MAKALAH
PRINSIP KINEMATIKA GERAKAN SISTEM
TRANSPORTASI VERTIKAL dalam
BANGUNAN GEDUNG
V (m/s)
Vn = D/tn (full speed)
Vn
at1
acc
dj
dec
dj
tempo (d)
t1
t2 = D/Vn
t3
a = 1,20 m/s2
Ditulis oleh:
Ir. Sarwono Kusasi
30
KATA PENGANTAR
Menanggapi saran dari Sekretaris Umum BKM P.I.I (Badan Kejuruan Mesin,
Persatuan Insinyur Indonesia) yang disampaikan pada bulan April 2006, maka saya
susun tulisan yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya, yaitu kinematika
gerak dari pesawat lif.
Hal ini akan nampak jelas jika pembaca menelaah contoh kasus traffic analysis suatu
gedung kantor yang tertera pada halaman-22. Pembaca perlu menyimak buku-buku
rujukan yang tersebut dalam lampiran, sebab ada satuan-satuan tempo extra dalam
gerak yang sifatnya empiris, seperti start-up time dan leveling time.
Demikianlah saya menantikan saran dari semua pihak, untuk penyempurnaan tulisan
ini. Wassalam.
Penulis,
i28
DAFTAR ISI
1.
Pendahuluan
2.
Gerakan (motion)
3.
Kinematika
4.
5.
Gerakan transisi
6.
..
..
10
...
11
12
7.
...
13
8.
...
14
..
16
....
21
24
27
Daftar :
1.
2.
3.
4.
..
....
13
15
ii29
1. PENDAHULUAN
1.1. Istilah kecepatan dalam kinematika adalah suatu vektor, yaitu besaran yang
konstan, dan arah gerak konstan. Oleh karena itu sebenarnya gerak laju lif dalam
ruang luncur, baik naik maupun turun, tidak dapat dikatakan mempunyai
kecepatan (velocity), melainkan kelajuan (speed) oleh sebab terjadi gerak yang
bervariasi. Pada SNI 05-2189-1999 digunakan istilah kelajuan yaitu gerakan
kereta lif meluncur naik ataupun turun pada kapasitas (beban) teruji.
1.2. Walaupun begitu istilah kecepatan lif lebih populer dimasyarakat sehingga untuk
selanjutnya dapat digunakan istilah kecepatan. Gerak laju lif dapat digambarkan
sebagai garis dalam graphik berikut ini :
kec, v (m/s)
dec (m/s2)
t2
t3
Tahap ke-1,
t1
Tahap ke-2,
Tahap ke-3,
t3 : tempo perlambatan
t1 + t3 disebut tempo jump (loncatan) atau flight time seperti gambar berikut ini.
Lihat daftar tempo loncatan (flight time) pada halaman-3 untuk lif-lif modern
dengan control AC-VVVF.
kec (v)
batas Vn
full speed
acc
dec
t2
1.3. Tentunya saat tahap full speed dalam praktek pun tidak terjadi kecepatan konstan
oleh sebab adanya hambatan pada rel / sambungan rel dan atau kelurusan rel,
juga kecepatan putar motor (rpm) = 120 f / P tergantung dari frequency yang
dikendalikan oleh controller.
Berikut ini daftar kecepatan nominal (v) pada lif-lif modern yang paling umum
ditawarkan oleh agen / kontraktor lif, diklasifikasikan jenis-jenis low speed, medium
low speed, medium high speed, dan high speed (dan sekarang klasifikasi terakhir jenis
super high speed).
Klasifikasi
v = kecepatan
nominal m/m (m/s)
a = percepatan
(m/s2)
Low speed
LS
45 (0.75)
60 (1.0)
90 (1.50)
105 (1.75)
0.40
0.50
0.70
0.80
120 (2.0)
150 (2.50)
0.85
0.95
180 (3.0)
210 (3.5)
240 (4.0)
1.10
1.20
1.20
High speed
HS
300 (5.0)
360 (6.0)
420 (7.0)
1.25
1.25
1.30
480 (8.0)
540 (9.0)
600 (10.0)
720 (12.0)
1.30
1.30 s/d 1.50
1.30 s/d 1.50
1.30 s/d 1.50
Catatan : Lif modern dengan menggunakan sistem kendali gerak VVVF, Gearless
Machine dan Induction AC synckronous motor dengan permanent magnet.
Daftar tempo loncatan (jump performance) atau flight time lif dengan menggunakan
kontrol AC-VVVF.
Kecepatan
nominal
m/m (m/s)
Tempo loncatan
t, detik (s)
60 (1.0)
4.2
2.2
90 (1.5)
4.4
3.1
105 (1.75)
4.7
3.7
120 (2.0)
4.8
4.2
150 (1.50)
5.0
5.2
180 (3.0)
5.6
7.5
210 (3.5)
6.2
10.2
240 (4.0)
6.7
12.3
300 (5.0)
8.3
20.8
360 (6.0)
10.2
30
420 (8.0)
11.2
35
540 (9.0)
13.3
57
600 (10.0)
13.9
57
720 (12.0)
Catatan : Leveling time yang terjadi saat lif mendarat memerlukan tempo berkisar
antara 0.5 s/d 0.8 detik, * Lihat gambar dibawah ini.
kec
v
dec
tempo
0.5
leveling time
2.
GERAKAN (motion)
Gerakan kereta lif naik/turun adalah disebabkan oleh selisih gaya vertikal yang
dikenakan pada masa kereta melawan ataupun menahan gaya tarik bumi termasuk
gaya friksi sistem mekanis lif. Perubahan dari diam ke status gerakan disebabkan
oleh kerja gaya eksternal yang tidak seimbang. Pada dasarnya benda yang diam
(tidak bergerak) itu adalah disebabkan oleh adanya sistem keseimbangan gaya-gaya
eksternal pada benda tersebut. Benda yang bergerak konstan (dengan kecepatan dan
arah yang tetap) juga pada dasarnya oleh sebab mengalami sistem keseimbangan
gaya eksternal.
c.g
= (P + Q) g
dimana
Gk
Gg
roda traksi
T2 = Gz = mz gn
T1 = Gz + Gg
tali
baja
gantung
T1
T2
c.g
P+Q
Gz = mzg
Gk
B. Kondisi kereta bergerak keatas beban penuh, saat terjadi kecepatan konstan,
keseimbangan gaya adalah sebagai berikut : Gm = (T2 T1) + Friction.
3.
KINEMATIKA
3.1. Gerakan kereta hubungannya dengan waktu, oleh gaya hasil kerja motor
: V = V0 + at
c. percepatan : a = V / t
dimana : S adalah jarak tempuh, dalam m
V adalah kecepatan, dalam m/s
a adalah percepatan, dalam m/s2
t adalah tempo dalam detik (s)
jika S0 = 0, dan V0 = 0, maka rumus
diatas menjadi :
= at 2
= at
Vt
at
at2
= S0 + V0t + at 2
S0 = V0t + at2
V0
(jika S0 = 0)
S0 =
V0t
S = at2
(jika S0 = 0, dan V0 = 0)
V0
t
V (m/s)
Vn = D/tn (full speed)
Vn
at1
acc
dec
dj
dj
tempo (d)
t1
t2 = D/Vn
t3
a = 1,20 m/s2
tt (total)
t2 = Sn/Vn
acc + dec = t1+t3 = tf (flight time) = jump performance (detik)
dj = distance of jump = jumlah jarak tempuh jump (m)
D = dt dj
tt (total)
= (D / Vn) + tf
Contoh : Lif dengan kecepatan, Vn = 6,0 m/s, aselesari, a = 1,25 m/s2 (daftar)
Tempo jump, tj = 10,2 detik, jarak tempuh, sj = 30 m
Lihat daftar halaman-3
teoritis tf = 2 30 / 1.25 = 9.8 s
leveling time
= 0.5 s
tf nyata
= 10.3 s
sj
t1
t3
tf
tf
0.5 s leveling time
tf = 2 sj / a
3.2. Percepatan
Untuk memudahkan pembicaraan kinematika lif, maka percepatan lif saat
berangkat a, dianggap seolah-olah konstan, jika a berubah nilainya (melonjak)
maka gerakan lif mengalami kejutan (jerk). Kejutan a / t satuan m/s3. Begitu
juga perlambatan a, saat lif mau berhenti, jika nilai a turun (berkurang) berarti
gerakan
diredam
(kebalikan
dengan
percepatan).
Kita
perlu
meninjau
perbandingan antara dua buah lif A dan B yang mempunyai besaran percepatan
yang berbeda :
Contoh :
Lif A, dengan percepatan a1 = 0.8 m/s2
Lif B,
Saat berangkat dari keadaan diam di lobi V0 = 0, dan setelah selang 3 detik
berjalan, maka terjadi besaran kecepatan dan jarak tempuh adalah sebagai
berikut :
Lif A
Lif B
a1 = 0.8 m/s2
V1 = a1t
= 0.8 x 3
a2 = 1.2 m/s2
= 2.4 m/s
V2 = a2t
= 1.2 x 3
= 3.6 m/s
V (m/s)
3.6
2.4
A
luas 3.6 m sama dengan jarak tempuh lift A
0
t (detik)
3
Kesimpulan :
Besaran percepatan memegang peranan penting dalam hal kinerja gerak lif.
Semakian besar kecepatan lif harus makin besar percepatan sesuai daftar
tersebut di halaman-2 (bab-1. Pendahuluan). Besarnya percepatan dibatasi
maksimal 1.5 m/s2 demi kenyamanan penumpang, kecuali untuk lift-lift non stop
jarak lintas tinggi.
3.3. Flight time
Flight time atau jump performance adalah tempo yang diperlukan oleh sebuah lif,
mulai dari keadaan diam, bergerak dengan aselerasi, dan saat-saat mau
mencapai titik full speed, langsung beralih ke perlambatan sampai terhenti.
Contoh :
Pada lif A diatas, dengan kecepatan nominal (full speed) didesain sebesar 4.0
m/s. saat mencapai full speed, tempo yang diperlukan adalah t1 dan flight time =
2 x t1 = t. Dua kali oleh karena besaran perlambatan sama dengan besaran
percepatan.
V1 = at1 t1 = v1 / a = 4 / 0.8 = 5.0 detik (a = 0.8 m/s2 hanya contoh)
Flight time t = 2 x t1 = 2 x 5.0 = 10.0 detik
V (m/s)
40
S2
S1
dec
tempo (detik / s)
t1 = s
tf = 10
Jarak yang ditempuh selama flight time adalah S = S1 + S2 atau = 2S1 (m)
S1 = x at 1 x t1 = (at 12) = x 0.8 (5) 2 = 10 m
Jadi jarak tempuh selama flight time
S = 2 x 10 m = 20 m
Catatan : sebenarnya untuk lif kecepatan 4.0 m harus memiliki percepatan 1.2
m/s2 bukan 0.8 m/s2 contoh diatas. Anda diminta untuk menghitung
ulang besaran flight time dan jarak tempuh atas dasar percepatan 1.2
m/s2.
Kesimpulan
Besaran flight time adalah merupakan ukuran kinerja sebuah lif, maka makin
pendek tempo flight time makin bagus kinerjanya. Tetapi dengan resiko terjadi
kejutan saat peralihan dari percepatan langsung ke perlambatan. Oleh karena itu
perlu ada pola (speed pattern) gerakan yang diperhalus yang disimpan dalam
memori pusat kendali (MCU) yang mampu mengendalikan jatah frequency motor
agar saat peralihan gerakan menjadi halus (putaran per menit motor = 120 f / P.
Lihat juga lampiran-1 : tempo peralihan (transisi), suatu kasus permbuktian
besaran percepatan (a), apakah sesuai dengan SNI.
4.
Marilah kita tinjau gerakan laju non stop dari lobi (lantai-1) sampai lantai teratas,
umpama lantai 21, yang berjarak tempuh (rise) = 20 x 4 meter = 80 meter.
Tempo perjalanan terdiri dari :
1. aselerasi
2. decelerasi, dan
3. laju konstan dengan kecepatan nominal, katakan 4.0 m/s
jumlah aselerasi plus decelerasi sama dengan flight time, pada contoh lif A diatas
(butir 2.2) = tD = 10 detik oleh karena itu tempo laju konstan mengikuti rumus :
S = VtL atau tL = S/V
TL = (80 20) / 4.0 = 15 detik
Sehingga tempo perjalanan non-stop adalah : tL + tf = 15 + 10 = 25 detik
V (m/s)
nominal (full) speed
4.0
acc
dec
t (detik)
S
15
5
25
Dengan cara yang sama lif B dengan percepatan 1.2 m/s2. Tempo perjalanan nonstop untuk mencapai 80 m adalah :
TL = (80 13) / 4.0 + 6.6 = 16.7 + 6.6 = 23.35 detik (selisih 1.65 detik dengan lif A
untuk tiap-tiap perjalanan)
10
5.
GERAKAN TRANSISI
Untuk mengeliminer kejutan saat kereta bergerak menjelang mencapai full speed,
maka percepatan mulai dikurangi tahap demi tahap sampai a = 0, sampai kecepatan
mencapai nilai nominal yang konstan.
Gambar berikut ini adalah contoh garis gerakan yang sebenarnya yang terjadi, yaitu
ada 3 tahapan untuk mencapai full speed :
1. start-up 1.0 sampai 1.5 detik
2. percepatan dengan nilai a, sampai mencapai t1 dimana saat itu kecepatannya
Vt1 = 70% dari Vn.
3. transisi (peralihan dari gerak percepatan ke kecepatan nominal Vn.
V (m/s)
4.0 Vn
2.8 Vt = 70% Vn
acc = 0.8
t1
t2
t (detik)
0.0
t2 - t1 = masa transisi a = 0.8 m/s2 s/d 0.0 m/s2
start-up = 1.0 s
dimana Vn
Vt1
11
= 1.0 detik
= 1.83 detik
jumlah masa
= 6.33 detik
Catatan : Rumus turunan untuk tempo flight time (jump performance), secara teoritis
adalah :
t1 = 2 D/a
Dalam kenyataan praktek perlu ditambang 1.0 detik saat start-up dan leveling
0.5 sampai 1.0 detik saat berhenti penuh, dan juga masa transisi (dalam contoh
= 1.83 s) berbeda-beda tergantung masing-masing merk dagang.
6.
Tempo pintu membuka harus lebih cepat dari tempo pintu menutup. Sebagai contoh
jenis pintu center opening (sorong horisontal) dengan lebar 1.20 m Tempo buka DO =
2 detik
Tempo tutup DC = 3 detik
Jumlah door time= 5 detik
Gerakan kecepatan pintu dalam grafik saat membuka hampir mirip parabolik.
V (m/s) 0.70
0.55
buka (opening)
tutup (closing)
t (detik)
Pre-opening
Untuk menghemat waktu, maka pintu sebaiknya telah mulai membuka sebelum kereta
lif mendarat betul-betul rata lantai, paling tidak 0.8 detik, atau 20 cm jarak kereta
dengan muka lantai hentian. Pre-opening maksimal diizinkan 1.0 detik atau jarak
maksimal 30 cm sebelum mendarat.
12
7.
Jika kecepatan lif oleh suatu sebab melonjak mencapai 120% dari kecepatan nominal
maka rahang governor jatuh, dan safety block menjepit rel secara berangsur sampai lif
berhenti. Untuk menghindari shock pada penumpang, perlambatan laju kereta
(retardation) dibatasi maksimal sebesar g (gravitasi bumi) = 9.81 m/s2, dan minimal
20% g = 1.96 m/s2
Jarak kemerosotan kereta saat pesawat pengaman bekerja mengikuti rumus :
S = at 2 atau V 2/a
Sebagai contoh kita kembali ke lif A diatas, berkecepatan 4.0 m/s. Overspeed terjadi
120%, atau = 4.8 m/s = jarak tempuh kemerosotan kereta S lihat gambar berikut ini.
Lihat daftar berikut ini : batas-batas jarak tempuh kemerosotan kereta yang diizinkan
saat pesawat pengaman bekerja menjepit rel, sesuai SNI 03-2190-1999, pasal 4.8.6.
Kelajuan nominal
kereta
% Kecepatan lebih
maksimal
dalam m/menit
(m/s)
D maksimal
s/d 45
50
0.05
0.40
s/d 90 (1.5)
40
0.15
1.00
35
0.25
1.10
30
0.50
1.80
25
1.00
3.00
20
1.17
3.57
20
2.00
5.60
20
2.70
8.00
20
3.70
9.40
13
V (m/s)
4.8 m/s
120%
100%
S1
S2
t (detik)
t1
t1 = V/g
t2
= 4.8 / 9.81
= 0.49 detik
= 2.44 detik
= 1.17 m
8.
Jika lif berkecepatan 4.0 m/s overspeed 20% (= 4.8 m/s) dan pesawat pengaman tidak
sempat bekerja (karena terjadinya overspeed telah mendekati lantai terminal
bawah/lobi), maka tugas penyangga atau peredam untuk menahan gaya tumbuk
kereta yang terjatuh dengan kecepatan 120% dari kecepatan nominal.
Besarnya gaya tumbuk (impact force) atas dasar percepatan maksimal yang terjadi
= 2.4g.
Ro = (g + 2.4 g) (P+Q) (maksimal)
Jika berat kereta P = 2000 kg, muatan Q = 1000 kg dan g = 10 m/s2 (dibulatkan).
Maka gaya reaksi maksimal Ro = 3.4 g (2000 + 1000) = 102000 N = 102 kN.
Menurut ketentuan ANSI A17.1 tahap pertama gaya tumbuk terjadi sangat singkat
yaitu hanya 0.04 detik, dimana energi tumbuk langsung diserap oleh minyak hidrolik,
kemudian tahap berikut yang terjadi piston peredam ditekan oleh berat kereta (P+Q)
masuk dengan perlambatan sebesar g (= 9.81 m/s2).
14
Perhitungan tahap pertama 0.04 detik jarak langkah piston (stroke) sesaat terjadi
tumbukan S0 = (1.15 V) 2 / a0
= 0.5 (1.15 x 4.0)2 / 3.4g
= 0.31 m
= 0.815 m
= 1.12 m
Lihat daftar langkah peredam tabel 4.12.3b pada SNI 03-2190-1999 sebagai berikut :
Kecepatan
nominal lif m/m
(m/s)
Kecepatan lebih
saat bentur 115% V
(m/m)
Langkah
peredam nominal
(cm)
60 (1.0)
90 (1.5)
105 (1.75)
120 (2/0)
150 (2.5)
180 (3.0)
210 (3.5)
240 (4.0)
360 (6.0)
420 (7.0)
69
103
120
138
172
207
240
276
410
480
6.9
15.8
21.0
28.0
43.2
63.0
84.5
112.0
249.0
340.0
(m/s2)
3.4
1.0g
0.31
1.12
langkah (m)
0.04 det
menurut ANSI A17.1
Catatan : Gaya rekasi 102 kN harus ditampung oleh bed plate, pada dasar pit dan
dipasang langsung dibawah buffer untuk mengurangi tekanan dasar pit yang
dibatasi sebesar 500 kN/m2. Luas bed plate = 102 kN / 500 kN/m2 = 0.204 m2
atau berupa profil kanal dengan ukuran panjang + 2.0 m x lebar 0.15 m.
15
Jumlah tempo
percepatan
dan
Aselerasi (a)
m/s2
180 (23.0)
210 (3.5)
240 (4.0)
300 (5.0)
360 (6.0)
1.10
1.20
1.25
1.25
1.30
Jump performance
(exl : leveling time)
5.5
5.8
6.7
8.3
10 .0
detik
detik
detik
detik
detik
= tempo aselerasi
= tempo tercapai full speed
V
V2 = full speed = nominal speed
m/m
V1 = 70% V2
S1
S2
t (detik)
1.0
s/d
1.5
t1
t2
starting up
t2 - t1
(A) Pengamatan lif no. 8 s/d 12, gearless machine VVVF, Gedung Bank Mandiri
Pusat, dimana nominal speed V2 = 5.0 m/s
Kita mencoba dalam perhitungan besaran aselerasi a = 1.30 m/s2 sesuai dengan
ketentuan SNI.
Kecepatan lif nominal V2 = 300 m/m = 5.0 m/s (at full speed)
Gerak transisi V1 = 70% x 50 m/s = 3.5 m/s
t1 = V1/a = 3.5 / 1.3
= 2.69 detik
4.09 detik
= 8.18 detik
= 5.86 m
= 129.65 meter
Starting up + leveling
Running time
= 29.5 detik
2.0 detik
= 129.65 - 21.45 = 108.2 = 5.08 m/s 5.0 m/s
29.5 - 8.18
21.32
(sesuai, berbeda hanya 1.6%)
Kasus 2
Lintas G - lt. 19 non stop = 80.45 meter
Waktu tempuh tercatat
= 22
Starting up + leveling
Running time
= 20
detik (rata-rata)
2.0 detik
detik
= tempo aselerasi
t2
t2 - t1
t1
= 1.17 detik
---------------= 3.41 detik
= 6.81 detik
18
S2
S1 + S2 = 3.14 + 4.00
= 7.14
2 (S1+S2)
= 14.29 m
= 80.45 m
= 26.5 detik
Starting up + leveling =
Running time
detik
= 23.5 detik
S-j
tt - 2t2
= 80.45 - 14.29 = 66.16 = 3.96 m/s 4.0 m/s
23.5 - 6.81
16.69
Kesimpulan : sesuai dengan kenyataan hanya selisih 1%.
= tempo aselerasi
t2
= V1 / a = 2.1 / 1.25
= 1.71 detik
= 5.16 detik
19
= 2 (S1 + S2)
= 4.02 m
2 (S1 + S2)
= 8.04 m
3.0 detik
= 45.7 detik
20
Lampiran-2
Kecepatan lif
m/m (m/s)
Percepatan
m/s2
Jarak
tempuh
(m)
60 (1.0)
90 (1.5)
105 (1.75)
120 (2.0)
150 (2.5)
180 (3.0)
210 (3.5)
240 (4.0)
300 (5.0)
360 (6.0)
0.50
0.70
0.80
0.85
0.90
1.10
1.20
1.20
1.25
1.25
2.10
3.10
3.70
4.20
5.20
7.50
10.2
17.3
20.8
30.0
4.10 ~ 4.20
4.20 ~ 4.30
4.30
4.40
4.70
5.20
5.80
6.70
8.30
10.0
21
Lampiran-3
Diketahui
Tentukan
: Jumlah unit lif agar memenuhi kriteria wajar untuk pelayanan penghuni
gedung kantor tersebut.
Analisa sirkulasi: 1) Saat sirkulasi padat 07.30 s/d 08.30 lift tidak seharusnya
melayani Lt.2 dan Lt.15, jadi Highest call return terjadi pada
Lt.14. Tinggi lintas saat peak hour = 56 - 4 = 52 m.
2) Lt.2 sebaiknya dilayani dengan 2 buah eskalator dari ground
floor.
Asumsi :
(1) Muatan kereta (loading) = 80% dari kapasitas yang kita pilih. Pilihan
awal kapasitas kereta 17 orang (1150 kg) dan kecepatan 2.5 m/s.
Loading = 13 orang.
(2) Lebar pintu 1.0 m jenis C/O. Door time 3.6 detik termasuk preopening 1.0 detik (normal 4.6 detik buka-tutup).
(3) Asumsi probable stop saat kereta naik memakai rumus probability
Ps = n - n {(n - 1) / n}L, Lihat tabel
n = lantai yang dilayani diluar ground floor = 15 - 3 = 12
Asumsi probable stop saat kereta turun satu kali henti diperhitungan
lintas = 52 / 2 = 26 m, yaitu satu kali orang masuk kereta
= 2.0 detik.
(4) Lift
menggunakan
control
AC
VVVF,
sehingga
diharapkan
22
(5) Transfer time lobby adalah 1.0 detik tiap-tiap 8 orang pertama
sisanya 0.8 detik/orang. Transfer time upper floor 1.0 detik per
orang keluar dari kereta, dan 2.0 detik per orang yang mau masuk
kereta yang dipanggil.
(6) Waktu tunggu rata-rata (AWT) = 70% s/d 80% Interval.
Jawab
Kapasitas /
Kecepatan
Jumlah
unit
Interval
(sec)
GHC (%)
WTR (AWT)
(sec)
1st
17 P / 2.5 m/s
5 unit
28 detik
140 P / 5 m (11.7%)
22.0
2nd
15 P / 3.0 m/s
5 unit
26.2 detik
137 P / 5 m (11.4%)
21.0
Pilihan jatuh pada 1st trial karena paling sesuai dengan kriteria SNI. Tetapi
sebaiknya dicoba hitung ulang dengan kombinasi-kombinasi berikut ini : 3rd
trial : 17 P / 3.0 m/s dan 4th trial : 15 P / 2.5 m/s.
Catatan : duty combination sesuai dengan nilai biaya untuk perbandingan harga.
1st trial 1150 kg x 2.5 m/s = 2875 (dipilih dari segi nilai ekonomis)
2nd trial 1050 kg x 3.0 m/s = 3150
3rd trial 1150 kg x 3.0 m/s = 3450
4th trial 1050 kg x 2.5 m/s = 2625 paling murah
23
DISKUSI
1. Perhitungan traffic analysis diatas atas dasar terjadinya gangguan seorang turun,
masuk lift dari lantai tertentu sehingga memperpanjang round trip time. Lebih-lebih
jika ada beberapa orang yang keluar masuk lift (sirkulasi antara lantai) selama
masa sirkulasi padat (peak hour). Seolah-olah memilih kecepatan tinggi (3.0 m/s)
untuk 15 lantai) tidak bermanfaat. Kelompok lift perlu dilengkapi dengan control
feature yang mengharuskan tiap unit turun langsung ke lobi utama setelah selesai
melayani penumpang terakhir dilantai teratas. Feature up peak demand di pagi
hari jam masuk kantor dimulai jika ada dua kereta dengan beban penuh berangkat
dalam jarak selang waktu hanya 30 detik. Lift-lift akan non stop turun langsung,
mengabaikan permintaan turun (hall call).
2. Tempo buka-tutup (door time) sangat berpengaruh pada round trip time. Pilih
motor penggerak pintu dengan daya diatas 100 W dan dilengkapi dengan inverter.
Beda kecepatan pintu satu detik dikalikan beberapa kali stop, cukup nyata
bedanya pada perhitungan round trip time selama sirkulasi padat. Pre-opening
sangat membantu kinerja operasi lift, oleh karena itu sangat dianjurkan pada
gedung kantor kemersial.
24
1 st trial
Location :
2 nd trial
Type
OFFICE
Zoning :
single rise
Low zone
multi rise
Mid zone
High zone
:
:
:
:
12.0%
:
:
up
d=
down d =
:
:
:
:
3 rd trial
4 th trial
Capacity, P
= 17
kg
= 1150
Loading, L 80% = 13
Speed = 2.50 m/s
(150.. m/m)
12
52
m, local rise; 1200
144
8.1
6.4 m, unit time; t = 54
26 m,
t = 12.5
:
:
12 (= 8 x 1.0 + 5 x 0.8)
13 + 2.0 (satu orang turun)
29.5
7.2
63.7
6.4
70.1
:
:
:
:
43.7
25.0
68.7
m
m
persons
persons/5 min
seconds
sec
(+) = (a)
(+) = (b)
seconds
P/5 min
units
5
AWT = 22
seconds
: 5 x 28.1 = 14.0
P/5 min
Minutes
Cukup memuaskan,
Sangat baik,
AWT = 22...
1 st trial
Location :
2 nd trial
Type
OFFICE
3 rd trial
:
Zoning :
single rise
Low zone
multi rise
Mid zone
High zone
:
:
:
:
12.0%
:
:
up
d=
down d =
:
:
:
:
4 th trial
Capacity, P
= 15
kg
= 1000
Loading, L 80% = 12
Speed = 3.0 m/s
(180.. m/m)
12
52
m
m, local rise; m
1200
persons
144
persons/5 min
7.8 up, dn = 2
6.7 m, unit time; t = 5.5
seconds
26 m, t = (26 7.5) / 3 + 5 = 11.2 sec
:
:
:
:
:
:
42.9
22.4
65.3
(+) = (a)
(+) = (b)
: 66 + 65.3 = 131.3
seconds
P/5 min
units
seconds
: 5 x 27.4 = 137
P/5 min
Minutes
Cukup memuaskan,
Sangat baik,
Lampiran-5
Rujukan
27