Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK


PERCOBAAN 7
ASAM ASETIL SALISILAT (REAKSI ESTERIFIKASI)
Tanggal Praktikum

: Selasa, 25 Maret 2014

Tanggal Pengumpulan

: Selasa, 1 April 2014


Disusun oleh

Richard Leeboy

10712043

Khoirunnisa Ayu Paramitha 10712055


Andreas Alinas Anwar

10712072

Kelompok 16
Nama Asisten : Mega Yulianti (10710071)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK SINTESIS/ANALISIS OBAT


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

PERCOBAAN 7
ASAM ASETIL SALISILAT (REAKSI ESTERIFIKASI)
I.

II.

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan % rendemen hasil sintesis asam asetil salisilat.
2. Menentukan kemurnian asam asetil salisilat dengan uji FeCl3 dan titik lebur.
TEORI DASAR
Aspirin atau asam asetil salisilat adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang
sering digunakan sebagai senyawa analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi
(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam
dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.

Gambar 1. Reaksi sintesis asam asetil salisilat

Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam


asetat menggunakan katalis H3PO4/H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat
adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus OH dan COOH. Karenanya
asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam
dan basa. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, Sedangkan
reaksi dengan methanol akan menghasilkan metil salisilat.

III.

DATA DAN PENGOLAHAN DATA


Perhitungan persentase rendemen
Reaksi: C7H6O3 + (CH3CO)2O C9H8O4 + CH3COOH
Perhitungan mol Aspirin 1 : 1 mol Asam Salisilat
Mol asam salisilat

= Massa asam salisilat BM asam salisilat


= 50 gram 138.12 gram/mol
= 0,362 mol

Perhitungan Stoikhiometri :
Mula
Reaksi
Sisa

C7H6O3
0,362 mol
-0,362 mol
0 mol

(CH3CO)2O
0,740 mol
-0,362 mol
0,378 mol

C9H8O4 +
+0,362 mol
0,362 mol

Mol aspirin teoretis

= 0,362 mol

Massa aspirin teoretis

= Mol aspirin teoretis BM aspirin

CH3COOH
+0,362 mol
0,362 mol

= 0,362 mol 180,157 gram/mol


= 65,216 gram
Massa aspirin yang diperoleh hasil praktikum = 13,57 gram
Perhitungan Persen Rendemen :
Rendemen=

massa praktis
x 100
massa teoritis

Rendemen=

13,57
x 100
65,216

Rendemen=20,807

Uji kemurnian aspirin dengan uji FeCl3

Kristal dilarutkan dalam Etanol + FeCl3 :


Terdapat warna ungu pada campuran etanol + kristal setelah ditetes FeCl3

Gambar 2. Uji FeCl3 pada kristal

Filtrat yang didapat + FeCl3 :


Terdapat warna ungu setelah filtrat ditetesi FeCl3

Gambar 3. Uji FeCl3 pada filtrat


Warna kristal rendemen

Kristal diperoleh berwarna putih

Gambar 4. Rendemen aspirin

Uji kemurnian aspirin dengan uji titik lebur

Titik lebur aspirin = 136oC


Titik lebur aspirin hasil pengamatan = 122,4 oC 124,6 oC
Perhitungan Galat Titik Lebur :
T praktisT literatur

x 100
T literatur

Galat =
123,5136 x 100
136
Galat =
Galat=9,19

Kemurnian=100 galat
Kemurnian=100 9,19

Kemurnian=90,81

IV.

PEMBAHASAN HASIL

Gambar 5. Struktur asam asetil salisilat


Rumus kimia : C9H8O4
BM

: 180,16 g/mol

Pemerian

: Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau


serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah.

Kelarutan

: sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.

Titik lebur

: 136OC

Asam asetil salisilat atau yang biasa disebut dengan aspirin adalah senyawa
yang disintesis dari asam salisilat dan anhidrida asetat yang memiliki efek terapeutik
sebagai antipiretik dan analgesik. Cara kerja aspirin menghambat pembentukan
hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase, sejenis
enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan, terhenti tak
berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut. Namun, efeknya darah menjadi
lambat membeku sehingga menyebabkan pendarahan berlebihan. Oleh karena itu,
mereka yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak
diperbolehkan mengonsumsi aspirin.
Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu
asam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrat atau dapat juga direaksikan
dengan asam asetat glasial. Asam asetat anhidrat dapat diganti dengan asam asetat
glacial karena bersifat murni dan tidak mengandung air. Pada proses pembuatan
reaksi esterifikasi juga ditambahkan suatu katalis asam untuk mempercepat reaksi
seperti H2SO4 atau H3PO4.
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol
menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Ester adalah suatu senyawa
yang mengandung gugus -COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi reversible.

Gambar 6. Reaksi esterifikasi asam salisilat menjadi aspirin


Mekanisme reaksi esterifikasi :
1. Transfer proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil, sehingga
meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon karbonil.
2. Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol,
yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium.
3. Terjadi pelepasan proton dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan
kompleks teraktivasi
4. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan
molekul air menghasilkan ester.
Pada percobaan ini dilakukan sintesis asam asetil salisilat (aspirin) melalui
reaksi esterifikasi antara asam salisilat dan anhidrida asam asetat. Dalam reaksi
tersebut gugus OH berasal dari fenol pada asam salisilat. Sedangkan gugus asetil
COCH3 berasal dari anhidrida asetat. Apabila asam salisilat yang digunakan maka
reaksinya akan menghasilkan asam asetil salisilat dan air.
C7H6O3 + CH3COOH C9H8O4 + H2O
Adanya air ini akan mengakibatkan asam asetil salisilat terhidrolisis dan membentuk
asam salisilat dan asam asetat kembali. Penggunaan anhidrida asam asetat mencegah
reaksi reversible tersebut terjadi. Selain itu dibandingkan dengan asam asetat,
anhidrida asam asetat digunakan karena memiliki waktu reaksi yang lebih cepat yaitu
15 menit. Reaksi esterifikasi ini di katalisis oleh H2SO4.

Gambar 7. Tahap reaksi sintesis asam asetil salisilat


Agar reaksi berjalan lebih efektif maka dibantu dengan meningkatkan energi
kinetiknya. Upaya peningkatan energi kinetik dilakukan dengan cara pengadukan
menggunakan magnetic stirrer dan dipanaskan dengan suhu 50-60 C. Setelah 15
menit pengadukan dan pemanasan, larutan ditempatkan di tempat yang dingin. Proses
pendinginan ini menimbulkan terjadinya penurunan energi kinetik sehingga reaksi
akan berhenti dan terbentuk endapan padat. Endapan padat ini kemudian dipisahkan
dari larutan dengan cara disaring dengan corong Bchner.
Corong Bchner adalah sebuah peralatan laboratorium yang digunakan dalam
penyaringan suatu padatan. Alat ini biasanya terbuat dari porselen, namun kadangkala
ada juga yang terbuat dari kaca dan plastik. Di bagian atasnya terdapat sebuah silinder
dengan dasar yang berpori. Prinsip corong Bchner adalah pengambilan padatan
dengan teknik vakum (penyedotan) yang akan menciptakan suatu gaya tarik menuju
wadah penampung karena adanya perbedaan tekanan yang dimana tekanan dalam
wadah penampung Bchner lebih kecil dibanding tekanan pada corong Bchner
sehingga filtrat yang ada dipermukaan corong filter akan bergerak menuju wadah
penampung dengan cepat sehingga akan terpisah dengan padatan kristalnya dengan
efisien dan hemat waktu.
Padatan yang didapatkan dari penyaringan dengan corong Bchner tersebut
adalah aspirin. Namun aspirin ini masih tidak murni karena masih ada pengotor, yaitu
berasal dari reaktan yang tidak bereaksi dan produk samping dari reaksi. Sehingga
padatan ini perlu dimurnikan. Pemurnian padatan dilakukan dengan cara rekristalisasi.

Padatan ditambahkan dengan etanol 95 % yang hangat kemudian diaduk hingga


padatan terlarut semuanya. Setelah itu larutan tersebut ditambah dengan air hangat
dan di tempatkan di es agar menimbulkan perubahan suhu yang ekstrim. Larutan
didiamkan hingga terdapat kristal. Apabila kristal tidak juga terbentuk, maka bisa
ditambahkan air hangat lagi atau diinduksi dengan menggoreskan batang pengaduk di
dinding gelas. Kristal aspirin menurut farmakope memiliki bentuk jarum atau
lempengan tersusun. Namun pada percobaan ini kristal hasil rekristalisasi tidak
berbentuk jarum ataupun lempengan tersusun, melainkan berbentuk serbuk hablur
berwarna putih.
Setelah kristal terbentuk, kristal dipisahkan dari larutan dengan cara disaring
dengan corong Bchner. Filtrat dari penyaringan ini kemudian dikeringkan dalam
oven. Setelah dikeringkan, produk aspirin ini diuji kemurniannya. Pada percobaan ini
kemurnian aspirin diuji dengan salah satu ujinya yaitu uji besi (III) klorida (FeCl 3).
Besi (III) klorida bereaksi dengan gugus fenol membentuk kompleks ungu.

Gambar 8. Reaksi Antara FeCl3 dan Fenol


Jika besi (III) klorida ditambahkan lalu membentuk warna ungu maka terdapat asam
salisilat pada aspirin, karena asam salisilat mempunyai gugus fenol. Pada percobaan
ini, filtrat berwarna ungu setelah di teteskan FeCl 3. Ini berarti bahwa ada asam
salisilat pada produk. Selain uji pada filtrat, kristal juga diuji kemurniannya. Kristal
dilarutkan dahulu dengan etanol lalu ditambahkan dengan FeCl3. Dan pada percobaan
ini uji FeCl3 juga positif mengandung asam salisilat.
Selain uji dengan FeCl3, pada percobaan ini uji kemurnian dilakukan dengan
uji titik lebur. Uji titik lebur dapat digunakan karena titik lebur merupakan sifat
spesifik suatu zat. Pada percobaan ini sedikit kristal diukur titik leburnya dengan
menggunakan alat elektrotermal. Aspirin murni memiliki titik lebur 135-136 C.
Apabila aspirin tidak murni, maka titik leburnya kurang dari 135C atau range titik
leburnya lebih lebar, lebih dari 2C. Pada percobaan ini titik lebur kristal adalah
122,4-124,6 C, lebih rendah dari titik lebur kristal murni. Ini berarti aspirin hasil
sintesis tidak murni atau mengandung pengotor. Dari uji FeCl 3 telah diketahui bahwa

produk aspirin hasil sintesis mengandung asm salisilat. Sehingga dapat diduga bahwa
pengotor yang berada di produk aspirin hasil sintesis adalah asam salisilat yang tidak
bereaksi.
Selain uji FeCl3 dan uji titik lebur ada beberapa cara untuk uji kemurnian asam
asetil salisilat, yaitu:
1. Uji organoleptik
Uji organoleptik atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan
indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap
produk seperti warna, bau, dan lain-lain.
2. Uji rotasi optik
Bila cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma akan diperoleh suatu cahaya
monokromatik dan cahaya ini disebut cahaya terpolarisasi. Suatu isomer optis
aktif dapat berinteraksi dengan cahaya terpolarisasi dan memutar bidang cahaya
terpolarisasi dengan suatu sudut yang dilambangkan dengan dan disebut rotasi
optik.
3. Spektroskopi IR
Jika senyawa organik dikenai sinar infra-merah yang mempunyai frekuensi
tertentu

sehingga

beberapa

frekuensi

tersebut

diserap

oleh

senyawa

tersebut.berapa banyak frekuensi tertentu yang melewati senyawa tersebut diukur


sebagai 'persentasi transmitasi' (percentage transmittance).
4. Spektroskopi massa
Prinsip kerja Spektrometer Massa adalah pengionisasian senyawa kimia
menghasilkan molekul atau fragmen molekul dan mengukur rasio massa atau
muatan. Spectrometer massa menghasilkan berkas ion, memilah ion tersebut
menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan
merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada.
5. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
6. NMR

Spektrometri NMR (Nuclear Magnetic Resonance = Resonansi Magnetik Inti)


berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR didasarkan
pada penyerapan panjang gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul
organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Inti atom
unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni atom unsur yang
mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan menimbulkan medan
magnet. Dari resonansi magnet proton (RMP), akan diperoleh informasi jenis
hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa begitu
juga dari resonansi magnet karbon (RMC).
7. XRD ( X-Ray Diffraction )
Prinsip dasar dari difraksi adalah hasil dari pantulan elastis yang terjadi ketika
sebuah sinar berbenturan dengan sasaran serta pantulan sinar yang bersifat elastis.
Difraksi sinar X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar X oleh atom
dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut
memberikan interferensi yang konstruktif.
Pada percobaan ini, aspirin yang didapatkan dari hasil sintesis diketahui tidak
murni dari uji FeCl3 dan uji titik lebur. Ketidakmurnian aspirin hasil sintesis ini bisa
disebabkan kesalahan dalam proses sintesisnya. Kesalahan yang mungkin menjadi
penyebab ketidakmurnian yaitu kesalahan dalam penggunaan bahan sebagai reaktan.
Reaktan yang digunakan tidak pasti merupakan anhidrida asetat karena wadah tidak
diberi label dengan benar. Sehingga praktikan hanya bisa identifikasi zat tersebut
dengan sifat organoleptiknya. Sedangkan sifat organoleptik asam asetat dan anhidrida
asam asetat sama, tidak berwarna dan berbau cuka. Apabila asam asetat yang
digunakan sebagai reaktan maka aspirin akan tidak murni. Karena aspirin yang
terbentuk akan terhidrolisis oleh air. Aspirin akan terhidrolisis menjadi asam salisilat
dan asam asetat kembali.
V.

VI.

KESIMPULAN
1. Rendemen aspirin 20,807 %
2. Titik lebur aspirin hasil rekristalisasi 122,4 - 124,6 C.
3. Aspirin hasil sintesis tidak murni karena mengandung asam salisilat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (halaman 31,51)
Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
(halaman 41)

Vogel, Arthur I. 1968. A Textbook of Practical Organic Chemistry. London: English


Language Book Society (halaman 996)

Anda mungkin juga menyukai