Anda di halaman 1dari 64

PEMBANGUNANDAERAH,

DESADANKOTA

BAB XIV
PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA
A.

PENDAHULUAN

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 telah


mengamanatkan bahwa pembangunan daerah perlu senantiasa
ditingkatkan agar laju pertumbuhan antar daerah serta laju
pertumbuhan antara wilayah perdesaan dan perkotaan semakin
seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta
hasil-hasilnya makin merata di seluruh Indonesia. GBHN
menegaskan bahwa pembangunan daerah perlu dilaksanakan secara
terpadu, selaras, serasi dan seimbang serta diarahkan agar
pembangunan yang berlangsung di setiap daerah sesuai dengan
prioritas dan potensi daerah. Keseluruhan pembangunan daerah
merupakan satu kesatuan pembangunan nasional untuk memantapkan
terwujudnya Wawasan Nusantara. Tujuan tersebut dapat dicapai
apabila kemampuan, prakarsa, serta partisipasi masyarakat dan
pemerintah daerah dalam pembangunan terus didorong dan
ditingkatkan.
GBHN me ne ka nka n pe rl un ya pe mba nguna n da e ra h
memberikan perhatian khusus kepada daerah yang relatif miskin dan
XIV/3

terbelakang, daerah padat penduduk dan daerah sangat kurang


penduduk, daerah transmigrasi, daerah kepulauan terpencil, serta
daerah perbatasan. Untuk itu, pembangunan prasarana dan sarana
ekonomi dan sosial perlu ditingkatkan secara lebih merata ke seluruh
wilayah tanah air.
Sesuai dengan arahan GBHN maka upaya pembangunan
daerah, desa dan kota telah dilaksanakan dan ditingkatkan secara
berkesinambungan sejak Repelita I sampai dengan Repelita V.
Langkah-langkah kebijaksanaan dan program-program pembangunan
daerah yang telah dilakukan meliputi pembangunan desa, pem bangunan daerah tingkat II, pembangunan daerah tingkat I,
pengembangan kawasan terpadu, pembangunan perkotaan, penataan
ruang, penataan pertanahan, pembinaan aparatur pemerintah, dan
penelitian daerah. Pembangunan daerah yang dilaksanakan selama PJP
I telah berhasil membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
dan memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan dan lebih
mendayagunakan pemanfaatan potensi daerah.
Pada dasarnya kinerja dan dampak pembangunan daerah di
seluruh tanah air adalah perwujudan dari upaya bangsa untuk
melaksanakan strategi pembangunan nasional secara menyeluruh dan
terpadu, berdasarkan Trilogi Pembangunan dan Wawasan Nusantara.
Dampak positif dari hasil-hasil pembangunan selama kurun waktu
tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat dan pemerintah daerah di
seluruh Indonesia.
Sejak Repelita I telah dikembangkan berbagai program
pembangunan daerah, termasuk di dalamnya berbagai program
bantuan pembangunan melalui Instruksi Presiden (Inpres). Bantuan
pembangunan kepada daerah, yang terus meningkat tidak saja
menciptakan pembangunan yang lebih merata di seluruh wilayah,
akan tetapi juga telah mampu menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dan meningkatkan laju pembangunan secara
nasional. Selain itu, pembangunan daerah telah berhasil membantu
XIV/4

upaya menaikkan kesejahteraan masyarakat. Antara lain dapat


terlihat dari terbukanya daerah-daerah yang sebelumnya terisolasi,
meningkatnya kemampuan beberapa daerah untuk berswasembada
pangan, meningkatnya pelayanan kesehatan, menurunnya angka
kematian bayi, dan meningkatnya usia harapan hidup. Selanjutnya
terlihat pula adanya peningkatan kemampuan pemerintah daerah
dalam menangani pembangunan di daerah masing-masing.
Sementara itu, masalah kesenjangan tingkat perkembangan
antar wilayah dan antar kelompok masyarakat masih ditemui. Hal ini
merupakan tantangan berat yang harus dihadapi pada PJP II yang
semakin menunjukkan pentingnya pembangunan daerah dan dimensi
wilayah dari pembangunan sektoral untuk mendukung tercapainya
tujuan-tujuan pembangunan nasional.
B.

PEMBANGUNAN DESA

Pembangunan desa mempunyai peranan yang sangat penting


dan strategis dalam rangka Pembangunan Nasional dan Pembangunan
Daerah, karena di dalamnya terkandung unsur pemerataan pem bangunan dan hasil-hasilnya serta menyentuh secara langsung
kepentingan sebagian besar masyarakat yang bermukim di perdesaan
dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan mereka.
Oleh karena itu sejak Repelita I Pemerintah selalu memberikan
perhatian yang besar terhadap pembangunan desa baik melalui
program-program sektoral, regional maupun Inpres serta bimbingan,
pengarahan dan bantuan terhadap usaha-usaha swadaya gotong
royong masyarakat.
S a m p a i d e n g a n a k h i r Re pe l i t a IV ( 1 9 8 8 / 8 9 )
kemajuan-kemajuan dalam rangka pembangunan desa telah banyak
dinikmati oleh sebagian masyarakat di perdesaan. Tersedianya
prasarana dan sarana dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar
XIV/5

masyarakat di perdesaan telah dapat mengubah kedudukan desa dari


obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan yang memiliki
ketahanan di segala bidang kehidupan, sehingga dapat memantapkan
kerangka landasan pembangunan menuju lepas landas.
Dalam Repelita V kebijaksanaan dan kegiatan-kegiatan
pembangunan desa terus dilanjutkan dan ditingkatkan terutama
penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya
masyarakat perdesaan. Sejalan dengan itu ditingkatkan pula
kemampuan masyarakat perdesaan untuk berproduksi sekaligus
menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat perdesaan
makin mampu mengarahkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya segala
dana dan biaya bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidupnya.
1.

Bantuan Pembangunan Desa

Guna mendorong, menggerakkan, dan meningkatkan swadaya,


gotong royong serta untuk menumbuhkan kreativitas dan otoaktivitas
masyarakat dalam pembangunan desanya, maka Pemerintah sejak
Repelita I menyelenggarakan Bantuan Pembangunan Desa. Bantuan
ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek prasarana dasar yang
dibutuhkan oleh masyarakat desa. Proyek-proyek yang dibiayai
bantuan desa ini direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan oleh
masyarakat desa sendiri secara berswadaya dan bergotong royong.
Dari jumlah bantuan desa tersebut sebagian digunakan untuk
membantu mengembangkan kemampuan peranan kaum wanita
melalui kegiatan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Pada akhir Repelita IV (1988/89) alokasi bantuan bagi setiap
desa adalah sebesar Rp 1.500.000.- termasuk di dalamnya bantuan
untuk menunjang kegiatan PKK sebesar Rp 300.000.- Jumlah desa
yang mendapatkan Bantuan Pembangunan Desa adalah 66.744 desa
dengan jumlah bantuan sebesar Rp 112 miliar. Bantuan ini digunakan
untuk membangun berbagai prasarana produksi, perhubungan,
pemasaran, sosial, dan ekonomi, dengan jumlah kegiatan sebanyak
XIV/6

217.147 buah proyek. Bantuan tersebut ternyata mendorong


partisipasi melalui bantuan pemerintah daerah sebesar Rp 1,2 miliar
dan swadaya masyarakat sebesar Rp 88,1 miliar. Pada masa Repe lita V jumlah bantuan bagi setiap desa juga mengalami peningkatan yang
berarti sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah dan
kebutuhan masyarakat perdesaan. Pada tahun pertama dan kedua
Repelita V (1989/90 dan 1990/91) bantuan desa bagi setiap desa
adalah sebesar Rp 2.500.000,- termasuk di dalamnya Rp 500.000,untuk menunjang kegiatan PKK. Pada tahun anggaran berikutnya
(1991/92) bantuan ini dinaikkan menjadi Rp 3.500.000,- (termasuk
Rp 700.000,- untuk PKK) atau kenaikan sebesar 40% dibandingkan
tahun sebelumnya. Pada tahun anggaran 1992/93 bantuan ini
mengalami kenaikan lagi sebesar kurang lebih 32% menjadi
Rp 4.500.000,- (Tabel XIV-1).
Kenaikan jumlah bantuan desa selama Repelita V selain oleh
adanya kenaikan jumlah bantuan bagi setiap desa juga oleh adanya
pemekaran desa dan penambahan jumlah desa transmigrasi. Jumlah
bantuan desa secara berturut-turut dari tahun 1989/90 sampai dengan
tahun 1992/93 adalah Rp 112 miliar, Rp 180,6 miliar, Rp 249,9
miliar, dan Rp 326,4 miliar (Tabel XIV-2). Bantuan Pembangunan
Desa ini digunakan untuk melaksanakan sejumlah proyek,
masing-masing pada tahun 1989/90 222.459 buah proyek, tahun
1990/91 253.073 buah proyek, tahun 1991/92 269.170 buah proyek
serta tahun 1992/93 190.779 buah proyek. Dana Bantuan
Pembangunan Desa digunakan tidak hanya untuk membangun
proyek-proyek fisik tetapi juga untuk membiayai kegiatan non fisik
seperti peningkatan peran dan fungsi LKMD, pelatihan kader
pembangunan desa, pelatihan usaha ekonomi desa dan lain
sebagainya.
2.

Pemantapan dan Pembinaan Unit Daerah Kerja


Pembangunan (UDKP)

Koordinasi dan keterpaduan perencanaan serta pelaksanaan


XIV/7

TABEL XIV - 1
PERKEMBANGAN JUMLAH DESA DAN BANTUAN PEMBANGUNAN DESA,
1988/89 - 1992/93

1) Bantuan untuk menunjang kegiatan PKK, Rp. 300.000,-per Desa


2) Bantuan untuk menunjang kegiatan PKK, Rp. 500.000,- per Desa
3) Bantuan untuk menunjang kegiatan PKK, Rp. 700.000,- per Desa
4) Bantuan untuk menunjang kegintan PKK, Rp. 900.000,- per Desa

XIV/8

TABEL XIV - 2
PE RK EM B AN GA N B AN TU AN PEM B AN GU NA N D ES A,
1988/89 - 1992/93

1) Kegiatan Panunjang

XIV/9

pembangunan, di desa dalam lingkup wilayah Kecamatan dilakukan


melalui sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). UDKP ini
berfungsi sebagai sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
monitoring dan evaluasi Pembangunan Desa Terpadu. Dalam
hubungan ini telah dilaksanakan berbagai kegiatan pelatihan dan
penataran bagi pelatih UDKP tingkat propinsi dan tingkat kabupaten
serta camat, sekretaris wilayah kecamatan, dan kepala/petugas
instansi sektoral tingkat kecamatan; survai perencanaan kecamatan
(survai mikro); pembuatan peta penggunaan tanah; penerbitan dan
penyebarluasan panduan operasional UDKP di setiap kecamatan di
seluruh Indonesia dalam rangka penyusunan rencana dan
pengendalian program/proyek di wilayah kecamatan, pembentukan
dan pengembangan kecamatan percontohan pada 20 propinsi.
Dalam Repelita V, berbagai kegiatan dalam rangka
pemantapan UDKP terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui antara
lain penataran pemantapan pelaksanaan UDKP bagi Camat yang
belum pernah mengikuti penataran/latihan UDKP, pelatihan pejabat
instansi sektoral kecamatan, pelatihan Pelatih Pembangunan Desa
Terpadu tingkat kabupaten. Di samping itu dilaksanakan pula
kegiatan pengelolaan dan analisa klasifikasi tingkat perkembangan
desa, penyusunan rencana pemantapan PPTAD, penerapan
pengembangan teknologi perdesaan di 4 propinsi, penyusunan
petunjuk teknis penerapan tata desa, analisa monografi desa juara
perlombaan desa, penyusunan pedoman penanganan kecamatan
tertinggal dan penyusunan materi/juklak supervisi penataran UDKP.
Pada tahun anggaran 1989/90 telah dilaksanakan pelatihan bagi
Camat dan pejabat instansi sektoral kecamatan, masing-masing
sebanyak 1.042 orang Camat dan 2.048 orang pejabat instansi
sektoral kecamatan. Pada tahun anggaran 1990/91 sebanyak 1.255
orang Camat dan 7.462 pejabat instansi sektoral kecamatan. Pada
tahun 1991/92 sebanyak 1.001 orang Camat dan 2.910 orang pejabat
instansi sektoral kecamatan dan pada tahun 1992/93 sebanyak 838
orang Camat dan 1.830 orang pejabat instansi sektoral kecamatan.
XIV/10

3.

Peningkatan Prakarsa dan Swadaya Masyarakat

Dalam rangka menciptakan desa agar menjadi tempat yang


mempunyai landasan kuat bagi Ketahanan Nasional maka di setiap
desa dibentuk Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)
sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam mengembangkan
prakarsa dan swadaya masyarakat desa untuk menyusun rencana dan
melaksanakan pembangunan desa secara swadaya gotong royong.
Untuk meningkatkan fungsi dan peranan LKMD, telah dilakukan
berbagai kegiatan seperti pembinaan dan evaluasi tingkat
perkembangan LKMD, Latihan Pembangunan Desa Terpadu (LPDT)
bagi pengurus LKMD, dan Kader Pembangunan Desa (KPD); serta
penyelenggaraan Bulan Bakti LKMD. Di samping itu dilaksanakan
berbagai latihan bagi tim pembina teknis KPD/LKMD, kepala desa,
dan pelatih Pembangunan Desa Terpadu (PDT) tingkat nasional,
propinsi dan kabupaten/kotamadya, serta mengintensifkan kegiatankegiatan tim pembina LKMD di semua tingkat pemerintahan.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka pembinaan dan
evaluasi tingkat perkembangan LKMD dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Pada akhir Repelita IV (1988/89) dari jumlah LKMD
yang telah dibentuk yaitu 66.158 LKMD, yang mencapai kategori III
(berfungsi dengan baik) adalah 34.545 LKMD (51,93%), kategori II
24.605 LKMD (36,98%), kategori I 7.368 LKMD (11,09%). Pada
tahun 1989/90 dari 66.160 LKMD yang mencapai kategori III adalah
39.157 LKMD (58,18%), kategori 11 21.609 LKMD (32,66%) dan
kategori 15.394 LKMD (8,16%). Pada tahun 1990/91 yang telah
mencapai kategori III 40.414 LKMD (61,46%), kategori II 20.109
LKMD (30,58%) dan kategori I 5.238 LKMD (7,96%). Pada tahun
1991/92 yang mencapai kategori III sebanyak 40.878 LKMD
(61,17%), .kategori II 20.173 LKMD (30,45%) dan kategori I
sebanyak 5.184 LKMD (8,38%). Pada tahun 1992/93 kinerja
pembinaan LKMD telah menunjukkan hasil yang lebih besar lagi
yaitu sebanyak 41.414 LKMD (66,21%) telah mencapai kategori III,
17.845 LKMD (28,52%) kategori II dan 3.291 LKMD (5,27% )
kategori I.
XIV/11

4.

Permukiman Kembali Penduduk

D a l a m r a n g k a us ah a me mp e r b a i k i taraf h i d u p
kelompok-kelompok penduduk desa yang hidupnya terpencil dan
terisolasi serta bermata pencaharian berladang berpindah-pindah,
dilaksanakan kegiatan penataan dan permukiman kembali kelompok
penduduk tersebut ke tempat yang baru yang lebih baik dengan
penyediaan rumah, tempat ibadah, lahan pertanian, pendidikan,
bantuan pangan, kesehatan, dan penyediaan air bersih.
Pelaksanaan kegiatan permukiman kembali tahun 1989/90
sesuai arah dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dalam Repelita V diarahkan pada pemantapan pembangunan desa pada desa-desa
transmigrasi yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Dalam hubungan itu telah dialokasikan bantuan untuk tahun 1989/90
pada 31 lokasi di 10 propinsi, tahun 1990/91 telah diberikan bantuan
pada 37 lokasi di 14 propinsi, dan tahun 1991/92 pada 45 lokasi di
15 propinsi serta untuk tahun 1992/93 telah dilaksanakan kegiatan
pembinaan pada 38 lokasi/desa di 16 propinsi.
5.

Pemugaran Perumahan dan Lingkungan

Untuk membantu kelompok penduduk yang tidak mampu


membangun dan memperbaiki rumahnya yang memenuhi persyaratan
teknis dan lingkungan telah dilaksanakan kegiatan Pemugaran
Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT). Kegiatan ini
terus dipacu sejak pertengahan Repelita I sehingga pada tahun
1988/89 (akhir Repelita IV) telah dapat dipugar sebanyak 118.035
rumah yang tersebar di 26 Propinsi. Pada tahun 1989/90 kegiatan
P2LDT ini telah menyelesaikan pemugaran 40.355 rumah, tahun
1990/91 39.000 rumah yang tersebar di 3.100 desa, tahun 1991/92
53.330 rumah dan tahun 1992/93 274.230 rumah yang terpencar di
18.282 lokasi.
XIV/12

6.

Pe rlombaan Desa
Perkembangan Desa

dan

Evaluasi

Tingkat

Tahap awal pertumbuhan perdesaan dimulai dari Desa


Swadaya yaitu desa yang belum berkembang, dengan basis ekonomi
pertanian tradisional. Tahap berikutnya menjadi Desa Swakarsa yaitu
desa yang mulai berkembang, dengan basis ekonomi yang relatif
lebih luas, dan kemudian menjadi Desa Swasembada yaitu desa yang
sudah berkembang cukup maju, yang relatif sudah mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Untuk mendorong percepatan perkembangan desa menjadi
Desa Swasembada serta untuk menumbuhkan dan menggerakkan
kompetisi yang sehat bagi desa-desa dalam melaksanakan
pembangunan maka setiap tahun dilaksanakan perlombaan desa pada
tingkat kabupaten/kotamadya dan tingkat Propinsi. Pemenangnya
adalah desa yang mempunyai prestasi yang paling tinggi dalam
pembangunan desanya.
Desa terbaik peringkat satu, dua dan tiga pada tingkat
Kabupaten/Kotamadya dan tingkat Propinsi diberi penghargaan
berupa tambahan bantuan untuk membiayai proyek-proyek desanya.
Bagi para Kepala Desa dan Ketua Tim Penggerak PKK dari desa
yang memperoleh peringkat pertama tingkat Propinsi diundang ke
Ibu Kota Negara guna mengikuti upacara 17 Agustus dan kegiatan
lainnya.
Dalam Repelita V sampai dengan tahun 1992/93 telah
dihasilkan 324 Desa Juara yang terdiri dari Juara I, II, III tingkat
Propinsi, sedangkan untuk Juara I, II, III tingkat kabupaten/kotamadya 3.567 desa.
Dalam kaitan itu pula maka setiap tahun dilakukan evaluasi
terhadap tingkat perkembangan desa. Dari hasil evaluasi terhadap
tingkat perkembangan desa tersebut dapat diketahui faktor-faktor
XIV/13

yang mempengaruhi tingkat perkembangan desa dan apa yang perlu


ditingkatkan dalam rangka mendorong tingkat perkembangan desa
swasembada menuju tingkat masyarakat desa yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Hasil evaluasi tingkat perkembangan desa menunjukkan bahwa
pencapaian desa swasembada mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun. Pada akhir Repelita IV tahun 1988/89 jumlah desa
swasembada sebanyak 41.780 desa (62,60%). Sedangkan pada tahun
kedua Repelita V (1990/91) sebanyak 46.295 desa (74,6%) tahun
1992/93 sebanyak 49.104 desa (77,06%). Perkembangan ini dapat
dilihat secara rinci pada Tabel XIV-3.
Secara Nasional sampai tahun 1991/92 Propinsi yang
mencapai desa swasembada dalam klasifikasi sangat tinggi
(90-100%) adalah Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi
Tenggara, kemudian yang sudah mencapai klasifikasi tinggi
(70%-89,9%) adalah Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan NTB.
Sedangkan yang mencapai klasifikasi menengah (50-79,9%) adalah
Propinsi Riau, Kalimantan Barat dan Maluku dan yang mencapai
desa swasembada dengan klasifikasi rendah (< 50 %) adalah Daerah
Istimewa Aceh, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, NTT,
Irian Jaya dan Timor Timur.
C.

PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II


1.

Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II

Sejak tahun 1970/71 Pemerintah melaksanakan Program


Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II. Melalui program ini
pemerintah menyediakan alokasi dana dalam APBN untuk membantu
XIV/14

TABEL XIV-3
EVALUASI TINGKAT PERKEMBANGAN DESA,
1991/92

Catatan:
1)
2)
3)

Antara tahun 1990/91 dan 1991/92 ada desa-desa transmigrasi yang diserahkan
kepada Pemda dan telah menjadi desa definitif.
Pengurangan karena adanya penataan desa,sehingge desa-desa yang kecil digabung
dengan desa yang lebih besar.
Di Jabar dan Bali ada pemekaran desa sehinggn jumlah desa bertambah.

XIV/15

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II agar dapat lebih tepat


melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam ruang lingkup
tugasnya.
Besarnya jumlah bantuan yang disediakan untuk setiap Daerah
Tingkat II dihitung atas dasar besarnya jumlah penduduknya, kecuali
untuk Daerah Tingkat II yang berpenduduk kurang dari suatu jumlah
tertentu diberikan bantuan minimum. Alokasi tersebut merupakan
salah satu sumber pembiayaan pembangunan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat II yang digunakan untuk
membiayai proyek-proyek pembangunan sesuai dengan Repelita
Daerah Tingkat II dan kebijaksanaan tahunan Daerah Tingkat II
bersangkutan.
Jumlah bantuan yang disediakan melalui Program Bantuan
Pembangunan Daerah Tingkat II meningkat dari tahun ke tahun. Jika
pada tahun terakhir Repelita IV bantuan yang disediakan tersebut
berjumlah Rp 267,17 miliar maka pada tahun pertama Repelita V
sedikit meningkat menjadi Rp 270 miliar. Jumlah tersebut
berdasarkan kriteria bantuan per kapita sebesar Rp 1.450, dengan
bantuan minimum sebesar Rp 200 .juta. Untuk tiga tahun berikutnya
jumlah Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II meningkat rata-rata
dengan 45,2% per tahun, yaitu pada tahun 1990/91, 1991/92 dan
1992/93 berturut-turut meningkat menjadi Rp 391,8 miliar, Rp
590,8 miliar dan Rp 825,1 miliar. Peningkatan ini disebabkan
kenaikan bantuan per kapita, yaitu menjadi Rp 2000,- Rp 3.000,Rp 4.000,-, serta kenaikan bantuan minimum, yaitu menjadi Rp 500
juta, Rp 630 juta, dan Rp 750 juta, masing-masing untuk tahun
1990/91, 1991/92 dan 1992/93. Perkembangan jumlah alokasi dana
yang disediakan melalui Program Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat II selama 1988/89-1992/93 dapat dilihat pada Tabel XIV-4.
Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II adalah
program pembangunan nasional yang dilaksanakan sepenuhnya oleh
Daerah Tingkat II yang lebih memahami masalah, kebutuhan dan
XIV/16

TABEL XIV - 4
P E RK E M B AN G A N JU M L A H B A N T U A N P EM B A N G U N A N D ATI I I ,
MASING-M ASING PROPINSI DAERAH TINGK AT I,
1988/89 - 1992/93
(juta rupiah)

1) Termasuk bantuan untuk Penyusunan RUTR Dati II dan Pengembangan Perkotaan.


2) Peralatan dan Kegiatan Penunjang

XIV/ 17

aspirasi masyarakat di daerah. Program ini diarahkan untuk


meningkatkan jumlah dan kualitas berbagai jenis prasarana dan
sarana dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat baik untuk keperluan
kegiatan ekonomi maupun untuk keperluan kegiatan sosial yang
lebih luas. Selain dalam bentuk prasarana dan sarana fisik,
sasaran program ini adalah untuk menciptakan dan memperluas
kesempatan kerja bagi penduduk dan masyarakat di daerah.
Pada Tabel XIV-5 diperlihatkan hasil fisik dari Program
Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II selama 1988/89-1992/93.
Dalam 1992/93 telah dilaksanakan lebih dari 9.000 proyek
pembangunan atau hampir tiga kali lipat jumlah proyek tahun
1988/89. Dalam tahun tersebut telah ditangani 47.000 km jalan
terutama dalam bentuk pemeliharaan di samping sejumlah jembatan
dengan panjang seluruhnya 21.000 m jembatan, serta sejumlah
proyek-proyek pengairan dan berbagai jenis prasarana dan sarana
lainnya.
Pada tabel yang sama juga diperlihatkan jumlah kesempatan
kerja yang dapat disediakan melalui kegiatan konstruksi maupun
kegiatan penyediaan bahan-bahan yang dipetgunakan. Selama
periode 1988/89-1992/93 telah dapat disediakan kesempatan kerja
untuk sekitar 500.000 orang tenaga kerja setiap tahunnya. Jumlah ini
meliputi lebih kurang 22% dari jumlah angkatan kerja baru yang
diperkirakan sebesar 2,2 juta orang.
Penambahan kesempatan kerja tersebut memberikan dampak
yang luas terhadap kegiatan ekonomi dan perkembangan sosial
penduduk. Tersedianya prasarana yang lebih baik tidak hanya
meningkatkan produktivitas ekonomi rakyat dan wilayah tetapi juga
meningkatkan pendapatan masyarakat serta sekaligus meningkatkan
permintaan (konsumsi) efektif masyarakat.
XIV/18

TABEL XIV 5
HASIL FISIK PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK
BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II,
T A H U N 1988/89 - 1992/93

1) Angka Sementara

XIV/19

2.

Bantuan Peningkatan Jalan Kabupaten/Kotamadya

Pada dasarnya daerah yang penduduknya jarang memperoleh


Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang relatif kecil. Bagi daerah
yang demikian, mulai tahun 1979/80 disediakan bantuan
Penunjangan Jalan dan Jembatan Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II. Pada tahun 1979/80 besarnya bantuan ini seluruhnya
Rp 13 miliar. Pada akhir Repelita IV (1988/89) jumlah bantuan ini
telah menjadi Rp 180 miliar. Pada awal Repelita V (1989/90)
bantuan tersebut meningkat menjadi Rp 225 miliar dan pada tahun
1992/93 meningkat lagi menjadi Rp 867,6 miliar, atau peningkatan
rata-rata selama empat tahun terakhir sebesar 50,1%.
Sasaran yang ingin dicapai pada akhir Repelita V adalah
bahwa 55% dari seluruh jalan di semua kabupaten/kotamadya akan
berada dalam kondisi baik secara merata. Mulai tahun 1989/90,
dengan makin meningkatnya kegiatan ekonomi di Daerah Tingkat II
bantuan ini tidak lagi ditujukan bagi kegiatan penunjangan jalan
tetapi ditujukan bagi peningkatan jalan dengan tujuan meningkatkan
mutu jalan yang ditangani, baik yang menyangkut struktur maupun
alignment jalan. Hasil fisik yang dicapai dari pelaksanaan bantuan ini
pada tahun 1989/90 meliputi 6.016,6 km jalan dan 9.753 m
jembatan, sedangkan pada tahun 1992/93 mencapai 10.550 km jalan
dan 22.492,1 m jembatan. Rincian alokasi bantuan peningkatan jalan
untuk setiap propinsi masing-masing selama kurun waktu 1988/891992/93 dan hasil fisik peningkatan jalan dan jembatan pada tahun
bersangkutan terlihat pada Tabel XIV-6 dan Tabel XIV-7.
Dalam rangka pemanfaatan bantuan ini dilaksanakan pula
usaha peningkatan keterampilan aparatur, terutama di bidang
pembinaan pembangunan dan pemeliharaan jalan. Di samping itu,
untuk mengatasi terbatasnya peralatan telah diusahakan penyediaan
peralatan untuk pemeliharaan jalan, meskipun kepada pihak swasta
yang terlibat dalam kegiatan pembangunan atau peningkatan jalan
disarankan untuk menyediakan peralatan dengan sistem sewa. Untuk
XIV/20

TABEL XIV - 6
PERKEMBANGAN JUMLAH BANTUAN PENINGKATAN JALAN
KABUPATEN/KOTAMADYA,
1999/89 - 1992/93
(juta rupiah)

1) Kegiatan Penunjang

XIV/21

TAB EL XI V - 7
H A S IL FI S I K B A N T U A N PE N IN GK ATAN JA L A N KA B U PATE N / KO TAMA D YA,
1988/89 1992/93

1)
2)

Angka diperbaiki
Angka sementara

XIV/22

mengatasi masalah-masalah yang timbul karena lemahnya


kemampuan industri konstruksi di beberapa daerah, telah dilakukan
pendekatan dan kerja sama dengan berbagai asosiasi di bidang
konstruksi di beberapa daerah tersebut. Untuk meningkatkan
kelancaran penyediaan aspal dan sekaligus mendorong tumbuhnya
kesempatan berusaha di berbagai daerah, di samping pengadaannya
melalui Pertamina, telah dilakukan upaya untuk memperbanyak
distributor aspal di daerah-daerah yang memerlukan.
Sejak tahun pertama Repelita V (1989/90) orientasi
penggunaan dana Bantuan Peningkatan Jalan dan Jembatan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II lebih diutamakan pada
per ba i ka n se rt a pe ni ngkat a n kondis i ja l a n da n je mba t a n
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang mengalami
kerusakan. Khusus bagi Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
de nga n j u ml a h pe nd ud uk s e di ki t , di p r i or i t a s ka n p a d a
kegiatan-kegiatan memelihara jalan yang sudah dalam kondisi baik.
Dengan demikian jalan beraspal akan menjadi lebih panjang, jalan
kerikil menjadi lebih baik dan jalan tanah menjadi semakin
berkurang, sedangkan biaya pemeliharaan menjadi lebih rendah.
Program Bantuan Peningkatan Jalan Kabupaten ini diarahkan
pada ruas jalan yang menunjang lalu lintas umum serta ruas-ruas
jalan yang strategis, yaitu yang menunjang Perkebunan Inti Rakyat
(PIR), pengembangan pariwisata, dan program transmigrasi. Kecuali
itu, bantuan ini juga digunakan untuk kegiatan peningkatan
kemampuan aparatur daerah terutama dalam bidang yang
berhubungan dengan pembangunan dan pemeliharaan jalan
kabupaten/kotamadya, dan kegiatan supervisi yang dilaksanakan oleh
pihak ketiga. Dengan demikian pemanfaatan bantuan ini juga
membantu menciptakan lapangan berusaha bagi tenaga terdidik.
Menurut pengamatan, pada akhir tahun keempat Repelita V
ternyata persentase jalan kabupaten/kotamadya yang kondisinya baik
hanya mencapai 43,59%, dengan demikian diperkirakan mungkin
XIV/23

sulit untuk mencapai sasaran 55% jalan baik pada akhir Repelita V.
Beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainya sasaran
tersebut adalah: (a) perhatian Pemerintah Daerah Tingkat II terhadap
pemeliharaan jalan masih kurang; (b) kualitas upaya peningkatan
masih rendah; (c) prioritas Daerah Tingkat II masih mengutamakan
perluasan jaringan baru. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah:
(a) memberikan pemahaman dan menanamkan pengertian kepada
pengambil kebijaksanaan tentang pentingnya aspek operasi dan
pemeliharaan; (b) menyiapkan pedoman teknis bagaimana cara
memelihara jalan yang sebaiknya agar tidak terjadi degradasi; (c)
meningkatkan kemampuan kontraktor dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia di Dati II dalam pengelolaan proyek; dan (d)
restrukturisasi jalan Dati II yang disesuaikan dengan rencana tata
ruang daerah.
Adanya Bantuan Penunjangan Jalan dan Jembatan Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II telah mempercepat tersedianya
prasarana bagi perdesaan sehingga mempermudah perhubungan
antara pusat produksi dan pusat pemasaran. Makin mudahnya
perhubungan ini telah mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi di
perdesaan, baik di bidang pertanian maupun industri kecil dan
kerajinan rakyat, dan makin mempermudah lalu lintas barang dan
jasa. Secara keseluruhan kegiatan ini memberikan dampak yang
positif terhadap perluasan kesempatan kerja di daerah-daerah.
D.

PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I


1.

Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I

Pada awal Repelita I, Pemerintah menilai perlunya menata


kembali sistem Sumbangan Pemerintah Pengganti Alokasi Devisa
Otomatis (SPP-ADO) yang berlaku pada waktu itu. Sistem
sumbangan demikian mengakibatkan daerah penghasil ekspor
menjadi semakin kaya, sebaliknya daerah yang bukan penghasil
XIV/24

ekspor tidak mampu mengembangkan perekonomiannya. Kondisi ini


dapat menciptakan jurang perbedaan antara daerah kaya dan daerah
miskin. Oleh karenanya sejak tahun anggaran 1974/75 sistem
tersebut diganti dengan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I,
yang pengalokasiannya untuk setiap propinsi tidak lagi didasarkan
pada nilai ekspor.
Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I mempunyai tujuan
untuk meningkatkan keselarasan antara pembangunan sektoral dan
regional, meningkatkan keserasian pertumbuhan antar daerah dan
meningkatkan partisipasi daerah dalam pembangunan nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, jumlah bantuan yang diberikan
kepada masing-masing Daerah Tingkat I setiap tahunnya terus
ditingkatkan terutama kepada daerah-daerah yang relatif masih
terbelakang.
Dalam rangka upaya peningkatan pemerataan, sejak awal
Repelita II (1974/75) sampai dengan awal Repelita V (1989/90),
digunakan kriteria sama rata bagi alokasi Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat I kepada setiap propinsi. Pada awal Repelita II
(1974/75) bantuan tersebut berjumlah Rp 500 juta untuk tiap
propinsi, yang kemudian meningkat berturut-turut pada awal Repelita III (1979/80), awal Repelita IV (1984/85) dan awal Repelita V
(1989/90) masing-masing menjadi Rp 2 miliar, Rp 10 miliar dan
Rp 12 miliar untuk setiap propinsi.
Sejak tahun kedua Repelita V sistem pemberian bantuan
mengalami perubahan. Di samping kriteria sama rata yang
memberikan jumlah bantuan dasar yang sama banyaknya bagi setiap
daerah, ditambahkan kriteria baru yang didasarkan pada luas wilayah
daratan yang dimiliki setiap daerah. Sedangkan jumlah bantuan dasar
mengalatni peningkatan, masing-masing untuk tahun 1990/91, tahun
1991/92, dan tahun 1992/93 sebesar Rp 14 miliar, Rp 18 miliar dan Rp
22,5 miliar. Perkembangan dan besarnya bantuan bagi masingmasing Daerah Tingkat I dapat dilihat dalam Tabel XIV-8.
XIV/25

TAB E L XI V - 8
PERKEMBANGAN BANTUAN PEMBANGUNAN DATI I,
1988189 - 1992/93
(juta rupiah)

1) Kegiatan Penunjang

XIV/26

Semakin besar dan semakin meningkatnya alokasi Bantuan


Pembangunan Daerah Tingkat I kepada seluruh daerah telah
meningkatkan kemampuan anggaran pembangunan daerah setiap
tahunnya. Secara nasional, sampai dengan tahun keempat Repelita V,
peranan Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I ini dalam anggaran
pembangunan daerah rata-rata adalah sebesar 35%, yang secara
terinci menurut tahun anggaran dan Daerah Tingkat I dapat dilihat
dalam Tabel XIV-9. Sampai dengan tahun anggaran 1989/90
penggunaan dana Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I
dikelompokkan atas 2 (dua) bagian. Bagian pertama disebut, "Bagian
Yang Ditetapkan Secara Pasti" yang khusus dipergunakan untuk
membiayai: Penunjangan jalan dan jembatan propinsi, Perbaikan dan
Peningkatan Irigasi (PPI) dan Exploitasi (Operasi) dan Pemeliharaan
(O dan P) Pengairan: Bagian kedua disebut, "Bagian Yang
Diarahkan", yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lainnya
sesuai dengan prioritas pembangunan masing-masing daerah. Sejak
tahun anggaran 1990/91 pembagian ini dihapuskan, kecuali untuk
penanganan Operasi dan Pemeliharaan Pengairan masih tetap
diarahkan secara khusus oleh Pemerintah Pusat. Dengan penghapusan tersebut, maka penggunaan dana ini semakin diserahkan
kewenangannya kepada masing-masing Daerah Tingkat I sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas pembangunan Daerah sebagaimana
yang telah disusun dalam Repelita Daerah.
Jumlah bantuan yang diberikan pada tahun anggaran 1992/93
meningkat sebesar 20,4% menjadi Rp 715 miliar yang digunakan
untuk membiayai 12.879 proyek, yang terdiri dari: 3.966 proyek
dilingkungan Sekretariat Daerah, 3.732 proyek di bidang pekerjaan
umum, sebanyak 2.007 proyek di sektor Pertanian, 260 proyek di
sektor Pariwisata, 505 proyek di bidang Pertambangan dan
Perindustrian, 1.501 proyek di bidang Sosial Budaya, 356 proyek di
bidang Pembangunan Desa, dan 1.552 buah proyek di sektor-sektor
lainnya.
Salah satu misi utama dari bantuan ini adalah untuk
XIV/27

TABEL XIV - 9
GAMBARAN SUMBER ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM APBD TINGKAT I
SELURUH INDONESIA,
1988/89 - 1992/93

XIV/28

mengamankan swasembada pangan khususnya beras. Untuk maksud


tersebut, dana bantuan ini telah dipergunakan untuk membiayai
kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan rawa seluas
5.158.034 ha, yang terdiri dari 4.507.432 ha irigasi dan
1.100.602 ha rawa.
Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I ini dalam
pengelolaannya dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Daerah Tingkat I, bersama-sama dengan
sumber pendapatan lainnya seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Secara bersama-sama dana
APBD tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan di berbagai
sektor pembangunan. Sektor prioritas yang dilakukan oleh hampir
seluruh Daerah sampai dengan tahun anggaran 1992/93 ini terutama.
diarahkan untuk membiayai sektor Perhubungan dan Pariwisata,
sektor Pertanian dan Pengairan, sektor Aparatur Pemerintah, dan
sektor Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan dan Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Rincian alokasi APBD ini menurut
sektor pembangunan untuk setiap Propinsi sampai dengan tahun
keempat Repelita V dapat dilihat pada Tabel XIV-10.
2. Bantuan Peningkatan Jalan Propinsi
Sebelum Repelita V penanganan jalan propinsi dilaksanakan
oleh Dinas PU Propinsi dengan sumber biaya dari APBN yang
disalurkan melalui DIP Ditjen Bina Marga dan Bantuan
Pembangunan Daerah Tingkat I melalui APBD Tingkat I. Dalam
Repelita V peranan Daerah Tingkat I dalam penanganan jalan
propinsi ditingkatkan melalui program peningkatan jalan propinsi,
yang dananya disalurkan melalui Program Peningkatan Jalan
Propinsi.
Program Bantuan Peningkatan Jalan Propinsi bertujuan untuk
meningkatkan kondisi semua jalan propinsi agar pada akhir Repelita V minimal 90% dari jalan propinsi yang ada mencapai kondisi
XIV/29

TABEL XIV - 10
PERKEMBANGAN BELANJA PEMBANGUNAN MASING-MASING SEKTOR
DALAM APBD TINGKAT I,
1988/89 - 1992/93
(juta rupiah)

XIV/30

mantap dan diharapkan di seluruh propinsi tidak akan ada lagi jalan
yang berada dalam kondisi kritis.
Untuk program ini pada tahun pertama Repelita V (1989/90)
disediakan dana sebesar Rp 69,25 miliar. Hasil fisik yang telah
dicapai dari pemanfaatan dana tersebut adalah peningkatan jalan
sepanjang 2.493,7 km dan penggantian serta rehabilitasi jembatan
sepanjang 7.177,6 m. Sedangkan pada tahun 1992/93 untuk program
ini dialokasikan dana sebesar Rp 347,64 miliar atau peningkatan
rata-rata sebesar 86,3% selama empat tahun pertama Repelita V dan
hasil fisik yang dicapai adalah 3.045 km jalan dan 14.975 m
jembatan. Rincian alokasi dana dan hasil fisik yang dicapai di
masing-masing propinsi tercantum pada Tabel XIV-11. Bantuan
Peningkatan Jalan Propinsi, di samping telah mempercepat
pencapaian sasaran dalam memberikan pelayanan jasa angkutan
barang dan penumpang dari pusat produksi ke pusat pemasaran (baik
domestik maupun luar negeri) juga telah berhasil mendorong
tumbuhnya kemampuan kontraktor, baik di bidang personil maupun
dalam penyediaan peralatan di daerah-daerah. Dengan demikian
bantuan ini juga telah memberikan sumbangan yang berarti dalam
peningkatan kemampuan pelaksanaan kegiatan pembangunan di
propinsi.
Hasil pengamatan pada akhir tahun keempat Repelita V
menunjukkan kondisi jalan mantap pada Dati I, baru mencapai
kinerja 74,80% sedangkan kinerja jalan mantap yang harus dicapai
pada akhir Repelita V adalah sebesar 90%. Kinerja yang kurang
memadai tersebut disebabkan oleh: (a) perhatian Dati I yang kurang
besar terhadap pemeliharaan jalan mantap yang ada; (b) kualitas
upaya peningkatan yang rendah; (c) di beberapa tempat ruas jalan
mengalami beban yang melebihi kapasitas desain. Langkah-langkah
untuk mengatasinya meliputi: (a) pengaturan tentang pemeliharaan;
(b) pengetatan seleksi kontraktor; (c) penerbitan dan atau penegakan
Perda tentang lalu lintas.
XIV/31

TABEL XIV 11
PERKEMBANGAN JUMLAH BANTUAN PENINGKATAN JALAN PROPINSI,
1989/90 - 1992/93

1)
2)

Program Bantuan Peningkatan Jalan Propinsi dimulai tahun 1989/90


Kegiatan Penunjang

XIV/32

E. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN TERPADU


Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT) adalah suatu
program pembangunan yang dirancang secara khusus dengan tujuan
menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan merangsang perkembangan sosial ekonomi masya rakat di kawasan-kawasan yang relatif tertinggal. Kawasan-kawasan
tersebut pada umumnya masih belum tersentuh oleh program program pembangunan yang ada, antara lain karena keterpencilan
lokasi dan keterbatasan sumber daya.
Penanggulangan kemiskinan melalui program PKT pada
dasarnya mencakup tiga aspek penting yang bersifat multisektoral
yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan
wilayah dan perbaikan mutu lingkungan hidup. Untuk mencapai
tujuan dan memperoleh hasil yang efektif, digunakan pendekatan
pengembangan wilayah secara terpadu, sehingga hasilnya dapat
memberikan manfaat yang besar dan berkesinambungan terhadap
usaha masyarakat dan perbaikan lingkungan tempat tinggal mereka.
Pengelolaan program diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah yang bersangkutan mengikuti pedoman umum agar tepat
sasaran, tepat guna dan dapat secara langsung meningkatkan taraf
hidup masyarakat berpenghasilan rendah.
Program PKT telah dimulai sejak awal Repelita V, pada tiga
tahun pertama (tahun 1989-1991) telah dialokasikan dana sebesar Rp
103,10 miliar untuk menangani masalah kemiskinan di 365
kawasan/kecamatan di 264 kabupaten/kotamadya di 27 propinsi.
Pada tahun anggaran 1992/93 telah dialokasikan dana sebesar
Rp 152,45 miliar untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan
dan keterbelakangan di 494 kawasan/kecamatan di 248 kabupaten/
kotamadya di 27 propinsi. Di samping itu juga untuk menangani
permukiman kembali penduduk dari kota Dili ke desa-desa asal di 11
kabupaten lainnya di Timor Timur. Perkembangan bantuan program
XIV/33

PKT dan rincian penyebaran lokasi program PKT dapat dilihat pada
Tabel XIV-12 dan Tabel XIV-13.
Sampai tahun keempat Repelita V telah dapat ditangani 850
kawasan/kecamatan yang mencakup tidak kurang dari 4.100 desa,
dan telah memberikan manfaat langsung kepada 210.000 KK serta
secara tidak langsung kepada 140.000 KK penduduk di wilayah
sekitarnya.
Dari hasil pemantauan program PKT diperoleh indikasi awal
bahwa program ini pada umumnya telah menunjukkan hasil-hasil yang
diharapkan, antara lain: lebih terbukanya daerah-daerah yang semula
terisolasi/terpencil, meningkatnya kemampuan usaha ekonomi
masyarakat, dan terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar sosial
masyarakat serta terbangunnya prasarana dan sarana penunjang sosial
ekonomi lainnya. Secara keseluruhan hasil-hasil tersebut dapat
menjadi modal dasar bagi masyarakat kelompok sasaran
mengembangkan dirinya sendiri serta membantu perkembangan
masyarakat di sekitarnya. Keberhasilan tersebut dicapai karena sejak
awal masyarakat diikutsertakan dalam proses pelaksanaan program
PKT, baik masyarakat kelompok sasaran, LSM, LKMD, PKK, KPD
ataupun organisasi masyarakat desa lainnya. Cara demikian terbukti
dapat memperbesar tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan tidak hanya pada masa pelaksanaan tetapi juga pada
masa pasca proyek..
Diterapkannya sistem keterkaitan bantuan dari satu kelompok
masyarakat dengan yang lainnya, adanya pengelolaan dan
penge mbangan ter ha da p hasil-hasil bantuan, lebi h
terorganisasikannya kegiatan usaha produksi, pengolahan, pemasaran
dan penggalangan modal masyarakat merupakan dampak langsung
yang diharapkan dari pelaksanaan program PKT. Pembinaan
masyarakat dan pengembangannya masih perlu terus dilanjutkan oleh
pemerintah. Kesiapan masyarakat dan tingkat keterbukaan desa yang
telah dicapai oleh program PKT akan mempermudah pemerintah
XIV/34

TABEL XIV 12
PERKEMBANGAN BANTUAN
DANA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN TERPADU,
1989/90 - 1992/93

Keterangan:
1)
Termasuk kegiatan penunjang operasi teritorial ABRI di Timor Timur
serta bantuan luar negeri di Propinsi DI Aceh, Jawa Barat dan Maluku
2)
Termasuk Permukiman kembali penduduk Timor Timur

XIV/35

TABEL XIV - 13
PENGEMBANGAN BANTUAN PAKET PROGRAM
PENGEMBANGAN KAWASAN TERPADU,
1989/90 - 1992/93

Keterangan:
1)
Termasuk kegiatan penunjang operasi teritorial ABRI di Timor Timur
serta bantuan luar negeri di Propinsi DI Aceh, Jawa Barat dan Maluku
2)
Termasuk permukiman kembali penduduk Timor Timur

XIV/36

daerah dan sektor-sektor terkait untuk menindaklanjuti. Dampak


penting lainnya yang terlihat dari program PKT adalah adanya
peningkatan kemampuan dan keterampilan aparat pemerintah daerah
dalam merencanakan, mengkoordinasikan dan mengelola program dan
kegiatan pembangunan, sehingga pemerintah daerah mempunyai
kesiapan dalam menjalankan tugas-tugas pembangunan daerah pada
umumnya dan menanggulangi kemiskinan pada khususnya di
masa-masa mendatang.
F.

PEMBANGUNAN PERKOTAAN

1. Umum
Dalam kurun waktu 1980-1990 laju pertumbuhan penduduk
perkotaan per tahun rata-rata jauh lebih lebih tinggi dari laju
pertumbuhan penduduk nasional, yaitu 5,36% per tahun, sedangkan
laju pertumbuhan penduduk nasional hanya 1,97% per tahun.
Dengan asumsi upaya-upaya pengendalian urbanisasi dapat
mencapai sasaran, diperkirakan pemerintah dapat mengurangi laju
pertumbuhan penduduk perkotaan sampai 2,6% pada rentang waktu
1998-2018. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah penduduk
perkotaan pada tahun 2018 diperkirakan akan berjumlah 139,5 juta
jiwa, yaitu sekitar 50% dari total penduduk Indonesia.
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk tersebut, laju
pertumbuhan GDP perkotaan sejak tahun 1987 menunjukkan
kecenderungan terus meningkat. Pada tahun 1987 sumbangan GDP
sektor-sektor perkotaan terhadap produksi mencapai kurang lebih
43% atau kurang lebih 60% terhadap produksi nasional (di luar
sektor Minyak dan Gas Bumi).
Investasi pemerintah untuk pembangunan perkotaan melalui
DIP dan Inpres selama Repelita IV, menunjukkan peningkatan dari
XIV/37

Rp 2.248,27 miliar pada tahun 1984/85 menjadi Rp 4.376,2 miliar


pada tahun 1988/89 berdasarkan harga berlaku (Tabel XIV-14).
Dengan perkataan lain proporsi investasi pemerintah melalui DIP
dan Inpres pada pembangunan perkotaan meningkat dari kurang lebih
27% pada tahun 1984/85 menjadi 30% pada tahun 1988/89 sehingga
investasi pemerintah per kapita meningkat dari sekitar
Rp 55.650,- dalam tahun 1984/85 menjadi Rp 66.000,- dalam tahun
1989/90. Berdasarkan perkiraan selama Repelita V, investasi
perkotaan baik melalui DIP maupun Inpres adalah sebesar
Rp 36.733,38 miliar berdasarkan harga berlaku atau sebesar
Rp. 26.247,61 miliar berdasarkan harga konstan tahun 1984/85.
Mengingat peranan perkotaan dirasakan semakin jelas
khususnya dalam pembangunan ekonomi dan sosial, perhatian
pemerintah makin meningkat dalam pengembangan kebijaksanaan
dan strategi perkotaan yang tercermin dalam berbagai aktivitas,
informal maupun formal, dan dalam sejumlah dokumen.
2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah Pembangunan
Perkotaan dalam Repelita V
Dalam mengantisipasi pembangunan di perkotaan yang
demikian pesat, selama Repelita. V telah disiapkan kebijaksanaan
yang ditujukan untuk: (a) menyusun strategi pembangunan yang
dilandasi dengan dasar hukum dan dipergunakan oleh semua sektor
yang terkait; (b) mengendalikan laju pertumbuhan urbanisasi; (c)
menangani dan mengendalikan penggunaan lahan-lahan di perkotaan
berikut masalah pembebasan tanah: (d) menangani masalah
kesenjangan, dan khususnya mengurangi kekumuhan di perkotaan;
(e) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana terutama sumber
air baku yang berkualitas; (f) mengurangi timbulnya masalah
kerawanan sosial, dan (g) meningkatkan koordinasi pembangunan
pada kota-kota di Indonesia.
Oleh karena itu, pembangunan perkotaan pada Repelita V

XIV/38

TABEL XIV 1 4
PENGELUARAN PEMER1NTAH (MELALUI DIP DAN INPRES)
DALAM PEMBANGUNAN PERKOTAAN
BERDASARKAN HARGA BERLAKU,
1984/85 - 1989/90

*) % terhadap jumlah pengeluaran pemerintah melalui DIP dan Inpres


**) Diperkirakan berdasarkan jumlah rencana anggaran pembangunan dalam Repelita V

XIV/39

diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran: (a) peningkatan


kesejahteraan masyarakat dengan pemenuhan kebutuhan dasar serta
memperluas kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mengurangi
jumlah penduduk miskin; (b) pengadaan prasarana kunci pada
kota-kota strategis melalui pengelolaan pembangunan prasarana
secara terpadu; (c) peningkatan kemampuan aparat pemerintah kota
untuk mendorong upaya desentralisasi; (d) mewujudkan lingkungan
permukiman dan tempat usaha yang layak disertai dengan
pengendalian pencemaran; dan (e) peningkatan pengelolaan kota
dengan memantapkan organisasi, kemampuan aparat pemerintah kota
serta memantapkan mekanisme pendanaan untuk penyelenggaraan
pembangunannya.
Untuk melaksanakan dan mencapai sasaran yang telah
ditetapkan di atas, selain program pembangunan perkotaan secara
sektoral, dilaksanakan pula pembangunan perkotaan melalui
pendekatan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)
yang penyiapan konsep dan programnya telah dibuat dalam Repelita IV. P3KT merupakan Program Jangka Menengah (PJM) yang disusun
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, dan meliputi program investasi
dan perkiraan sumber-sumber pendanaan untuk sejumlah komponen
prasarana perkotaan, program peningkatan pendapatan asli daerah,
serta program peningkatan kelembagaan daerah. Berdasarkan
pengalaman pelaksanaan P3KT sampai dengan saat ini, tampak
kecenderungan munculnya kebutuhan perluasan lingkup P3KT ke
komponen-komponen perkotaan lainnya seperti perhubungan
darat, perumahan rakyat, pasar, terminal, peremajaan lingkungan kota,
dan sebagainya. Pendekatan sektoral yang bersifat partial terutama
ditujukan untuk kota-kota atau bagian kota yang
perlu dipacu
pemenuhan kebutuhan dasar penduduknya akan air bersih,
perumahan, pengendalian banjir, penyehatan lingkungan, jaringan
jalan, pelayanan perhubungan, dan sebagainya.
XIV/40

3.

Hasil-hasil yang Dicapai Selama Repelita V

Program pembangunan perkotaan di samping pembangunan


sektoral di perkotaan, sejak tahun 1986 mulai dilaksanakan melalui
Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT), yang pada
dasarnya bertujuan untuk mempadukan pembangunan prasarana
perkotaan, baik antar sektor maupun antara tingkat pusat dengan
daerah, serta untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi.
Sampai dengan tahun 1992/93 pelaksanaan P3KT sudah
mencakup 197 kota, yang meliputi kota metropolitan dan besar, kota
menengah/sedang, dan kota-kota kecil, yang tersebar di 27 propinsi
di Indonesia. Investasi yang telah dilaksanakan hingga akhir tahun
1992/93 telah mencapai Rp 1,21 triliun (Tabel XIV-15). Dengan
mempertimbangkan peningkatan jumlah paket yang telah masuk pada
tahap pelaksanaan, maka cakupan pelayanan P3K'T yang telah
mencapai 36,3% dari jumlah penduduk perkotaan pada tahun. 1990
diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 73% pada akhir
Repelita V.
Dalam upaya mengantisipasi peningkatan investasi dalam
pembangunan perkotaan, maka sejak tahun 1992/93 mulai dirintis
penyaluran Dana Pengembangan Perkotaan, yang pada pokoknya
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan pemerintah
daerah serta untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan prasarana
kota. Dana yang disalurkan melalui mekanisme Inpres Dati II
tersebut, dialokasikan sebesar Rp 38,739 miliar pada tahun 1992/93,
dan Rp 49,875 miliar pada tahun 1993/94. Selain Dana
Pengembangan Perkotaan, dalam Repelita V diterapkan mekanisme
Surat Pengesahan Anggaran Belanja Pembangunan Rekening Khusus
(SPABP-RK) yang ditujukan untuk turut mendorong upaya
desentralisasi pembangunan perkotaan kepada daerah.
Perhatian terhadap keterlibatan sektor swasta dan masyarakat
dalam pembangunan perkotaan pada Repelita V mulai ditingkatkan.
XIV/41

TABEL XIV 15
INVESTASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN MELALUI PAKET-PAKET PROGRAM
PEMBANGUNAN PRASARANA KOTA TERPADU (P3KT)
SELAMA REPELITA V,
(dalam juta rupiah)

XIV/42

Melalui Program Partisipasi Swasta Dalam Pelayanan Perkotaan yang


pelaksanaannya direncanakan hingga tahun 1997, dilakukan
penyiapan kebijakan peraturan dan mekanisme kerja sama
pemerintah dan swasta dalam pengadaan prasarana dan pelayanan
perkotaan. Hingga saat ini melalui program tersebut telah dilakukan
kegiatan survai tentang partisipasi sektor swasta dalam pengadaan
pelayanan perkotaan pada 10 kota di Indonesia yang ditujukan untuk
mengidentifikasikan dan mendapatkan gambaran mengenai partisipasi
sektor swasta di Indonesia. Selain itu, melalui program ini akan
dilaksanakan program pelatihan bagi aparat pemerintah yang
ditujukan untuk mempelajari bentuk-bentuk kerja sama antara
pemerintah dengan swasta.
Dari segi institusi, dalam Repelita V telah dilaksanakan
beberapa usaha peningkatan kapasitas pemerintah kota dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pembangunan kota pada
sejumlah Bappeda melalui berbagai proyek yang dilaksanakan di
daerah. Berbagai pendekatan dan prosedur pengelolaan kota yang
telah diterapkan antara lain adalah P3KT (Program Pembangunan
Pra s a r a na Kot a Ter pa du), Pr ogr a m Pe r e nc a na a n Ana li s is
Pengendalian Koordinasi Program dan Keuangan (PAFPACK),
Program Sistem Pengelolaan Pemeliharaan Dengan Orientasi pada
Kinerja (POMMS), MAPATDA (Manual Pendapatan Daerah),
Program Sistem Pengelolaan Akuntansi dan Keuangan Proyek
(PFAMMS) dan sebagainya.
Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
perkotaan pada tingkat nasional telah ditingkatkan dengan
dibentuknya TKPP (Tim Koordinasi Pembangunan Perkotaan) pada
tahun 1987 dan TKP4KT (Tim Koordinasi Pengelolaan P3KT) pada
tahun 1989, serta dibentuk pula unit-unit koordinasi semacam ini di
daerah.

XIV/43

G . PENATAAN RUANG
Kegiatan penataan ruang meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu
penyusunan rencana tata ruang, pelaksanaan rencana tata ruang, serta
pengendalian pemanfaatan ruang. Yang dimaksud dengan ruang
adalah wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan
dan ruang udara, beserta segenap isinya yang membentuk satu
kesatuan sistem wilayah. Dengan demikian kegiatan penataan ruang
dilakukan dengan maksud untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan pemanfaatan ruang bagi berbagai kegiatan yang ada
di suatu wilayah sehingga terdapat suatu keserasian gerak dan
keterpaduan langkah dan tindakan untuk mencapai tujuan
pembangunan.
Kebijaksanaan penataan ruang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui pengaturan pemanfaatan berbagai
penggunaan sumber daya, terutama untuk keperluan permukiman,
pertanian, kehutanan, industri, pertambangan, dan kelistrikan, serta
prasarana pembangunan lainnya. Pemanfaatan air, tanah, dan hutan
akan diselenggarakan secara terpadu dalam suatu rencana tata ruang
sehingga menjamin kelestarian fungsi sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Dalam tahun 1992/93 telah ditetapkan Undang-undang Penataan Ruang No. 24/1992 yang mengatur tentang kegiatan-kegiatan
pembangunan di daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintahan
Daerah dan Masyarakat.
Pada tahun 1992/93 untuk tingkat I telah disusun 27 Rencana
Struktur Tata Ruang Propinsi bagi seluruh wilayah Indonesia, di
mana untuk 2 propinsi telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
sebagai Peraturan Daerah, 1 propinsi baru disahkan dalam bentuk
Keputusan Gubernur, 3 propinsi sedang dalam proses mendapatkan
pengesahan Menteri Dalam Negeri sebagai Peraturan Daerah Ting kat I, 10 propinsi sedang dalam proses dibahas di DPRD masing-

masing, dan 10 propinsi sedang dalam penyempurnaan (lihat Tabel XIV16).


Untuk tingkat kabupaten telah disusun 243 Rencana Umum
Tata Ruang Kabupaten (RUTRK) bagi seluruh wilayah di Indonesia,
di mana 3 kabupaten sudah disahkan sebagai Peraturan Daerah
Tingkat II oleh Gubernur, 24 kabupaten baru ditetapkan sebagai
Peraturan Daerah dan belum disahkan oleh Gubernur, 17 kabupaten
sedang dibahas di DPRD masing-masing, 90 kabupaten sudah siap
diajukan ke DPRD untuk dibahas, dan 109 kabupaten sedang dalam
rancangan. Diharapkan RUTRK ini akan menjadi landasan
operasional pelaksanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan
(lihat Tabel XIV-17).
Sedangkan untuk beberapa kawasan yang memiliki prioritas
tinggi dalam skala nasional telah disiapkan rencana rinci tata ruang
kawasan kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Sementara itu di tingkat nasional, tengah disiapkan Strategi
Nasional Pengembangan Pola Tata Ruang (SNPPTR) yang akan
menjadi dasar pelaksanaan kegiatan penataan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di tingkat pusat dan daerah.
Di samping itu untuk melaksanakan penyusunan tata ruang,
pemerintah pusat sudah .menyiapkan peraturan-peraturan dan
pedoman pelaksananan maupun pedoman teknis, dan memberikan
pembinaan kepada Pemerintah Daerah, serta melakukan evaluasi dan
pemantauan terhadap hasil rencana tata ruang yang telah disusun.

H. PENATAAN PERTANAHAN
Penataan pertanahan yang dilaksanakan dalam tahun keempat
Repelita V (tahun 1992/93) pada dasarnya masih merupakan
kelanjutan dari kebijaksanaan penataan pertanahan tahun-tahun
sebelumnya. Kegiatan penataan pertanahan yang dilakukan meliputi:
XIV/45

TABEL XIV - 16
PENYELESAIAN RENCANA STRUKTUR TATA RUANG PROPINSI
DAERAH TINGKAT I SELURUH INDONESIA,
1989/90 - 1992/93

Keterangan:
A = Rancangan Perda siap diajukan ke DPRD;
B = Rancangan Perda sedang dibahas di DPRD;
C = ditetapkan sebagai Perda;

XIV/46

D = sedang diajukan ke DDN untuk disahkan;


E = sudah disahkan Mendagri;
* = sudah disahkan oleh Gubernur

TABEL XIV 1 7
PENYELESAIAN RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II SELURUH INDONESIA,
1989/90 - 1992/93

Keterangan:
A = Rancangan Perda siap diajukan ke DPRD;
B = Rancangan Perda sedang dibahas di DPRD;
C = ditetapkan sebagai Perda;

D = sedang diajukan ke DDN untuk disahkan;


E = sudah disahkan Mendagri;
* = sudah disahkan oleh Gubernur

XIV/47

(1) peningkatan pelaksanaan pelayanan pertanahan untuk kepentingan


masyarakat, instansi pemerintah dan pembangunan, (2) pengembangan
sistem informasi pertanahan, (3) pelaksanaan inventarisasi
permasalahan pertanahan untuk penetapan kebijaksanaan pengaturan,
penguasaan dan penatagunaan tanah, penyusunan peraturan perundang-undangan, (4) pembinaan aparatur, tata cara kerja,
prasarana, sarana dan perlengkapan, (5) kegiatan penelitian dan
pengembangan yang mendukung pelaksanaan tugas di bidang
pertanahan, serta (6) kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang
pertanahan. Kebijaksanaan dasar pembangunan bidang pertanahan
yang digariskan dalam GBHN 1988 diarahkan pada pemanfaatan
tanah yang sungguh-sungguh membantu usaha peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
Sedangkan kegiatan penataan pertanahan yang telah dilakukan dalam
tahun 1992/93 dimaksudkan untuk menjamin. terwujudnya tertib
hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan
tanah, serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup.
Dalam tahun 1992/93 berbagai kegiatan telah dilakukan untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang mendesak, terutama yang
berhubungan dengan penggunaan, penguasaan, pemilikan dan
pengalihan hak atas tanah. Di samping itu, dalam rangka menunjang
program transmigrasi telah dilaksanakan kegiatan pengukuran dan
pendaftaran tanah serta penyelesaian hak tanah daerah transmigrasi.
Selanjutnya dalam rangka menunjang program pengairan pada
Provincial Irrigated Agriculture Development Project (PIADP) di 13
propinsi telah dilaksanakan kegiatan pemetaan, pengukuran, dan
pendaftaran tanah serta penyelesaian hak tanah daerah irigasi. Selain
itu untuk menunjang program perkebunan telah dilaksanakan
kegiatan penerbitan sertifikat Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dan
untuk menunjang program penghijauan dan reboisasi telah dilaksanakan penerbitan sertifikat di DAS Solo Hulu Wonogiri.
Berbagai hasil yang telah dicapai dalam rangka penataan
pertanahan pada tahun 1992/93 dapat dilihat pada Tabel XIV-18.
XIV/48

TABEL XIV - 18
PELAKSANAAN KEGIATAN PENATAAN PERTANAHAN,
1988/89 - 1992/93

XIV/49

1) Angka kumulatif sejak Pelita I

XIV/50

Hasil-hasil tersebut antara lain menunjukkan, untuk kegiatan


penatagunaan tanah telah diselesaikan kegiatan pemetaan detail
penggunaan tanah seluas 11.424.000 ha, pemetaan tanah dalam
rangka PIADP dan Kawasan Puncak seluas 47.500 ha, pemetaan
kemampuan tanah seluas 2.168.000 ha, pengendalian penggunaan
tanah seluas 945.000 ha, pemetaan tanah di 26 kota kecamatan,
perencanaan tata guna tanah di 17 Dati II dan penyusunan informasi
geografi di 4 propinsi. Sedangkan untuk kegiatan pengaturan kembali
penguasaan tanah (landreform) telah diselesaikan kegiatan
identifikasi tanah negara seluas 5.200 ha, redistribusi tanah obyek
landreform seluas 13.900 ha, identifikasi produktivitas tanah
pertanian di 3 kecamatan, penertiban administrasi landreform
sebanyak 908 KK, dan konsolidasi tanah perkotaan di 16 lokasi.
Kegiatan konsolidasi tanah perkotaan tersebut, yang berupa penataan
kembali penguasaan dan penggunaan tanah, bertujuan melaksanakan
rencana penataan ruang dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Untuk kegiatan penertiban dan peningkatan pengurusan hak tanah
telah diselesaikan kegiatan penerbitan Surat Keputusan (SK) Hak
sebanyak 22.167 SK, penerbitan Hak Guna Usaha sebanyak 19 SK,
penerbitan sertifikat PRONA pertanahan sebanyak 75.409 sertifikat,
dan pembukuan hak sebanyak 63.366 sertifikat. Di samping itu,
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna memperoleh
sertifikat tanah telah diselesaikan pembuatan peta garis seluas
124.500 ha, pembuatan peta dasar sebanyak 125.983 bidang, dan
pemotretan udara seluas 61. 000 ha.
Kegiatan penataan pertanahan juga diarahkan untuk
menunjang program trasmigrasi, program pengairan, program
perkebunan, serta program penghijauan dan reboisasi. Dalam tahun
1992/93 untuk menunjang program trasmigrasi telah diselesaikan
pembuatan peta kerja dan peta penatagunaan tanah seluas 85.000 ha,
penyusunan analisa penatagunaan tanah seluas 85.000 ha penerbitan
SK Hak pengelolaan sebanyak 47.269 ha, penerbitan SK Hak
pakai/hak milik sebanyak 90.000 persil, pengukuran dan pemetaan
kapling seluas 76.160 ha, penerbitan sertifikat sebanyak 98.376
XIV/51

sertifikat, dan perubahan status hak pakai menjadi hak milik


sebanyak 31.074 sertifikat. Kegiatan perubahan status hak atas tanah
tersebut akan membantu para trasmigran untuk mendapat kemudahan
dalam memperoleh fasilitas kredit bagi usaha taninya. Selanjutnya
untuk menunjang program pengairan maka pada daerah PIADP telah
diselesaikan pemetaan penggunaan dan kemampuan tanah seluas
22.076 ha, konsolidasi tanah seluas 278 ha, penerbitan SK Hak
sebanyak 15.001 ha, dan penerbitan sertifikat sebanyak 5.116 ha.
Dalam menunjang program perkebunan telah diselesaikan penerbitan
sertifikat pada daerah PIR sebanyak 1.732 sertifikat. Selain itu dalam
menunjang program penghijauan dan reboisasi, maka pada daerah
DAS Solo Hulu Wonogiri telah diselesaikan penerbitan sertifikat
sebanyak 27.200 sertifikat.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut di atas dalam tahun 1992/93
seperti tahun sebelumnya juga dilaksanakan kegiatan-kegiatan
penelitian pertanahan antara lain penelitian PPAT di 30 Dati II,
penelitian perizinan pengunaan tanah pantai di 8 kota, penelitian izin
lokasi di 13 propinsi, penelitian sewa tanah pertanian di 20 Dati II.
Dalam rangka pengembangan hukum pertanahan telah dilaksanakan
indentifikasi dan pengkajian masalah pertanahan di 10 propinsi,
indentifikasi analisis dan evaluasi pertanahan di 10 propinsi, serta
peningkatan informasi dan dokumentasi peraturan pertanahan.
Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi
tenaga-tenaga pelaksana di BPN juga telah diselesaikan kegiatankegiatan kursus dasar pertanahan tingkat IA dan IB sebanyak 62
orang, kursus AMDAL A dan B sebanyak 23 orang, kursus
administrasi pertanahan tingkat I dan II 30 orang, khusus
administrasi kepegawaian dan manajemen sebanyak 31 orang, kursus
dasar pertanahan tingkat II sebanyak 105 orang, dan kursus petugas
ukur sebanyak 120 orang.
XIV/52

I. PEMIBINAAN APARATUR PEMERINTAHAN 1. Umum


Pembangunan daerah yang semakin pesat menuntut ditingkatkannya jumlah dan mutu kemampuan aparatur pemerintah,
khususnya di Daerah Tingkat II. Pembinaan aparatur dalam hal ini
ditujukan untuk meningkatkan keterampilan apa rat dan
mematangkan fungsi kelembagaan dalam kerangka otonomi dan
desentralisasi agar makin mampu merencanakan, melaksanakan,
dan mengendalikan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan aparatur
Pemerintahan Daerah telah dilaksanakan sejak Repelita I, antara lain
mulai dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di dalam
maupun di luar negeri; penambahan tenaga terampil sesuai dengan
kebutuhan; dan penyempurnaan lembaga-lembaga pemerintahan
serta pembentukan lembaga baru. Prasarana penunjang kelembagaan,
baik itu berupa penyempurnaan peraturan maupun prasarana fisik
Pamong Praja, telah pula dilaksanakan secara bertahap; antara lain
berupa penyerahan urusan pemerintahan yang sebelumnya ditangani
oleh Pemerintah Pusat diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) 14/1987 mengenai
pengalihan beberapa fungsi Pekerjaan Umum ke daerah, dan PP
6/1988 yang melimpahkan kewenangan untuk mengkoordinasikan
kegiatan pembangunan instansi pusat di daerah kepada Gubernur dan
Bupati/Walikota madya, maka pranata pelaksanaan desentralisasi di
daerah menjadi lebih mantap.
Penyempurnaan
kelembagaan
dalam
mendukung
pembangunan daerah, desa dan kota, menjadi lebih
terkoordinasi dengan ditetapkannya Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah (DPOD) melalui Keppres No.23/1975,
diperkuat dengan Keppres No.250/M/1983. Tugas-tugas
DPOD yang terpenting adalah memberikan saran kepada Presiden
mengenai pembentukan daerah-

XIV/53

daerah otonomi baru, pengintegrasian satuan-satuan otonomi lokal,


pengalihan tanggung jawab pusat ke daerah, dan penambahan
sumber-sumber pendanaan lokal. Status administrasi yang tepat dan
kemampuan pembiayaan yang memadai sangat penting untuk
pengelolaan kota yang efektif. Dalam hubungan ini terus diusahakan
untuk meningkatkan status kota-kota menjadi kota adminsitratif atau
kotamadya.
2.

Badan Perencanaan Pe mbangunan Da e r ah


(Bappeda)

Peningkatan kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat I dan


Daerah Tingkat II untuk menyusun rencana pembangunan daerah dan
menyusun anggaran kegiatan telah diawali dengan pembentukan
Bappeda tingkat propinsi pada tahun 1974 dan Bappeda tingkat
kabupaten/kotamadya pada tahun 1980.
Pembentukan kedua lembaga perencanaan daerah tersebut
melengkapi kebutuhan adanya organisasi dan keterpaduan
perencanaan dalam alur proses perencanaan nasional-regional.
Pada mulanya kebutuhan tenaga ahli perencana yang masih
langka, dipenuhi dengan menugaskan atau mengalih-tugaskan tenaga
ahli dari staf perguruan tinggi setempat. Namun sekarang, sesudah
15 tahun, ketersediaan tenaga ahli perencana, di Bappeda Tingkat I
dan Bappeda Tingkat II telah makin mantap dan merupakan tenaga
tetap yang tangguh. Hal ini, antara lain, berkat program peningkatan
kursus program perencanaan nasional yang diadakan sejak tahun
1972 bekerja sama dengan Universitas Indonesia.
Bappeda Tingkat II, yang dalam lingkup pembangunan jangka
panjang akan memegang peran kunci dalam perencanaan daerah, saat
ini sedang memperoleh kesempatan untuk ditingkatkan keterampilan
perencanaannya melalui pelatihan Teknik dan Manajemen
Perencanaan Pembangunan (TMPP). Program pendidikan dan
XIV/54

pelatihan ini diselenggarakan bersama oleh OTO Bappenas bekerja sama


dengan Universitas Indonesia, Universitas Syiah Kuala,
Universitas Gadjah Mada dan Universitas Hasanuddin dan
Departemen Dalam Negeri. Program ini, dirancang khusus untuk
meningkatkan kemampuan aparat Bappeda Tingkat II dalam kegiatan
perencanaan pembangunan daerah, sebagai persiapan peletakan titik
berat otonomi Daerah Tingkat II.
Yang penting dengan dibentuknya kedua Bappeda di Tingkat I
dan Tingkat II tersebut, proses perencanaan Pusat-Daerah dilengkapi
dengan wawasan perencanaan dari bawah ke atas. Berfungsinya
kedua badan perencanaan daerah tersebut tercermin pada peranan
yang sentral dalam menggerakkan siklus perencanaan tahunan daerah
yang diatur dalam P5D (Pedoman Penyusunan Perencanaan dan
Pengendalian Pembangunan di Daerah). Demikian pula dalam
penyusunan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Repelita Daerah
yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
penyiapan program dan proyek pada tingkat lokal serta untuk
menterpadukan prioritas daerah dan prioritas pusat secara sistematis.
Untuk itu konsultasi pembangunan dilaksanakan secara bertahap
mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, wilayah
sampai tingkat nasional. Pemerintah senantiasa berusaha agar
kualitas dan mekanisme perencanaan pembangunan dari atas dan dari
bawah terus meningkat.
3.

Pendidikan dan Latihan Aparatur Pemerintah

Pendidikan dan pelatihan kedinasan merupakan salah satu


upaya pembinaan aparat pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Di samping itu pendidikan dan pelatihan juga
diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan serta meningkatkan disiplin, dedikasi dan loyalitas
aparat terhadap pemerintah dan negara. Secara keseluruhan sejak
XIV/55

Repelita I sampai dengan tahun 1992/93, Badan Pendidikan dan


Latihan (Badan Diklat) Departemen Dalam Negeri telah melatih dan
mendidik pegawai pusat dan daerah sebanyak 152.832 orang (Tabel
XIV-19). Dari jumlah tersebut, selama empat tahun Repelita V saja
sebanyak 21.191 orang telah diikutkan dalam program diklat yang
diselenggarakan oleh Badan Diklat Depdagri.
Program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
Badan Diklat Depdagri tersebut meliputi diklat: (1) akademis, (2)
perjenjangan, (3) teknis fungsional, (4) penataran, (5) persiapan
pegawai, dan (6) luar negeri. Selama empat tahun pertama Repelita V diklat kader/akademis telah diikuti oleh 7.109 orang, yang
meliputi pendidikan di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Akademi
Pemerin- tahan Dalam Negeri (APDN) dan program-program S1, S2
dan S3 di beberapa universitas negeri. Sedangkan diklat perjenjangan
yang diselenggarakan melalui SEPADA, SEPALA, SEPADYA,
SESPA dan SESPASUS hingga pada tahun keempat Repelita V telah
diikuti oleh 5.837 orang.
Pendidikan dan pelatihan teknis fungsional yang secara
keseluruhan meliputi 126 jenis kursus, sejak pertama kali diselenggarakan sampai dengan TA 1992/93 telah melatih sebanyak 77.838
peserta. Dalam TA 1992/93 dilakukan pula kursus/pelatihan:
kehumasan, TOT manajemen proyek, SEPACAD/LATSARMIL
calon mahasiswa IIP, SUSPIMPEMDAGRI, TOT dosen STPDN,
TMPP Tingkat Dasar, dan manajemen p e r k o t a a n b a g i
Setwilda/Ketua Bappeda Tingkat II, serta Kursus Keuangan Daerah
(KKD) dan Latihan Keuangan Daerah (LKD). Secara keseluruhan
diklat teknis fungsional ini pada Repelita V sampai dengan TA
1992/93 diikuti oleh 6.521 peserta. Pendidikan 'dan pelatihan TMPP
diselenggarakan di empat perguruan tinggi negeri yaitu Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh, Universitas Indonesia Jakarta, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Hasanuddin Ujung
Pandang. Sedangkan latihan KKD dan LKD diselenggarakan melalui
kerja sama antara Departemen Dalam Negeri dengan Universitas
XIV/56

TABEL XIV-19
HASIL PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI
(BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI)

XIV/57

Indonesia, Departemen Keuangan dan bantuan Pemerintah Inggris.


Latihan KKD dan LKD terutama diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan aparatur di bidang keuangan daerah, khususnya bagi
aparat Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dan aparat Bagian
Keuangan Daerah Tingkat II.
Pendidikan dan pelatihan penataran sejak Repelita I sampai
dengan tahun keempat Repelita V secara keseluruhan telah
mengikutkan 22.172 peserta. Pada Repelita V, hingga TA 1992/93 telah
dilaksanakan penataran bagi 853 orang aparat Dati I dan Dati II.
Sedangkan pendidikan dan pelatihan persiapan pegawai selama
Repelita V telah dilaksanakan melalui pelatihan prajabatan bagi 522
calon pegawai di lingkungan kantor pusat Departemen Dalam
Negeri. Sementara itu jumlah peserta yang mengikuti program
pendidikan dan pelatihan di luar negeri, baik program jangka pendek
maupun program bergelar (S2 dan S3) selama Repelita V telah
menunjukkan peningkatan yang sangat pesat, yakni dari sebanyak 46
orang pada akhir Repelita IV meningkat menjadi sebanyak 349 orang
pada akhir Repelita V.
Belakangan ini secara bertahap telah dilaksanakan pula
penyempurnaan kurikulum dan pembinaan tenaga pengajar di empat
Pusdiklat Wilayah (Bukittinggi, Jakarta, Yogyakarta dan Ujung
Pandang) dan di beberapa Diklat Propinsi lainnya. Demikian pula kerja
sama dengan perguruan tinggi terus dilaksanakan dalam rangka
menyempurnakan program pendidikan yang lebih terarah dan
terpadu.
4.

Penyempurnaan Prasarana Fisik Pamongpraja

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada


masyarakat, maka secara terus menerus sarana dan prasarana yang
ada ditambah dan disempurnakan. Sehubungan dengan upaya
tersebut, maka Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pamongpraja terus dilaksanakan untuk membangun serta merehabilitasi
XIV/58

bangunan kantor pemerintah di daerah. Hal ini juga dilakukan dalam


upaya mendukung pelaksanaan kebijaksanaan pemberian otonomi
bagi daerah, terutama pada Daerah Tingkat II.
Sampai dengan tahun ketiga Repelita V (TA 1991/92) melalui
program ini telah dibangun dan direhabilitasi sebanyak 2.037 kantor
camat, 1.528 rumah jabatan camat, 24 kantor walikota madya,
9 rumah jabatan walikota madya, 251 kantor bupati dan 124 rumah
jabatan bupati. Sedang pada tahun keempat Repelita V (TA 1992/93)
telah dibangun 23 kantor camat, 6 kantor bupati, 2 kantor walikota
madya, 1 rumah jabatan bupati, 1 gedung kantor Diklatwil, 1 gedung
kantor Itwilprop, 2 gedung kantor Itwilkab, 2 gedung kantor
Bangdes, dan 10 gedung kantor Catatan Sipil, serta penyempurnaan
4 kantor camat, 1 kantor walikota, 7 kantor bupati, 1 rumah jabatan
bupati, 3 kantor Catatan Sipil, 3 kantor Bangdes dan 1 kantor
Itwilkab.
J.

PENELITIAN DAERAH
1. Umum

Penelitian Daerah, Desa dan Kota dilaksanakan oleh Badan


Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Departemen Dalam
Negeri dalam rangka mendapatkan informasi-informasi yang tepat
dari para pembuat kebijaksanaan pembangunan dan pengelola
aparatur di daerah, untuk peningkatan daya guna dan hasil guna
usaha-usaha mereka dalam menjalankan tugas pemerintahan umum
dan pembangunan.
Selama ini kegiatan penelitian dan pengembangan yang
dilaksagakan terutama ditujukan kepada masalah-masalah yang
menyangkut masalah pemerintahan daerah yang antara lain mencakup
tentang pembangunan desa, struktur organisasi pemerintahan kota,
pembangunan desa, otonomi daerah, dan pembinaan politik dalam
XIV/59

negeri. Selain itu juga dilakukan penelitian yang menelaah masalah


keuangan daerah; serta masalah pembangunan daerah dan kota.
2.

Penelitian tentang Masalah Pemerintahan Daerah

Sejak tahun pertama sampai dengan tahun keempat Repelita V


telah dilaksanakan berbagai penelitian mengenai pemerintahan
daerah. Penelitian-penelitian yang dilaksanakan mencakup kegiatan
penelitian di bidang pengembangan pemerintahan dalam negeri,
penelitian dan pengem- bangan pemerintahan desa, penelitian
s t r ukt ur orga ni s a s i pe me r i n - t a h a n kot a , pe ne l i t i a n da n
pengembangan pembinaan politik dalam negeri dan penelitian
pengembangan otonomi daerah.
Kegiatan penelitian yang cukup penting dari rangkaian
penelitian di atas adalah penelitian tentang pengembangan otonomi
daerah yang dititikberatkan kepada Daerah Tingkat II. Kegiatan
penelitian tentang otonomi daerah ini merupakan rangkaian kegiatan
penelitian yang cukup panjang, yang telah dimulai sejak Repelita III
dengan bekerja sama dengan 10 Universitas Negeri yang kemudian
dilanjutkan dengan pengkajian dan lokakarya dalam rangka
mendapatkan suatu konsep dasar dan masukan utama bagi perumusan
RPP tentang pelaksanaan otonomi yang nyata. Dari hasil penelitian
tersebut telah dirumuskan dan ditetapkan Peraturan Pemerintah
No.45 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan otonomi Daerah dengan
titik berat pada Daerah Tingkat II. Dalam rangka menunjang
pelaksanaan otonomi pada Daerah Tingkat II tersebut, kegiatan
penelitian selanjutnya difokuskan kepada penelitian mengenai
manajemen Pemerintah Daerah Tingkat II secara lebih mendalam
disertai kajian tentang pengalihan penyerahan wewenang Pemda
Tingkat I kepada Daerah Tingkat II dan permasalahan lainnya yang
menyangkut pelaksanaan otonomi daerah.

XIV/60

3.

Penelitian tentang Ekonomi dan Keuangan Daerah

Kelompok kegiatan penelitian kedua yang cukup penting bagi


pelaksanaan pemerintahan di daerah adalah penelitian tentang
ekonomi dan keuangan daerah yang telah dimulai sejak dibentuknya
Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah
pada tahun 1988/89 atau tahun terakhir Repelita IV. Selama Repe lita V telah dilakukan sebanyak 19 penelitian. Penelitian yang telah
dilaksanakan antara lain meliputi penelitian tentang peranan daerah
dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah, peranan PBB dalam
rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah, peranan pendapatan desa
terhadap pembangunan perdesaan, peranan kegiatan pariwisata dalam
menunjang PAD, efisiensi penggunaan bantuan Inpres, peranan
peningkatan Pajak Pembangunan I terhadap pendapatan daerah,
efisiensi pembelanjaarp keuangan daerah, peningkatan retribusi
pasar dalam menunjang PAD dan penelitian lain yang menyangkut
aspek ekonomi dan keuangan daerah.
4.

Penelitian tentang Masalah Pembangunan Daerah


dan Kota

Sejak dibentuknya Badan Pertanahan Negara, Pusat Penelitian


dan Pengembangan Pertanahan Badan Litbang Departemen Dalam
Negeri telah dirubah namanya menjadi Puslitbang Pembangunan
Daerah dan Kota, sehingga tidak lagi mengkhususkan kegiatan
penelitiannya semata-mata pada masalah pertanahan. Selama kurun
waktu Repelita V telah dilakukan sebanyak 18 buah penelitian.
Berbagai kegiatan penelitian yang dilakukan dalam lima tahun
terakhir ini antara lain meliputi Penelitian tentang evaluasi terhadap
uji coba Sistem Informasi Tanah Perkotaan; Tipologi Pembinaan
Kota; Tata Cara Pembebasan Tanah, Fungsi Keagrariaan yang
melekat pada Kegiatan Aparatur Perencanaan Pembangunan Daerah;
dan Penelitian tentang Kerja sama Lembaga Swadaya Masyarakat
dengan Pemerintah Daerah.

XIV/61

Anda mungkin juga menyukai