebih rendah di
bawa titik didihnya sehingga senyawa yang mungkin terdapat dalam ekstrak dengan
titik didih yang rendah tidak akan mengalam kerusakan hingga diperoleh ekstrak
kental yang berwarna hijau kehitaman sebanyak 10,9 gram
Ekstrak kental etanol kemudian diuji pendahuluan dengan menggunakan
pereaksi spesifik pada uji alkaloid, flavonoid, saponin dan terpenoid. Hal ini
dimaksukdkan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat dalam ekstrak etanol tersebut.
Pada tabel tersebut menunjukkan hasil positif terhadap semua pereaksi alkaloid.
Uji Wagner menyebabkan reaksi pembentukan
senyawa
kompleks
yang
mengendap. Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kaliumalkaloid. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat
dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada
alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II)
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana et al, 2005).
Uji flavonoid menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan warna
kuning. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenol yang memiliki banyak
gugus OH dengan adanya perbedaan keelektronegatifan yang tinggi, sehingga
sifatnya polar. Golongan senyawa ini mudah terekstrak dalam pelarut etanol yang
memiliki sifat polar karena adanya gugus hidroksil, sehingga dapat terbentuk ikatan
hidrogen (Sriwahyuni, 2010). Uji flavonoid menggunakan pereaksi Wilstater
dilakukan dengan menambah serbuk Magnesium dan HCl pekat pada sampel ekstrak
etanol daun kemangi. Penambahan HCl pekat digunakan untuk menghidrolisis
flavonoid menjadi aglikonnya, yaitu dengan menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan
tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang elektrofilik. Reduksi dengan Mg
dan HCl pekat dapat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau
jingga pada flavonol, flavanon, flavanonol dan xanton (Robinson, 1995).
Uji menunjukka hasil positif yakni dengan adanya busa yang terbentuk. Panjang
busa yang terbentuk 1.1 cm
Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian di fraksinasi ekstrak cair cair
dengan menggunakan pelarut berturut turut yakni kloroform, etil asetat dan nbutanol. Dimana ekstrak terlebih dahulu di fraksinasi dengan menggunakan
kloroform sehingga senyawa yang memiliki tingkat kepolaran yang hampir mirip
akan ikut tertarik pada pelarut klorofom sama halnya dengan penambahan etil asset
dan n-butanol.
Tujuan dari fraksinasi cair cair bertingkat ini adalah untuk memisahkan
kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada Momordica charantia L
berdasarkan tingkat kepolarannya. Fraksinasi dilakukan dari pelarut dengan tingkat
kepolaran rendah atau nonpolar bertujuan agar proses pengikatan senyawa bertahap
dan agar seluruh senyawa tidak ditarik oleh pelarut polar yang bersifat menarik
seluruh senyawa (Edawati 2012). Kemampuan mengikat senyawa oleh tingkat
kepolaran tersebut menyebabkan fraksinasi dengan pelarut polar dilakukan paling
akhir.
Hasil fraksinasi yang diperoleh kemudian diuji kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan menggunakan eluen etil asetat : n-heksan dengan perbandingan 7:3. Hasil
KLT dengan menggunaka eluen etil asetat : n-heksan (7:3) menunjukkan pemisahan
noda yang jelas dan komponen terpisah yang baik setelah disemprot dnegan
menggunakan asam sulfat 10% yang bertujuan untuk mendeteksi noda KLT.
Kemampuan asam sulfat untuk mengoksidasi gugus kromofor dari zat aktif simplisia
sehingga noda menjadi tampak oleh mata. (Muharram,2010)
Pada KLT terdiri atas fase diam dan fase gerak. Dimana fase diam yang
digunakan adalah silica gel karena silika mempunyai kekuatan pemisahan yang
sangat baik (Nyiredy 2002). Fase gerak yang digunakan adalah eluen. Fase gerak
merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak
bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler.
Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan dalam KLT
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan senyawa hidrofil dan
lipofil. Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air, metanol, asam asetat,
etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol, fenol, dan n-butanol sedangkan
untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi etil asetat, eter, kloroform, benzena,
toluena, sikloheksana, dan petroleum eter.
Noda yang diperoleh kemudian dihitung nilai Rfnya, dimana noda ke-IV pada
fraksinasi etanol daun pare dan noda ke II pada fraksinasi etil asetat daun pare
didapatkan nilai Rf yakni 0.41. Berdasarkan dari nilai Rf tersebut diduga
mengandung senyawa terpenoid dimana Nilai terpenoid adalah 0,42 (Fatma
Kumalasari,2014). Dan pada noda ke-III pada fraksi kloroform daun pare didapatkan
nilai Rf 0.96 yang berdasarkan penelitian sebelumnya nilai Rf untuk senyawa
flavonoid adalh 0.95 (South dkk, 2013)
Nilai Rf dalam kisaran 12 senyawa alkaloid yang paling umum yaitu 0.070.62 (Harbone.1987) berdasarkan hal itu dan dilihat dari nilai Rf yang didapat pada
setiap noda KLT ekstrak daun pare menunjukkan bahwa kandungan yang paling
banyak terdapat dalam daun pare adalah alkaloid.
Noda pada KLT dengan lempeng G 60F254 dapat dilihat dengan menggunakan
sinar UV 254 dan 366. Penampakan noda pada UV 366 dan UV 254 disebabkan
karena sinar UV berinteraksi dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang terdapat pada noda tersebut. Fluoresensi warna yang tampak pada lempeng
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi dasar. Sedangkan
penampakan noda setelah disemprot dengan reagen H 2SO4 10%, karena kemampuan
H2SO4 sebagai reduktor yang mampu merusak gugus kromofor yang terdapat dalam
noda sehingga panjang gelombangnya bergeser ke arah lebih panjang, hal inilah yang
menyebabkan sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Still et al , 1978)
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Skrining fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol daun pare (Momordica
charantia) ditemukan memiliki kandungan senyawa flavonoid, saponin dan
terpenoid. Pada uji KLT nilai Rf pada noda ekstrak kasar tidak berbeda jauh dengan
nilai Rf pada noda fraksinasi menggunaka etanol yakni 0.71 dan 0.77. Ini
menunjukkan bahwa tingkat kepolaran dari ekstrak daun pare tidak berbeda jauh
dengan tingkat kepolaran dari etanol.
V.2 SARAN
Sebaiknya dilanjutkan dengan penggunaan Kromtografi Kolom dan
spektrofotometri agar lebih memudahkan untuk mengidentifikasi kandungan yang
terdapat pada daun pare (M.charantia)
DAFTAR PUSTAKA
Marliana, SD. Suryanti, V. dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. FMIPA Universitas Sebelas
Maret (UNS) Surakarta. Biofarmasi
Melodita, R. 2011. Identifikasi Pendahuluan Senyawa Fitokimia dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Cincau Hitam Dengan Perlakuan
Jenis Pelarut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi 6. Bandung :
Penerbit ITB,
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit
ITB: Bandung, 3-18.
Still, Clark., M. Kahn, and A. Mitra. 1978. Rapid Chromatographic Technique for
Preparatives Separations with Moderate Resolution. Journal of Organic
Chemistry : Vol. 43. No. 14.
Suoth Elly dkk. 2013. Evaluasi Kandungan Total Polifenol Dan Isolasi Senyawa
Flavonoid Pada Daun Gedi Merah (Abelmoschus Manihot L.). Universitas
Kristen Indonesia Tomohon.Tomohon
Sudarsono D.G., Subagus W. 2002. Tumbuhan Obat II. Hasil Penelitian, SifatSifat
dan Penggunaan. Yogyakarta : Penerbit PSOT UGM,
Tati Subahar. 2004. Khasiat & Manfaat Pare, si Pahit Pembasmi Penyakit. Jakarta
: Agromedia Pustaka,
Voigt R, 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Penerbit UGM
Press,
Waluyantana M H., Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun (Plumeria
accuminata Ait.) Bunga Putih Yang tumbuh di Kabupaten Sleman, dalam
Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia.
Jakarta : Depkes RI,
SKEMA KERJA
Daun Pare
(Momordica charantia)
Sortasi Basah
Sortasi Kering
Simplisia
Evaporasi
Ekstrak
Fraksinasi
Uji Pendahuluan
KLT
Alkaloid
Etanol
Etanol
Etanol
Kloroform
Etil Asetat
n-Butanol
Flavonid
Saponin
Terpenoid