Anda di halaman 1dari 32

MODUL KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

Makalah Discovery Learning


Terapi Lintah

Disusun Oleh :
PSIK A 2016
Kelompok 5

1. Zhimhadha (11161040000005)
2. Dhanny Pratiwi (11161040000006)
3. Ernidya Damayanti (11161040000009)
4. Risa Lusiana (11161040000016)
5. Cholisa Erlani Obey (11161040000027)
6. Tutty Alawiyah (11161040000034)
7. Sofia Dwi Mardianti (11161040000080)
8. Dawda kairaba kijera (11161040000089)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Alhamdullilah hirobbil’alamin. Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat hambatan dan pembelajaran yang
sangat bermanfaat. Namun, berkat dorongan dan motivasi yang tinggi dari berbagai pihak hambatan
tersebut dapat kami atasi. Maka dari itu, berkat bantuan mereka kami mengucapkan terima kasih.

Dengan segala hormat ucapan kami tujukan kepada:


1. Ibu Mardiyanti, M.Kep., MDS, Selaku dosen pembimbing dalam modul Keperawatan
Komplementer.
2. Orang tua yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan makalah.
3. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan sumbangan motivasi.
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang langsung maupun tidak
langsung turut andil dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya. Dan kami berharap semoga makalah yang sederhana ini
dapat bermanfaat bagi semuanya terutama para pembaca.
Wassalamuallaikum. Wr. Wb

Jakarta,25 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Definisi .......................................................................................... 4
1.2 Sejarah ........................................................................................... 4
1.3 Issue Terkini .................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penulisaan .......................................................................... 10

BAB II LANDASAR TEORI


A. Jenis – Jenis ..................................................................................... 11
B. Prosedur .......................................................................................... 12
C. Manfaat ............................................................................................ 18

BAB III KAJIAN PUSTAKA


A. Jurnal 1 ............................................................................................. 20
B. Jurnal II ............................................................................................ 23
C. Jurnal III ........................................................................................... 27
D. Jurnal IV ...........................................................................................
E. Jurnal V ............................................................................................
F. Jurnal VI ...........................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
A. Implementasi dalam Asuhan Keperawatan ......................................

BAB V PENUTUP
3.1 Kesimpulan .....................................................................................
3.2 Saran ...............................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Terapi Lintah


Abdullah, dkk (2012) berpendapat bahwa: Hirudo (Lintah) merupakan istilah dari
bahasa Latin, yang digunakan dalam pengobatan. Queen (2017) menjelaskan “Bahwa terapi
lintah merupakan salah satu jenis pengobatan komplementer yang biasa dilakukan oleh
terapis, medis, maupun paramedik untuk pengobatan suatu gangguan penyakit seperti
penyumbatan darah, kerusakan jaringan, dan kasus infeksi, dengan menggunakan perantara
lintah khusus yang disebut dengan hirudo medicinalis”
B. Sejarah
Sejak dahulu sampai sekarang, penggunaan lintah medis (Hirudo Medicinalis) untuk
pengobatan atau lebih dikenal dengan terapi lintah sangat menarik perhatian masyarakat.
Terapi ini telah digunakan lebih dari dua ribu tahun dalam sistem pengobatan tradisional
Eropa, Ayuverda (India ) dan China.

Gambar 1.1 Seorang wanita yang menggunakan lintah untuk mengobati penyakitnya, ukiran
kayu ini dibuat oleh William Van den Bossche, yang dipublikasi di Historia Medica di
Brussel tahun 1638.

Pengobatan dengan cara mengeluarkan darah (bloodletting) sangatlah tua usianya.


Para arkeolog memperkirakan bahwa metode tersebut berkembang pada zaman batu setelah
ditemukan alat terapi pada masa itu (Glasscheib, 1964). Catatan mengenai veneseksi
ditemukan dalam koleksi Hippocrates pada abad ke-5 SM.

4
Gambar 2.1 kiri Gambar 2.1 kanan
Titik-titik pengekuaran darah Reproduksi alat veneseksi dan
Hans von Gersdarff (ahli bedah), kauterisasi pada jaman Eropa abad
Field book of wound medicine pertengahan, penemuan arkeolog pada
masyarakat biarawan di Saint Eutizio,
Italia. Legenda: A. Besi Kauter, 35
cm; B. Pisau dan mangkuk, 28 cm; C.
Sendok medis, 14 cm; D. Pisau
dengan mata pisau tipis untuk
mengeluarkan anak panah, 20 cm.

Terapi lintah termasuk teknik pengeluaran darah yang ditulis pertama kali dalam
bahasa Sansekerta kuno, India (Mushi, dkk. 2008) dalam mitologi Hindu, Ghavantari, Tabib
yang menyebarkan rahasia pengobatan tradisional India pada dunia, digambarkan dengan
salah satu tangan memegang nektar dan satu tangan lagi memegang lintah. Penjelasan lebih
luas lagi dalam tulisan Tabib Sushruta (100-600 SM). Pada masa itu lintah membantu
mengeluarkan kelebihan darah tanpa rasa sakit.
Sekitar 500 tahun lalu alhi pengobatan Mesir percaya bahwa lintah dapat
menyembuhkan demam, hingga perut kembung, dengan membiarkan lintah tersebut
menghisap darah pasien. Dokumentasi lain ditemukan terlukis di dinding makam dinasti
Faraoh Mesir kuno, ketika dimulainya peradaban (1567-1308 SM).

5
1. Terapi lintah pada masa Eropa kuno
Terapi lintah pada masa Yunani kuno banyak dipengaruhi oleh India.
Misalnya dalam puisi berjudul alexpharmacia, gubahan nicandros dari Colophon (200-
130 SM). Bangsa Roma juga Mengenal terapi ini, bahkan memberi nama hirudo,
walaupun secara etiomologi, lintah berbeda dengan Hirudo dalam bahasa Latin. Pada
tahun 1758, jenis lintah yang digunakan untuk pengobatan diberi nama hirudo
medicinalis oleh Linnaeus. Sehingga dalam metodologi pengobatan non-invasif, istilah
yang digunakan untuk terapi lintah yaitu hirudotheraphy. Selama berabad-abad lintah
sudah menjadi alat umum bagi dokter yang meyakini bahwa penyakit adalah hasil dari
ketidak seimbangan, maka tubuh dengan kondisi tidak seimbang dapat distabilkan
dengan melepaskan darah.

Gambar 3.1
Carl Linnaeus (1708-1778)
“Bapak Taksonomi”
Yang memberi nama
Hirudo Medicinalis

Plinius menggunakan lintah untuk mengobati nyeri rematik, gout, dan semua tipe
demam. Plinius menyebutnya sanguisuga, sanguis berarti "darah", sugo bermakna
"saya hisap".
Themisson dari Laodicea (123-43 SM), murid Aesculipius (Asciapiades) dari Siria,
pada permulaan era Nasrani menganggap ruh setan adalah penyebab terjadinya penyakit
dan pengeluaran darah dibutuhkan agar dapat pulih kembali (Major, 1954).

6
Gambar 4.1 Bejana Lintah terbuat dari kaca
atau keramik
Sumber: Louis E. Kelner, Beckemeyer, dan
Erdward Kwong

Lintah untuk pengobatan disimpan dalam bejana khusus berisi air yang berlubang di
atasnya. Awalnya bejana ini terbuat dari kaca, lalu dibuat juga dari keramik yang
didesain sangat indah untuk dijadikan koleksi (Gambar 4.1). Pada Saat menerima
panggilan ke rumah pasien, dokter sering membawa bejana kecil yang terbuat dari gelas
atau timah yang dapat berisi selusin lintah atau lebih.
Pada masa itu terapi lintah dilakukan untuk mengobati penyakit pada bagian tubuh
yang tidak dapat dibekam, seperti tumor di kanan dubur (hemorrhoid),
jatuh/tenggelamnya dubur (prolapses rectum) dan radang vagina (inflamed vulva).
Untuk pengobatan pada organ berlubang, sebaiknya lintah diperhatikan agar tidak
merayap ke dalam lubang, karena dapat berakibat fatal.

2. Terapi lintah pada abad pertengahan dan modern


Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang sangat terkenal pada tahun 978-1037 M,
percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam
dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping). Dalam bukunya “The Canon of
Mediciné” (Alqanoon-fi-Tibb) (Gambar 5.1), Ibnu Sina menulis langkah-langkah
bagaimana lintah dapat digunakan untuk pengobatan (Grunner, 1930).

Gambar 5.1 kitab “Canon of


Medicine” dari Ibnu Sina
Sumber : The Aga Khan Trust for
Cuture

Terapi lintah juga ditemukan dalam Kitabul Umda Fi Jarahat yang ditulis oleh Ibnu
Maseehi (1233-1286 M).Kitab ini membahas karakteristik lintah yang dapat digunakan

7
untuk pengobatan, yaitu lintah yang berwarna seperti dedak, merah agak kehitaman,
seperti hati, kuning, atau bertubuh kurus mirip ekor tikus.
Pada akhir abad Galenisme, dokter menggunakan lintah terutama untuk mengurangi
cairan merugikan langsung dari bagian tubuh yang terkena penyakit. Mereka percaya
terapi ini akan menaikkan "pembakaran internal" cairan tubuh yang berasal dari
penyakit secara alami. Selain itu, terapi lintah juga dijadikan sebagai pengganti
penyayatan vena (veneseksi). Abraham Zacuto (1575- 1642), pendukung utama Galen,
mengembangkan kisaran indikasi dan dasar empiris selama beberapa tahun berikutnya.
Terapi lintah menjadi populer pada abad ke-18-19 M, dan mencapai puncaknya
tahun 1830 di Prancis, ketika dipraktekkan oleh F.J.V.Broussais, dokter yang terkenal
paling haus darah dalam sejarah, juga kepala rumah sakit Val de Gråce di Paris dan ahli
bedah di Grande Armée Napoleon, (Castiglioni, 1948). Pelopor pengobatan psikologi
ini percaya bahwa semua penyakit dapat ditelusuri menuju ke penyebab utamanya yaitu
peradangan. Karena itu kelebihan akumulasi darah dan pengurangan rasa nyeri
membutuhkan banyak terapi lintah dan rasa lapar.

Gambar 6.1karikatur “ berikan 90


Lintah lagi” sebuah karikatur abad ke
19
Sumber : Hollander, E. Die Karikatur
und Satire in der Medizin.2

Gambar 6.2 Francois Joseph Victir


Broussais (1772-1838)

8
Karena lintah mengeluarkan darah dari pembuluh kapiler tempat terjadinya
peradangan, maka dianggap sebagai penyembuh universal, khususnya untuk penyakit
perut.
Broussais menggabungkan teori lama dengan konsep baru perangsangan (eksitasi)
dan teori depresi dari Brown (1735-1788), yang percaya bahwa penyebab semua
penyakit adalah kelebihan (sthenia) atau kekurangan (asthenia) stimulasi dan
perangsangan. Pengeluaran darah penting jika energi vital atau substansi darah
berlebihan dan dapat diatasi dengan pengaturan makanan (diet).
Kelebihan darah akan menyebabkan demam, radang, penyumbatan, kejang, dan rasa
nyeri yang mengurangi stimulasi (asthenia) secara tidak langsung dan menghambat
aliran darah pada penyakit ayan (apoplexy), asma, dan kejiwaan. Sebenarnya setiap
penyakit dapat dianggap indikasi, tergantung paradigma medis yang diterapkan.

3. Terapi lintah pada saat ini di Indonesia


Pada Saat ini terapi lintah sudah mulai banyak diterapkan di Indonesia, khususnya
sebagai bagian dari "Terapi Cara Islami" (Thibbun Nabawi). Namun demikian, literatur
yang berkaitan dengan terapi ini sangat jarang dijumpai. Satu di antaranya adalah yang
ditulis oleh Anna Rosdiana dari Thibbun Nabawi Center, Pesantren Babussalam,
Bandung.

C. Isu Terkini
Mengutip dari CNN Indonesia, terapi lintah yang memiliki banyak manfaat dibidang
kesehatan perlu diwasapadai bahwa terapi lintah memiliki efek samping. Mengutip situs
RnCeus, berikut beberapa masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat terapi lintah.
1. Infeksi
Sebanyak 2,4-20% tindakan terapi lintah berujung pada infeksi. Aeromonas
hydrophila adalah bakteri yang terkait dengan infeksi. Beberapa infeksi berupa
septikimia (keracunan darah), selulitis (infeksi pada kulit), dan meningitis diyakini
bahwa infeksi terjadi saat lintah secara tidak sengaja memuntahkan isi usus ke dalam
luka. Umumnya, hal ini terjadi akibat kebiasaan terapis saat menempelkan lintah ke kulit
pasien dengan tangan. Saat jari terlalu kuat memegang lintah, tak menutup kemungkinan
hewan vertebrata itu akan memuntahkan isi ususnya.
2. Anemia
Terapi lintah mungkin akan mengurangi jumlah pasokan darah dalam tubuh. Kulit
yang tebal membutuhkan dua ratus atau lebih lintah selama sekitar 10 hari. Lintah

9
berukuran besar dapat mengekstraksi darah sebanyak 15 mililiter. Akibatnya, 50%
pasien akan memerlukan transfusi darah untuk menggantikan sel darah merah.
3. Reaksi alergi
Reaksi alergi umumnya berupa rasa gatal ringan di area target. Lintah yang biasa
digunakan sebagai obat umumnya lebih sedikit menimbulkan reaksi dari pada lintah
jenis lain. Namun, reaksi alergi tetap mungkin terjadi.
Reaksi bisa berupa bercak merah dan gatal pada bagian kulit di area target.
Seseorang juga akan mengalami pusing dan kesulitan bernapas. Meski jarang terjadi,
namun reaksi alergi parah harus mendapatkan perhatian sesegera mungkin.
Dibalik banyaknya manfaat terapi lintah untuk kesehatan, tetap harus diwaspadai
adalah efek samping terapi lintah ini. Karena efek samping yang muncul pada setiap
orang berbeda beda.

D. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Terapi Lintah.


2. Mahasiswa dapat mengetahui Sejarah dari Terapi Lintah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui Issue Terkini dari Terapi Lintah.
4. Mahasiswa dapat mengetahui Jenis – jenis dari Terapi Lintah.
5. Mahasiswa dapat mengetahui Cra Kerja dari Terapi Lintah.
6. Mahasiswa dapat mengetahui Manfaat dari Terapi Lintah.
7. Mahasiswa dapat mengetahui Rangkuman Artikel dari Terapi Lintah.
8. Mahasiswa dapat mengetahui Implementasi dalam Asuhan Keperawatan dari Terapi
Lintah.

10
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Jenis Lintah

Ada sekitar 600 jenis lintah telah teridentifikasi, namun hanya sekitar 15 jenis yang
dapat digunakan untuk pengobatan. Lintah di sini adalah “lintah medis” yang selama
berabad-abad telah digunakan oleh terapis, terutama di Eropa dan Amerika. Dahulu
diasumsikan hanya ada satu jenis lintah medis dengan warna berbeda, yaitu hirudo
medicinalis medicinalis dan hirudo medicinalis officinalis. Namun, berdasarkan penelitian
ilmiah, perbedaan pola permukaan tubuh lintah ternyata mengindikasikan ada dua jenis
lintah medis yang berbeda, yaitu hirudo medicinalis Linnaeus, 1758, dan hirudo verbana
Carena, 1829, yang saat ini dapat diuji dengan analisis DNA.

Kedua jenis lintah selama ini tidak pernah dibedakan, karena keduanya digunakan
secara bersamaan dan tidak ada perbedaan pada aktivitas dan komposisi air liurnya. Namun,
karena suplai hirudo medicinalis menjadi langka akibat eksploitasi intensif pada abad ke-19,
hirudo verbana kemudian menjadi satu-satunya jenis lintah yang digunakan selama berabad-
abad di seluruh dunia. Karena kedua jenis ini dulu diasumsikan sebagai satu jenis dengan
variasi warna, maka banyak penulis menyebut keduanya sebagai hirudo medicinalis, tanpa
membedakan di antara keduanya.

11
B. Prosedur Penggunaan Terapi Lintah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa prosedur adalah
tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktifitas atau metode langkah demi langkah
secara pasti dalam memecahkan suatu masalah. Terapi lintah merupakan jenis pengobatan
tradisional yang banyak manfaatnya, tetapi juga dapat membahayakan dan menjadi suatu
masalah jika prosedur yang dilakukan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Bahaya yang
ditimbulkan dari lintah bisa disebabkan kurangnya kerja sama antara terapi atau pengguna
terapi lintah dengan hewan lintah yang merupakan makhluk hidup sebagai obat. Umumnya
lintah yang digunakan untuk obat perlu diperlakukan dengan baik dan sewajarnya sebagai
makhluk hidup.
Tahapan dari suatu prosedur terapi lintah yang perlu diketahui dan diperhatikan oleh
masyarakat khususnya pengguna terapi lintah. Menurut Hayes (2014: h.15) antara lain
sebagai berikut:
1. Bahan dan peralatan
2. Persiapan terapi lintah
3. Memulai terapi lintah
4. Perawatan setelah lintah dilepaskan
5. Kontra indikasi
6. Perawatan lintah obat

Adapun penjelasan lebih mengenai prosedur penggunaan terapi lintah antara lain
sebagai berikut:
1. Bahan dan peralatan

Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan terapi lintah sebagai pengobatan


komplementer. Menurut Hayes (2014: h.15) antara lain sebagai berikut:

12
a. Lintah yang segar, belum pernah dipakai dan bersih (dikirim sekurang-kurangnya 24
jam sebelumnya).
b. Bejana kecil dengan penutup untuk lintah yang telah digunakan; sebaiknya sebagian
disi air.
c. Handuk dan kapas tahan air.
d. Alas dari kain, gulungan pembalut dengan daya serap cairan tinggi.
e. Plester yang melekat .
f. Air panas dan dingin.
g. Gunting, pisau cukur sekali pakai.
h. Sarung tangan bedah.
i. Pipa dari kaca, mangkuk kecil, atau alat penyemprot sekali pakai jika dibutuhkan.
j. Alat pengukur tekanan darah.
k. Obat-obatan alergi, alat injeksi, pisau bedah/lancet, atau jarum.

2. Persiapan terapi lintah


Dalam melakukan terapi lintah ada beberapa persiapan yang harus dilakukan
sebelumnya oleh pasien atau terapis untuk menjaga keamanan proses terapi lintah.
Menurut Hayes (2014: h.16) antar lain sebagai berikut:
a. Cuci tangan.
b. Gunakan sarung tangan.
c. Bersihkan area dengan kasa steril yang normal selain basah kuyup.
d. Kulit pasien dibersihkan secara menyeluruh dengan menggunakan kain kasa steril
atau yang sudah dicelupkan ke air kunyit.
e. Lintah dibersihkan terlebih dahulu, untuk membersihkannya bisa dengan
mencelupkan lintah ke dalam air yang dicampur kunyit bubuk.

3. Memulai terapi lintah


Setelah persiapan untuk melakukan terapi lintah terpenuhi, tahapan perawatan atau
pengobatan komplementer terapi lintah bisa dimulai dengan memperhatikan langkah-
langkah seperti, Menurut Hayes (2014: h.16) antara lain sebagai berikut:
a. Ambil lintah dengan menggunakan tisu atau lap.
b. Lintah yang ditempelkan pertama adalah bagian belakang lintah atau ekor (ujung
yang besar). Kemudian, arahkan ujung yang lebih kecil (kepala) ke bagian yang akan
diterapi.

13
c. Jika lintah enggan menggigit, beri tetesan kecil darah, yang diambil dari tempat yang
akan diterapi dengan tusukan jarum. Bisa juga dengan meneteskan kuning telur.
d. Tempelkan beberapa lintah yang akan diperlukan.
e. Tutup lintah dengan kapas basah.
f. Gunakan kain kasa disekitar area terapi untuk membantu mencegah lintah berpindah
dari tempat yang akan diterapi.
g. Pantau terus lintah untuk memastikan lintah tidak berpindah tempat.
h. Jika lintah sudah terisi dengan cukup darah, biasanya lintah jatuh sendiri. Jika tidak,
gunakan garam atau bubuk kunyit di kepalanya.
i. Tutup luka bekas gigitan

4. Perawatan setelah lintah dilepaskan


Setelah lintah terapi selesai digunakan, maka selanjutnya tahap perawatan yang
harus dilakukan setelah melakukan terapi lintah, Menurut Hayes (2014: h.17) antara lain
sebagai berikut:
a. Kulit pasien tempat lintah menyedot harus diperiksa untuk memastikan tidak terjadi
infeksi lokal atau komplikasi lain (karena bakteri Aeromonas hydrophilia ada dalam
usus lintah) .
b. Luka bekas gigitan dapat rutin dibersihkan dan dicuci dengan madu.
c. Terapi lintah harus diterapkan sekali hingga enam kali dalam seminggu, bergantung
pada penyakit dan keparahan. Satu lintah harus khusus disediakan untuk satu pasien.
d. Diusahakan untuk selalu mengganti kain kassa sesering mugkin.

5. Indikasi terapi lintah


a. Varises (Varicose Vein)
Terapi lintah yang dilakukan setelah operasi untuk pencegahan pembekuan
darah diusulkan oleh ahli bedah Prancis, Termier, tahun 1920an. Rekomendasinya
diadopsi pertama kali di Prancis, kemudian diimplementasikan secara sukses di
beberapa rumah sakit di seluruh dunia. Selain memiliki efek menghilangkan
penggumpalan darah (fibrinolitis35) dan pengentalan darah (viskositas), air liur
lintah juga berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab
terjadinya infeksi (bakterisidal) dan mengurangi kontraksi otot yang mendadak dan
keras yang disertai dengan rasa nyeri dan pengurangan fungsi organ tubuh
(spasmolitis). Karena berefek positif pada pasien secara umum, walaupun relatif

14
membutuhkan banyak waktu, terapi lintah menjadi permanen dilakukan pada banyak
rumah sakit selama beberapa tahun.
Setelah ada obat kimia sintetis, heparin, terapi lintah kehilangan tempat
berpijak dalam pencegahan penyakit penggumpalan darah dan tidak digunakan lagi.
Untuk mengatasi penggumpalan darah pada vena bagian dalam, efek sistemik
pelarutan fibrin pada terapi lintah tidaklah cukup. Pada pengobatan modern,
penggunaan terapi lintah untuk penyakit tersebut tidak dapat dijustifikasi, karena
obat-obatan anti pengentalan darah yang dikonsumsi pasien sebelumnya adalah
kontraindikasi untuk terapi lintah.

b. Radang vena akut (Phlebitis), penggumpalan darah permukaan akut


Enam sampai sepuluh lintah yang saling berdekatan diletakkan dekat vena.
Terapi sebaiknya dilakukan dua hingga tiga kali dalam periode kira-kira satu minggu
hingga gejala penyakit berkurang sepenuhnya. Perhitungan mengenai jumlah darah
sebaiknya dipertimbangkan sebelum pengulangan terapi dilaksanakan.

c. Nyeri Sendi (Arthrosis)


Sebanyak empat hingga enam lintah digunakan di sekitar persendian yang
terasa nyeri. Satu atau dua lintah diletakkan di titik nyeri maksimum yang spontan
dirasakan atau yang dapat diraba. Kebanyakan terapis menggunakan empat titik yang
berjarak sama disebut “mata lutut” sebagai titik aplikasi. Titik aplikasi juga dapat
merupakan jaringan penghubung yang terasa nyeri ketika dicubit. Untuk alasan
praktis, teknik menggulung kulit dari Kibler sebaiknya dilakukan sebelum memilih
titik aplikasi (periartikular lateral) dan ketika terjadi “salah urat” (muscle insertion),
sehingga lebih banyak lintah diletakkan di titik ini. Pasien dengan genu varum
(berbentuk “O”) (Gambar 5.10.a) memiliki rasa nyeri pada struktur sambungan
dalam (medial), khususnya pes anserinus, karena itu bagian inilah yang menjadi
target. Jika di bagian mangkuk lutut terasa nyeri (retropatellar), lintah dapat
digunakan di sepanjang ujung tempurung lutut (patella). Jaringan di bawah kulit
epidermis, yaitu subkutaneus, harus cukup tebal untuk keberhasilan terapi.

d. Gejala nyeri tulang belakang (Vertebrogenic)


Terapi lintah adalah alternatif ekselen untuk gejala nyeri tulang belakang
(vertebrogenic68), khususnya jika dilakukan uji fisik terhadap rasa nyeri yang
menghebat pada otot dan jaringan penghubung di samping tulang belakang

15
(paravertebral). Terapi lintah sering dapat meringankan penderitaan nyeri tulang
belakang dengan segera, sehingga meningkatkan kondisi tubuh untuk melakukan
terapi fisik atau latihan pasif dan aktif (kinesiterapi69). Pada pasien rawat inap
sebaiknya tidak melakukan terapi fisik basah atau terapi panas (termoterapi70) lokal
untuk beberapa hari setelah terapi lintah. Jika lintah diletakkan pada tulang belakang
(vertebral), terapis sebaiknya menjelaskan secara hati-hati teknik terapi pada pasien
yang merasa tidak aman karena tidak dapat melihat lintah.

e. Kehilangan pendengaran tiba-tiba (Sudden Hearing Loss)


Terapi lintah dapat dipertimbangkan untuk pengobatan kehilangan
pendengaran tiba-tiba, walaupun tidak ada data ilmiah pada subjek ini yang
dipublikasikan hingga saat ini. Pada beberapa kasus, dua lintah diletakkan, satu di
belakang telinga, yang lain di sudut rahang depan telinga. Seluruhnya dua hingga
tiga kali terapi dapat dilakukan dengan interval tiga-empat hari.

f. Gangguan suara bising di telinga (Tinnitus)


Data yang tersedia mengenai hubungan terapi lintah dan terapi komplementer
tidak cukup karena respon pasien terhadap gejala sulit dilakukan dan penyebab
penyakit yang tidak jelas. Banyak terdengar laporan keberhasilan terapi lintah,
namun, mekanisme tindakan terapi tidak jelas, dan efek tidak spesifik (efek placebo)
juga sebaiknya dipertimbangkan. Dengan pertimbangan adanya fakta kemungkinan
pengobatan gangguan suara bising di telinga (tinnitus74) terbatas, maka terapi dapat
dilakukan pada beberapakasus. Tempat aplikasi terapi sama dengan pada terapi
kehilangan pendengaran tiba-tiba. Terapi dapat dilakukan dengan enam lintah dan
interval satu hingga dua minggu.

g. Peradangan telinga tengah (Media Otitis)


Praktek terapi lintah untuk otitis dan media otitis khususnya tersebar di Eropa
Timur dan sebagian didukung data penelitian. Aplikasi untuk peradangan telinga
tengah sama dengan pada gangguan kehilangan pendengaran dan suara bising
(tinnitus). Terapi dilakukan dua kali yang diselingi tiga sampai empat hari.

6. Kontra Indikasi
Ada baiknya jika masyarakat mengetahui terlebih dahulu kontra indikasi pada terapi
lintah. Menurut Hayes (2014: h.17) antar lain sebagai berikut:

16
Pada pasien berikut ini, terapi pengobatan lintah tidak bisa diterapkan.
a. Penderita hemophilia dan kelainan darah lainnya.
b. Penderita anemia.
c. Orang yang alergi terhadap hirudin.
d. Pasien dengan kondisi badan yang lemah.
e. Wanita hamil.
f. Penderita radang usus.
g. Hipertensi tinggi.
h. Pasien yang menggunakan obat pengencer darah.
i. Pasien dalam kondisi sehabis makan ataupun dalam kondisi sangat lapar tidak boleh
melakukan terapi lintah.

7. Efek samping
Efek samping atau resiko pasca terapi lintah paerlu diketahui oleh masyarakat.
Menurut Susanty (2017), antar lain sebagai berikut:
a. Pada seseorang yang alergi terhadap zat hirudin akan mengalami pembengkakan 1-3
hari.
b. Sakit ketika digigit dan disedot lintah pada sebagian orang yang memiliki kulit
sensitive seperti digigit nyamuk 1-5 menit pertama, karena mengandung zat anestesi
dan akan mulai bekerja 1-2 menit setelahnya, linu dan panas setelahnya.
c. Gatal pasca gigitan 1 hari bila sudah terbentuk jaringan/ fibrin, maka dapat diolesi
dengan madu.
d. Bekas gigitan akan membentuk segitiga atau huruf Y, memerah lalu berwarna ungu
dan biasanya hilang 1-2 hari, dan untuk kulit sensitive biasanya lebih lama
menghilang.
e. Pendarahan aliran darah bercampur air lintah yang mengencerkan darah akan terjadi
kurang lebih 6 jam, dan paling lama 48 jam.

8. Perawatan lintah obat


Lintah yang digunakan adalah lintah yang tersimpan di tempat yang sehat dan
terawat, Menurut Hayes (2014: h.18) lintah harus di simpan di tempat sebagai berikut:
a. Lintah harus disimpan dalam wadah yang bersih dengan air yang mencukupi.
Perbandingan air dan lintah yaitu 2 lintah per 250 ml air.
b. Suhu ideal tempat penyimpanan lintah adalah 15º - 25º celcius.

17
c. Lintah tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
d. Air tempat lintah disimpan harus steril dan bebas klorin.
e. Air pengganti harus memiliki suhu yang sama seperti sebelumnya.
f. Untuk mencegah kontaminasi silang, lintah yang sudah digunakan tidak boleh
disatukan dengan lintah yang belum digunakan.

C. Manfaat terapi lintah


1. Melancarkan peredaran darah dan mencegah penyumbatan
Air liur lintah bersifat antikoagulan (mencegah penggumpalan darah) sehingga darah
yang disedot tidak menggumpal. Peptida dan protein yang dikeluarkan lintah juga
dipercaya dapat mencegah penyumbatan pembuluh darah.
Banyak tindakan bedah plastik dan bedah mikro yang memanfaatkan terapi lintah
karena dua manfaat tersebut. Terapi lintah dapat menjaga peredaran darah ke lokasi luka
untuk membantu proses pemulihan. Tindakan bedah yang menggunakan terapi lintah
misalnya operasi melekatkan jari yang putus, dan operasi rekonstruksi hidung, bibir,
telinga, atau kulit kepala. Walau demikian, efektivitas dan keamanan terapi lintah
sebagai antikoagulan masih perlu dikaji lebih dalam.

2. Membantu mencegah penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah


Terapi lintah yang diketahui sangat efektif melancarkan peredaran darah sekaligus
mencegah sumbatan pembuluh darah, menjadikan lintah banyak dimanfaatkan untuk
mengobati gangguan sirkulasi darah dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, air liur
lintah diduga memiliki efek antinyeri, antiperadangan, dan dapat melebarkan pembuluh
darah.
Air liur lintah kini banyak digunakan sebagai campuran obat tekanan darah tinggi,
wasir, varises, dan gangguan kulit. Hal ini dikarenakan efek protein pada lintah yang
dapat mencegah sumbatan pembuluh darah, dan membantu menghancurkan sumbatan di
pembuluh darah sehingga melancarkan aliran darah pada bagian yang terganggu.

3. Menghindari komplikasi pada penderita diabetes


Diabetes memiliki risiko komplikasi, termasuk gangguan pembuluh darah yang
memungkinkan terhambatnya darah mengalir ke tangan, kaki, serta jari-jarinya. Hal ini
dapat menyebabkan jaringan mati, yang merupakan salah satu alasan dilakukannya
tindakan amputasi pada penderita diabetes.

18
Studi menunjukkan, terapi lintah dapat bermanfaat mencegah hal ini. Karena terapi
lintah mampu memperbaiki sirkulasi darah sehingga aliran darah dapat mencapai lokasi
jaringan, tanpa menimbulkan risiko sumbatan. Peneliti dalam studi terkini
mengungkapkan bahwa empat lintah pada tiap sesi terapi dapat menekan risiko
amputasi.

4. Membantu mencegah proses penuaan


Selain diyakini dapat membantu mempercepat proses penyembuhan setelah operasi
plastik, terapi lintah juga dimanfaatkan sebagai proses perawatan antipenuaan karena
memiliki kandungan antioksidan. Hal tersebut yang kemudian dapat membuat seseorang
merasa lebih segar. Akan tetapi efektivitas efek terapi lintah pada penyakit terkait
penuaan secara umum masih belum banyak diteliti secara klinis.

5. Meredakan nyeri pada penderita osteoarthritis


Osteoarthritis adalah gangguan sendi di mana tulang rawan mengalami kerusakan.
Saat tulang rawan mengalami kerusakan, gesekan antartulang terjadi sehingga penderita
merasakan nyeri. Penelitian membuktikan bahwa terapi lintah mengurangi nyeri dan
kaku yang dirasakan penderita osteoarthritis.
Dugaan peneliti, air liur lintah mengandung beberapa zat bersifat anestesi, yang
mampu membantu mengurangi nyeri. Sifat antiinflamasi pada air liur lintah juga
membantu mengurangi peradangan, sehingga pembengkakan sendi berkurang

19
BAB III

KAJIAN PUSTAKA

A. Jurnal 1

Determinan Perilaku Pasien dalam Pengobatan Tradisional dengan Media Lintah


(Studi pada Pasien Terapi Lintah di Desa Rengel Kecamatan Rengel Kabupaten Tuban)

No JUDUL METODE ALAT UKUR JUMLAH RANGKUMA LEVEL OF KEKURANG


ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL N/HASIL EVIDENCE AN ARTIKEL
PENELITIAN
1. Determina Penelitian ini Variabel Jumlah Hasil Level III Jurnal ini
n Perilaku merupakan penelitian sampel pengolahan (Evidence cukup jelas
Pasien jenis penelitian terbagi pada datamenunjukk berasal dari pola
dalam analitik dengan menjadi dua penelitian an bahwa hasil penulisannya
Pengobata pendekatan yakni variabel ini ialah responden penelitian yang runtut
n kuantitatif dan bebas dan sebanyak dalam deskriptif sehingga
Tradisional desain variabel 88 penelitian ini non pembaca tidak
dengan penelitian terikat. responden berjumlah 88 eksperiment kebingungan,
Media cross sectional Variabel bebas responden, al seperti namun
Lintah Metodepengu dalam sebagian besar misalnya pemilihan kata
(Studi pada mpulan data penelitian ini ialah berumur studikompar dan kallimat
Pasien yang yaitu 46-65 tahun, atif,studi terkadang
Terapi digunakan determinan sebagian besar kolerasi dan masih ambigu
Lintah di adalah perilakumasyar responden studi kasus) dan berulang
Desa wawancara akat, yang ialah sehingga
Rengel dengan meliputi: perempuan,pen mengakibatkan
Kecamatan kuesioner. karakteristik didikan penalaran yang
Rengel Analisis data responden terakhirnya berbeda dari
Kabupaten terdiri dari (umur, jenis ialah tiap pembaca.
Tuban) analisis kelamin, SMA/sederajat
2016 univariat dan pendidikan , bekerja
bivariat terakhir, jenis sebagai
menggunakan pekerjaan, dan wiraswasta,
20
chi-square pendapatan), memiliki
dengan nilai p- pemikiran dan pendapatan >
value < 0,05.. perasaan Rp
(pengetahuan 1.575.500,00.
dan sikap), Hasil
orang penting pengolahan
sebagai data
referensi menunjukkan
(keluarga, bahwa terdapat
teman, dan hubungan yang
tetangga), dan signifikan
sumber daya antara
(fasilitas di pengetahuan
tempat praktik terhadap
terapi lintah perilaku dalam
dan pelayanan pengobatan
di tempat tradisional
praktik terapi dengan media
lintah). lintah, sikap
Variabel terhadap
terikat dalam perilaku dalam
penelitian ini pengobatan
yaitu tindakan tradisional
masyarakat dengan media
dalam lintah, orang
pengobatan penting
tradisional sebagai
dengan media referensi
lintah. terhadap
perilaku dalam
pengobatan
tradisional
dengan media
lintah, fasilitas
terhadap

21
perilaku dalam
pengobatan
tradisional
dengan media
lintah,serta
pelayanan
terhadap
perilaku dalam
pengobatan
tradisional
dengan media
lintah

B. Jurnal 2

Terapi Lintah sebagai Tata Laksana Non-Operatif Penyelamatan Flap Pasca Pemindahan
Flap Bebas

No JUDUL METODE ALAT UKUR JUMLAH RANGKUMA LEVEL OF KEKURANG


ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL N/HASIL EVIDENCE AN ARTIKEL
PENELITIAN
2. Terapi Case Peneliti Seorang Terapi lintah Level III Kekurangan
Lintah Description melakukan Pasien adalah (Evidence didalam artikel
sebagai and Clinical terapi lintah yang alternatif berasal dari ini adalah tidak
Tata Question selama 7 hari terpilih konservatif hasil menutup
Laksana dengan memiliki metode untuk penelitiande kemungkinan
Non- penggunaan fibular menyelamatka skriptif non di seekeor
Operatif antibioticspekt flap yang n flap tanpa eksperiment lintah terdapat
Penyelama rum luas vital sekunder al seperti bakteri.
tan Flap selama 10 hari dengan prosedur misalnya Profilaksis
Pasca danmenggunak bagian invasif dan studi antibiotikspekt
Pemindaha an 2 ekor nekrosis di kompleks. komparatif, rum luas
n Flap lintah dengan distal Memberikan studi dipergunakan
Bebas frekuensi yang kelebihan dan kolerasi dan selama

22
2019 diturunkan kekurangan studi kasus) penelitian,
bertahap. yang namun masih
seharusnya terdapat
dipertimbangk infeksi
an baik dengan Aeromonas
keadaan klinis hydrophilia
dan hasil
pemantauan
pasca operasi.
Itu bisa
digunakan
dalam
perencanaan
rekonstruktif
dalam operasi
plastik di
Indonesia
kasus
neoplasma dan
trauma. Hari
terpanjang
penerapan
terapi lintah
adalah 10 hari;
meskipun
begitu
dapat
dihentikan
setelah 3 hari.
Dalam istilah
ini, klinis
penilaian
diperlukan
dalam
mengenali re-

23
vaskularisasi
tutup yang
tidak perlu
terapi lintah
lebih lanjut.
Berdasarkan
penelitian ini,
kami
merekomendas
ikan
penggunaanny
a
terapi lintah 2-
4 kali dalam
sehari sampai
vena
kemacetan bisa
diobati.
Spektrum yang
luas
antibiotik
profilaksis
harus
digunakan
selama
terapi yang
merupakan
generasi ketiga
sefalosporin,
aminoglikosida
atau kuinolon.
Lintah
seharusnya
diletakkan di
bagian yang

24
paling
mengancam
kemacetan dan
waspada
menunggu
selama terapi
diperlukan
mengingat
psikologis
pasien
aspek dan
menghindari
lintah yang
salah tempat.
Para ahli
mencoba
mengembangk
an zat buatan
yang dapat
digunakan
dalam
menyelamatka
n flap seperti
apa yang ada
di air liur
lintah.
Sehingga ahli
bedah atau
dokter tidak
harus
menggunakan
lintah sebagai
terapi karena
kelemahannya
seperti

25
mengancam
aspek
psikologis,
tidak dapat
dikontrol
secara khusus
untuk
menyelamatka
n bagian
manapun dari
flap, perlu
persiapan yang
tidak biasa
dalam
pengobatan,
tidak efisien
dalam hal
aplikasi.
Penelitian
lebih lanjut
diperlukan
untuk
memberikan
bukti kuat dan
penjelasan
dalam
menggunakan
metode ini
dalam aplikasi
klinis.

26
C. Jurnal 3

PENGARUH TERAPI LINTAH TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA


HIPERTENSI DI KLINIK TERAPI LINTAH MEDIS PURBA KAWEDUSAN
KEBUMEN

No JUDUL METODE ALAT UKUR JUMLAH RANGKUMA LEVEL OF KEKURANG


ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL N/HASIL EVIDENCE AN ARTIKEL
PENELITIAN
3. PENGAR Jenis Pengambilan Jumlah Berdasarkan Level II b Penulisan di
UH penelitian ini sampel dengan sampel hasil penelitian (hasil dalam jurnal
TERAPI adalah quasi menggunakan 104 dan penelitian ini mudah
LINTAH eksperimen tehnik responden. pembahasan dengan dipahami,
TERHAD dengan desain Accidentalsam yang telah metode namun
AP pretest and pling, dengan dipaparkan, quasi menggunakan
TEKANA post-test kriteria inklusi dapat experiment) referensi yang
N DARAH group. pasien yang disimpulkan sudah terlalu
PADA bersedia bahwa tekanan lama.
PENDERI menjadi darah
TA responden, responden
HIPERTE kesadaran sesudah terapi
NSI DI composmentis, lintah pada
KLINIK berusia 30-60 tekanan darah
TERAPI tahun, tekanan sistol sebagian
LINTAH darah ≥140/90 besar pada
MEDIS mmHgAnalisis rentang 141-
PURBA univariat 159 mmHg
KAWEDU disajikan yaitu sebanyak
SAN dalam tabel 50 responden
KEBUME distribusi (48,1 %) dan
N 2012 frekuensi, dan sebagian kecil
analisis pada rentang
multivariat >180 mmHg
menggunakan yaitu sebanyak
uji paired t-test 8 responden
27
untuk (7,7 %). Pada
membandingka tekanan darah
n rata-rata nilai diastol
pre test dan sebagian besar
post test. pada rentang
90- 99 mmHg
yaitu sebanyak
44 responden
(42,3 %) dan
sebagian kecil
pada rentang
>110 mmHg
yaitu sebanyak
14 responden
(13,5 %).
Terapi lintah
dapat
menurunkan
tekanan darah
pada penderita
hipertensi, hal
ini terbukti
dengan
didapatkannya
nilai t hitung
lebih besar dari
t tabel dan
nilai
signifikasi (p)
<0,05.

28
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Implementasi dalam Asuhan Keperawatan.


1. Gangguan integritas kulit : dalam terapi lintah tersebut pasien akan mendapatkan luka bekas
gigitan lintah.
a. Menggunakan kain kassa disekitar area terapi untuk membantu mencegah lintah
berpindah dari tempat yang akan diterapi.
b. Melakukan pengkajian atau catat ukuran, warna, keadaan luka / kondisi sekitar luka.
c. Luka bekas gigitan dapat rutin dibersihkan dan dicuci dengan madu.
d. Gatal pasca gigitan 1 hari bila sudah terbentuk jaringan/ fibrin, maka dapat diolesi
dengan madu.
e. Melakukan penggantian kain kassa sesering mugkin.
f. Memberikan prioritas untuk meningkatkan kenyamanan.
g. Kolaborasi pemberian obat-obatan.

2. Resiko infeksi
a. Kulit pasien tempat lintah menyedot harus diperiksa untuk memastikan tidak terjadi
infeksi local atau komplikasi lain (karena bakteri Aeromonas hydrophilia ada dalam usus
lintah).
b. Melakukan teknik aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasien.
c. Melakukan penggantian kassa sesering mungkin.
d. Mengukur tanda vital tiap 4-6 jam.
e. Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi.
f. Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien.
g. Satu lintah harus khusus disediakan untuk satu pasien.
h. Mencegah kontaminasi silang, lintah yang sudah digunakan tidak boleh disatukan
dengan lintah yang belum digunakan.

3. Nyeri
a. Mengkaji nyeri secara komprehensif.
b. Melakukan monitor terhadap skala nyeri.
c. Meningkatkan istirahat.
d. Mengajarkan teknik non farmakologi seperti teknik nafas dalam.
29
e. Melakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.
f. Mengobservasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan.
g. Mengontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien.
h. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.

30
BAB V

PENUTUP
Kesimpulan

Terapi lintah merupakan salah satu jenis pengobatan komplementer yang biasa dilakukan
oleh terapis, medis, maupun paramedik untuk pengobatan suatu gangguan penyakit.

Manfaat Terapi Lintah, yaitu :

1. Melancarkan peredaran darah dan mencegah penyumbatan


2. Membantu mencegah penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah
3. Menghindari komplikasi pada penderita diabetes
4. Membantu mencegah proses penuaan
5. Meredakan nyeri pada penderita osteoarthritis
Dibalik banyaknya manfaat terapi lintah untuk kesehatan, tetap harus diwaspadai
adalah efek samping terapi lintah ini. Karena efek samping yang muncul pada setiap orang
berbeda beda.
Efek samping atau resiko pasca terapi lintah yang perlu diketahui oleh masyarakat.
Menurut Susanty (2017), antar lain sebagai berikut:
f. Pada seseorang yang alergi terhadap zat hirudin akan mengalami pembengkakan 1-3
hari.
g. Sakit ketika digigit dan disedot lintah pada sebagian orang yang memiliki kulit
sensitive seperti digigit nyamuk 1-5 menit pertama, karena mengandung zat anestesi
dan akan mulai bekerja 1-2 menit setelahnya, linu dan panas setelahnya.
h. Gatal pasca gigitan 1 hari bila sudah terbentuk jaringan/ fibrin, maka dapat diolesi
dengan madu.
i. Bekas gigitan akan membentuk segitiga atau huruf Y, memerah lalu berwarna ungu
dan biasanya hilang 1-2 hari, dan untuk kulit sensitive biasanya lebih lama
menghilang.
j. Pendarahan aliran darah bercampur air lintah yang mengencerkan darah akan terjadi
kurang lebih 6 jam, dan paling lama 48 jam.
Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai terapi lintah , pemakalah berharap agar
pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mempelajari makalah ini, karena
pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua, serta dapat
mengkaji dan menyelesaikan permasalahan mengenai kesehatan yang berkembang di
masyarakat dengan baik.
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, S., M. Dar, L., Rashid, A., Tewari, A. 2012. Hirudotherapy/Leechtherapy:


Applications and Indications in Surgery. Arch Clin Exp Surg, Vol.1, Iss: 3, 172-180.
Dikutip dalam: http://www.ejmanager.com/mnstemps/64/641327728946.pdf pada 24
September 2019.
2. Annonim. 2019. Kenali Terapi Lintah dan Efek Sampingnya. Dikutip dalam:
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190820134914-255-423009/kenali-terapi-
lintah-dan-efek-sampingnya pada 24 September 2019.
3. Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal bedah untuk mahasiswa. Yogyakarta : DIVA Press.
4. Atmodiwirjo,Parintosa.2019. Leach Therapy for a Non-Surgical Method of Flap Salvaging
after a Free Flap Transfer, vol 7 ( no 2 ). 143-150. Diakses pada tanggal 24 September 2019.
5. Fitri, Nurul. 2017. Terapi Lintah Sebagai Pengobatan Komplementer. Dikutip dalam:
https://elib.unikom.ac.id pada 24 September 2019.
6. Hayes, Dustin. 2014. Pengobatan Alternatif dengan Lintah. Jurnal terapi lintah.
7. Safitri, ella. dkk. 2016. Determinan Perilaku Pasien dalam Pengobatan Tradisional dengan
Media Lintah ( Studi pada Pasien Terapi Lintah di Desa Rengel Kabupaten Tuban ), vol 4
(no.1). 181-187. Diakses pada tanggal 24 September 2019.
8. Sarasi, Vita. 2011. Terapi Lintah Teori dan Praktek. Dikutip dalam:
https://www.academia.edu/38005793/TERAPI_LINTAH pada 24 September 2019.
9. Susanty, Rinne. 2016. Pengobatan Tradisional Terapi Lintah di Klinik Griya Sehat.akarta:
Raja Grafindo Persada.
10. Widaswara, Herlin, dkk. 2012. Pengaruh Terapi Lintah Terhadap Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Klinik Terapi Lintah Medis Purba Kawedusan Kebumen, Vol 8
(no.3). 153-158. Diakses pada tanggal 24 September 2019.

32

Anda mungkin juga menyukai