Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)

NEUROBLASTOMA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang
merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul
di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Meninfestasi klinis neuroblastoma berkaitan
dengan lokasi timbulnya tumor dan metastasisnya. Kebanyakan pasien saat datang sudah stadium
lanjut. Penyakit ini memiliki kekhasan dapat remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak,
terutama pada anak dalam usia 1 tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi
biologis. Survival 5 tahun untuk stadium I dan II pasca terapi kombinasi adalah 90% lebih, stadium
III kira-kira 40%-50%, stadium IV berprognosis buruk yaitu hanya 15%-20%.
Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10%
dari seluruh kanker masa kanak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2
tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 perjuta anak, atau 500-600 kasus
baru tiap tahun di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih.
Ada kasus-kasus keluarga dan neuroblastoma telah didiagnosis pada penderita dengan
neurofibrogematosis, nesidioblastosis dan penyakit Hischrung.
Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit neuroblastoma yang berstadium rendah melebihi
90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang
50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai prognosis
yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar
penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif,
angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang
melebihi 20%.
Mengingat penyakit neuroblastoma adalah penyakit yang perlu diwaspadai dan dapat dicegah
kemunculannya, maka sebagai calon perawat sangat penting untuk mengetahui tentang apakah
neuroblastoma dan bagaimana kita melakukan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada
anak dengan neuroblastoma.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah neuroblastoma ini sebagai bahan acuan pembelajaran
bidang neurologi pada anak. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat membantu proses
belajar mahasiswa dan akhirnya mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan
bauk dan benar pada anak dengan gangguan neuroblastoma.
1.2 Tujuan
1.

Menjelaskan definisi neuroblastoma

2.

Menjelaskan etiologi neuroblastoma

3.

Menjelaskan patofisiologi neuroblastoma

4.

Menjelaskan manifestasi klinis neuroblastoma

5.

Menjelaskan stadium dari neuroblastoma

6.

Menjelaskan pemeriksaan diagnostik neuroblastoma

7.

Menjelaskan penatalaksanaan neuroblastoma

8.

Menjelaskan komplikasi neuroblastoma

9.

Menjelaskan prognosis neuroblastoma

10. Menjelaskan WOC neuroblastoma

1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan calon perawat tentang neuroblastoma untuk memudahkan mereka
ketika praktik di rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang mana sel tidak
berkembang sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia rata-rata 17 bulan. Tumor ini
berkembang dalam jaringan sistem saraf simpatik, biasanya dalam medula adrenal atau ganglia
paraspinal, sehingga menyebabkan adanya sebagai lesi massa di leher, dada, perut, atau panggul.
Insiden neuroblastoma adalah 10,2 kasus per juta anak di bawah 15 tahun. Yang paling umum
kanker didiagnosis ketika tahun pertama kehidupan (Jhon, 2010).
Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang
merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul
di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen,
kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya
bersimpati dan seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda,
2002)
Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10%
dari seluruh kanker masa knak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2
tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun.Neuroblastoma berasal dari sel krista neuralis sistem
saraf simpatis dan karena itu dapat timbul di manapun dari fossa kranialis posterior sampai koksik.
Sekitar 70% tumor tersebut timbul di abdomen, 50% dari jumlah itu di kelenjar adrenal. Dua pulu
persen lainnta timbul di toraks, biasanya di mediastinum posterior. Tumor itu paling sering meluas
ke jaringan sekitar dengan invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional melalui nodus limfe.
Penyebaran hematogen ke sumsum tulang, kerangka, dan hati sering terjadi. Dengan teknik
imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam darah tepi pada lebih dari 50% anak pada waktu
diagnosis atau relaps. Penyebaran ke otak dan paru pada kasus jarang (Nelson, 2000).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel Krista neurak embronik, dapat timbul
disetiap lokasi system saraf simpatis, merupakan tumor padat ganas paling sering dijumpai pada
anak. Insiden menempati 8% dari tumor ganas anak, atau di posisi ke-4. Umumnya ditemukan
pada anak balita, puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi predeileksi di kelenjar adrenal

retroperitoneal, mediastrinum, pelvis dan daerah kepala-leher. Tingkat keganasan neuroblastoma


tinggi, sering metastasis ke sumsum tulang, tulang, hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).
Tumor ini biasanya tidak memungkiri asalnya, dengan mengeluarkan hormon katekolamin. Tekanan
darah tinggi yang merupakan akibat tumor ini jarang menimbulkan keluhan, tetapi dapat berfungsi
sebagai zat penanda tumor: di dalam air kemih dapat dilihat hormon yang dikeluarkan, sehingga
diagnosis tumor menjadi jelas. Dengan dapat dipastikan, apakah tumornya neuroblastoma atau
nefroblastoma (Wim De Jong, 2005)
2.2 Etiologi
Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang menyebutkan
bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan dengan orang tua atau
selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll. (Willie ,
2008).
Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus, meliputi
penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17, dan ampifilatik
genomik dari oncogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk (Nelson, 2000).
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu:
Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.
1.

Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis tengah.

2.

Perubahan fungsi usus dan kandung kemih

3.

Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah

4.

Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah

5.

Defisit sensoris

6.

Hilangnya kendali sfingter

Gejala-gejala yang berhubunngan dengan masa leher atau toraks.


1.

Limfadenopati servikal dan suprakavikular

2.

Kongesti dan edema pada wajah

3.

Disfungsi pernafasan

4.

Sakit kepala

5.

Proptosis orbital ekimotik

6.

Miosis

7.

Ptosis

8.

Eksoftalmos

9.

Anhidrosis

Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari lokasi
metastasenya:
o

Neuroblastoma retroperitoneal

Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan menemukan
masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan
sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding
abdomen, edema dinding abdomen.
o

Neurobalstoma mediastinal

Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum superior


daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan timbul
batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada radiks saraf spinal,
dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.
o

Neuroblastoma leher

Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau limfoma maligna.
Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul syndrome paralisis saraf simpatis
leher(Syndrom horner), timbiul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.
o

Neuroblastoma pelvis

Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya sehingga
menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.
o

Neuroblastoma berbentuk barbell

yaitu neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis vertebral
di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan sensibilitas, nyeri.
Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.
2.4 Stadium
Beberapa system penentuan stadium staging, system kelompok evans dan kelompok Onkologi
Pediatrik (Pediatrik Oncology Group POG ). System klasifikasi stadium neuroblastoma terutama
memakai system klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (INSS).
Klasifikasi stadium INSS :
o

Stadium I

Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh, dengan atau tanpa residif
mikroskopik. Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
o

Stadium IIA

Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
o

Stadium IIB

Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional
ipsilateral positif.
o

Stadium III

Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau tanpa kelenjar limfe
regional ipsi atau tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.
o

Stadium IV :

Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau organ
lainnya.
o

Stadium IVS

Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa metastasis tulang(Willie,
2008).
System Pediatric Oncologic group (POG) membagi stadium neuroblastoma menjadi :
o

Stadium A

Tumor yang direseksi sacara kasar.


o

Stadium B

Tumor local tidak direseksi.


o

Stadium C

Metastasis ke kelenjar limfe intraktivita yang tidak berdekatan


o

Stadium D

Metastasis di luar kelenjar limfe


o

Stadium Ds

Bayi dengan adrenal kecil terutama dengan penyakit metastasis terbatas pada kulit, hati dan
sumsum tulang
o

Stadium D Neonatus

Telah diketahui dengan mengalami remisi spontan. Keterlibatan sumsum tulang pada stadium ini
merupakan factor prognosis yang buruk (Nelson, 2000).
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara lain :
a)

Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser ginjal,

tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena atau pemeriksaan
ultrasonografi.
b)

Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis pada 90%

kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadang-kadang timbul metastasis
tulang (Thomas, 1994)
c)

CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan abdomen.

d)

Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.

e)

Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic acid (HVA),

dopamine, norepinephrine.
f)

Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.

g)

Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).

2.6 Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma menetapkan definisi
standar untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta mengelompokkkan pasien
berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah, ditambah keadaan sumsum tulang.
Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor primer dan status
limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi menjadi tahap IV dan IV (S
untuk spesial ), tergantung dari adanya keterlibatan tulang kortikal yang jauh, luasnya penyakit
sumsum tulang dan gambaran tumor primer.
Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan minimal, atau
banyak reseksi. Reseksi dengan tumor tahap I. Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah
cukup, tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan radioterpi lokal.
Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi, dan penatalaksanaannya
mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat.
Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi,
pembedahan, transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum
tulang, metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal yang spesifik
terhadap neuroblastoma.
Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara simultan atau bergantian.
1.

Siklofosfamid menghambat replikasi DNA.

2.

Doksorubisin mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir transkripsi DNA.

3.

VP-16 menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat.

Jenis terapi :
a)

Neuroblastoma berisiko rendah

Perawatan untuk pasien neuroblastoma beresiko rendah meliputi:


a)

Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi dengan ketat).

b)

Watchful waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu.

c)

Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang dikeluarkan atau

jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan operasi.


d)

Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan serius

dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.


e)

Kemoterapi dosis rendah.

b)

Neuroblastoma beresiko sedang

Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi :


a)

Kemoterapi.

b)

Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.

c)

Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan yang

serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.


c)

Neuroblastoma beresiko tinggi

a)

Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak mungkin

tumor.
b)

Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian lain tubuh dengan

kanker.
c)

Transplantasi sel induk (Stem cell transplant).

d)

Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

e)

Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi.

f)

Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum stem cell

transplant.
g)

Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

2.7 Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ
secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati,
otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang
ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase
ke sum-sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008)
2.8 Prognosis
Kelangsungan hidup 5 tahun 60%. Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan(Thomas, 1994).
Identifikasi factor prognosis spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor paling
menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari
satu tahun agak lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama.
Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan
penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak
dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak
tergantung umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk
prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup
bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20% (Nelson, 2000)

Factor yang terpenting dalam prognosis neuroblastoma adalah ada tidaknya ampilifikasi
oncogen N-myc.
1.

ampilifikasi oncogen N-myc di atas 10 kopi menunjukkan prognosis buruk dan terapi perlu
diperkuat.

2.

Pasien stadium III tanpa ampilifikasi oncogen N-myc digunakan terapi kombinasi agresif
dan survival dapat mencapai 50%

3.

Pasien stadium I/II dan IVS tanpa ampilifikasi oncogen N-myc dapat memiliki survival
mencapai 90% lebih (Willie, 2008)

2.9 WOC
Download : WOC NEUROBLASTOMA
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1

Pengkajian

Study Kasus
Anak I umur 2 tahun di bawa ke RS pada tanggal 9 April 2010 oleh Ny. F karena badannya demam.
Dua bulan yang lalu, timbul benjolan pada leher seperti uci-uci kemudian membesar dan menyebar
ke bagian belakang kepala. An. I tampak pucat dan berat badannya turun dari 13 kg menjadi 11
kg.
1.

Anamnesa

a.

Biodata

Data bayi
Nama

: An. NK

Umur

: 2 th

Jenis kelamin

: perempuan

Tanggal Lahir

: 27 Februari 2008

Tanggal MRS

: 9 April 2010

Dx medis

: Neuroblastoma

Alamat

: Graha Indah Blok Q1 RT 48 No 9 Balikpapan


Utara

b.

Keluhan Utama

An. I demam
c.

Riwayat penyakit sekarang

Terdapat benjolan di kepala bagian belakang An.I, dua bulan yang lalu terdapat uci-uci di lehernya.
An. I pucat dan berat badannya turun 2 Kg.
d.

Riwayat penyakit masa lalu

e.

Riwayat penyakit keluarga

Nenek menderita ca cerviks stadium akhir, Ibu sel BRCA (+)


f.

Riwayat alergi

Tidak ada

1.

Pemeriksaan Fisik

B1

: RR 40x/menit (normal), tak ada penggunaan otot bantu napas,

B2

: Hipertermi suhu badannya 390C, conjungtiva anemis, CRT > 3


Detik, pucat, BP: 80/60 (bradicardy), nadi 200x/menit

B3

: tuli sensorineural dengan tes Rhyne (+) tes Weber lateralisasi pada sisi yang sehat

B4

: normal, terpasang kateter, produksi urine normal 0,5 cc kgBB/jam, warna urin normal

B5

: BB menurun, pemeriksaan serum albumin 2,0 dL , pemeriksaan Hb 8,5 g/dl (anemi), anak

tampak lemas dan porsi makan menurun, tidak mengalami gangguan buang air besar
B6

: nyeri di punggung, sulit tidur akibat massa di kepala

Tanda-tanda Vital
T: 39 C

P: 200x/menit

2.

Pemeriksaan Penunjang

a.

Pemeriksaan diagnostic

R: 40x/menit

BP:80/60

1.
PA

: Neuroblastoma dengan metastase ke sum-sum tulang belakang

CT Scan : Menunjukkan tumor telah metastase ke sum-sum tulang belakang


b.

Pemeriksaan laboratorium

Hb

: 8,5 g/dl

PH

: 7,34

Leukosit

: 3100 x 10 u/l

PCO2 : 39

Trombosit

: 100.000

PO2

Eritrosit

: 2,8 juta/uL (mm3)

HCO3 : 27

Albumin

: 2,0 /dL

3.

: 75%

Terapi

Paracetamol 100 mg
Injeksi novalgin 100 mg
Injeksi ampicilin subaktan 4 x 225 mg
Transfuse PRC (Pocket Red Cell) 2 x 100 cc
3.2 Analisa Data
No

Data

Etiologi

Masalah
Keperawatan

Ds: Ibu mengatakan An. I

massa di occipital lobe

demam

Do:

Hipertermi

Metastase ke sum-sum

Suhu An. I 39 C

tulang

Leukosit: 3100x 10 u/L

Nadi: 200x/menit

Gangguan proses hemopoitik

CT scan: metastase ke

sum-sum tulang

Leukosit

Infeksi

hiperthermi
2

Ds: An. I tampak pucat

Tumor di oksipital

Pk anemia

Do:

Hb: 8,5 g/dl

Metastase ke sum-sum

Eritrosit: 2,8 juta/mm3

tulang belakang

PO2: 75%

Gangguan pembentukan selsel darah

Anemia

Ds: An. I tampak kurus

Tumor di oksipital

Nutrisi kurang dari

Do:

kebutuhan

Berat badan turun dari 13 Metastase ke sum-sum


kg menjadi 11 kg

tulang

Albumin: 2,0 d/L

Hb: 8,5 g/dl

Proses hemopoitik terganggu

Eritrosit : 2,8 Juta/mm3

PO2: 75%

Anemi

Kelemahan dan malaise

Anorexia

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

Ds: Ibu mengatakan An I

Tumor di oksipital

Gangguan persepsi

sering tidak mendengar

sensori (auditori)

jelas apa yang

Menekan pusat pendengaran

disampaikannya

Do: An. I terbiasa berbicara Gangguan persepsi


dengan suara keras

sensori (auditori)

3.3 Diagnosa
1.

Hipertermi berhubungan dengan leukositopenia karena metastase ke sum-sum tulang

2.

Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum tulang

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

4.

Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan penekanan pusat pendengaran

3.4 Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria


o
Hasil
1. Hipertermi Tujuan: pasien akan
Berhubunga menunjukkan
n dengan termoregulasi

Intervensi

Rasional

1. Mandiri:
1. Paracetamol untuk

leukositope KH: Suhu tubuh


nia karena kembali normal
metastase
ke sum1. Suhu : 370 C
sum tulang
2. Nadi : 140
denyut per
menit
3. Tekanan darah :
90/60 mmHg
d. RR : 40 kali per
menit

Kompres dengan air biasa

1. Kolaborasi:
pemberian
paracetamol 100mg
dan injeksi
ampicilin subaktan
4x225 mg

1. HE:
Anjurkan pasien untuk
minum sedikit-sedikit tapi
sering

1. Pantau tekanan
darah, nadi,
pernafasan dalam
batas normal

1. Ajarkan
pasien/keluarga
dalam mengukur
suhu
1. Untuk
menurunkan
panas, air
biasa

menurunkan panas
dan inj ampisilin
membantu
mencegah
terjadinya infeksi
sebagai akibat dari
menurunya jmlah
leukosit dalam
darah

1. Peningkatan suhu
tubuh 1 C setara
dengan kebutuhan
penambahan cairan
sebanyak 12%
cairan basal tubuh,
diperlukan air yang
cukup unuk
mengembalikan
kehilangan 12%
cairan tersebut
1. Untuk
mengontrol
kemajuan
pasien dan
menjadi
evaluasi
untuk
tindakan
pengobatan
dan
keperawata
n lanjut
2. Untuk
mencegah
dan
mengenali
secara dini
hipertermia

mampu
menetralkan
suhu tubuh
yang
meningkat
terutama
laksanakan
pengompres
an pad areaarea dengan
arteri besar
spt arteri di
axilla
2. Pk Anemia Tujuan: anemia
berhubunga berkujrang darfi
n dengan keadaan sebelumnya
metastase KH:
ke sum-sum
tulang
1. Hb 11-16 g/dL
2. Eritrosit
4juta/mm3

1. Kolaborasi:
pemberian PRC
2x100cc

1. Mandiri:
Identifikasi faktor
lingkungan yang
memungkinkan resiko
jatuh
1. HE:
Berikan informasi yang
berhubungan dengan
strategi untuk mencegah
cedera
1. Pantau jumlah sel
darah merah tetap
dalam batas normal
secara berkala
1. Untuk
menambah
sel darah
merah
sehingga
tidak terjadi
kematian
sel maupun

1. Agar bisa
mencegah jatuh
secara mandiri oleh
anggota keluarga

1. Dengan
pemantauan sel
darah merah
berkala, dapat
membantu
mencegah
terjadinya nekrosis
jaringan perifer

jaringan
2. Untuk
meminimal
kan
terjadinya
jatuh dan
dapat
melukai
pasien
3. Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
berhubunga
n dengan
anoreksia

Tujuan: Pasien
menunjukkan nutrisi
yang adekuat
KH:

Mandiri
1. Berikan makanan
yang disukai
kecuali ada kontra
indikasi

1. A: BB
meningkat

1. pemberian makanan
yang disukai diharapkan
akan meningkatkan nafsu
makan pasien
2. Menghindari kebosanan

3. Untuk mengetahui
perubahan BB dan menjadi
data evaluasi dalam
3. Ukur BB pasien 2 pengobatan maupun
perawatan lebih lanjut
hari 1x
4. Mengetahui kadar
albumin dalam darah
sebagai evaluasi apakah
program intervensi yang
dilaksanakan sudah tepat
5. Mengetahui kebutuhan
nutrisi pasien dengan tepat
1. Pantau nilai lab:
dan benar
Albumin dalam
rentang normal
2. Berikan makanan
yang bervariasi

B: Albumin: 3,5-5,5/dL
Hb: 11-16 g/dL
C: malaise berkurang
D: porsi makan habis
1. mempertahanka
n massa tubuh
dan BB dalam
batas normal
2. nilai lab normal

Kolaborasi
1. Menentukan
makanan bersama
ahli gizi
HE
1. Anjurkan klien
untuk berpartisipasi
dalammenghabiska
n porsi makan

6. Dengan memberikan
anjuran yang baik diharap
pasien mampu
bekerjasama dalam proses
penyembuhannya

4. Gangguan Tujuan:
persepsi
sensori
1. Setelah
(auditori)
diberikan
berubungan
tindakan
dengan
keperawatan
penekanan
diharapkan
pusat
ketajaman
pendengara
pendengaran
n
pasien
meningkat
KH:
Pasien akan
berinteraksi secara
sesuai dengan orang
lain dan lingkungan

Mandiri:
1.

berikan lingkungan
yang tenang dan
tidak kacau

1. bersihkan bagian
telinga yang kotor

1. observasi
ketajaman
pendengaran, catat
apakah kedua
telinga terlibat

1. kolaborasi:
pemasangan alat bantu
pendengaran

1. membantu untuk
menghindari
masukan sensori
yang berlebihan
dengan
mengutamakan
kualitas tenang
2. telinga yang bersih
dapat membantu
dalam proses
pendengaran yang
lebih baik
3. mengetahui tingkat
ketajaman
pendengaran pasien
dan untuk evaluasi
dan menentukan
intervensi
selanjutnya
4. diharapkan dengan
pemasangan alat
bantu dengar pasien
dapat mendengar
dengan lebih baik

HE:
1. Ajarkan pasien
bahasa isyarat
sebagai bahasa
pengganti

1. anjurkan pasien dan


keluarganya untuk
mematuhi program
terapi yang
diberikan

1. Bahasa isyarat
dapat menjadi
pilihan pengajaran
bahasa bagi klien
anak yang sudah
tidak mampu
mendengar, juga
membantu anak
mendpatkan
kualitas hidup yang
lebih baik
2. mematuhi program
terapi akan
mempercepat
proses
penyembuhan

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang
merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul
di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis.cvfev Tempat tumor primer yang umum adalah
abdomen, kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma
umumnya bersimpati dan seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan
(Cecily & Linda, 2002). Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Adapun
manifestasi klinis dari neuroblastoma yaitu tergantung lokasinya, di retroperitoneal, mediastinal
leher, pelvis, dan lain-lain. Sedangkan penatalaksanaannya tergantung stadium dari
neuroblastoma itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
De Jong,Wim. 2005. Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga.
Jakarta: ARCAN.
Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
Maris, Jhon. 2010. Recent Advances in Neuroblastoma. Disitasi dari http://www.nejm.org/ pada 5
November 2010.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 3. Jakarta: EGC.
Suriadi & Yulianni,Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Thomas,R. 1994. Atlas bantu Pedriatri. Jakarta: Hipokrates.
Wilkinson,Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai