Disusun Oleh:
SURABAYA
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Pokok Bahasan : Perawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Soetomo Surabaya
Tempat : Ruang Rawat Inap Pandan Wangi RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Universitas Airlangga
A. Tujuan
1. Tujuan instruksional umum
Setelah dilakukan peyuluhan kesehatan, diharapkan keluarga pasien dan
pengunjung pasien di RSUD Dr. Soetomo Surabaya mengerti dan memahami
tentang perawatan pasien dengan SLE di rumah.
2. Tujuan instruksional khusus
Setelah mengikuti penyuluhan keseatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga
dan pengunjung pasien di ruang Pandan Wangi mampu :
1) Memahami tentang pengertian SLE
2) Memahami etiologi SLE
3) Memahami patofisiologi SLE
4) Memahami dan menyebutkan manifestasi klinis SLE
5) Memahami pemeriksaan Penunjang SLE
6) Memahami penatalaksanaan SLE
7) Menyebutkan perawatan Pada Pasien SLE
B. Materi Penyuluhan
1) Definisi Systemic Lupus Eritematosus (SLE)
2) Etiologi SLE
3) Patofisiologi SLE
4) Manifestasi Klinis SLE
5) Pemeriksaan Penunjang SLE
6) Penatalaksanaan SLE
7) Perawatan Pada Pasien SLE
C. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
D. Media
1. Leaflet
2. Flipchart
E. Kegiatan Penyuluhan
Tahapan dan
No Kegiatan Pendidikan PJ/Pelaksana
Waktu
1 5 menit sebelum Petugas menyiapkan daftar Peserta penyuluhan
acara dimulai hadir, ruangan dan tempat mengisi daftar hadir dan
untuk peserta penyuluhan duduk di tempat yang
telah disediakan
2 Pendahuluan 5 Pembukaan:
menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
dan memperkenalkan 2. Mendengarkan tujuan
diri dan maksud dari
2. Menyampaikan tujuan penyuluhan
dan maksud penyuluhan 3. Mendengarkan kontrak
3. Menjelaskan kontrak waktu
waktu dan mekanisme 4. Mendengarkan materi
4. Menyebutkan materi penyuluhan yang
penyuluhan diberikan
3 Pelaksanaan Pelaksanaan:
kegiatan 15 1. Menggali pengetahuan 1. Menjelaskan apabila
menit dan pengalaman sasaran mengetahui tentang
tentang SLE SLE
F. Pengorganisasian
1. Pembimbing Akademik : Dr. Kusnanto, S.Kp., M. Kes
Candra Panji Asmoro, S. Kep., Ns., M. Kep
2. Pembimbing Klinik : Endang Pantjarwati, S. Kep., Ns
Lilik Mudayatin, S. Kep., Ns
3. Penyaji : Fatih Haris Maulana, S. Kep
4. Moderator : Indriani Kencana W, S. Kep
5. Observer dan Notulen : Vivi Silvia Anggara, S. Kep
6. Fasilitator : Nur Maziyya, S. Kep
Sondi Andika Septian, S. Kep
Safirah Sarayati, S. Kep
Tutik Malichah, S. Kep
Dady Zharfan Hanif, S. Kep
Didin Andri Pradana, S. Kep
G. Job Description
1. Penyaji
Menggali pengetahuan pasien dan keluarga pasien tentang SLE
Menyampaikan materi untuk peserta penyuluhan agar bisa memahami hal-
hal tentang isi, makna dan maksud dari penyuluhan
2. Moderator
Bertanggung jawab atas kelancaran acara
Membuka dan menutup acara
Mengatur waktu penyaji sesuai dengan rencana kegiatan
3. Fasilitator
Membantu kelancaran acara penyuluhan
Mendorong peserta untuk bertanya kepada penyaji
Membagikan leaflet kepada semua peserta penyuluhan
4. Observer dan Notulen
Mengamati proses kegiatan penyuluhan
Mencatat pertanyaan dari peserta
Mengevaluasi serangkaian acara penyuluhan mulai dari awal hingga akhir
H. Setting tempat
Flipchart
Moderator Penyaji
Fasilitator 1 P P P P
P P P P
P P P P
Fasilitator 2
Keterangan :
P
: Peserta penyuluhan (pasien dan keluarga pasien)
I. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria struktur
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan 2 hari sebelum acara dilakukan
b. Pengumpulan SAP 2 hari sebelum pelaksanaan penyuluhan
c. Peserta hadir pada tempat yang telah ditentukan
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa praktik manajemen di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria Proses
a. Acara dimulai tepat waktu
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
d. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai POA
f. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil
a. Peserta yang datang sejumlah 8 orang atau lebih
b. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan pemateri
c. Peserta mampu menjawab dengan benar
J. Referensi
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa
Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition 2nd Volume. United
States of America : Mosby, Inc.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Lampiran
MATERI PENYULUHAN
B. Etiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan
penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi
dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus.
Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan
penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem
pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan
menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan
tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya
dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor
lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
Infeksi
Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
Sinar ultraviolet
Stres yang berlebihan
Obat-obatan tertentu
Hormon.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering
menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi
dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen)
mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang
pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi,
masih belum diketahui (Smeltzer, 2001).
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria
dewasa
Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga
yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif,
sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan
sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara
sistemik melalui peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam
jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus
Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
a) Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid
b) Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan
kuinidin
c) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan
griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini
kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan
akan penyakit ini.
C. Patosisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan
penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari,
luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau
beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi genetik
akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan
hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi
serta ekspansi sel B, baik yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk
didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan
non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat
protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA).
Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan
komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-
nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun
yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada
SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan
pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun
ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi
komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang
menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah
yangmenyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan
seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya. Bagian yang penting
dalam patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan
normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang resisten (Price, 2006)
D. Manifestasi Klinis
1. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita
artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan,
pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering
merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
2. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung.
Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang
lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
3. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel
ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani
dialisa atau pencangkokkan ginjal.
4. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan
adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian
manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma
otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa
terjadi.
5. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru.
Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor
pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi
anemia akibat penyakit menahun.
6. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan
tersebut.
7. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
sering timbul nyeri dada dan sesak nafas (Smeltzer, 2001).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan
suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai
terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk
mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.
1. Pemeriksaan Autoantibodi
Prevalensi Antigen yang
Antibody Clinical Utility
% Dikenali
Antinuclear 98 Multiple Pemeriksaan skrining terbaik; hasil
antibodies nuclear negative berulang menyingkirkan SLE
(ANA)
Anti-dsDNA 70 DNA (double- Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan
stranded) pada beberapa pasien berhubungan dengan
aktivitas penyakit, nephritis, dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi
protein pada 6 klinis; kebanyakan pasien juga memiliki
jenis U1 RNA RNP; umum pada African American dan
Asia dibanding Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar
protein pada berkaitan dengan gejala yang overlap
U1 RNA dengan gejala rematik termasuk SLE.
Anti-Ro (SS- 30 Kompleks Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan
A) Protein pada sindrom Sicca, subcutaneous lupus
hY RNA, subakut, dan lupus neonatus disertai blok
terutama 60 jantung congenital; berkaitan dengan
kDa dan 52 penurunan resiko nephritis.
kDa
Anti-La (SS- 10 47-kDa protein Biasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan
B) pada hY RNA dengan menurunnya resiko nephritis
Antihistone 70 Histones Lebih sering pada lupus akibat obat
terkait dengan daripada SLE.
DNA (pada
nucleosome,
chromatin)
Antiphosphol 50 Phospholipids, Tiga tes tersedia ELISA untuk cardiolipin
ipid 2 glycoprotein dan 2G1, sensitive prothrombin time
1 cofactor, (DRVVT); merupakan predisposisi
prothrombin pembekuan, kematian janin, dan
trombositopenia.
Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA
karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada
beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga
pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi
namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan
kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan
berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda
antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk
SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel
Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas
tinggi untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih
baik dengan nephritis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan
pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan
juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari
kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus
memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam
sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan
untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura
atau jantung
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
g) Biopsi ginjal
h) Pemeriksaan saraf.
F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan,
dan sakit kepala
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis)
hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid
c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat
bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis
lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik,
penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf
pusat) perlu ditangani oleh ahlinya
b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai
kelainan organ sasaran yang terkena.
c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa
diberikan obat penekan sistem kekebalan
d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan
sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
Waktu : 30 menit
5 Oktober 2016
3. Menjawab pertanyaan
yang diajukan peserta
penyuluhan