Anda di halaman 1dari 11

PTERIGIUM

Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk
segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.6
Pterigium adalah lipatan berbentuk sayap pada konjungtiva dan jaringan
fibrovaskular yang telah menginvasi kornea superficial. 3 Kebanyakan pterigium
ditemukan di bagian nasal dan bilateral.2
Pterygium dibagi menjadi 3 bagian yaitu body, apex (head), dan cap. Bagian
segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus disebut body,
sedangkan bagian atasnya disebut apex, dan ke belakang disebut cap. Subepitelial cap
atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.
Epidemiologi
Pterigium banyak terdapat pada orang dewasa, tetapi dijumpai pula pada anakanak, baik laki-laki maupun perempuan.2 Di Amerika serikat, pasien pterigium lebih
kurang 2% , diatas umur 40 tahun dan meningkat pada kalangan yang sering terpapar
sinar ultraviolet yang tinggi. Laki-laki dua kali lebih banyak terkena dibandingkan
perempuan.5
Etiologi
Merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan, dan lingkungan
dengan angin banyak, penuh sinar matahari, debu, atau berpasir. 1
Faktor resiko
Faktor resiko pterigium adalah sebagai berikut
1. Peningkatan paparan cahaya termasuk tinggal di daerah subtropik dan tropis
2. Pada pekerjaan dengan aktifitas di luar ruangan

[1]

3. Predisposisi genetik untuk berkembangnya pterigium tampaknya muncul pada


beberapa keluarga5
Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Namun karena lebih sering pada
orang yang tinggal di daerah iklim panas, maka gambaran yang paling diterima adalah
respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet),
daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang, dan debu atau faktor iritan lainnya.
Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva pada fisura interpalpebralis disebabkan
oleh karena kelainan tear film bisa menumbuhkan fibroblastik baru yang merupakan
salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin dan iklim kering
mendukung teori ini.
Ultraviolet B adalah mutagenik untuk gen supresor tumor P53 pada stem sel basal
limbus. Overekspresi sitokin seperti transforming growth factor B (TGF-B) dan vascular
endothelial growth factor (VEGF) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari degenerasi elastoid kolagen,
dan munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial. Kornea menunjukkan kerusakan pada
lapisan bowman, biasanya dengan perubahan inflamasi yang ringan. Epitelium dapat saja
normal, tebal, atau tipis dan biasanya menunjukkan displasia. 3
Klasifikasi Pterigium7
Pembagian pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium).
2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.
Pembagian lain pterygium yaitu :
1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis

[2]

meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa


kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
2. Tipe II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
3. Tipe III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas
terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang
meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.
Derajat pterygium berdasarkan perkembangannya adalah8:
1. Derajat 1 : puncak pterygium tidak mencapai garis tengah antara limbus dan
pupil.
2. Derajat 2 : puncak pterygium melewati garis tengah tetapi tidak mencapai pupil.
3. Derajat 3 : puncak pterygium melewati pinggir pupil.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, derajat pertumbuhan pterygium


dibagi menjadi :
1. Derajat 1 : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)
4. Derajat

4 : pertumbuhan pterygium

melewati

penglihatan.

[3]

pupil

sehingga

mengganggu

Diagnosis
Anamnesa:
1. Pasien dengan pterigia muncul dengan berbagai keluhan berkisar dari tidak ada
gejala sampai kemerahan yang tampak jelas, pembengkakan, gatal, iritasi dan
kekaburan pandangan. 5
2. Penderita dengan pterygium biasanya datang untuk pemeriksaan mata lainnya,
seperti kaca mata dan tidak mengeluhkan adanya pterygium; tetapi ada pula yang
datang dengan mengemukakan adanya sesuatu yang tumbuh di atas korneanya.
Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan rasa khawatir akan adanya
keganasan atau alasan kosmetik. 2
Pemeriksaan fisik:
1. Menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar
ke dalam kornea dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah
yang menuju ke arah puncak pterygium. 2 Umumnya di sisi nasal, secara bilateral.
1,2,4

Pada kornea penjalaran pterygium mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan

membran bowman. Pada bentuk dini, perygium sukar dibedakan dengan


pinguecula. Pada bagian puncak pterygium dini terlihat bercak-bercak kelabu
yang dikenal sebagai pulau-pulau Fuchs.2 Garis Stocker (garis yang terpigmentasi
oleh zat besi) dapat terlihat pada pterygium lanjut di kornea. 3
2. Astigmatisma biasanya terjadi pada pterygium lanjut. 3
Diagnosa Banding6
1. Pseudopterygium
2. Pinguecula
Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan kerusakan epitel kornea dan membran
bowman. Terdapat gambaran epitel yang ireguler dan degenerasi hialin dalam
stromanya.2 Kornea menunjukkan kerusakan pada lapisan bowman, biasanya dengan
perubahan inflamasi yang ringan. Lapis bowman kornea diganti oleh jaringan hialin dan
elastis.1 Epitelium dapat saja normal, tebal, atau tipis dan biasanya menunjukkan
[4]

displasia. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari degenerasi elastoid kolagen, dan
munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial. 3
Pengobatan
Pengobatan pterygium tergantung keadaan pterygiumnya sendiri. Pada keadaan
dini tidak perlu dilakukan pengobatan. Dapat diberikan lubrikans, vasokontriktor, dan
kortikosteroid.
Jika pterygium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat
secara bedah bersama sebagian kecil kornea superficial.1 Apabila keadaan pterygium
sudah lanjut, sehingga mulai menganggu, maka dilakukan pembedahan. Pterygium
dikatakan mengganggu dengan alasan kosmetik atau menimbulkan keluhan-keluhan baik
refraktif maupun sering merah.2 Eksisi diindikasikan jika visual aksis terancam atau pada
kasus yang dapat menimbulkan iritasi. 3
Setelah pembedahan ada kemungkinan residif, yaitu pterygium tumbuh lagi.

1,4

Untuk mencegah residif dapat dilakukan penyinaran dengan Strontium yang


mengeluarkan sinar beta.2 Untuk mencegah perkambuhan, khususnya pada orang yang
bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kacamata pelindung. 1
Eksisi Pterigium 3
Indikasi eksisi pterigium termasuk:
1. Ketidaknyamanan yang persisten
2. Distorsi visual
3. Pertumbuhan tumor yang progresif (lebih dari 3-4 mm) ke sentral kornea atau
visual aksis.
4. Berkurangnya pergerakan bola mata
Teknik-teknik pembedahan: 3
1. Bare sclera : tidak ada jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan
konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah
sklera yang terbuka.

[5]

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek
konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva
digeser untuk menutupi defek.
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah
konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai
dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

Gambar 1. Teknik pembedahan Bare Sclera


Eksisi sederhana menunjukkan rekurensi sekitar 50-80%. Sementara eksisi
dengan autograft limbal/konjungtival atau dengan transplantasi membran amnion akan
mengurang angka rekurensi sekitar 5-15%. 5

Gambar 2. Amnion membran transplantation


[6]

Komplikasi 5
1. Mata merah atau iritasi
2. Distorsi atau reduksi pandangan sentral
3. Scarring kronik pada konjungtiva dan kornea
4. Pterigium yang meluas yang mengenai otot ekstra okuler dapat menghambat
pergerakan bola mata dan menyebabkan diplopia.
Komplikasi post-operatif 5
Komplikasi yang paling sering muncul dari pembedahan pterigium adalah
rekurensi post operatif. Eksisi sederhana memiliki rekurensi sekitar 50-80%. Angka
kekambuhan dapat dikurangi sampai 5-15% dengan penggunaan konjungtival atau limbal
autograft atau transplantasi membran amnion saat eksisi.
Komplikasi lain yang dapat muncul post-operatif adalah:
1. Infeksi
2. Reaksi pada bahan jahitan
3. Scarring pada kornea
4. Diplopia
5. Komplikasi yang jarang seperti perforasi bola mata, perdarahan vitreus atau
ablasio retina
Prognosis 5
1. Prognosis kosmetik dan visual setelah eksisi pterigia adalah baik.
2. Pada pasien dengan rekurensi pterigium dapat diterapi dengan pembedahan
dengan eksisi ulang dan grafting dengan autograph konjungtiva dan limbal atau
transplantasi membran amnion.

[7]

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

:U

Umur

: 36 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Negeri Asal

: Padang

Seorang pasien laki-laki umur 36 tahun datang ke poliklinik mata RS. Dr. M.
Djamil Padang tanggal 18 April 2011, dengan:
Keluhan utama : mata kanan terasa ada yang mengganjal sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kanan terasa ada yang mengganjal sejak 1 bulan yang lalu.

Kedua mata sering merah sejak 1 tahun yang lalu

Kedua mata berair dan terasa pedih sejak 1 bulan yang lalu

Mata terasa gatal tidak ada

Sekret tidak ada

Penglihatan kabur tidak ada

Pasien adalah seorang pekerja bangunan

Pasien sudah mengobati matanya dengan obat tetes mata yang dibeli di apotik, namun
keluhan tidak berkurang

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat trauma pada kedua mata tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini.

Status Oftalmologi
Status Ophtalmikus

OD

OS

Visus tanpa koreksi

5/6 F

5/5
[8]

Visus dengan koreksi

Refleks fundus

(+)

(+)

Silia/supersilia

Madarosis(-), trikiasis(-)

Madarosis(-), trikiasis(-)

Palpebra superior

Udem -

Udem -

Palpebra inferior

Udem -

Udem -

Aparat lakrimalis

Lakrimasi normal

Lakrimasi normal

Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva fornik

Konjungtiva bulbi

Kemosis(-), papil (-), folikel (-) Kemosis(-), papil (-), folikel (-)
Hiperemis (-), papil (-),

Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-)

folikel (-)

Hiperemis (+), injeksi

Hiperemis (+), injeksi

konjungtiva (+),

konjungtiva (+),

injeksi siliar (-)

injeksi siliar (-)

Terdapat massa putih di bagian Terdapat massa putih di bagian


nasal, meluas ke kornea

nasal, meluas ke kornea

berbentuk kerucut dengan

berbentuk kerucut dengan

puncak di kornea, ukuran 2mm puncak di kornea, ukuran 1mm


dari limbus

dari limbus

Sclera

Putih

Putih

Kornea

Bening, bagian nasal tertutup

Bening, bagian nasal tertutup

massa putih, ukuran 2 mm dari massa putih, ukuran 1 mm dari

Kamera okuli anterior


Iris
Pupil

limbus

limbus

Cukup dalam

Cukup dalam

Coklat, rugae(+)

Coklat, rugae(+)

Bulat,rf (+/+)

Bulat, rf (+/+)

[9]

Lensa

Bening

Bening

Dalam Batas Normal

Dalam Batas Normal

- macula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli

N(palpasi)
Orto

N(Palpasi)
Orto

Gerakan bulbus okuli

Bebas

Bebas

Fundus:
-

media

papil

pembuluh darah

retina

Diagnosa kerja : Pterigium ODS derajat 1


Anjuran terapi :

Cendo Xytrol

Cendo Lyteers

DAFTAR PUSTAKA

[10]

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Konjungtiva. Dalam Oftamologi umum.

Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 123.


2. Ilyas,Sidharta. 2005. Konjungtiva dan Sklera. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit

Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 107-108.


3. American Academy of Ophthalmology. 2008. Clinical Approach to Depositions

and Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and Sclera Chapter 17. In External
Disease and Cornea. Singapore: Lifelong Education Ophthalmologist. pp 366.
4. James, Bruce, Chris Chew, Anthony Brun. 2006. Konjungtiva, Kornea, Sklera.

Dalam Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga Medical Science.


Hal 66-67.
5. P.

Fisher,

Jerome,

William

Trattler.

2008.

Pterygium.

Diambil

dari

http://www.emedicine.com
6. Ilyas,Sidharta. 2006. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam Ilmu

Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 116-117.
7. BAB II Tinjauan Pustaka. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id. pada tanggal 18

April 2011
8. Shih-Chun-Chao,et all. Overexpression of Urokinase-type Plasminogen Activator

in Pterygium Fibroblast. Diakses dari : http://ukpm.ac.uk. Pada tanggal 18 April


2011.

[11]

Anda mungkin juga menyukai