Anda di halaman 1dari 26

A.

Pengertian Harta
Dalam istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah bahwa harta itu adalah
sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan untuk digunakan saat
dibutuhkan. Namun harta tersebut tidak akan bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya
secara syariat.[1] Sedangkan Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara urgerc, al
maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan urg
dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fiil), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti;
urger, lamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti,
kendaraan, atau pin tempat tinggal.[2]
Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir, 1984).
Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah ma malaktahu min
kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syari harta diartikan sebagai
segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut urge syara (urge Islam)
seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam
Al Quran, kata al mal dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat
dalam 38 surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan
manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi)[3], seperti uang, tanah, kendaraan, rumah,
perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk
dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak
lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.

B.

Kedudukan Harta
Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia.
Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang. Materi atau harta dalam
pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang
dapat menjelaskan semua kejadian-kejadian. Maka disan kewajiban itu lebih dipentingkan
daripada materi. Tetapi materi menjadi jalan untuk merealisir sebagai kebutuhan-kebutuhan dan
manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada hal
yang bersifat materi, yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum, tanpa berbuat dhalim
dan berlebihan.
Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada
tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh
karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan Islam dan Karen itu pula Allah rela
memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah
sehingga Allah SWT. Telah memberikan pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa
kekayaan.
Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena
Allah SWT. Menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang
yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah.

Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak dijelaskan dalam alQuran adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya sebagai wakil dan pemegang saja, yang
mana pada dahirnya sebagai pemilik, tetapi pada hakikatnya adalah sebagai penerima yang
bertanggung jawab dalam perhitungnnya. Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah
terbebas dari hitungan.
Pada al-Quran surat al-Kahfi: 46 dan an-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia
atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap harta sama
dengan kebutuhan manusia terhadap anak dan keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta
adalah kebutuhan yang mendasar.
Berkenaan dengan harta didalam al-Quran dijelaskan juga larangan-larangan yang
berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi
harta:
a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan
masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan
e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti
narkotika dan minuman keras.
Kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa Asal atau pokok dalam masalah transaksi muamalah
adalah sah, sampai ada dalil yang membatalakan dan yang mengharamkannya.
C.

1.
2.
3.
4.

Fungsi Harta
Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik
dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk
memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang syara
dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati oleh manusia.
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang
yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna
semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta
dengan cara yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan syara, antara
lain untuk:
Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat.
Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai
kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.
Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisaa:9).
Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:

( )
Artinya:
tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia
hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil
keringatnya sendiri (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)
Dalam hadist lain dinyatakan:




( )

5.
6.
7.
8.

Artinya:
bukanlah orang yang baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah
akhirat, dan meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di antara
keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada masalah akhirat (HR.
Bukhari)
Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan
pekerjaan kepada orang miskin.
Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
Untuk menumbuhkan silaturrahim.[4]

D.

Pandangan Islam Memandang Harta


Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:
5) Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT.
Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya

qZB#u !$$/ &!quur (#q)Rr&ur $JB #)


/3n=yy_ tn=tGB m ( t%!$$s
(#qZtB#u O3ZB (#q)xRr&ur Nlm; _r&
7x.

Artinya :
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah Telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar. (QS Al_Hadiid: 7).[5]
[1456] yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak.
Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah
menurut urge-hukum yang Telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda: Seseorang pada Hari Akhir
nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk
apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya
untuk apa dipergunakan.
2) Status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut:[6]
a. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena
memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
b. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan
baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).
c. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).
d. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan
muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60;

ottB `iB N6n/ >pYy_ur ; (q$yur 4n<#) *


$ygt NuqyJ9$# F{$#ur N& t)GJ=9 t%!$# tbq)Z !#9$# !
#9$#ur tJx69$#ur xt9$# t$y9$
#ur `t $Y9$# 3 !$#ur =t ZsJ9$#

Artinya :
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada urge yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan. (Q.s Ali Imran: 133-134).[7]
3) Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian (Maisyah)
yang halal dan sesuai dengan aturanNya.

ygr't t%!$# (#qZtB#u (#q)Rr& `B $


Mt6hs $tB OF;|2 !$JBur $oY_tzr& N3s9

z`iB F{$# ( wur (#qJJus? y]7y9$# mZBtb


q)Y? NGs9ur m{$t/ Hw) br& (#qJ? m
4 (#qJn=$#ur br& !$# ;_x Jym
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.s. Al-Baqarah:267).[8]
Dalam sebuah Hadits di katakana :
Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras
mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah. (HR
Ahmad).
4) Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (anNuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
B u!$sr& !$# 4n?t &!qu `B @dr& 3t)9$# $!

Ts Aq=9ur %!ur 4n1)9$# 4yJtGu9$#ur


3|yJ9$#ur $#ur @69$# s1 w tbq3t P's!r
tt/!$uYF{$# N3ZB 4 !$tBur N39s?#u
Aq9$# nrs $tBur N39pktX mYt (#qgtFR$$s 4
(#q)?$#ur !$# ( b) !$# x >$s)9$#
Artinya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Q.s. Al-Hasyr: 7).[9]
5) Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281),
perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (al-Maidah :38),
curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan
merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

-$9$#ur ps%$9$#ur (#qs%$$s $yJgt


r& L!#ty_ $yJ/ $t7|x. Wxs3tR z`iB !$# 3 !$#ur
t O3ym
Artinya :
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Maidah :38)[10]

A. PENGERTIAN HARTA ?
Dalam suatu kajian ilmiah perlu dijeasakan juga mengenai suatu hal yang
berkaitan dengan suatu objek yang akan di kaji, maka untuk menyamakan suatu
pandangan yamng bersifat ilmiah maka penulis akan menjelaskan tentang pengertian
harta baik secara lughawi maupun secara istilah. Harta dalam kajian kebahasaaan arab di
sebut, al mal yang berasal dari kata . Yang mempunyai arti
dalam kajian kebahasan arab disebut condong, cenderung, dan miring. Hal ini sangat
beriringan sekali dan pas karena harta yang ada pasti dimilki oleh seseorang sehingga
menjadikannya codong kepada yang harta. Sedangka harta (al mal) menurut istilah Imam
Hanafiyah ialah :

.
sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan.
Harta mesti dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak
dapat disebut harta. Sehingga demikian harta sebagai hal yang dapat disimpan dan hal itu
nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan kegiatan muamalah. Tetapi
menurut pandangan Hanafiyyah dibedakan antara harta dan manfaat, karena dalam ini ia
menerangkan bahwa manfaat bukan sebagai harta, tetapi manfaat termasuk milik karena
Hanafiyyah membedakan antar milik dan harta.
Harta adalah sesuatu yang dapat disimpan dan dapat digunakan ketika
dibutuhkan, dan dalam hal ini harta sebagai suatu hal yang berwujud (ayan). Sedangkan
harta menurut sebagian ulama ialah :

sesutau yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan
memebrikannya atau akan menyimpannya.
Dari hal ini diketahui bahwa suatu hal yang diinginkan oleh manusia berdasar
naluri tabiat kemanusiaannya baik akan disimpan maupun akan dipergunakannya atau
memberikannya. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian ulama berpandangan bahwa
harta adalah sebagai suatu hal yang ingin dimiliki oleh manusia berdasarkan naluri tabiat
kemanusiannya. Dan menurut sebagian ulama yang lain bahwa yang di maksud harta
adalah :

segala zat (ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar di antara manusia.
Dengan pengertian ulama yang lain di atas dapat diambil sebuah ketetapan lain
tentang pengertian harta adalah sebagai zat yang bersifat materi yang berputar dikalangan
atau disekitar manusia dan dalam putarannya diiringi dengan sebuah interaksi. Materi
yang dimaksud disini adalah sebagai materi yang bernilai dan mempunyia sifat yang
dapat diputarkan diantara manusia.
Sedangkan hal yang lain tentang pengertian harta adalah yang diungkapkan oleh T.M.
Hasbi Ash-Shiddieqy[1] menerangkan bahwa yang dimaksud harta ialah :
1. Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup
manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola (tasharruf) dengan jalan
ikhtiar.
2. sesuatu yang dapat dimilki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun
oleh sebagian manusia
3. sesuatu yang sah untuk diperjual belikan

4. sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat
dimilki oleh manuisa, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi sebiji
beras menurut urf tidak bernilai (berharga), maka sebiji beras tidak termasuk harta.
5. sesuatu yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil
manfaatnya tidak termasuk harta, misalnya manfaat, karena manfaat tidak berwujud
sehingga tidak termasuk harta.
6. sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan.
Dengan apa yang dijelaskan diatas dapat diambil sebuah penalaran dan
kesimpulan bahwa pengertian harta seperti apa yang dikemukakan oleh para ahli diatas
masih terdapat sebuah perbedaan pendapat tentang pengertian yang pasti tentang harta.
Ulama Hanafiyyah menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat
disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk
harta, seperti hak dan manfaat. Karena manfaat adalah sebagai milik.
Perbedaan yang terdapat dianatara para ulama diatas dikarenakan penglihatan
meraka dari segi pandang yang berbeda-beda. Untuk hal itu bisa dikarenakan karena
unsur yang membangun pengertian harta. Menurut para Fuqaha harta berdasar pada dua
sendi yaitu unsur aniyah dan unsur urf. Unsur yang pertama adalah unsur aniyah
mempunyai maksud bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (aayan). Jadi
manfaat dari suatu harta bukan termasuk harta seperti contoh bahwa sebuah rumah adalah
harta tetapi manfaat yang ada dari rumah bukan sebuah harta tetapi termasuk milik atau
hak.
Unsur yang kedua yang membangun suatu harta adalah unsur urf ialah segala
sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah
manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah
maupun manfaat manawiyah.
B. KEDUDUKAN HARTA ?

Sebuah hal yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta adalah
keduduakan harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya tidak terjadi
sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan sekali dalam
kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat multikultural ini sebuah
harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam interaksi dalam kehidupan.
Dijelaskan dalam al-quran bahwa harta merupakan perhiasan hidup, hal ini seperti pada
firman Allah dalam surat Al-Kahfi : 46 yang artinya harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia. Pada ayat itu diterangkan bahwa kebutuhan manusia atau
kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau
keturunan. Jadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia adalah sebuah harta.
Karena yang namanya perhiasan pasti sebuah aksesoris yang dapat memprindah
orang yang memakainya jadi kalau orang yang tidak mempunyai harta maka sebuah
unsur keindahannya dari dirinya akan hilang. Sebuah paradigma yang seperti ini terlepas
dari yang namanya unsur keimanan, karena setiap manusia itu mempunyai sebuah iman
baik yang punya harta atau yang tidak punya harta.
Disamping sebagai sebuah perhiasan harta juga mempunyai kedudukan sebagai
sebuah amanat (fitnah), hal ini sebagaiman firman Allah :

sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan disisi Allahlah pahala
yang besar.(Al-Taghabun: 15).
Dari penggalan ayat diatas dapat diambil sebuah pemikiran bahwa harta adalah
sebagian cobaan hidup, yang harus dilewati manusia. Karena sebuah cobaan adalah
sebagai proses untuk kedepan yang lebih baik. Melihat status harta sebagai titipan yang
itu sebagai pemberian amanat yang harus di jaga. Secara hakikinya bahwa manusia tidak
memliki harta secara mutlak sehingga dalam hal itu masih ada suatu hal yang harus
dilakukan oleh yang di beri amanat untuk dapat menpergunakanya dengan baik karena
didalamnya masih terdapat hak orang lain, seperti zakat harta dan lainya.

Selain sebagai amanat harta juga berkedudukan sebagai musuh, tetapi ayat yang
menerangkan secara mendetail dan menjurus bahwa harta adalah sebagai musuh tidak
ada, tetapi yang ada hanyalah sebuah penyamaaan dan penyandingan ayat. Ayat itu
adalah :

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu


ada yang menjadi musuh bagimu, maka hati-hatilah kamu terhadap mereka.(AlTaghabun: 14).
Dari penggalan ayat diatas dijelaskan bahwa harta berkedudukan sebagai musuh.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa diantara istri-istri dan anak-anak ada yang menjadi
musuh. Di ayat yang sebelumnya dijelaskan antara anak-anak dan harta di hubungkan
dengan wawu athaf, dengan menggunakan prinsip Dalalat Al-Iqtiran dalam ushul fiqh,
dijelaskan bahwa sesuatu yang dijelaskan dengan wawu athaf adalah berkedudukan sama
dalam hukumnya. Jadi hukum anak-anak yang terdapat pada surat Al-Taghabun: 14
adalah sebagai sebuah musuh, sehingga menjadikan hukum harta yang terdapat pada
surat al-kahfi 46 juga sama hukumnya dengan anak-anak yaitu sebagai musuh karena
keduanya dihubungkan dengan wawu athaf. Sehingga keduanya mempunyia kedudukan
yang sama.
Sebuah konsekuensi logis dari ayat-ayat al-quran yang terdapat pada hal diatas
mempunyia sebuah grand maksud ialah sebagai berikut :
1. Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib
baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah
lainnya.
2. Cara-cara yang digunakan dalam pengambilan kegunaan terhadap suatu harta adalah
harus mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaanya dapat diatur oleh
masyarakat melalui wakil-wakilnya.

3. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya


memperoleh imbalan yang wajar.
Disamping penggunaan harta yang harus memperhatikan kepentingan umum,
untuk kepentingan pribadi juga harus diperhatikan. Dengan hal itu maka berlakulah
ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepeentigan pribadi selama tidak
merugikan orang lain dan masyarakat.
b. Karena pemilikan manfaat harta berhubungan dengan hartanya, maka pemilik
(manfaat) boleh memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara
menjualnya, menghibahkannya, dan sebagainya.
c. Pada dasarnya, pemilikan manfaat itu kekal, tidak terikat oleh waktu.
Berkenaan dengan harta di al-quran dijelaskan pula tentang larangan-larangan
penggunaan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi :
produksi, distribusi dan konsumsi harta, dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk
larangan tersebut sebagai berikut :
a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa :
1) Memakan harta sesama manusia dengan jalan yang tidak halal atau batal.
2) Memakan harta yang didapat dengan jalan penipuan.
3) Dengan jalan melanggar janji atau sumpah yang telah di buat.
4) Dihasilkan dengan jalan mencuri
b. Perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian keseluruhan
masyarakat, dengan cara perdagangan yang memakai bunga, firman Allah :


.
hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.(Ali Imran: 13).
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir. Dan orang yang menimbum harta dengan maksud
untuk meninggikan harga, sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
d. Penggunaan yang merupakan pemborosan. Baik itu dengan harta pribadi, perusahaan,
masyarakat atau Negara yang bersifat mengeksploitasi sumber-sumber alam secara
berlebihan dan tidak memperhatikan lingkungan.
e. Memproduksi, memperdagangkan, dan mengonsumsi barang-barang yang terlarang
seperti narkotika dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
C. FUNGSI HARTA ?
Harta banyak di cari oleh banyak orang dikarenakan fungsi harta sangat banyak
sekali dan selain itu harta juga sebagai perhiasan untuk kehidupan. Disamping berfungsi
untuk kebaikan harta juga berfungsi dalam hal yang jelek. Dintara kesemuanya itu adalah
:
a. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (Mahdhah), sebab
ibadah yang bersifat syariati banyak yang menggunakan adanya suatu harta yang
mana dalam mendapatkan suatu benda itu perlu adanya suatu harta. Dizaman
perdagangan ini tidak ada yang gratis dan tidak akan di dapatkan dengan cara yang
Cuma-Cuma, sehingga dari itu perlu adanya suatu harta untuk memilikinya. Seperti
contoh ibadah shalat perlu adanya kain untuk menutup aurat agar bisa terpenuhi
syarat shalat.
b. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab sebuah kefakiran
cenderung

mendekatkan

diri

kepada

kekufuran

sehingga

pemilikan

harta

dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini bisa

dimanfaatkan dengan cara penyantunan terhadap orang-orang yang membutuhkan.


Terkadang harta juga berfungsi sebagai landasan untuk peningkatan keimanan, hal ini
bias dengan cara mengelurakan zakat yang mana bisa dimaksudkan mensucikan harta
dan hal itu juga sebagai standar untuk peningkatan keimanan.
c. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya, sebagaiman
firman Allah :

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan


dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(Al-Nisa: 9).
Dari ayat tersebut dapat diambil sebuah pemikiran baru bahwa diharapkan
manusia takut kepada Allah untuk meninggalkan generasinya yang masih lemah yang
mana khawatiran itu disebabkan karena takut tidak bisa memberikan nafkah. Jadi
dalam hal ini harta juga berfungsi sebagai jalan untuk meneruskan suatu generasi
kehidupan dari fase satu ke fase yang berikutnya.
d. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. Karena
keseimbangan kehidupan yang nantinya dapat membawa manusia ke jalan
kesenangan. Hal ini seperti hadits Nabi SAW :

Bukan;ah orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah
akhirat, dan yang meninggalkan, masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga
seimbang diantara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia
kepada masalah akhirat.(Riwayat Al Bukhari).

Dari hadits tersebut diterangkan bahwa kehidupan yang baik bukanlah kehidupan
yang mementingkan kehidupan akhirat, tetapi perlu ada keseimbangan kehidupan
dunia yaitu dengan jalan mencari harta untuk keberlangsungan hidup di dunia.
e. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena orang yang menuntut ilmu
itu perlu adanya suatu modal baik itu untuk kehidupan sehari-hari maupun modal
untuk membayar pendidikannya. Dan dalam pengembangan hartanya juga diperlukan
untuk memperlancar pencarian bahan yang diperlukan untuk digunakan dalam
pengembangan ilmu.
f. Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluaan. Tetapi ada
hal lain yang lebih penting kegunanaan harta adalah untuk mempererat tali
silaturahmi antara manusia bukannya dari segi pertukaran harta tetapi lebih dari itu
yang berupa saling silaturahmi antar keluarga yang dekat dengan keluarga yang jauh.
Karena untuk berkunjung antara yang satu perlu adanya suatu alat tranportasi yang
menunjang untuk saling berkunjung, yang mana alat yang digunakan tanpa adanya
suatu

modal

tetapi

perlu

adanya

suatu

modal

untuk

memperoleh

dan

mempergunakannya.
Dari hal-hal diatas adalah fungsi harta yang di gunakan untuk kebaikan dan untuk
jalan menuju keakhirat. Dan mengenai harta yang dapat digunakan untuk kejelekan itu
banyak sekali, dan tidak perlu kita jelaskan karena masing-masing person sudah tahu
mana yang jelek dan mana yang bagus. Jadi hanya sebuah gambaran tentang pemanfaatan
harta yang digunakan untuk kebagusan yang kita paparkan.
D. PEMBAGIAAN HARTA SERTA AKIBAT HUKUMNYA
Menurut para fuqaha harta dapat di tinjau dari beberapa segi. Dan harta yang
terdapat dalam muamalah terdiri dari beberapa bagian, dan masing-masing itu memiliki
ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Berikut adalah beberapa pembagian harta menurut
golongan masing-masing dan menurut hukum masing asing-maisng :
1. Mal Mutaqawwim Dan Ghair Mutaqawwim

a. Harta yang berharga (mutaqawwim) ialah setiap harta yang disimpan oleh
seseorang dan syara` mengharuskan penggunaannya dan cara yang digunakan
untuk memperolehnya adalah dengan jalan yang baik yang dibenarkan oleh
syara. Contohnya seperti daging kambing halal dimakan, tetapi dalam
penyembelihan kambing itu menggunakan cara yang tidak dibenarkan oleh syara
maka daging kambing itu menjadi batal menurut syara. Jadi dalam kasus seperti
ini ada hal yang tidak memperbolehkan untuk memanfaatkan harta itu (daging).
b. Harta yang tidak berharga (Ghayr Mutaqawwim) ialah harta yang tidak di dalam
simpanan atau dimiliki orang, dan harta yang tidak boleh diambil manfatnya, baik
itu jenis, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Harta yang seperti
ini adalah kebalikan dari harta yang berharga (mutaqawwim).
Dari kedua hal diatas mempunyai sebuah tujuan yang mana untuk sebuah
kepentingan yang agar nantinya tidak ada hal yang melenceng :
a) Harta yang berharga sah untuk semua urusan berakad dengannya seperti berjual
beli, hibah, meminjam, gadaian, wasiat dan bersyarikat.
b) Harta yang tidak berharga tidak sah berakad dalam semua urusan seperti tidak sah
menjual arak dan babi.
c) Wajib membayar ganti rugi oleh orang yang merosakkan harta yang berharga sama
ada ganti rugi barang yang serupa sekiranya ada atau membayar nilai harganya.
d) Harta yang tidak berharga tidak wajib membayar ganti rugi orang yang
merosakkannya
2. Mal Mitsli Dan Mal Qimi
a. Mal mistsli ialah harta yang ada sebanding atau serupa dengannya tanpa terdapat
berlebih kurang dalam semua juzu`nya[2], atau dengan kata lain harta yang
jenisnya mudah diperoleh secara persis. Harta yang seperti ini adalah harta yang
cara memperolehnya sangat mudah di dapatkan dan banyak sekali imbangannya
(persamaannya).

b. Mal Qimi ialah ialah harta yang tidak terdapat lagi di mana-mana yang serupa
dengannya atau yang sebanding antara satu sama lain di pasar-pasar atau di kedaikedai; atau tidak ada bagi harta itu yang serupa dengannya akan tetapi harganya
berbeda antara satu dengan yang lain. Harta yang seperti itu bersifat pada tataran
perbedaan pada semua segi atau salah satu unsur dari barang itu baik berupa
ukuran, harga, dan lain sebaginya. Hukum dari kedua hal itu bersifat relative, jadi
untuk kepastian hokum dari keduanya tidak bisa ditentukan secara sepihak. Harta
mistli dapat berubah menjadi harta qimi dan begitu pula sebaliknya. Hal itu bias
karena aspek :
a) Dengan sebab habis dalam pasaran, bila habis harta mitsliy di pasaran, maka
bertukarlah harta mitsliy kepada harta qimi.
b) Bila bercampur aduk antara harta mitsli dengan harta qimi dan jenis keduanya
berbeda, maka dengan sebab bercampur aduk kedua jenis harta mitsli itu maka
bertukarlah keadaannya dari pada harta mitsli kepada harta qimi seperti
bercampur antara beras dengan gandum dan sebagainya.
c) Sekiranya harta mitsliy telah berlaku kecacatan ataupun telah digunakan, maka
jadilah ia harta qimi yang khusus. Harta qimi bertukar kepada harta mitsli
apabila berlaku banyaknya harta qimi sesudah lainnya jarang diperolehi orang.
3. Harta Istihlak dan Harta Istimal
a. Harta istihlak adalah harta yang dalam pemakainannya harus menghabiskannya
atau dengan kata lain hanya bisa dipakai satu kali pemakaian. Harta yang seperti
ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :harta istihlaki haqiqi dan istihlaki huquqi.
Harta istihlaki haqiqi adalah harta yang sudah dimanfaatkan kegunaannya dan
sudah jelas habis wujudnya. Dengan artian bahwa harta yang seperti ini dalam
pemanfaatannya habis langsung dan tidak membekas. Sedangkan istihlaki huquqi
adalah harta yang habis ketika digunakan tetapi wujud dari baarang itu masih atau
dengan kata lain hanya berpindah kepemilikan.

b. Harta istimal yaitu harta yang dapat dipakai berulang kali atau dengan kata lain
dapat digunakan berulang-ulang dan tidak akan habis wujud dan hak
kepemilkikannya. Barang yang seperti ini buku, sepatu, celana.
4. Harta Manqul dan Harta Ghaiu Manqul
a. Harta manqul (harta alih) yaitu harta yang dapat dipindahkan baik itu zat wujud
dari satu tempat ketempat yang lain. Harta dengan kriteria ini mempunyai sebuah
keunggulan dalam bidang dapat dipindah-pindakan dari satu tempat ketempat
yang lain.
b. Harta Ghair Manqul (tidak bergerak) ialah harta yang tidak dapat dipindah-pindah
dari satu ketempat ketempat yang ,lain dan harta mempunyaia sifat tetap dan tidak
bergerak. Kedua hal tersebut bila dilihat dari hukum positif disebut dengan benda
bergerak dan benda tetap.
5. Harta Ain dan Harta Dayn
a. Harta Ain yaitu harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, jambu dan
lainnya. Harta yang seperti ini terbagi dalam 2 :
Harta ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai.
Harta ain ghayr dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai
harta karena tidak memilki nilai, misalnya sebiji beras.
b. Harta dayn adalah harta yang berada dalam tanggung jawab seseorang atau harta
yang di hutang orang lain. Sehingga harta yang dipinjam itu beralih tanggung
jawab kepada orang lain atau pihak penghutang.
6. Mal Al-Ain dan Mal Al-Nafi

a. Mal al-ain ialah benda yang memiliki nilai dan berwujud. Hal yang ini mempunyai
pengertian bahwa benda yang mempunyai nilai dan benda itu juga mempunyai
wujud maka hal itu bisa disebut dengan harta.
b. Harta nafi aradl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan ,masa,
oleh karena itu mal al-naI tidak berwujud dan tidak disimpan.
7. Harta yang dapat dibagi dan harta yang tidak dapat dibagi
a. Harta yang dapat (Mal Qabil Li Al-Qismah) harta yang tidak dapat menimbulkan
kerugian atau kerusakan pada harta apabila harta itu di bagi, misalnya beras dan
tepung.
b. Harta yang tidak dapat di bagi (Mal Ghair Qabil Li Al-Qismah) ialah harta yang
akan menimbulkan kerusakan dan kerugian apabila harta itu di bagi-bagi, misal
meja, gelas, pensil.
8. Harta pokok dan harta hasil (buah)
Harta pokok harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain, atau dengan kata lain
harta modal. misalnya bulu domba di hasilkan dari domba maka domba asal bulu itu
disebut modal. Dan bulu domba itu disebut sebagai harta hasil (buah). Atau dengan
kata lain modalnya disebut harta pokok dan hasilnya disebut sebagai tsamarah.
9. Harta khas dan harta am
Harta khas adalah harta pribadi, yang mana dalam pemilikannya tidak bersekutu
dengan orang atau dengan kata lain yang boleh mengambil kemanfaatannya hanya
orang yang punya saja. Sedangkan harta am harta milik umum (bersama) ialah harta
yang boleh diambil manfaat oleh umum atau dengan kata lain harta bersama. Dalam
harta yang seperti ini bukan dalam maksud harta yang dimiliki oleh khalayak umum
pada umumnya atau benda yang belum ada yang punya.
III. KESIMPULAN

1. Harta adalah sesuatu yang bermanfaat dan berbentuk dan mempunyai sebuah nilai yang
dapat di simpan.
2. Harta dalam islam atau harta dalam kajian umum dapat berfungsi untuk kabaikan dan
dapatpula berfungsi untuk kejahatan atau kejelekan.
3. Harta dapat berkedudukan sebagai penghias dan dapat pula sebagai musuh.
4. pembagian harta yang ada muamalah terbagi kedalam beberapa bagian yang mana dari
itu semua mempinuyai sebuah kedudukan yang berbeda-beda.

PENGERTIAN HARTA
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal.
Berbagai macam pendapat tentang pengertian harta:

Sedangkan harta (al-mal) menurut Imam Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi
Suhendi, M.Si.) ialah sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk
disimpan hingga dibutuhkan.

Menurut Hanafiah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) harta adalah
segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya
bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut Hanafiah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu
yang berwujud (ayam).

Menurut ulama, yang dimaksud harta ialah sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan
tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau akan menyimpannya.

Menurut ulama lainnya, harta adalah segala zat (ain) yang berharga, bersifat materi yang
berputar di antara manusia.

Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.)
harta adalah:

1.

Nama selain manusia, yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat
dipelihara pada suatu tempat dan dikelola (tasbarruf) dengan jalan ikhtiar.

2.

Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh
sebagian manusia.

3.

Sesuatu yang sah untuk dijual belikan

4.

Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki
oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi sebiji beras menurut urf
tidak bernilai (berharga), maka sebuji beras tidak termasuk harta.

5.

Sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud sekalipun dapat diambil
manfaatnya tidak termasuk harta seperti manfaat, karena manfaat tidak berwujud, maka bukan
harta.

6.

Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan.
UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, yaitu:

1.

Unsur aniyab adalah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (ayan), maka manfaat
sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.

2.

Unsur urf adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian manisia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah
maupun manfaat manawiyah.
KEDUDUKAN HARTA
Dalam Al-Quran bahwa harta adalah sebagai perhuasan hidup. Pada Al-Quran surat alKahfi: 46 dan al-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta
merupakan kebutuhan yang mendasar. Harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah). Karena
harta sebagai titipan, maka manusia tidak memiliki harta secara mutlak karena itu dalam
pandangan tentang harta terhadap hak-hak lain seperti zakat harta dan yang lainnya. Kedudukan
harta juga dapat sebagai musuh.
Konsekuensi logis dari ayat-ayat Al-aquran adalah:

1.

Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah, maka wajib baginya untuk
mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.

2.

Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya


dapat diatur oleh masyarakat melaui wakil-wakilnya.

3.

Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh
imbalan yang wajar.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan ptibadi juga diperhatikan, maka
berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1.

Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak
merugikan orang lain dan masyarakat.

2.

Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka boleh pemilik (manfaat)
untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya,
menghibahkannya dan sebagainya.

3.

Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.
Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan dengan harta yang
berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan konsumsi harta:

1.

Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:

a.

Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,

b.

Memakan harta dengan jalan penipuan,

c.

Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,

d.

Dengan jalan pencurian.

2.

Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan
masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.

3.

Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta dengan maksud untuk
meninggikan (menaikan) harga sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.

4.

Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang menghabiskan harta
pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun yang sifatnya mengeksploitasi sumbersumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi).

5.

Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang terlarang seperti


narkotika dan minuman keras kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan.

PEMBAGIAN HARTA
1.

Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim

a.

Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara. Atau
semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau
adalah halal dimakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut
syara, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara
penyembelihannya batal menurut syara.

b.

Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya,
cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang
diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya yang
haram.

2.

Mal Mitsli dan Mal Qimi

a.

Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti
dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.

b.

Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak dapat
berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.

c.

Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh di pasar (secara
persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya
berbeda kecuali dalam nilai dan harga.

3.
a.

Harta Istihlak dan harta Istimal


Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya secara
biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:

a)

Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis
sekali digunakan.

b)

Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan tetapi
zatnya masih tetap ada.

b.

Harta Istimal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan materinya tetap
terpelihara. Harta istimal tidaklah habis dengan satu kali menggunakan tetapi dapat digunakan
lama menurut apa adanya.

4.
a.

Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul


Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke
tempat lain.

b.

Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat
ke tempat lain.

5.

Harta Ain dan Harta Dayn

a.

Harta ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, kendaraan.
Harta ain terbagi menjadi dua, yaitu:

Harta ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta
karena memiliki nilai yang dipandang sebagai harta, karena memiliki nilai ain dzati qimah
meliputi:

Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya

Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya

Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya

Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya

Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak)

Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan (benda tetap).

Harta ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena
tidak memiliki harga seperti sebiji beras.

b.

Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang yang berada
dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) berpendapat bahwa
harta tidak dapat dibagi menjadi harta ain dan dayn, karena harta menurut Hanafiah ialah
sesuatu yang berwujud maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta,
seperti hutang tidak dipandang sebagai harta tetapi hutang adalah wash fi al-dgimmah.

6.
a.

Mal al-ain dan al-nafi (manfaat)


Harta aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), seperti rumah, ternak,
dll.

b.

Harta nafi adalah aradl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh
karena itu mal al-nafi tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.

7.

Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur

a.

Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik perseorangan maupun milik
badan hukum seperti pemerintah atau yayasan.
Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua macam, yaitu:

Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti rumah yang
dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti
seseorang yang mempunyai sepasang sepatu yang dapat digunakan kapan saja.

Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan
pemiliknya, seperti dua orang tang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah
satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain.
Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, seperti
dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik tersebut diurus bersama.

b.

Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata
air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang
mengambilnya maka ia akan menjadi pemiliknya.

c.

Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada
orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan
untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang lainnya.

8.

Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

a)

Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu
kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya.

b)

Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja,
mesin dan lain sebagainya.

9.

Harta pokok dan harta hasil (buah)

a)

Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta pokok bisa juga
disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.

b)

Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu domba dihasilkan dari
domba, maka domba sebagai harta pokok dan bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang
beranak maka anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut
harta pokok.

10. Harta khas dan harta am

a)

Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil
manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.

b)

Harta am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

Harta yang termasuk milik perseorangan.

Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.


Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua macam yaitu:

Harta yang bisa menjadi milik perorangan tetapi belum ada sebab pemiliknya, seperti
binatang buruan di hutan.

Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab pemilikan, seperti ikan di
sungai diperoleh seseorang dengan cara mengail.
Harta yang tidak dapat masuk menjadi milik perorangan adalah harta yang menurut syara tidak
boleh dimiliki sendiri, seperti sungai, jalan raya, dan yang lainnya.
FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi
harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:

a)

Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk
melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.

b)

Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.

c)

Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.

d)

Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.

e)

Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal akan
tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.

f)

Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan


tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan karena itu
tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.

g)

Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga


terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai