Kejang Demam Fix
Kejang Demam Fix
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang ada berhubungannya dengan demam
dan umur, tetapi tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Pada umumnya
kejang demam terjadi pada umur anak 3 bulan sampai 5 tahun, dan terbanyak pada umur
14- 18 bulan (Yuana, Bahtera & Wijayahadi, 2010).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38C). Kejang demam (febris convulsion) adalah perubahan aktivitas motorik
atau behavior yang bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari aktivitas
listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Riyadi & Sukarmin,
2009).
Kesimpulannya kejang demam adalah bangkitan kejang yang diakibatkan karena
kenaikan suhu tubuh diatas 38C sehingga menyebabkan perubahan aktivitas listrik
abnormal di otak.
B.Etiologi
Penyebab kejang demam masih belum dapat dipastikan. Sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh tetapi bukan pada kecepatan kenaikan suhu yang menjadi faktor
pencetus serangan kejang demam. Pada keadaan suhu demam melebihi 38,8C dan terjadi
pada saat suhu tubuh naik bukan saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. Kondisi
yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain: infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi & Sukarman, 2009).
Seorang anak memiliki risiko kejang demam akan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti adanya riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga, kelainan dalam
perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam dan kejang
yang berlangsung lama atau kejang fokal. Jika seorang anak memiliki dua dari tiga fator
risiko yang ada tersebut, maka dikemudian hari anak akan mengalami kejang tanpa
demam sebesar 13%. Jika hanya ada satu atau tidak ada faktor risiko sama sekali, serangan
kejang tanpa demam sebesar 2- 3 % (Sodikin, 2012).
Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial. Dimana penyebab
terjadinya kejang yang mengganggu intrakranial. Pertama, penderita kejang (epilepsy)
akibat trauma (perdarahan) memiliki faktor resiko yang meningkat untuk mendapat
perdarahan subdural akut dan lesi intrakranial lainnya. Kedua, adanya infeksi bakteri,
virus dan parasit, misalnya Streptococcus pneumonia merupakan bakteri menyebabkan
meningitis dan juga sebagai sebagai penyebab komplikasi intrakranial. Ketiga, gangguan
kongenital adanya kelainan serebri (Nurarif & Kusuma 2013; Sastrodiningrat, 2006;
Ritarwan, 2006).
Penyebab kejang yang mengganggu ekstrakranial diantaranya pertama, adanya
gangguan metabolik ditandai dengan hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
Kedua, adanya toksik dari introksikasi, anestesi lokal dan sindroma putus obat. Ketiga,
gangguan kongenital yang terjadi pada gangguan metabolisme asam basa (Nurarif &
Kusuma, 2013).
C. Patofisiologi
Infeksi pada jaringan di luar kranial seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkitis
merupakan bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme
dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik
ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistematik. Naiknya suhu di hipotalamus,
akan merangsang kenaikan suhu pada tubuh lainnya seperti otot dan kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dan peristiwa ini di duga dapat menaikkan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga terjadi kejang (Riyadi, Sukarmin, 2009).
WOC KEJANG DEMAM
InfeksiRangsang
bakteri virus
mekanik
& parasit
dan biokimia. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Reaksi Inflamasi
Perubahan konsentrasi ion Kelainan
diruang ekstraseluler
Proses demam
neurologis perinatal/prenatal
Hipertermia
Perubahan
Ketidakseimbangan potensi membran
ATPdifusi Na+ dan K+
Resiko kejang berulang
Resiko keterlambatan perkembangan
Pelepasan muatan listris semakin meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotrans
Resiko cidera
Kejang
Resiko cidera
<15 menit
Kesadaran menurun
Reflek menelan turun
>15 menit
Resiko aspirasi
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan ke otak
Kebutuhan O2 meningkat
Suhu tubuh makin meningkat
Risiko asfiksia
Thermoregulasi tidak efektif
D. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di
luar susunan saraf misalnya otitis media akut, bronkitis, dan sebagainya. Bangkitan kejang
dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau atonik (Lazuardi, Kusumoputro &
Mardioni dalam Markam, 2009).
Menurut Riyadi & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita
kejang demam:
1. Suhu tubuh anak (rektal) lebih dari 38C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi
beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Living-stone juga dapat
dijadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klonik kejang demam. Ada 7 (tujuh)
kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan Elektro Enchephaloghrapy dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih
setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Menurut Nurarif & Kusuma (2013) manifestasi klinik kejang demam, meliputi:
1. Kejang umum
Biasanya diawali kejang tonik (Berupa pergerakan satu ekstremitas atau pergerakan
dengan ekstensi lengan dan tungkai), kemudian klonik (Pergerakan yang terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik) berlangsung 10 sampai dengan 15 menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia
Pada bayi frekuensi denyut jantung sering diatas 150-200 kali permenit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan system vena ditandai dengan hepatomegali dan peningkatan tekanan
vena jegularis.
E. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula
kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsy. Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam yaitu adanya
pneumonia aspirasi, asfiksia dan retardasi mental (Rafani, 2008).
Komplikasi kejang demam pada anak dapat terjadi, yaitu hemiparase atau adanya
kelemahan dimana anak mengalami kejang berlangsung lama atau hemikonvulsi, anak juga
dapat mengalami bangkitan kejang tanpa demam (epylepsi) yang bergantung pada adanya
gangguan neurologis atau perkembangan sebelum timbulnya kejang, adanya riwayat
kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara dan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit. Anak akan mengalami gangguan inteligensi, dimana penderita kejang demam
yang disertai gangguan perkembangan atau ada kelainan neurologis sebelum kejang maka
akan didapatkan I.Q yang lebih rendah. Bila kejang demam disusul oleh kejang tanpa
demam maka kemungkinan retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar (Lazuardi,
Kusumoputro & Mardioni dalam Markam, 2009).
Kejang demam sering menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang. Kejang
demam simple tidak menyebabkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan
belajar, ataupun epilepsi. Komplikasi paling umum dari kejang demam adalah adanya
kejang demam berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka
demam kembali. Resiko terulang kejang demam akan lebih tinggi jika pada kejang yang
pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, jarak waktu antara
mulainya demam dengan kejang yang sempit dan ada faktor turunan (genetik) dari ayah
ataupun dari ibu (Ayukhe, 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
kejang demam:
1. Pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi:
a. Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak
jelas.
b. Bayi antara 12 bulan-1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali
pasti bukan meningitis.
c. Pemeriksan Electroencephalography (EEG) dapat dilakukan pada kejang demam
yang tidak khas.
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan dan/atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya
menunjukkan gambaran normal. CT-scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus
kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.
G. Penatalaksanaan
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data yang akurat dari klien sehingga diketahui permasalahan
keperawatan. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa
dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien,
keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium
(Hidayat, 2009).
Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan kejang demam meliputi:
1. Anamnese
a. Biodata atau Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat (Setia, 2006)
b. Keluhan utama
Ibu anak biasanya mengeluh tubuh anaknya sangat panas kemudian timbul kejang
(tonik, klonik, tonik klonik) secara tiba-tiba (Muttaqin, 2008).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, otitis media
akut (OMA), tumor otak dan lain-lain (Muttaqin, 2008).
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada anak kejang demam riwayat yang yang menonjol adalah adanya demam yang
dialami oleh anak (suhu rektal di atas 38C). Demam ini dilatarbelakangi adanya
penyakit lain yang terdapat pada luar kranial sepertia tonsilitis, faringitis.
Sebelumnya serangan kejang pada pengkajian status kesehatan biasanya anak tidak
mengalami kelainan. Anak masih menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menyusui, dan kejang-kejang (Suharso dalam
Setia, 2006).
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang (Suharso dalam Setia, 2006).
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Pengkajian dada anak kejang demam untuk melihat kesimetrisan dada dan
pergerakan dada.
11. Paru paru
Pengkajian paru-paru anak kejang demam, bronchitis kemungkinan
ditemukan.
12. Jantung
Umumnya normal pada anak kejang demam.
13. Abdomen
Pengkajian abdomen anak kejang demam mengetahui adanya mual mual dan
muntah.
14. Genetalia dan anus
Pengkajian bagian genetalia dan anus anak untuk melihat ada kelainan / tidak.
15. Ekstremitas
Pengkajian ekstremitas anak baik atas maupun bawah untuk melihat ada
kelainan / tidak.
16. Selaput Meningen
a. Tanda Kaku Kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada menandakan kaku kuduk positif (+).
b. Tanda Kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
c. Tanda Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang nervus ischiadicus (saraf terbesar dan terpanjang pada tubuh).
d. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat, kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
e. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.
B. Analisa Data
No
1.
Problem
Gangguan aliran
Etiologi
Ketidakefektifan
darah ke otak
perfusi jaringan
otak
2.
DS:
Ibu klien mengatakan badan
anaknya masih demam, teraba
panas, serta demam muncul lagi
setelah meminum obat penurun
panas.
DO:
S: 38.5oC
N: 88 bpm
RR: 26 bpm
Kulit teraba hangat
Proses inflamasi
penyakit
Ketidakefektifan
termoregulasi
3.
DS:
Ibu klien mengatakan anaknya
terlihat lemah dan sering terjadi
kejang secara mendadak
DO:
Anak terlihat lemah
Pucat
Ekstremitas terlihat lemah
Gangguan
integrasi sensori
Resiko cedera
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
otak.
2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi penyakit
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan integrasi sensori
D. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke
otak.
NOC:
Intervensi
NIC:
Ci
rculation status
Ne
urologic status
Ti
ssue Perfusion:
cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selama1 x 24 jam
ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil:
Te
kanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
Ti
dak ada
ortostatikhipertensi
K
omunikasi jelas
M
enunjukkan
konsentrasi dan
orientasi
Pu
pil seimbang dan
reaktif
Be
bas dari aktivitas
kejang
Monitor TTV
Monitor AGD,
ukuran pupil, ketajaman,
kesimetrisan dan reaksi
Monitor adanya
diplopia, pandangan kabur,
nyeri kepala
Monitor tonus
otot pergerakan
Monitor tekanan
intrkranial dan respon
nerologis
Catat perubahan
pasien dalam merespon
stimulus
Monitor status
cairan
Pertahankan
parameter hemodinamik
Tinggikan
kepala 0-45o tergantung
pada konsisi pasien dan
order medis
Ti
dak mengalami nyeri
kepala
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Ketidakefektifan
termoregulasi
berhubungan dengan
proses inflamasi penyakit
NOC:
Intervensi
NIC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama1 x 24
jam.pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Su
Na
hu 36 37C
Monitor
suhu
sesering mungkin
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor
tekanan
darah, nadi dan RR
Monitor penurunan
tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb,
dan Hct
Monitor intake dan
output
Berikan anti piretik:
Kelola
Antibiotik.
di dan RR dalam
rentang normal
Ti
dak ada perubahan
warna kulit dan
tidak ada pusing,
merasa nyaman
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
.
Selimuti pasien
Berikan
cairan
intravena
Kompres
pasien
pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Catat
adanya
fluktuasi tekanan darah
Monitor
hidrasi
seperti
turgor
kulit,
kelembaban
membran
mukosa)
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Risiko cedera
berhubungan dengan
gangguan integrasi
sensori
NOC:
Intervensi
NIC:
Kn
owledge: Personal
Safety
Saf
ety Behavior: Fall
Prevention
Saf
ety Behavior =: Fall
Environmental Management
safety
Identifikasi faktor
lingkungan
yang
memungkinkan
resiko
terjadinya cedera
Pantau
status
neurologis setiap 8 jam
Jauhkan bendabenda
yang
dapat
mengakibatkan
terjadinya
occurance
Saf
ety Behavior: Physical
Injury
Tiss
ue Integrity: Skin and
Mucous Membran
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama1x 24 jam.klien
tidak mengalami trauma
dengan kriteria hasil:
pasien
terbebas dari trauma
fisik
Pasang
penghalang
tempat
tidur
pasien
Letakkan pasien
di tempat datar dan rendah
Tinggal bersama
pasien dalam beberapa lama
setelah kejang
Menyiapkan kain
lunak
untuk
mencegah
terjadinya gigitannya lidah
saat terjadi kejang
Tanyakan pasien
bila ada perasaan yang tidak
biasa yang dialami beberapa
saat sebelum kejang
Anjurkan pasien
untuk
memberitahu
jika
merasa ada sesuatu yang tidak
biasa sebagai permulaan
terjadinya kejang
Berikan informasi
pada
keluarga
tentang
tindakan
yang
harus
dilakukan selama pasien
kejang