PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana
enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari
pankreas. Pankreatitis mungkin akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai
berat (Doengoes et al., 1993).
Pankreatitis adalah reaksi peradangan
pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan
enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari
ringan sampai sangat berat yang disertai dengan renjatan dengan gangguan
ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal (Nurman, 2006).
Berdasarkan defenisi, pada pankreatitis akut, keadaan ini bersifat
reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan (Mitchell et al., 2006).
PANCREATITIS bahan 1
2.2. Klasifikasi
Pankreatitis akut dibagi atas: 1. Pankreatitis AKut; disini fungsi pancreas
kembali normal, 2. Pankreatitis kronik, dimana terdapat sisa-sisa kerusakan
yang permanen.
Untuk menyempurnakan klasifikasi tersebut, pada tahun 1992 diadakan
simposisumj internasional Atlanta, Georgia, untuk mengembangkan system
klasifikasi yang lebih berorientasi klinis.
Terdapat dua hal penting yang dicetuskan pada symposium tersebut, yakni:
1. Indikator beratnya pankreatitis akut yang terpenting adalah adanya gagal
organ yakni adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO260 mmHg), gangguan
ginjal (kreatinin > 2mg/dl) dan perdarahan saluran cerna bagian atas (>500
ml/24 jam). Adanya penyulit local seperti nekrosis, pseudokista atau abses
harus dimaskukkan sebagai komponen sekunder dalam penentuan beratnya
pankreatitis. Sebelum timbulnya gagal organ atau nekrosis pancreas,
terdapat 2 kriteria dini yang harus duukur yaitu kriteria Ranson dan
APACHE II. Pentingnya kriteria tersebut untuk dapat memberikan informasi
sedini mungkin, pasien mana yang paling besar kemungkinannya untuk
berkembang menjadi pankreatitis berat. Adanya tanda-tanda dalam 48 jam
pertama dan atau dari APACHE II merupakan tanda dini yang berharga
mengenai beratnya pankreatitis.
2. Pankreatitis intertisial dapat dibedakan dari pankreatitis nekrosis dengan
memakai CT Scan Abdomen. Perbedaan ini secara klinis penting karena pada
umumnya pankreatitis nekrosis lebih berat daripada pankreatitis intertisial,
dan disertai gagal gagal organ yang lebih lama, mempunyai risiko yang lebih
tinggi untuk infeksi dan disertai mortilitas yang lebih tinggi.
Sudoyo,AW. 2010. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima Jilid
1. InternaPublishing. Jakarta
2.3. Epidemiologi
Di negara barat penyakit ini sering kali ditemukan dan berhubungan
erat dengan penyalahgunaan pemakaian alkohol, dan penyakit hepetobilier.
Frekuensi berkisar antara 0,14% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk
Di negara barat bilamana dihubungkan dengan batu empedu merupakan
penyebab utama pankreatitis akut, maka usia terbanyak terdapat sekitar 60
tahun dan terdapat lebih banyak pada perempuan (75%), bila dihubungkan
dengan pemakaian alkohol yang berlebihan maka pria lebih banyak (80-90%)
Sudoyo,AW. 2010. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima Jilid
1. InternaPublishing. Jakarta
2.4. Etiologi
Penyebab pankreatitis akut dan kronik saling tumpang tindih (lihat
tabel). Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang
mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks
cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada
pankreas bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis
hemoragik. Pada pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung
menyebabkan fibrosis yang mula-mula di sekitar duktus dan asini namun
kemudian di dalam asini (Hayes & Mackay, 1993).bahan 1
Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut:
a. Metabolik
- Alkoholisme
- Hiperlipoproteinemia
- Hiperkalsemia
- Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
- Genetik
b. Mekanis
- Trauma
- Batu empedu
- Jejas iatrogenik
c. Vaskuler
- Syok
- Atheroembolisme
- Poliarteritis nodosa
d. Infeksi
- Parotitis
- Coxsackievirus
- Mycoplasma pneumoniae
Tripsin
Fosfolipase A
Elastase
Kimotripsin
Kalikrein
Lipase
Autodigesti
Nekrosis pankreas
Gambar 3. Faktor etiologik dan patologik pada pankreatitis akut (dari
Creutzfeid & Lankisch)
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah
refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen,
stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isis duodenum merupakan campuran
enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah
mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu manginduksi pankreatitis akut.
Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan
aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam
lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil proenzim pankreas yang lain.
Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang utama
menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang
jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik
pankrataitis tipe edema ke tipe hemoragik.
CAIRAN EMPEDU
Asam empedu
lesitin
Aktivasi fosfolipase
Substrat untuk pembentukan
Lisolesitin oleh fosfolipase A
Efek detergen
Proses koagulasi
sel-sel asini
yang
berkaitan
dengan
berperan.
Tingginya
konsentrasi
kalsium
plasma
dapat
Penyalahgunaan
alkohol
atau
pemakaian
kontrasepsi
oral
10
Pada pankreatitis akut, gejala berupa nyeri, biasanya hebat, hampir selalu
ada dan paling hebat di epigastrium dan menyebar ke punggung. Nyeri tersebut
dapat berkurang dengan duduk membungkuk. Nyeri berlansung beberapa hari.
Selain rasa nyeri sebagian kasus juga didapatkan gejala Mual dan muntah serta
demam. (Hayes & Mackay, 1993).Sudoyo AW
Mual muntah bersifat tidak spesifik. Mual muntah sering merupakan
akibat dari nyeri dan dapat memperburuk keadaan penderita. Syok dapat timbul
karena hipovolemia akibat dehidrasi ataupun karena neurogenik. Demam sering
pula ditemukan pada penderita pankreatitis akut. Penyebab utamanya adalah
kerusakan jaringan yang luas (Bakta & Suastika, 1998).
Nyeri bisa ringan atau parah, tetapi biasanya menetap dan tidak bersifat
kram. Mual dan muntah sering timbul. Sering gejala ini timbul 1 sampai 3 hari
setelah meminum alkohol dalam jumlah yang banyak (Sabiston, 1994).
Nyeri berlangsung dengan onset mendadak (<30 menit), menjalar ke
punggung, menghilang dalam < 72 jam. Kemudian muntah yang juga
menyebabkan hipovolemia, dan intekrus yang menunjukkan adanya kolangitis
yang berhubungan dan meningkatkan kemungkinan batu empedu. Tiga gejala ini
disebut dengan trias klasik. Tingkat berat suatu serangan bisa bervariasi dari
hampir tidak signifikan sampai membahayakan jiwa (Davey, 2006).
Nyeri diperkirakan berasal dari peregangan kapsul pankreas oleh
duktulus yang melebar dan edema parenkim, eksudat peradangan, protein dan
lipid yang tercerna, dan perdarahan. Selain itu, zat-zat tersebut dapat merembes
keluar parenkim dan memasuki retroperitoneum dan saccus minor, tempat zatzat tersebut mengiritasi ujung saraf sensorik retroperitoneum dan peritoneum
serta menimbulkan nyeri punggung dan pinggang yang intens (McPhee, 2011).
Penderita pankreatitis akut karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan
gejala lainnya, selain nyeri yang tidak terlalu hebat. Sedangkan penderita
lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat, denyut nadinya cepat (100-140
11
denyut per menit) dan pernafasannya cepat dan dangkal. Pada awalnya, suhu
tubuh bisa normal, namun meningkat dalam beberapa jam sampai 37,8-38,8
Celcius (Anonim, 2012).
Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena
ransangan peritoneum, tanda-tanda peritonitis local bahkan kadang-kadang
peritonitis umum. Mengurangnya atau menghilangnya bising usus menunjukkan
ileus paralitik. Meteorismus abdomen ditemukan 70%-80% kasus pankreatitis.
Denga palpasi dalam, kebanyakan dapat dirasakan seperti ada massa di
epigastrium yang sesuai dengan pancreas yang membengkak dan adanya
infiltrate
radang
disekitar
pancreas.
Suhu
yang
tinggi
menunjukkan
Diagnosis Banding
b.
Pemeriksaan Penunjang
1. Prognosis
2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif1,8
12
2.11Komplikasi
2.12 Pencegahan
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1823 - 1826.
2.
3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman
Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah
Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor
: Jakarta. 2002.
5. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human
Leptospirosis guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva :
WHO.2003.109
6. Soetanto T, Soeroso S, Ningsih S (Editor) : Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Rumah Sakit
Penyakit Infeksi Prof. DR. Sulianti Saroso, Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI, 2003.
7. Widarso, Gasem MH, Purba W, Suharto T, Ganefa S (Editor) : Pedoman
Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia, Sub Direktorat Zoonosis, Direktorat Jendaral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan,
2004.
15
16