Anda di halaman 1dari 32

MATA KULIAH KEPERAWATAN REPRODUKSI II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


POST PARTUM BLUES

Oleh:

Kelompok 2 AJ 1
Agnes Ose Tokan

131511123003

Tri Sulistyawati

131511123005

Dwi Retna Heruningtyas

131511123011

Hardiansyah

131511123021

Agus Saputro

131511123029

Fauzan Rifai

131511123071

Aisyah Nur Izzati

131511123075

Maria Roswita Loin

131511123085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua
hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Beberapa penyesuaian
dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya
sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita
berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak
berhasil

menyesuaikan

diri

dan

mengalami

gangguan-gangguan

psikologis, salah satunya yang disebut Postpartum Blues.


Angka kejadian baby blues atau postpartum blues di Asia cukup
tinggi dan bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka
kejadian babyblues atau postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca
persalinan. Indonesia, angka kejadian postpartum blues antara 50-70%
wanita pasca persalinan semula diperkirakan angka kejadiannya rendah
dibandingkan negara-negara lain, hal ini disebabkan oleh budaya dan sifat
orang Indonesia yang cenderung lebih sabar dan dapat menerima apa yang
dialaminya, baik itu peristiwa yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan. Namun hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta oleh
Irawati (2010) menunjukkan 25% dari 580 ibu yang menjadi
respondennya mengalami sindroma ini. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya, ditemukan bahwa angka
kejadiannya 11-30 %, suatu jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin
dibiarkan begitu saja (Sylvia : 2006).
Postpartum blues pada ibu pasca persalinan masih dianggap
sebagai hal yang wajar sehingga seringkali diabaikan sehingga tidak
tertangani dengan baik (Iskandar,2004). Resiko postpartum baby blues
beresiko pada wanita usia kurang dari 20 tahun, perokok, alkoholik,
kehamilan yang tidak direncanakan, perna mengalami depresi atau
gangguan jiwa lainnya.

Dukungan dan perhatian dari, suami, keluarga, dan teman terdekat


dan yang terpenting berikan istirahat. Selain itu berikan dukungan positif
pada ibu atas keberhasilannya menjadi orang tua dan bayi baru lahir, hal
ini

dapat

membantu

memulihkan

kepercayaan

diri

terhadap

kemampuannya (Sulistyawati, 2009). Bila diperlukan dapat diberikan


pertolongan dari para ahli,misalnya dari seorang psikolog atau konselor
yang

lebih

berpengalaman.

Selain

itu

peran

perawat

dalam

penatalaksanaan klien dengan postpartum blues adalah sebagai pendidik


untuk meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi melalui
media atau penyuluhan dari tenaga kesehatan agar ibu setelah melahirkan
tidak jatuh dalam gangguan psikologis.
B. Rumusan masalah
Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan post
partum blues ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah
mahasiswa mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan post partum blues.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan small group discussion mahasiswa dapat
mengetahui :
a) Pengertian postpartum blues
b) Etilogi dari postpartum bules.
c) Gejala dari postpartum blues.
d) Manifestasi klinis postpartum blues
e) Patofisiologi postpartum blues
f) Penanganan postpartum blues.
g) Pencegahan dari postpartum blues.
h) Pemeriksaan diagnostik postpartum blues
i) Asuhan keperawatan postpartum blues.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Nifas (Puerperium)
Massa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan
berahirketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk,
2002).
Masa nifas dimulai dari beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu berikutnya (JHPEIGO, 2002)
Masa Nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai hingga alat alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi menjadi tiga
periode yaitu:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genital.
c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna mungkin
beberapa minggu, bulan, atau tahun (Bahiyatun, 2009)
B. Adaptasi Psikologis Ibu
Menurut Bahiyatun (2009), Periode post partum menyebabkan
stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi
perubahan fisik yang hebat. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya
masa transisi kemasa menjadi orang tua pada masa post partum, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Respon dan dukungan dari keluarga dan teman


Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi
Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
Pengaruh budaya

Menurut periode post partum dibagi menjadi tiga tahap:


1. Taking in

a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatirannya akan
tubuhnya.
b. Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan
melahirkan.
c. Tidur tanpa ganguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur.
d. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu
biasanya bertambah. Nafsu makan yang kurang menandakan proses
pengembalian kondisi ibu tidak berlangsung normal.
2. Taking hold
a. Berlangsung 2-4 hari postpartum. Ibu menjadi perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan
tanggung jawab terhadap bayi.
b. Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh (misalnya eliminasi).
c. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan untuk merawat bayi,
misalnya menggendong dan menyusui. Ibu agak sensitif dan merasa
tidak mahir dalam melakukan hal tersebut, sehingga cenderung
menerima nasihat dari bidan karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuandan kritikan yang bersifat pribadi.
3. Letting go
a. Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga
b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan
sosial.
c. Pada periode ini biasanya terjadi depresi postpartum.
d. Honey moon adalah fase intim dimana telah terjadi kontak yang lama
antara ayah, ibu, dan bayi sebagai keluarga baru

C. Klasifikasi depresi Post partum


Menurut Jhonson. L Sharon, 2004. Depresi postpartum dibagi
menjadi 4 yaitu:
1. Baby blues "Baby blues"tidak depresi postpartum.Namun, seseorang
dengan depresi postpartum mungkin memiliki baby blues . Baby blues
adalah pengalaman yang paling umum dari depresi setelah melahirkan.
Baby blues bukan ilness dan menyelesaikan sendiri . Sekitar 60 sampai

80 % wanita mengalami singkat dan sementara kemurungan (menangis


atau penebangan sedih, marah, frustrasi) melahirkan berikut dan hanya
berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari. Jika parah , baby
blues dapat berlangsung selama sekitar dua minggu. Hal ini disebabkan
oleh hal-hal berikut:
a. perubahan hormon
b. pembengkakan payudara
c. transisi dari rumah sakit ke rumah
2. Pospartum sindrom depresi
Setelah melahirkan, pengalaman perempuan gejala emosional dan
fisik dari sindrom depresi klinis. Selama depresi postpartum, seorang
wanita mungkin juga mengalami baby blues. Daftar berikut menyajikan
gejala fisik dan emosional yang terkait dengan depresi postpartum .
3. Postpartum Sindrom stres
Kondisi ini alsi dikenal sebagai penyesuaian Disorder. Tingkat
tekanan emosional jatuh antara baby blues ringan dan depresi
postpartum berat. kira-kira satu dari lima wanita mengalami postpartum
syndrome stres. Karena gejala umumnya tidak mencolok seperti depresi
postpartum, tidak ada yang mungkin melihat betapa buruknya ibu baru
terasa
4. Post partum Kecemasan Syndromes
a. Postpartum panik gangguan daftar gejala untuk melihat apakah Anda
mengidentifikasi dengan gejala . Gejala gangguan panik terjadi
tanpa peringatan dan biasanya berlangsung selama 10 hingga 30
menit. Bicaralah dengan dokter Anda jika Anda memiliki gejalagejala tersebut
b. Gangguan obsesif kompulsif sementara mungkin ada banyak gejala
yang berbeda, mereka semua melibatkan gagasan mengganggu
berulang atau perilaku complusive yang menyebabkan penderitaan
yang signifikan atau mengkonsumsi banyak waktu. Ada pengalaman
pikiran-pikiran tertentu berulang, mendesak, atau gambar yang tidak
rasional dan tidak dapat diabaikan, hasilnya dalam ketidaknyamanan
dan kesusahan.
D. Pengertian Postpartum blues

Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah


melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua
hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Beberapa penyesuaian
dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya
sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita
berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak
berhasil

menyesuaikan

diri

dan

mengalami

gangguan-gangguan

psikologis, salah satunya yang disebut Postpartum Blues.


Postpartum blues, dinamakan juga postnatal blues atau baby blues
adalah gangguan mood yang menyertai suatu persalinan. Biasanya terjadi
dari hari ke-3 sampai ke-10 dan umumnya terjadi akibat perubahan
hormonal. Hal ini umum terjadi kira-kira antara 10-17 % dari perempuan.
Ditandai dengan menangis, mudah tersinggung, cemas, menjadi pelupa,
dan sedih. Hal ini tidak berhubungan dengan kesehatan ibu ataupun bayi,
komplikasi obstetrik, perawatan di rumah sakit, status social, atau
pemberian ASI atau susu formula. Gangguan ini dapat terjadi dari
berbagai latar belakang budaya tetapi lebih sedikit terjadi pada budaya di
mana seseorang bebas mengemukakan perasaanya dan adanya dukungan
dari lingkungan sekitarnya.
Post partum syndrome atau distress post partum adalah suatu
kondisi di mana seseorang ibu seringkali merasa uring-uringan, muram
atau bentu-bentuk rasa tak bahagia lainnya. Fase ini dalam jangka waktu
dua hari sampai dua minggu pasca persalinan. Syndrome ini masih
tergolong normal dan sifatnya sementara.
E. Etiologi
1. Perubahan Hormon
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi.

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.


3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan
sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman
memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan
rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluhkesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul
permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau
mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,
problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika
mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja
mengalami peristiwa kehidupan yang menakan. Ibu mengalami
ketakutan pada bayinya tentang adanya ketidaksempurnaan pada
bayinya.
F. Gejala/Tanda-tanda
Gejala-gejala postpartum blues antara lain menangis, mengalami
perubahan perasaan, cemas, kesepian, khawatir mengenai sang bayi,
penurunan gairah sex dan percaya diri terhadap kemampuan menjadi
seorang ibu. Jika hal ini terjadi ibu disarankan untuk melakukan hal-hal
berikut :
1. Mintalah bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan
istirahat untuk kelelahan
2. Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan. Mintalah
dukungan dan pertolonganya.
3. Buang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat
bayi.
4. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri.

Gejala klinis pada gangguan cemas adalah kecemasan berlebihan yang


mengganggu kehidupan ibu yang baru saja melahirkan. Misalnya, ketegangan
motorik berupa gemetar, gelisah, dan nyeri kepala.Hiperaktivitas saraf-saraf
otonom berupa sesak nafas, keringat berlebih, dan berbagai keluhan
gastrointestinal.
Ada tiga teori megenai prinsip terjadinya stress, yaitu : Teori Selye, Teori
Psikoanalitik, dan Teori Kognitif.
a. Teori Selye
Berdasarkan teori Selye, dari alarm reaction and mobilitation diolah
pada tahap kedua yaitu stage resisten (adaptation), apabila berhasil akan
kembali normal (eustress), jika gagal akan masuk ke tahap ketiga yaitu
stage of exhaustion, yang akan berakhir dengan distress.
b. Teori Psikoanalitik
Menurut teori ini, tahapan menuju distress adalah panic-sublimasiregresi. Apabila sublimasi berhasil akan menjadi normal, tetapi jika tidak
berhasil akan terjadi regresi yang akhirnya menimbulkan distress.
c. Teori Kognitif
Menurut teori ini, keputusasaan (desperation) akan diolah pada control
koping atau penguasaan (mastery). jika berhasil akan kembali normal,
tetapi apabila gagal, akan masuk tahap ketiga yaitu kebodohan (stupidity)
yang akhirnya terjadi distress.
Ibu yang mengalami baby blues sering kali menangis terus-menerus
tanpa sebab yang jelas dan mengalami kecemasan. keadaan ini berlangsung
pada minggu pertama setelah melahirkan. Biasanya akan kembali normal
setelah dua minggu tanpa penanganan khusus. Jadi, yang dibutuhkan oleh ibu
yang terkena baby blues adalah ketentraman hati, seseorang yang membantu
ibu mengasuh bayi, dan melakukan pekerjaan rumah. Apabila dukungan dari
suami atau keluarga belum juga membuat ibu merasa lebih baik, disarankan
untuk berkonsultasi kepada psikiater. jika perasaan-perasaan ini dibiarkan
akan berlanjut pada kondisi depresi yang lebih berat, postpartum depression.
Ibu yang mengalami postpartum depression juga akan mengalami
perasaan sedih, perasaan tertekan, sangat sensitive, merasa bersalah, lelah,
cemas, dan tidak mampu merawat diri juga bayinya. Keadaan ini memerlukan
psikoterapi dan obat-obatan disamping dukungan lingkungan.

Perbandingan Baby Blues dan Postpartum Depression


Karakteristik
Baby Blues
Postpartum Depressiom
Insiden
30%-75%
wanita 10%-15%
wanita
Waktu

bersalin
3-5
hari

bersalin
setelah Antara 3-6 bulan setelah

mulainya/onset
Durasi

persalinan
melahirkan
Beberapa hari sampai Beberapa bulan sampai
minggu

Stressor

beberapa

tahun,

tidak diterapi
Ada,

yang Tidak ada

terutama

berhubungan
Pengaruh

kurangnya support
Tidak ada, dapat terjadi Berhubungan erat

sosiokultural

pada

segala

lapisan

Riwayat

sosiokultural
gangguan Tidak berhubungan

mood
Riwayat

keluarga Tidak Berhubungan

gangguan mood
Labilitas mood

Ada

Berhubungan erat
Kadang-kadang

Gangguan tidur
Kadang-kadang
Pemikiran
bunuh Tidak
diri
Pemikiran

Sering

Jarang

ada

hubungan
Sering ada, tapi biasanya
adalah mood depresi
Hampir selalu ada
Kadang-kadang

menyakiti bayi
Perasaan bersalah, Tidak ada atau kecil

Sering

perasaan

berlebihan

tidak

bila

ada

dan

adekuat
Miller LJ, How a baby blues and postpartum depression differ. Womens
Psychiatric Health.1995:13
Kondisi yang paling parah dari depresi pasca melahirkan adalah
postpartum psychosis. Ibu yang mengalami postpartum psychosis, bisa
sampai memiliki keinginan untuk bunuh diri dan berisiko menyakiti
bayinya. Kondisi ini memerlukan perawatan di rumah sakit.Obat
antipsikotik dan litium dengan kombinasi antidepresan merupakan pilihan
terapi. Ibu menyususi yang menderita postpartum psychosis sebaiknya
tidak mengkonsumsi obat-obatan.

Pada postpartum psychosis, psikoterapi sangat dibutuhkan. Terapi


ditujukan untuk membantu

mempermudah ibu dalam melaksanakan

perannya sebagai ibu. Berikut adalah gejala perilaku, fisik, dan emosiaonal
pada baby blues, postpartum depression, dan postpartum psychosis.
Baby Blues
1. Gejala Perilaku

sering menangis
hiperaktif/sering berlebihan
terlalu sensitive
mudah tersinggung
tidak peduli terhadap bayi

2. Gejala Fisik

kurang tidur
hilang tenaga
hilang nafsu makan/makin nafsu makan
mudah lelah setelah bangun tidur

3. Gejala Emosional

cemas dan khawatir berlebihan


bingung
mencemaskan kondisi fisik berlebihan
tidak percaya diri
sedih
perasaan diabaikan

Postpartum Depression
1. Gejala Perilaku

mudah panic
kurang mampu merawat diri sendiri
enggan melakukan aktivitas yang menyenangkan
motivasi menurun
enggan bersosialisasi
tidak peduli pada bayi/ terlalu peduli terhadap perkembangan bayi
sulit mengendalikan perasaan
sulit mengambil keputusan

2. Gejala Fisik

mudah lelah

gangguan tidur
selera makan menurun
sakit kepala
sakit dada
jantung berdebar-debar
mual/muntah

3. Gejala Emosional

mudah tersinggung
perasaan sedih
hilang harapan
merasa tidak berdaya
mood yang berubah-ubah
perasaan tidak layak sebagai ibu
hilang minat
pemikiran bunuh diri
ingin menyakiti orang lain termasuk bayi, diri sendiri, dan suami
perasan bersalah

Postpartum Psychosis
1. Gejala Perilaku

mudah curiga (paranoid)


tidak rasional
preokupasi terhadap hal-hal kecil

2. Gejala Fisik

menolak makan
tidak mampu menghentikan aktivitas/diulang-ulang
kebingunan akan kelebihan energy

3. Gejala Emosional

sangat bingung
hilang ingatan
tidak koheren
halusinasi

G. Manifestasi klinis

Beberapa masalah yang dapat timbul pada klien yang mengalami


Postpartum Blues diantaranya :
1.Menangis dan ditambah ketakutan tidak bisa memberi asi
2.Frustasi karena anak tidak mau tidur
3.Ibu merasa lelah, migraine dan cenderung sensitive
4.Merasa sebal terhadap suam
5.Masalah dalam menghadapi omongan ibu mertua
6.Menangis dan takut apabila bayinya meninggal
7.Menahan rasa rindu dan merasa jauh dari suami
8. Menghabiskan waktu bersama bayi yang terus menerus menangis
sehingga membuat ibu frustasi
9.Perilaku anak semakin nakal sehingga ibu menjadi stress
10. Adanya persoalan dengan suami
11. Stress bila bayinya kuning
12. Adanya masalah dengan ibu
13. Terganggunya tidur ibu pada malam hari karena bayinya menangis
14. Jika ibu mengalami luka operasi, yang rasa sakitnya menambah
masalah bagi ibu.
15. Setiap kegiatan ibu menjadi terbatas karena hadirnya seorang bayi
16. Takut melakukan hubungan suami isteri karena takut mengganggu bayi
17. Kebanyakan para ibu baru ingin pulang ke rumah orangtuanya dan
berada didekat ibunya.
H. Patofisiologi
Sejarah kehamilan adalah faktor utama yang bisa menimbulkan
terjadinya baby blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues.
Riwayat seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem dengan
orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya
perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor dari etiologi serta factor
psikolog lainnya merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen
setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional
pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi. Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan

mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu akan


mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih
membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di
anggap penting baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini
mengakibatkan rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri
ibu, tidak jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti.
Khawatir pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan

I. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini masih belum ada alat tes khusus yang dapat
mendiagnosa secara langsung post partum blues. Tetapi ada dua skrining
untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) di dikembangkan
di Universitas Endinburgh

Scotlandia. Skala ini dirancang untuk

perempuan dengan gejala gangguan emosi selama kehamilan dan post


natal.

EPDS

ini

dianggap

menjadi

alat

yang

efesien

untuk

mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk depresi postpartum (Gold,


2002; Epperson , 1999). Untuk score dengan tanggapan 0,1 , 2 dan 3 dan
5 sampai 10. Skor dijumlahkan untuk skor total berkisar dari 0 sampai 30.
Rentan score EPDS:
a. 0-9

: Skor dalam kisaran ini mungkin menunjukkan adanya

beberapa gejala distres yang mungkin berumur pendek dan cenderung


mengganggu hari ke hari kemampuan untuk berfungsi di rumah atau di
tempat kerja. Namun, jika gejala-gejala ini telah bertahan lebih dari
satu atau dua minggu penyelidikan lebih lanjut diperlukan.
b. 10-12
: Skor dalam kisaran ini menunjukkan adanya gejala
gangguan yang mungkin tidak menyenangkan. Ulangi EDS dalam
waktu 2 minggu dan terus memantau kemajuan secara teratur. Jika
skor meningkat menjadi di atas 12 menilai lebih lanjut dan
mempertimbangkan rujukan yang diperluan.
c. 13 +
: Skor di atas 12 requere penilaian lebih lanjut dan
manajemen yang tepat sebagai kemungkinan depresi tinggi. Refferal
ke psikiater / psikolog mungkin diperlukan.
Butir 10: Setiap wanita yang mendapat skor 1,2 atau 3 pada item 10
memerlukan evaluasi lebih lanjut sebelum meninggalkan kantor untuk
memastikan keselamatan dirinya sendiri dan bayinya.
Menurut Perfetti dkk (2005) dalam Gondo (2010), Edinburgh postnatal
depression scale (EPDS) ialah salah satu metode untuk mendeteksi depresi
pasca persalinan. Walaupun tidak umum, EPDS dapat dengan mudah

digunakan selama 6 minggu pasca persalinan. EPDS berupa kuesioner yang


terdiri dari 10 pertanyaan mengenai bagaimana perasaan pasien dalam satu
minggu terakhir. skor untuk setiap item berkisar antara 0 sampai 3, sesuai
dengan suasana hati dan respons ibu. Namun EPDS tidak dapat mendeteksi
kelainan neurosis, phobia, kecemasan, atau kepribadian, tapi dapat dilakukan
sebagai alat untuk mendeteksi adanya kemungkinan depresi antepartum.
Sensitifitas dan spesifitas EPDS ini sangat baik.

Ibu yang mencetak di atas 13 kemungkinan akan menderita penyakit


depresi dari berbagai tingkat keparahan . Skala menunjukkan bagaimana ibu
telah dirasakan selama minggu sebelumnya.
I. Penatalaksanaan postpartum blues
Penantalaksanaan gangguan mental postpartum pada prinsipnya
tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen
lainnya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa
gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman
dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali
kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa
kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan
dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para

ahli

obstetri

memegang

peranan

penting

untuk

mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan


mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila
terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling
bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas
obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya
dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses
kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin
timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan
para ibu yang mengalami post-partum blues . Pengobatan medis,
konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara
intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin

pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa


dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial
dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya,
yaitu:

suami,

keluarga

dan

juga

teman

dekatnya.

Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues


ada dua cara yaitu :
1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan
hubungan baik antara perawat dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara:
a.

Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan


emosi

b.

Dapat memahami dirinya

c.

Dapat mendukung tindakan konstruktif.

d.

Dengan cara peningkatan support mental


Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat

dilakukan keluarga diantaranya :


a. Sekali-kali

ibu

meminta

suami

untuk

membantu

dalam

mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus


bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam
menghadapi kesibukan merawat bayi
c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan
lebih perhatian terhadap istrinya
d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan
lahir
e. Memperbanyak dukungan dari suami
f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru
saja melahirkan
h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
i. Mengganti suasana, dengan bersosialisasi
j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun


dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b. Tidurlah ketika bayi tidur
c. Berolahraga ringan
d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
g. Bersikap fleksibel
h. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
i. Bergabung dengan kelompok ibu
Pasien post partum depression dapat memperoleh bantuan dari
psikiateer atau ahli kejiwaan dan psikologi. Pada terapi penyembuhan
yang awal, pasien tidak akan diberikan obat-obatan untuk diminum,
tetapi lebih kepada dukungan secara psikologis yang juga melihat
orang-orang terdekat pasien. Jangan takut memberiinformasi kepada
pihak-pihak yang dapat membantu.
2. Perawatan depresi
Ada dua macam perawatan depresi :
a.

Terapi bicara :
Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja
sosial untuk mengubah apa yang difikir, rasa dan lakukan oleh
penderita akibat menderita depresi.

b. Obat medis
Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum
mengkonsumsi obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar
obat mana yang tepat dan aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh
ibu hamil atau ibu menyusui.
J. Pencegahan postpartum blues
Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu,
memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor
ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu.Hampir
semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak

menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang


memengaruhi kepekaan seorang ibu pasca melahirkan.
Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab
untuk menghindari Postpartum Blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah
berusaha melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri.
Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti
faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternative
untuk

menghindari

Postpartum

Blues.

Selain

itu

juga

dapat

mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat


meminimalisir

faktor

resiko

lainnya

dan

membantu

melakukan

pengawasan.
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko
Postpartum Blues yaitu :
a.

Pelajari diri sendiri


Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues,
sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda
akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.

b.

Tidur dan makan yang cukup


Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha
yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting
selama periode postpartum dan kehamilan.

c.

Olahraga
Olahraga

adalah kunci untuk mengurangi

postpartum.

Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari,


sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi
berlebihan dalam diri Anda.
d.

Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah


melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.
Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga
dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang
diderita.

e.

Beritahukan perasaan

Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan


yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri.
Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu,
segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
f.

Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan


Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama
melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau
orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang
baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi
Anda setiap mengalami kesulitan.

g.

Persiapkan diri dengan baik


Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.

h.

Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam
mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya
Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda
tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan
dapat dihindari.

i.

Lakukan pekerjaan rumah tangga


Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda
melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum.
Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan
memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari
keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda
telah melakukan segalanya.

j.

Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan
membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.
Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan
kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya.

k. Dukungan kelompok Postpartum Blues


Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami
dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi

mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa anda ikuti,


sehingga anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Data Dasar
1.

Keluhan utama: sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan,

2.

takut Bergerak
Riwayat kehamilan: umur kehamilan, serta riwayat penyakit
menyertai

3.

Riwayat persalinan: tempat persalinan, bormal atau terdapat

4.

komplikasi, keadaan bayi, keadaan ibu.


Riwayat nifas masa lalu: pengeluaran air susu ibu lancar atau tidak,

berat badan bayi, riwayat keluarga berencana atau tidak


5.
Pemeriksaan fisik: keadaan umum pasien, abdomen, saluran cerna,
alat kemih, lochea, vagina, perinium dan rektum, ekstrimitas kemampuan
perawatan diri
6.
Pemeriksaan psikososial: respon dan persepsi keluarga, status
psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat
dilakukan

pada

pasien

dalam

beradaptasi

menjadi

orang

tua

baru.

Pengkajiannya meliputi ;
1.

Dampak pengalaman melahirkan.


Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran
itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya
retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin
telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal hal
yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila
pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan
( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa
kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa
yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan

2.

mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.


Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat

mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri
dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan perasaan
yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali
menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa
merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau
takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan
perineum.
3.
Interaksi Orang tua Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi
orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi
perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan
kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu.
Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai
akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada
perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda tanda
yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu
melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan
4.

proses untuk menegakkan hubungan mereka.


Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon
social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan
perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran
bayinya dan karena tugas tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya,
saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang
diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka

5.

dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.
Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap
perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya,
ibunya dengan keluarga lain, dan anak anak lain. Perawat dapat membantu
meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan
konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu
merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari
rumah sakit.

Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 )


Adalah :
1.
2.

Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.


Sirkulasi

Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.


3.
Integritas Ego
Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " sering
terlihatkira kira 3 hari setelah kelahiran ).
4.
Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5.
Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari hari ke-3.
6.
Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
7.

ke-5 pascapartum.
Seksualitas

B. Diagnosa Keperawatan
1) Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan stress kelahiran,
konsep dari negative,dan sistem pendukung yang tidak adekuat.
2) Harga diri rendah situasional berhubungan dengan postpartum blues, merasa
takut atau gagal, ketidakmampuan bereaksi terhadap cinta atau perawatan
bayi
3) Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, ansietas, perubahan
hormon, perubahan siklus tidur dan terjaga yang sering, depresi.
4) Risiko gangguan perlekatan orang tua/bayi/anak berhubungan dengan
pemisahan orang tua dan bayi atau anak, ketidakmampuan orang tua untuk
memenuhi kebutuhan personalnya.

D. Intervensi Keperawatan
1) Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan stress kelahiran,
konsep dari negative,dan sistem pendukung yang tidak adekuat.
Tujuan : pasien mampu menunjukkan koping yang efektif setelah
dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil

a. Ibu menunjukkan kewaspadaan dari koping


b. Ibu menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah
c. Ibu menunjukkan kemampuan memenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologis dan

ekspresi perasaan

d. Ibu menunjukkan kemampuan mengambil keputusan dan kepuasan


terhadap

pilihan

Intervensi Mandiri
a. Tetapkan hubungan teraupetik perawat ibu
Rasional : ibu mungkin merasa lebih bebas dalam konteks hubungan ini.
b. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya teknik relaksasi,
keinginan

untuk mengekspresikan perasaan

Rasional : jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil


dilakukan

pada masa lampau mungkin dapat digunakan sekarang

untuk mengatasi

ketegangan dan control individu.

Rasional : menginformasikan mengenai masalah keluarga akan membantu


dalam mengembangkan rencana keperawatan.
c. Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka diterima
ibu
Rasional : sebagai orang terdekat mungkin berusaha membantu, namun
tidak dipersepsikan sebagai bantuan oleh ibu
d. Sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi, pemecahan masalah,
dan perawatan ibu sesuai dengan kemungkinan
Rasional : informasi dapat mengurangi perasaan tanpa harapan dan tidak
berguna. keikutsertaan dalam perawatan akan meningkatkan perasaaan
control dan harga diri.
e. Dorong pencarian bantuan sesuai dengan kebutuhan memberikan informasi
mengenai orang dan institusi yang tersedia bagi mereka.
Rasional : izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan dan membuat
mereka memilih untuk mengambil keuntungan dari apa yang tersedia.
2) Harga diri rendah situasional berhubungan dengan postpartum blues,
merasa takut atau gagal, ketidakmampuan bereaksi terhadap cinta atau
perawatan bayi
Tujuan : pasien mampu menunjukkan harga diri yang baik setelah dilakukan
tindakan perawatan.

Kriteria Hasil :
(1)Mengungkapkan penerimaan diri
(2)Komunikasi terbuka
(3)Menerima komentar positif dari individu lain
(4)Berfungsi dalam peran yang bermakna
Intervensi:
(1)Kaji persepsi terhadap diri sendiri.
Rasional : untuk menentukan apakah persepsi ibu mengenai diri sendiri
adalah negatif atau positif.
(2)Kaji hubungan ibu/pasangan/keluarga.
Rasional

untuk

menentukan

kebutuhan

intervensi.

Kebutuhan

pasangan/keluarga harus dipenuhi sehingga mereka dapat saling


mendukung dan semangat kepada ibu.
(3)Observasi kelanjutan tingkat harga diri.
Rasional : untuk menentukan keefektifan intervensi.
(4)Gunakan pendekatan caring dan tidak menghakimi.
Rasional :rasa percaya harus terbina sehingga ibu bersedia mendiskusikan
perasaan diri sendiri, bayi, keluarga secara terbuka.
(5)Bantu ibu menetapkan tujuan yang realistis untuk diri sendiri dan
perawatan bayi.
Rasional : tujuan yang sederhana manun mudah dicapai demi meningkatkan
harga diri yang positif.
(6)Bantu ibu/pasangan/keluarga dalam pengambilan keputusan pemecahan
masalah.
Rasional : dengan memberi bantuan akan mengurangi stress dan menurunkan
ansietas.
Penyuluhan klien/keluarga
(1) Jelaskan kepada pasangan/keluarga pentingnya perhatian dan dukungan
mereka.
Rasional : kurangnya dukungan dari keluarga dapat meningkatkan depresi
dan menjatuhkan harga diri ibu.
(2) Jelaskan kepada pasangan/keluarga tentang reaksi negatif yang mungkin
ibu tampilkan.

Rasional : jika keluarga memahami bahwa kondisi ibu adalah masalah yang
sedang dihadapi, mungkin keluarga lebih mampu memberi dukungan.
Tindakan kolaborasi
(1) Rujuk ke kelompok pendukung atau konseling jika diperlukan
Rasional : ibu/keluarga mungkin tidak mampu mengatasi perasaan tanpa
bantuan dari luar. Yakinkan tindakan tersebut dapat diterima dan
diinginkan.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, ansietas, perubahan
hormon,perubahan siklus tidur dan terjaga yang sering, depresi.
Tujuan : pasien mampu memperbaiki perubahan kualitas dan kuantitas tidur
setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria hasil :
(1) Melaporkan bebas daari gejala deprivasi tidur
(2) Klien mengungkapkan kenyamanan dan kepuasaan tidurnya
Intervensi
(1) Kaji pola tidur normal
Rasional : jumlah tidur yang dibutuhkan seseorang bervariasi bergantung
pada gaya hidup, kesehatan, dan usia. Pola tidur normal ibu menjadi dasar
untuk merencanakan waktu tidur yang adekuat.
(2) Kaji pengaruh status kesehatan dan/ program pengobatan ibu saat ini
terhadap pola tidur
Rasional : pola tidur selama kehamilan dipengaruhi oleh ansietas akibat
kehamilan dan peran sebagai ibu di masa depan. Pemahaman tentang
faktor fisiologis, emosi, dan/ spiritual yang menggangu tidur penting
dalam pengembangan rencana guna meningkatkan tidur dan istirahat.
(3) Dorong untuk melaporkan perubahan alam perasaan yang mengganggu
pola tidur
Rasional : gangguan tidur adalah tanda umum depresi, ketika ibu tidak
mampu tidur, kondisi ini meningkatkan keletihan, ketidakmampuan untuk
merawat diri sendiri atau bayi, dan mengurangi kemampuan ibu untuk
mengatasi stress, merawat bayi, dan melakukan tanggung jawab tambahan.
Penyuluhan klien/keluarga

(1)Jelaskan pada klien/keluarga tentang faktor yang menggangu tidur


(misalnya stress, faktor lingkungan, seperti suhu)
Rasional : memungkinkan ibu untuk mengimplementasikan perubahan gaya
hidup dan regimen sebelum tidur untuk meningkatkan tidur dan istirahat
(2)Jelaskan tentang pentingnya tidur yang adekuat selama kehamilan dan
periode pascapartum
Rasional : tidur adalah proses penyegaran dan penyembuhan untuk
membantu pertumbuhan sel, perbaikan jaringan tubuh yang rusak, dan
pembentukan jaringan baru.
(3)Anjurkan sebelum waktu tidur untuk menghindari makanan dan cairan
yang dapat mengganggu tidur
Rasional : stimulan seperti kafein dapat mengacaukan siklus tidur dan harus
dihindari. Makanan pedas dan berminyak dapat mengganggu tidur karena
menyebabkan gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
(4)Anjurkan mengkonsumsi kudapan berprotein tinggi atau segelas susu
menjelang tidur.
Rasional : makanan tertentu (produk susu, makanan berprotein) yang
mengandung triptofan, yaitu prekusor serotonin, diduga dapat memulai
dan memperpanjang tidur.
(5)kurangi stimulus eksternal (bunyi/cahaya)
Rasional : stimulus eksternal dapat menghambat kemampuan ibu untuk
memulai atau tetap tertidur.
(6)lakukan tindakan kenyamanan (misalnya mengusap punggung, mengatur
posisi)
Rasional : tindakan kenyamanan yang dapat meningkatkan relaksasi otot dan
mengurangi ketegangan.
(7)Dorong ibu untuk meminta pasangan/keluarga untuk merawat bayi jika
istirahat/tidur dibutuhkan
Rasional : untuk memberi tidur malam yang cukup atau periode istirahat
tanpa gangguan.
4) Risiko gangguan perlekatan orang tua/bayi/anak berhubungan dengan
pemisahan

orang tua dan bayi atau anak, ketidakmampuan orang tua

untuk memenuhi

kebutuhan personalnya.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan, pasien tidak mengalami


gangguan perlekatan orang tua/bayi/anak
Kriteria hasil :
(1)Orang tua mengungkapkan perasaan positif tentang bayi/anak
(2)Orang tua menunjukkan perilaku sayang (misalnya kontak mata,
memberikan respon terhadap bayi, menggendong, menyentuh, dan
mengurus kebutuhan personalnya.)
Intervensi
(1)Kaji perilaku orang tua yang mencerminkan kurangnya perlekatan
Rasional : pengenalan perilaku tersebut sejak dini membantu perawat
merencanakan strategi korektif atau merujuk orang tua untuk konseling
atau terapi
(2)Kaji keadekuatan sistem dukungan
Rasional : orang tua mungkin membutuhkan bantuan dalam perawatan bayi.
Dukungan keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk membantu adaptasi
parenting.
(3)Pantau reaksi ibu terhadap bayi
Rasional : untuk menentukan terjadi atau tidak terjadi sehingga intervensi
korektif dapat direncanakan dan diimplementasikan. Kurang kontak mata,
tidak berminat menyentuh, takut memeluk atau menggendong bayi adalah
tanda gangguan perlekatan.
(4)Kaji dan berikan support ibu untuk merawat dan memenuhi kebutuhan
bayi
Rasional : untuk mengidentifikasi perlunya perencanaan asuhan
(5)Libatkan pasangan/keluarga dalam perawatan bayi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Postpartum blues adalah keadaan depresi ringan fisik maupun psikis dan
bersifat sementara yang umumnya terjadi dalam minggu pertama atau lebih
setelah proses kelahiran.
Meskipun etiologi yang sebenarnya belum diketahui secara pasti, namun
beberapa faktor resiko terjadinya postpartum blues diakibatkan diantaranya

oleh perubahan kadar hormon yang terjadi secara cepat, ketidaknyamanan


yang tidak diharapkan (payudara bengkak, nyeri persalinan),kecemasan,
kurang dukungan social dari suami atau keluarga, harapan tentang persalinan,
keadaan, kecacatan, dan perilaku bayi, status obstetric, antenatal Care, fisik,
kelelahan setelah melahirkan, budaya, keyakinan dan norma.
Tanda gejalanya postpartum blues diantaranya mudah menangis, merasa
tidak karuan, merasa kehilangan kendali, merasa letih, cemas atau sedih, dan
merasa kurang percaya diri sebagai orang tua. Dapat diredakan dengan banyak
istirahat dan tidur, mengurangi nyeri pada parineum, payudara, atau daerah
luka bedah, dan dikelilingi oleh keluarga serta teman-teman.
Postpartum blues dapat meningkat pada tahap selanjutnya yang dinamakan
depresi postpartum dan bentuk distress postpartum yang lebih serius adalah
psikosis postpartum. Dan dapat dideteksi menggunakan alat Edinburgh
postnatal depression scale (EPDS).
4.2 Saran
4.2.2 Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan agar profesi keperawatan dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat terhadap ibu hamil dengan postpartum blues dan
materi yang dibuat dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
keperawatan.
4.2.3 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami konsep
postpartum blues sehingga mampu menerapkan asuhan keperawatan
kepada klien dengan postpartum blues.

DAFTAR PUSTAKA
Achman, L., & Gold, M. (2002). Out of Pocket Health Care Expenses for
Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Gondo, Harry Kurniawan (2010) Skrining Edinburgh Postnatal Depresion Scale
(EPDS) Pada Postpartum Blues Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma
Irawati. 2010. Perbedaan Intensitas Nyeri Kala 1 Persalinan Normal Sebelum dan
Sesudah di Berikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di Puskesmas
Iskandar. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (Post partum blues).
http://www.mitrakeluarga.net/depresikehamilan.html, diakses tanggal 26
April 2016
Jhonson. L Sharon, 2004. Renal Complica tions in Normal Pregnancy at
Comprehensive Clinical Nephrology. United States of America : Elsevier
Saunders
Medicare HMO Beneficiaries: Estimates by Health Status, 1999 2001. the
Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2002, Buku Asuhan Antenatal, MNH:
JakartaVarney,
Saifudin, Abdul Bari Dkk.(2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Srondol Semarang (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Yogyakarta; C.V Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai