Keluarga
Keluarga
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Konsep Keluarga
1.1 Defenisi Keluarga
Keluarga didefenisikan dalam berbagai cara. Defenisi keluarga berbedabeda, tergantung kepada orientasi teoritis pembuat defenisi yaitu dengan
menggunakan penjelasan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga
(Friedman, 1998)
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan
dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan
keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan
suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubunganatau interaksi
dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun diantara
mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan hubungan sosial ini
dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Shochib, 1998).
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang
hidup bersama dalam satu rumah dan masing masing anggota keluarga
merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian
pedagogis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang
antara pasangan yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri (Soelaeman, 1994 dalam Shochib, 1994).
Duval (1972 dalam Setiadi, 2008) membuat defenisi keluarga yaitu
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran
yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota
keluarga. Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang
saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
berfikiran positif dan tidak mengulang ulang isu dan pendapat sendiri.
keluarga
lain
yang
menerima
pendapat
tersebut
dapat
dalam
keluarga.
Dengan
demikian,
keluarga
yang
berhasil
dilakukan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian
dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan
perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan
seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga , dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan
tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi, terutama dalam mengatasi gangguan jiwa keluarga harus
mengambil tindakan dengan segera agar tidak memperburuk keadaan
klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan
orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
3. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit terutama
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
kesehatan
dan
adaptasi
keluarga
dalam
kehidupan
(Friedman,1998).
masalah. Jenis dukungan ini membuat individu mampu membangun harga dirinya,
kompetensi dan bernilai.
b. Dukungan Nyata
Dukungan nyata meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan financial, material berupa bantuan nyata, dimana benda atau
jasa yang diberikan akan membantu memecahkan masalah, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, menyediakan transportasi, menjaga dan
merawat saat sakit, menyediakan peralatan yang dibutuhkan oleh penderita
gangguan jiwa dan menyediakan obat obatan yang dibutuhkan. Dukungan nyata
paling efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pada dukungan nyata
keluarga merupakan sumber untuk mencapai tujuan praktis dan konkrit.
c. Dukungan Informasi
Dukungan informasi meliputi pemberian solusi dari masalah, pemberian
nasehat, pengarahan, saran, ide-ide, dan umpan balik tentang apa yang dilakukan
oleh pasien gangguan jiwa. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tentang terapi yang baik dan tindakan yang spesifik bagi pasien
gangguan jiwa untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini keluarga
sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.
d. Dukungan Emosional
Selama individu mengalami gangguan jiwa, individu sering menderita
secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional
yang diberikan oleh keluarga atau orang lain dapat membuat individu merasa
tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada keluarga atau orang lain yang
peneliti didapatkan rata-rata lama hari rawat pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provsu Medan peserta JamKesMas 10 sampai 14 hari, dimana lama
hari rawat pasien gangguan jiwa ini sudah merupakan kebijakan dari pihak rumah
sakit jiwa (Medical Record, 2009).
3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama hari rawat
Lama hari rawat (LOS) merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan
pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai / diukur. Bila seseorang dirawat di
rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat
kesehatannya. Bila yang diharapkan baik oleh dokter maupun oleh penderita itu
sudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang ingin berlama-lama di
rumah sakit (Heryati,1994).
Lama hari rawat berhubungan erat dengan mutu dan efisiensi rumah sakit,
dan jumlah pengeluaran biaya oleh keluarga pasien, agar dapat mewujudkan
kepuasan pasien dan keluarga pasien dengan mengetahui faktor-faktor yang
terkait dengan lama hari rawat, maka hal tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja rumah sakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lama
hari rawat yaitu umur, perawatan sebelumnya, dan alasan pemulangan pasien
(Setiawan, 2009) .
4. Gangguan Jiwa
4.1 Defenisi gangguan jiwa
Menurut Kaplan dan Sadock (1994 dalam Baihaqi, dkk, 2005) gangguan
jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental
yang merupakan indikasi adanya gangguan jiwa. Dimana penyimpangan ini
mencakup atas penyimpangan pada pikiran, perasaan dan tindakan. Penderita
gangguan jiwa tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi
menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau menyakiti
dirinya sendiri. Misalnya, takut yang tidak beralasan, waham dan halusinasi pada
penderita skizofrenia, tingkah laku antisosial pada orang-orang yang menderita
kepribadian sosiopatis.
Menurut Dokter Danusukarto dalam bukunya yang berjudul Tanya Jawab
Kesehatan Keluarga membagi gangguan jiwa menjadi empat golongan besar
yaitu:
a. Psikosa yaitu gangguan jiwa yang meliputi gangguan otak organik
(demensia. psikosa alkoholik, psikosa karena infeksi intrakranial, psikosa
karena kondisi otak yang lain).
b. Neurosa, gangguan kepribadian dan gangguan jiwa lainnya, merupakan
suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun
penderita umumnya tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejalagejala yang ia rasakan dengan konflik emosinya.
Menurut Coleman, Butcher, dan Carson (1980 dalam Baihaqi, dkk, 2008),
beberapa penyebab gangguan jiwa, yaitu:
a. Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan
muncul. Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang sistem syaraf, yaitu
psikosis yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif
atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami
kelumpuhan total. Tanpa infeksi sifilis, gangguan ini tidak mungkin
terjadi.
b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa.
Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya menjadi lebih rentan
terhadap tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang yang
memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
c. Penyebab Pencetus (precipitating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung
dapat menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala gangguan jiwa.
Misalnya, kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi kematian
anggota keluarga, menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan
hingga cacat, kehilangan pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit
berat.
yang
sedang
dirawat
dapat
menyebabkan yang