Anda di halaman 1dari 31

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN

PERUMAHAN
DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR
BAB A
PENDAHULUAN

A.1

LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) serta Undang-Undang


Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan
bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal serta berkehidupan yang
layak. Pemerintah bertanggung jawab untuk membantu masyarakat agar
dapat bertempat tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas
permukiman dan lingkungannya. Pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun (RPJPN) 2005 2025 menetapkan bahwa sasaran
pokok pembangunan perumahan dan permukiman jangka panjang adalah
terpenuhi rumah layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan yang memadai yang didukung oleh
sistem pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan
akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa kumuh. Untuk mewujudkan hal
tersebut, Kementerian pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat
melaksanakan berbagai program pembangunan perumahan dan
permukiman yang dijabarkan dalam Rencana Strategis Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019 untuk
mewujudkan.
Pada saat ini sesuai dengan program prioritas pemerintah (nawa cita)
yaitu Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program
"Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong
land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program
rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta
jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
Berdasarkan dengan hal tersebut pada tahun 2015 maka Pemerintah
mulai mencanangkan Progam Sejuta Rumah untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah di seluruh Indonesia, hal tersebut berdasar karena
dari data backlog kepemilikan rumah sesuai dengan RPJMN tahun 2015
2019 ada sebanyak 7,6 juta warga Indonesia masih belum memiliki
1

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

tempat tinggal sendiri, 3,4 juta unit rumah yang tidak layak huni dan
Masih terdapat 38 ribu hektar daerah kumuh. Dan dalam kurun lima tahun
pemerintah akan membangun 900.000 unit rumah umum tapak dan
susun, untuk KPR swadaya 450.000 unit, rusunawa 550.000 unit, rumah
khusus 50.000 unit, bantuan sejumlah pemangunan baru 250.000 unit,
serta untuk peningkatan rumah tidak layak huni 1,5 juta unit.
Penyelenggara Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
dalam mendukung Program Sejuta Rumah yang berfokus dalam
pembiayaan/Kredit pemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) adalah Direktorat Jendral Pembiayaan Perumahan dan
Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Bantuan Pembiayaan
Perumahan (BLU-P2DBPP), Bank Pelaksana, Pengembang Perumahan dan
MBR Kelompok Sasaran. Direktorat Jendral Pembiayaan Perumahan
KemenPUPERA menyiapkan dan menyusun Peraturan Menteri PUPR
sebagai landasan operasional penyaluran FLPP.
Status pencapaian Program Pembangunan Sejuta Rumah 2015 untuk
pembangunan rumah MBR yang telah mendapatkan fasilitasi bantuan
pembiayaan telah terbangun 123.511 unit, dan dalam proses
pembangunan hanya tercatat sebanyak 205.182 unit.
Kendala yang selama ini dihadapi dalam pendataan potensi pembangunan
rumah untuk MBR tersebut diantaranya adalah belum tersedianya data
yang komprehensif dan lengkap terkait pembangunan perumahan di
Indonesia secara nasional serta belum seluruh Pemda memonitoring
secara khusus pembangunan perumahan khususnya perumahan untuk
MBR di Kota/Kabupatennya masing-masing.
Berdasarkan hal tersebut diatas perlu adanya pendataan lebih lanjut
terkait dengan dengan realisasi pembangunan rumah khusus untuk MBR.
Untuk itu dibutuhkan beberapa data, yang salah satunya adalah Data
Penerbitan Perijinan Perumahan dari tahun 2010 s/d tahun 2015 pada
Kab/Kota di Wilayah Timur Indonesia guna melihat tren pembangunan
perumahan khususnya perumahan bagi MBR, sehingga dapat
menggambarkan potensi pembangunan perumahan di Kota/Kabupaten
tersebut pada tahun selanjutnya.

A.2

TUJUAN DAN SASARAN

Pekerjaan ini bertujuan untuk melaksanakan pengumpulan dan analisa


data perijinan yang mencakup perijinan pembangunan perumahan dan
data potensi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) penerima bantuan
pembiayaan perumahan kebijakan pembiayaan perumahan.
2

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Sasaran dari pekerjaan ini adalah:


1. Teridentifikasinya inventarisasi kebutuhan data, mulai desk study untuk
mengidentifikasi data apa saja yang harus didapatkan pada saat survei
hingga pelaksanaan survei.
2. Tersusunnya kompilasi data dari instansi/sumber data di 12 (dua belas)
provinsi di wilayah timur untuk data sekunder, atau wawancara kepada
sumber data.
3. Tersusunnya hasil analisis dan evaluasi terhadap data yang diperoleh,
serta terhadap validitas data sekunder yang diperoleh.
4. Terselenggaranya diskusi terbatas (Focused Group Discussion/FGD),
dengan stakeholders terkait hasil dan analisis data yang diperoleh.
5. Tersusunnya dokumen Pendataaan Penerbitan Perijinan Pembangunan
Perumahan di Kabupaten/Kota Tertentu di Wilayah Timur.

A.3

RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Ruang lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut:


1. Pendataan meliputi data terkait Bantuan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam kaitannya Program Sejuta
Rumah yang berfokus dalam pembiayaan/Kredit pemilikan rumah
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Salah satu yang
utama adalah Data Penerbitan Perijinan Perumahan dari tahun 2010
s/d tahun 2015 pada Kabupaten/Kota di Wilayah Timur Indonesia.
Data-data terkait FLPP untuk MBR ini kelak akan digunakan untuk
mengkaji Tren Pembangunan Perumahan Khususnya Perumahan bagi
MBR di Kawasan Timur Indonesia.
2. Survei wilayah meliputi daerah Indonesia
a. Pelaksanaan koordinasi kegiatan akan dilaksanakan di Jakarta
b. Pelaksanaan
survei
dengan
kunjungan
lapangan
untuk
mengumpulkan data dan informasi ke lokasi yang telah ditentukan
yaitu:
1) Provinsi Nusa Tenggara Barat : Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok
Tengah, Kab. Lombok Timur;
2) Provinsi Nusa Tenggara Timur : Kab. Kupang, Kota Kupang;
3) Provinsi Sulawesi Utara : Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara,
Kota Manado, Kota Bitung;
4) Provinsi Sulawesi Tengah : Kab. Donggala, Kab. Sigi, Kota Palu;

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

5) Provinsi Sulawesi Selatan : Kab. Maros, Kab. Takalar, Kab. Wajo,


Kota Makasar;
6) Provinsi Sulawesi Tenggara : Kab. Bombana, Kab. Konawe, Kab.
Konawe Selatan, Kota Kendari;
7) Provinsi Gorontalo : Kab. Bone Bolango; Kab. Gorontalo; Kota
Gorontalo;
8) Provinsi Sulawesi Barat : Kab. Mamuju, Kab. Mamasa, Kab.
Polewali Mamasa;
9) Provinsi Maluku : Kab. Buru, Kab. Buru Selatan, Kota Ambon;
10) Provinsi Maluku Utara : Kab. Halmahera Barat, Kab. Halmahera
Tengah, Kab. Halmahera Utara, Kota Ternate;
11)
Provinsi Papua : Kab. Mimika, Kota Jayapura;
12) Provinsi Papua Barat : Kab. Manokwari, Kota Sorong.
3. Analisis data sekunder dari 12 provinsi di wilayah timur Indonesia
terkait pelaksanaan Penyelenggara Bantuan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam kaitannya Program Sejuta
Rumah yang berfokus dalam pembiayaan/Kredit pemilikan rumah
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Beberapa data
dibutuhkan, yang salah satunya adalah Data Penerbitan Perijinan
Perumahan dari tahun 2010 s/d tahun 2015 pada Kab/Kota di Wilayah
Timur Indonesia guna melihat tren pembangunan perumahan
khususnya perumahan bagi MBR.
4. Diskusi analisis data 12 provinsi tersebut, dengan pemangku
kepentingan terkait trend pembangunan perumahan untuk kemudian
hasil diskusi menjadi bahan kajian Tren Pembangunan Perumahan
Khususnya Perumahan bagi MBR di Kawasan Timur Indonesia. Kajian
ini akan dibukukan dalam: Pendataaan Penerbitan Perijinan
Pembangunan Perumahan di Kabupaten/Kota Tertentu di Wilayah
Timur

A.4

KELUARAN (OUTPUT) PEKERJAAN

Keluaran (output) dari pekerjaan ini adalah dokumen/laporan yang


memuat:
1. Hasil identifikasi jenis data yang diperlukan dalam pelaksanaan survei
di 12 provinsi di kawasan timur Indonesia
2. Hasil kompilasi data terkait pelaksanaan Penyelenggara Bantuan
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam kaitannya
Program Sejuta Rumah yang berfokus dalam pembiayaan/Kredit
pemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
4

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

3. Hasil analisis dan diskusi data dengan pemangku kepentingan terkait


pelaksanaan Program Sejuta Ruma untuk MBR.
4. Buku Pendataaan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan di
Kabupaten/Kota Tertentu di Wilayah Timur, terutama terkait tren
pembangunan perumahan khususnya perumahan bagi MBR di kawasan
timur Indonesia.

A.5

STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN

1. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan ini akan dilaksanakan secara kontraktual yang dilaksanakan
oleh perusahaan konsultansi dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli
bidang Statistik (Team Leader), Ahli Manajemen Data/Informasi, dan
Ahli Analisa/Pengolah Data.

2. Tahapan Kegiatan
Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan. Dalam rentang
waktu 7 (tujuh) bulan tersebut terdapat 4 (empat) tahapan kegiatan
yang akan dilaksanakan, yaitu:
a. Tahap Konsolidasi dan Persiapan
Tahap persiapan mempunyai fokus utama melakukan mobilisasi
tenaga ahli, penajaman metode pelaksanaan pekerjaan termasuk
tahapan pelaksanaan pekerjaan, identifikasi dan kajian terhadap
peraturan perundang-undangan dan sumber-sumber literatur, serta
persiapan survei yang terdiri dari penyiapan perangkat dan
penyusunan format data.
b. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi
Tahapan ini dilakukan pada tingkat pemerintah provinsi, dan
dilaksanakan di daerah dalam rangka melakukan pendalaman
terhadap data Penyelenggara Bantuan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam mendukung Program Sejuta
Rumah yang berfokus dalam pembiayaan/Kredit pemilikan rumah
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pengumpulan data
dan informasi di daerah dapat berupa FGD dan Workshop dan/atau
pelaksanaan survey lapangan di lokasi pekerjaan.
c. Tahap Analisis
5

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Data yang telah dikompilasi dan diolah dari ke-12 provinsi tersebut
terkait pencapaian Program Pembangunan Sejuta Rumah periode
2010 hingga 2015, dilakukan di Jakarta. Tahap Analisis ini dapat
berupa FGD dan Workshop dengan para pemangku kepentingan
terkait.
d. Tahap Pelaporan Akhir Pelaksanaan Pekerjaan
Data yang telah dikompilasi dan diolah dari ke-12 provinsi tersebut
terkait pencapaian Program Pembangunan Sejuta Rumah periode
2010 hingga 2015, dilakukan di Jakarta. Tahap Analisis ini dapat
berupa FGD dan Workshop dengan para pemangku kepentingan
terkait. Pelaporan akhir ini disusun dalam buku Pendataaan
Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan di Kabupaten/Kota
Tertentu di Wilayah Timur.
3. Tempat Pelaksanaan
a. Persiapan survei dan analisis dilakukan di Jakarta, untuk merancang
detail pelaksanaan survei dan pendataan, terkait pencapaian
Program Pembangunan Sejuta Rumah periode 2010 hingga 2015,
terutama untuk melihat tren Penerbitan Perijinan Pembangunan
Perumahan di Kabupaten/Kota Tertentu di Wilayah Timur.
b. Survei dan verifikasi data dilakukan di 12 (dua belas) provinsi
sebagai berikut: Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua,
dan Papua Barat.

A.6

REFERENSI HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman;
2. Undang Undang RI No. 14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik;
3. Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015 s/d 2019
4. Peraturan Presiden
Kementerian Negara

Nomor

Tahun

2015

tentang

Organisasi

5. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB E
TANGGAPAN TERHADAP KAK
E.1LATAR BELAKANG
Dalam KAK yang telah diberikan, jelas disampaikan bahwa pekerjaan
Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di
Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur dilatarbelakangi oleh
beberapa hal berikut:
1. Penyatuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada
era kepemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikukuhkan melalui
Peraturan Presiden No.15 tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, berisikan mengenai pembentukan
struktur organisasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat,
2. Telah terbitnya Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tahun 2015-2019 yang dituangkan di dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia nomor 13.1/PRT/M/2015,
3. Realisasi kegiatan menurut Rencana Kerja Kementerian PUPR Tahun
Anggaran 2015 (RENJA TA 2015), Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2015 (RKA-KL TA 2015), dan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2015.
4. Pencanangan Progam Sejuta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan
Rendah di seluruh Indonesia. Dengan fakta terkait bahwa dari data
backlog kepemilikan rumah sesuai dengan RPJMN tahun 2015 2019
bahwa:
a. sebanyak 7,6 juta warga Indonesia masih belum memiliki tempat
tinggal sendiri, 3,4 juta unit rumah yang tidak layak huni; serta
b. masih terdapat 38 ribu hektar daerah kumuh.
c. Sementara itu, dalam kurun lima tahun ke depan (2015-2019)
Pemerintah akan melaksanakan:
1) Pembangunan unit rumah umum tapak dan susun 900.000,
2) Penyiapan KPR swadaya 450.000 unit,
3) Pembangunan rusunawa 550.000 unit,
4) Pembangunan rumah khusus 50.000 unit,
5) Penyiapan bantuan sejumlah pemangunan baru 250.000 unit,
serta
6) Peningkatan rumah tidak layak huni 1,5 juta unit.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan analisis untuk
mengukur kesesuaian hasil data di lapangan selama periode 2010-2015
yang telah terpublikasi, dengan keluaran (output) yang telah dihasilkan,
terkait Penyelenggara Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan
7

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

(FLPP) dalam mendukung Program Sejuta Rumah yang berfokus dalam


pembiayaan/Kredit pemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR). Hasil analisis terkait tren FLPP bagi MBR ini akan menjadi
panduan penyusunan kebijakan FLPP di periode berikutnya dengan lebih
komprensif (pertimbangan outcome/manfaat dan impact/dampak), tak
hanya output/keluaran saja.
Selain itu, pekerjaan ini dapat dilaksanakan dengan adanya pemahaman
tentang teori dasar tentang manajemen publik baru (New Public
Management atau NPM), atau sistem manajemen atau sistem
pembangunan yang digunakan di perusahaan, lembaga dan negara
secara keseluruhan. Sistem ini menekankan konsep bahwa ide yang
digunakan di sektor swasta harus sukses di sektor publik. NPM diskusi dan
investigasi sistem ekonomi dan politik di berbagai negara telah membantu
dimodernisasi sektor dan kebijakan publik pada spektrum global.
NPM dipandang sebagai cara yang lebih efisien untuk mencapai produk
atau jasa yang sama. Masyarakat dipandang sebagai pelanggan, dan
pemerintah daerah sebagai administrator pemerintah pusat (konsep
desentralisasi kebijakan). NPM mencoba untuk meluruskan kembali
hubungan antara administrator daerah dengan atasan politik mereka.
Administrator daerah memiliki motivasi berbasis insentif dan memiliki
kebijaksanaan yang lebih besar, serta dapat menyediakan berbagai
pilihan dari mana masyarakat di daerah dapat memilih, termasuk hak
untuk memilih keluar dari sistem pelayanan sesungguhnya.
NPM ini mulai dikenal secara global di akhir 1980-an untuk menunjukkan
tentang pentingnya manajemen dan layanan publik, yang sering dikaitkan
dengan doktrin rasionalisme ekonomi (Hood 1989, Pollitt 1993). Kontrak
kinerja menjadi kebijakan negara (makro) terkait penanganan krisis dunia,
hingga kebijakan mikro sebuah kawasan dengan pekerjaan pelayanan
publik seperti pengelolaan sampah, kebersihan kota, dan pemeliharaan
jalan.
Teori NPM ini memungkinkan kebebasan untuk mengelola program kerja
pemerintahan secara leluasa dalam koridor pelaksanaan kebijakan yang
dapat dipertanggung-jawabkan. NPM bagi pengumpulan data dan analisis
data Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di Kabupaten/Kota
Tertentu di Wilayah Timur Indonesia, dengan tahapan pemikiran sebagai
berikut:
1. Konsep Manajemen Profesional
Mengingat konsep pentingnya public-private partnership dalam
pengelolaan kebijakan publik, sangat penting akhirnya pemerintah
baik pusat ataupun daerah untuk memiliki penekanan pada
8

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

manajemen di lapangan dan langsung terlibat, atau istilah hari ini:


blusukan.
2. Standar dan Metode Kinerja
Berbasis kinerja hari ini, yang patut dipertimbangkan dalam
menganalisis data FLPP untuk MBR adalah penerapan standar,
sedangkan
untuk
pelaksanaan
di
lapangan
adalah
kaitan
pembangunan perumahan ini dengan ukuran kinerja tenaga kerja.
Metode analisis NPM ini mempromosikan klarifikasi tujuan/niat,
sasaran, dan indikator untuk kemajuan dan kesuksesan (outcome- &
impact-based indicators).
3. Desentralisasi Kerja
Hal ini menunjukkan bahwa lebih tepat untuk beralih dari sistem
manajemen terpadu untuk sistem desentralisasi agar administrator
daerah bagi Progam Sejuta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan
Rendah di seluruh Indonesia lebih fleksibel namun bertanggungjawab.
4. Kendali Keluaran (Output Control) vs Pengawasan Manfaat dan
Dampak (Outcome & Impact)
Indikator evaluasi kerja pemerintahan telah bergeser dari
output/keluaran
dan
hari
ini
ke
outcome/impact
serta
impact/dampak. Pendataan FLPP untuk MBR periode 5 tahun terakhir
ini wajib memperhatikan manfaat dan dampak di daerah, terutama di
periode 5 tahun ke depan. Pemikiran ini membutuhkan data akurat
untuk melakukan penilaian berdasarkan kinerja di daerah, terutama di
kawasan timur Indonesia, ketika pemerintah daerah melakukan
outsourcing pekerjaan ke perusahaan swasta dalam pelaksanaan
Progam Sejuta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di
seluruh Indonesia periode 2015-2019.
5. Kompetisi
Untuk pekerjaan jangka panjang (penganggaran multi years),
diperlukan
fokus
manajemen
pemerintahan
yang
dapat
mempromosikan kompetisi di sektor publik untuk mendapatkan biaya
yang lebih rendah dan manfaat/dampak yang lebih tinggi.
Pertimbangan lain adalah pencapaiaan kualitas output/keluaran yang
lebih tinggi di periode yang akan datang.
6. Manajemen sektor swasta
Aspek ini berfokus pada kebutuhan untuk membangun kontrak kerja
jangka pendek, mengembangkan rencana perusahaan, perjanjian
kinerja dan pernyataan misi. Hal ini juga berfokus pada membangun
kerja di mana pemerintah daerah, terutama di wilayah timur
9

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Indonesia. Demikian halnya untuk kontraktor di daerah tersebut,


diharapkan pula bisa melaksanakan kerja sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang dibuat pemerintah pusat (FLPP untuk MBR).
7. Efektivitas dan Efisiensi Program Kerja Pemerintah
Dalam persaingan global, termasuk dicanangkannya MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) yang membuka peluang sekaligus ancaman bagi
pembangunan di daerah, perlu dipertimbangkan faktor efektivitas dan
efisiensi kerja pemerintahan.
Adapun terkait sasaran pekerjaan ini yang disebutkan di dalam KAK
khusus
pekerjaan Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan
Perumahan Di Kabupaten/Kota Tertentu di Wilayah Timur Indonesia, wajib
dipahami, bahwa dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini masih perlu
penajaman terkait pemberi kerja di daerah hingga akurasi data di
lapangan. Diharapkan dalam survei di daerah-daerah ini dapat didata juga
dengan memperhatikan ketujuh pokok pemikiran NPM di atas ini.

E.3RUANG LINGKUP PEKERJAAN


1. Terhadap ruang lingkup kegiatan dapat dipahami bahwa analisis ini
akan diawali dengan: Pendataan Bantuan FLPP bagi MBR. Salah satu
yang utama adalah Data Penerbitan Perijinan Perumahan dari tahun
2010 s/d tahun 2015 pada Kabupaten/Kota di Wilayah Timur Indonesia.
Tanggapan: Pendataan terkait bantuan FLPP untuk MBR selama ini
masih terkait output-based identification atau identifikasi terkait
keluaran. Ke depan perlu juga dipertimbangkan pendataan ke depan
dengan fokus outcome-based identification, bahkan jika dimungkinkan
juga ada data yang terkait impact-based identification.
2. Data backlog kepemilikan rumah sesuai dengan RPJMN tahun 2015
2019 ada sebanyak 7,6 juta warga Indonesia masih belum memiliki
tempat tinggal sendiri, 3,4 juta unit rumah yang tidak layak huni dan
Masih terdapat 38 ribu hektar daerah kumuh. Dan dalam kurun lima
tahun pemerintah akan membangun 900.000 unit rumah umum tapak
dan susun, untuk KPR swadaya 450.000 unit, rusunawa 550.000 unit,
rumah khusus 50.000 unit, bantuan sejumlah pemangunan baru
250.000 unit, serta untuk peningkatan rumah tidak layak huni 1,5 juta
unit.
Kendala yang selama ini dihadapi dalam pendataan potensi
pembangunan rumah untuk MBR tersebut diantaranya adalah belum
tersedianya
data
yang
komprehensif
dan
lengkap
terkait
10

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

pembangunan perumahan di Indonesia secara nasional serta belum


seluruh
Pemda
memonitoring
secara
khusus
pembangunan
perumahan khususnya perumahan untuk MBR di Kota/Kabupatennya
masing-masing.
Tanggapan: klasifikasi data patut disiapkan sebelum survei ke
lapangan. Sumber data yang digunakan dalam penyusunan laporan ini
meliputi berbagai data dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Data Primer: data yang diperoleh secara langsung dari pemangku
kepentingan di daerah terkait pelaksanaan " Penerbitan Perijinan
Perumahan dari tahun 2010 s/d tahun 2015 ", dengan cara survei
serta observasi lapangan dan wawancara langsung ke pihak terkait
tersebut. Detail data ini dirumuskan sesuai peraturan perundangundangan terkait FLPP bagi MBR, yang akan dipersiapkan di Jakarta
sebelum survei ke kota dan kabupaten di 12 provinsi yang
dimaksud.
b. Data Sekunder: data yang yang diperoleh berupa dokumen atau
bukti transaksi, struktur organisasi dan studi kepustakaan yang
berhubungan degan masalah yang dikaji dari berbagai sumber
penunjang di kantor pemerintah, baik di Kementerian PUPR ataupun
di daerah.
Selanjutnya, penyampaian klasifikasi dan sub-klasifikasi baik data
primer ataupun sekunder ini akan diberikan lebih dahulu ke para
pemangku kepentingan di daerah, agar mereka dapat mempersiapkan
dengan lengkap.
3. Perlu adanya pendataan lebih lanjut terkait dengan dengan realisasi
pembangunan rumah khusus untuk MBR. Untuk itu dibutuhkan
beberapa data, yang salah satunya adalah Data Penerbitan Perijinan
Perumahan dari tahun 2010 s/d tahun 2015 pada Kab/Kota di Wilayah
Timur Indonesia guna melihat tren pembangunan perumahan
khususnya perumahan bagi MBR, sehingga dapat menggambarkan
potensi pembangunan perumahan di Kota/Kabupaten tersebut pada
tahun selanjutnya. Pemerintah juga mendorong land reform dan
program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung
deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial
untuk rakyat di tahun 2019.
Tanggapan: kajian atau analisis atas tren pembangunan perumahan
khususnya perumahan bagi MBR, sehingga dapat menggambarkan
potensi pembangunan perumahan di kota dan kabupaten tersebut
pada tahun selanjutnya, wajib juga memperhatikan selain
output/keluaran perijinan perumahan terkait Bantuan FLPP untuk MBR,
juga memperhatikan outcome/manfaat. Secara bertahap mungkin juga
11

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

jika data impact/dampak bisa dilengkapi, analisis bagi Progam Sejuta


Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di seluruh
Indonesia bisa lebih komprehensif.
Selain itu, analisis Penerbitan Perijinan Perumahan ini wajib meminta
masukan dan saran dari pemangku kepentingan, baik di daerahdaerah tersebut ataupun juga di Jakarta.
4. Terkait teknis pelaksanaan untuk survei ke kota/kabupaten di 12
provinsi, penerima manfaat pekerjaan ini adalah Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan, juga masyarakat yang dapat mengakses
Program Pembiayaan Perumahan serta kinerja dari Direktorat
Perencanaan Pembiayaan Perumahan. Survei ke 12 provinsi ini
dilakukan secara kontraktual dengan melakukan koordinasi dengan
stakeholder (pemangku kepentingan) terkait, pengumpulan dan
analisis data perijinan yang mencakup perijinan pembangunan
perumahan dan data potensi MBR penerima bantuan pembiayaan
perumahan kebijakan pembiayaan perumahan.
Tanggapan: efektivitas pendataan hingga kajian atau analisis atas
data perijinan perumahan di 12 provinsi ini bisa dilakukan hanya
dengan koordinasi dengan pemerintah di daerah-daerah tersebut sejak
awal. Penyampaian maksud secara tertulis ke daerah-daerah dari
Direktorat Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, sangat diperlukan. Kesiapan daerah untuk
memberikan data, akan ditinjaklanjuti oleh petugas survei dan
pendataan untuk verifikasi keabsahan data melalui wawancara
pemangku kepentingan di daerah, hingga peninjauan output/keluaran
(rumah atau perumahan) di lapangan.

E.5

STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN

Khususnya pembahasan tentang metodologi dari kajian ini akan dibahas


secara lengkap dalam bagian tersendiri.
Terhadap waktu pelaksanaan, maka dikaitkan dengan lokasi pelaksanaan
survei, diperkirakan akan diperlukan pengelolaan pekerjaan yang sangat
intensif untuk memenuhi tenggat waktu pekerjaan selama 4 bulan. Oleh
karena itu diperlukan kerjasama yang sangat baik dan sistem kerja yang
terkelola. Rincian pelaksanaan kegiatan akan dibahas tersendiri di dalam
pembahasan tentang Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.

12

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Adapun rincian bentuk laporan yang harus dihasilkan dalam pekerjaan ini
dan ketentuan teknisnya sebagaimana yang terincikan di dalam KAK
meliputi:
1. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan adalah laporan yang menjelaskan tentang
pendekatan dan metode kerja konsultan, rincian kegiatan dan jadual
pelaksanaannya (program kerja), dan rincian penugasan masingmasing tenaga ahli yang disertai dengan uraian tugas dan tanggung
jawabnya (matriks) serta rencana konsep outline laporan akhir.
Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan
dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
2. Laporan Antara (Interim)
Laporan Antara adalah laporan yang memuat seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan sampai dengan terumuskannya laporan antara
tersebut. Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan
paling lambat 2 (dua) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan
dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
3. Laporan Akhir Sementara
Laporan Akhir Sementara, yaitu laporan yang memuat seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan telah adanya
gambaran mengenai keluaran yang diharapkan dari adanya kegiatan
ini. Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan
dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
4. Laporan Akhir
Laporan Akhir, yaitu laporan yang merupakan penyempurnaan dari
laporan akhir sementara yang telah disusun sebelumnya. Laporan ini
dicetak dalam 15 eksemplar. Laporan diserahkan pada akhir masa
kontrak. Laporan dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim
Teknis.
5. Ringkasan (executive summary)
Executive Summary berisi ringkasan laporan akhir yang dibuat dalam
format buku sebanyak 15 (lima belas) eksemplar.
6. Compact Disk (CD)
Dan disertai laporan dalam bentuk CD sebanyak 15 keping yang
berisikan keseluruhan copy file Laporan Pendahuluan, Laporan
Antara, Laporan Akhir Sementara, Laporan Akhir, Executive
Summary, dan bahan presentasi.

13

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB F
APRESIASI DAN INOVASI

F.1

APRESIASI
TERHADAP
MASYARAKAT ATAS PAPAN

PEMENUHAN

KEBUTUHAN

Sebagai bagian dari bangsa beradab dan negara anggota PBB, Indonesia
mempunyai tanggung jawab moral untuk menjamin hak akan rumah bagi
warga negaranya, hal ini juga untuk memberi daya afirmatif yang lebih
kuat. Negara telah mengundangkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, yang dalam konsiderannya menyebut bahwa bangsa
Indonesia sebagai anggota PBB, mengemban tanggung jawab moral dan
hukum, untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan DUHAM, serta
berbagai instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah
diterima oleh Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan perumahan,
Pasal 40 dari UU tersebut bahkan jelas mengatakan: Setiap orang berhak
untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Pada dasarnya, seruan untuk memberikan hak akan perumahan bagi
seluruh rakyat tidak hanya diderivasikan dari konsensus universal akan
HAM, yang kemudian secara unilateral dituntutkan kepada seluruh negara
di dunia. Para pendiri negara pun sesungguhnya telah memiliki visi
serupa, dirumuskan secara mandiri dan berkesadaran, bahkan sebelum
dideklarasikannya DUHAM. Terbukti jika menengok pada konstitusi negara,
yaitu UUD 1945, dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4, disebutkan
bahwa, Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk memajukan
kesejahteraan umum...
Meski tidak dinyatakan secara eksplisit, namun jelas bahwa yang disebut
sebagai kesejahteraan umum salah satu elemennya adalah rumah.
Sementara dalam Batang Tubuh, tepatnya Pasal 28 H amandemen ke-4
UUD 1945, dinyatakan bahwa, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Sayangnya, pelaksanaan di lapangan selama ini acap kali berbeda dengan
tuntutan dan kewajiban yang telah tertuang secara normatif dan legal.
Sebagai norma fundamental (grundsnorm), dokumen-dokumen induk
semacam itu wajar untuk dikutip dan dirujuk sebagai legitimasi dan
justifikasi, sebagai penyokong hampir semua isu. Akibatnya, karena
rumusan normatif yang termuat dalam dokumen-dokumen tersebut terlalu
sering diwacanakan tanpa adanya tindak lanjut, maka tidak mampu

14

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

menggerakkan pemangku kepentingan, terutama pemerintah, untuk


melakukan tindakan serius.
Kinerja pembangunan perumahan di Indonesia selama ini masih belum
memuaskan, baik dari sisi kebutuhan maupun pasokan. Berdasarkan data
BPS tahun 2012, dari sisi kebutuhan, data menunjukkan bahwa jumlah
kekurangan rumah (backlog) setiap tahun semakin meningkat, yaitu dari
5,8 juta unit pada 2004 menjadi 7,4 juta unit tahun 2009, dan mencapai
13,6 juta unit pada 2010. Setiap tahun, jumlah permintaan rumah
meningkat sebanyak 900.000 dengan kemampuan membangun yang
hanya 200.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap tahun jumlah
backlog meningkat sebanyak 700.000, maka tahun ini diperkirakan jumlah
tersebut telah mencapai 15 juta.
Selain itu, data lain yang menunjukkan buruknya kondisi perumahan di
Indonesia, yakni jumlah luasan kawasan kumuh yang terus meningkat.
Pada tahun 2004, luas kawasan kumuh sekitar 54.000 ha dan tahun 2009
telah mencapai 57.000 ha. Tren kenaikan ini terus akan terjadi ke
depannya, sesuai prediksi BPS bahwa urbanisasi akan mencapai 68%
pada tahun 2025. UN Habitat (2007) pun memperkirakan, tidak kurang
dari dua juta masyarakat perkotaan di Indonesia akan tinggal di kawasan
kumuh pada 2030.Masih banyaknya jumlah backlog dan kawasan kumuh
adalah konsekuensi nyata dari problem pembangunan yang lebih luas,
yakni urbanisasi dan gagalnya redistribusi pendapatan. Urbanisasi muncul
karena pemerintah belum maksimal untuk melakukan pemerataan
pembangunan antara wilayah perkotaan dengan pedesaan. Sayangnya,
kecenderungan ini diperkirakan akan semakin mencolok di masa depan.
Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), urbanisasi akan
mencapai 68% pada 2025.
Sementara itu, gagalnya redistribusi pendapatan adalah efek dari
kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada sektor riil ekonomi rakyat
dan penciptaan struktur ekonomi, sehingga memicu lebarnya kesenjangan
antarkelas. Pada gilirannya, ini membuat daya beli Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) stagnan, mereka tetap tidak mampu
membeli rumah meskipun butuh, sehingga tinggal di kawasan kumuh
menjadi satu-satunya solusi. Senada dengan perkiraan UN Habitat (2007)
bahwa pada tahun 2030, dua juta masyarakat perkotaan di Indonesia
akan tinggal di kawasan kumuh.
Sedangkan pada sisi pasokan, problem yang dihadapi adalah pemerintah
kurang mengembangkan jenis-jenis kebijakan yang bervariasi dan
progresif. Jika itu dilakukan, maka dapat merangsang perbaikan kinerja
aktor di sisi suplai seperti pengembang, misalnya melalui pemberian
kredit konstruksi yang lebih besar atau insentif perizinan dan perpajakan.
15

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Dengan melihat data dan fakta yang terjadi pada bidang perumahan
tersebut, dapat dikatakan bahwa perumahan adalah sektor pembangunan
yang tingkat kekritisannya sudah masuk level sangat kritis. Untuk itu,
tidak ada cara lain selain pemerintah harus melakukan langkah-langkah
inovatif secara cepat namun tetap terencana. Apabila pendekatan dan
sikap dalam menyikapi perumahan yang ada selama ini tidak diubah
maka keadaan akan bertambah parah, pada titik yang paling ekstrem
akan menimbulkan keresahan sosial dalam skala masif, yang mampu
menciptakan ketidakstabilan nasional.
Sebagai langkah awal untuk meretas pendekatan baru dalam menangani
masalah perumahan, perlu dilakukan pemahaman persepsi dan kesadaran
bersama bahwa isu perumahan sejatinya merupakan isu besar yang
kompleks. Terdapat keterkaitan antarsektor yang seringkali memberikan
pengaruh secara tak terduga pada sektor perumahan. Dengan
pemahaman ini di tangan, maka sudah seharusnya apabila pemerintah
mendekati problem perumahan dalam cara pandang yang holistik dan
komprehensif. Artinya, kebijakan perumahan hendaknya tidak didekati
secara parsial dan isolatif, melainkan perlu memperhatikan kondisi
kompleks yang berada di luar sistem perumahan. Untuk itu, dibutuhkan
koordinasi lintas kementerian dan kerja sama lintas aktor yang dilakukan
secara terpadu.
Untuk melakukan hal tersebut, dibutuhkan peningkatan dalam hal
koordinasi, sinkronisasi, pengendalian, pengawasan, pemantauan, dan
evaluasi. Dalam sektor perumahan, persis hal-hal itulah yang paling
dibutuhkan saat ini. Hal ini mengingat bahwa pembangunan perumahan
selama ini tidak dilakukan secara sistemik, terencana, terkoordinir, dan
terkontrol. Penyebab utama dari hal tersebut adalah cara pandang yang
kurang komprehensif atas perumahan, di mana perumahan dipandang
sebagai subsektor pembangunan yang dapat ditangani secara parsial. Hal
ini perlu diubah karena pandangan demikian menimbulkan berbagai ekses
dalam pembangunan perumahan, seperti terjadinya tumpang tindih dan
kurang fokusnya masing-masing pihak yang mengurusi perumahan.
Konsekuensi lebih lanjutnya, masalah-masalah yang lebih urgen pada
sektor perumahan menjadi kurang cepat tertangani.
Untuk mewujudkan pembangunan sistem perumahan yang terintegrasi
dan berjangka panjang, langkah pertama yang harus diambil adalah
menentukan paradigma yang tepat. Ini karena penciptaan sistem
kebijakan yang komprehensif dalam bidang apapun harus dipandu oleh
suatu paradigma tertentu. Paradigma akan memberikan suatu sistem
kebijakan pendasaran filosofis dan konseptual yang jelas. Dengan
mengadaptasi pengertian paradigma Thomas Kuhn (1962), paradigm
dapat dipahami sebagai kerangka dari konsep-konsep dan prosedur16

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

prosedur tertentu di mana suatu sistem tertentu terstrukturkan secara


sistemis.
Suatu paradigma tidak memaksakan pendekatan yang rigid dan teknis,
melainkan dapat diadopsi secara fleksibel dan kreatif. Dalam konteks
kebijakan publik, paradigma kebijakan adalah seperangkat pandangan
dan prinsip fundamental yang menjadi acuan dan perspektif dasar dari
seluruh elemen, program, dan strategi yang dilakukan untuk menjalankan
suatu kebijakan tertentu.
Dalam sistem kebijakan perumahan, paradigma tersebut akan digunakan
sebagai prinsip pemandu dalam mengoordinasikan, mengarahkan, dan
mengontrol seluruh kementerian dan lembaga yang terkait dengan
perumahan demi menjamin agar seluruh langkah yang dilakukan bersifat
koheren dan berjalan sesuai dengan jalur paradigma yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, konsep negara kesejahteraan (welfare state)
adalah paradigma yang paling tepat untuk memandu penciptaan sistem
kebijakan perumahan yang berjangka panjang.
Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, konsep negara
kesejahteraan adalah konsep yang paling reliabel dan meyakinkan dalam
meresepkan peran-peran apa yang paling tepat dilakukan oleh negara
dalam rangka menjamin kesejahteraan seluruh warganya. Hal ini telah
dibuktikan tidak hanya dalam tataran teoretis, melainkan juga dalam
tataran historis. Secara historis, negara yang menganut sistem
kesejahteraan rakyat adalah negara yang memiliki indikator-indikator
kesejahteraan yang memuaskan, dengan distribusi kesejahteraan tersebar
secara merata pada seluruh penduduk. Dalam kebangkrutan sistem
sosialis dan delegitimasi besarbesaran sistem pasar bebas kapitalisme di
era kontemporer, negara kesejahteraan diakui sebagai pilihan yang paling
rasional dan prospektif dewasa ini karena mampu menghindari eksesekses negatif dari sistem sosialis dan kapitalis tanpa mengorbankan
hasrat masyarakat untuk berkembang dan beraktualisasi.
Kedua, negara kesejahteraan adalah visi dan ide besar yang selama ini
sesungguhnya telah dicitakan dengan jelas dan artikulatif oleh para
pendiri bangsa. Konstitusi UUD 1945, baik dalam bagian Mukadimah
maupun Batang Tubuh, adalah bukti tertulis yang tak tersangkal dari hal
tersebut. Sayangnya, seiring dengan perjalanan sejarah bangsa, visi akan
negara kesejahteraan tersebut mulai dilupakan. Dalam hal ini, penciptaan
sistem kebijakan perumahan dalam paradigma kesejahteraan adalah
salah satu langkah inisiasi untuk menggali dan menghidupkan kembali
warisan bangsa yang terlupakan tersebut.

17

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Negara kesejahteraan selama ini kerap disalahpahami. Sebagian orang


menyatakan bahwa penyelenggaraan negara dengan berdasar pada
model negara kesejahteraan akan berpotensi membawa kepada
pelemahan ekonomi negara tersebut karena negara harus memberikan
subsidi yang besar kepada seluruh rakyatnya dalam rentang pelayanan
yang luas: kesehatan, pensiun, kecelakaan kerja, jaminan pengangguran,
dan lain-lain. Bagi kalangan tersebut, Indonesia yang masih giat
membangun dan mengejar pertumbuhan ekonomi tidak selayaknya
dibebani dengan kewajiban tambahan untuk menggelontorkan dana besar
bagi penyelenggaraan negara kesejahteraan yang komprehensif.
Fenomena terkini di mana negaranegara dengan tradisi kesejahteraan
yang lama menyurutkan komitmennya pada prinsip-prinsip negara
kesejahteraan akibat krisis ekonomi akut karena banyaknya utang yang
dideritanya, misalnya Yunani, menjadi amunisi kuat yang seringkali
dikemukakan pihak yang menentang negara kesejahteraan.
Sesungguhnya, hal tersebut merupakan asumsi yang keliru dan tak
berdasar. Negara kesejahteraan bukanlah negara yang rentan untuk
bangkrut atau mengalami krisis ekonomi. Kebangkrutan atau krisis
ekonomi yang dialami oleh suatu negara tidak disebabkan karena negara
tersebut menganut model penyelenggaraan pemerintahan tertentu,
melainkan karena adanya salah kelola dalam penyelenggaraan negara.
Dalam hal ini, negara kesejahteraan justru merupakan model yang lebih
andal untuk menghalau krisis ekonomi, bahkan dipercaya mampu
memperkuat fondasi kesejahteraan ekonomi di suatu negara. Negara
kesejahteraan sejatinya merupakan sebentuk program investasi manusia
secara nasional. Dengan meningkatnya kesejahteraan dan rasa aman
warga, maka geliat dan keberhasilan ekonomi suatu negara di masa
depan akan terjamin.
Diskusi tentang negara kesejahteraan dengan menggunakan alat bantu
teoretis berupa tiga model negara kesejahteraan sebagaimana
dirumuskan sosiolog Gosta Esping-Andersen. Teori tersebut digunakan
karena melaluinya, dapat diperoleh seperangkat kriteria yang padat untuk
mengevaluasi seberapa besar komitmen dari suatu negara untuk
mengimplementasikan prinsip-prinsip negara kesejahteraan. Evaluasi
tersebut dapat dilakukan tidak hanya terbatas kepada negara-negara
yang telah mengaku sebagai negara kesejahteraan, namun juga pada
negara-negara yang selama ini tidak dipandang sebagai negara
kesejahteraan dan negara yang belum mengimplementasikan paradigma
negara kesejahteraan meskipun secara normatif-konstitusional telah
diamanatkan untuk menjalankan negara berdasar paradigma negara
kesejahteraan, suatu kondisi yang terjadi di Indonesia.
F.2

INOVASI PENGUMPULAN DATA SECARA ELEKTRONIK


18

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Teknologi Informasi sangat dibutuhkan di dalam operasional dari


organisasi maupun perusahaan bisnis. Pemanfaatan teknologi informasi
dalam suatu fungsi dari organisasi terbagi menjadi 5 elemen fungsi yaitu:
Fungsi Operasional, akan membuat struktur organisasi menjadi lebih
ramping telah diambil alih fungsinya oleh teknologi informasi. Karena sifat
penggunaannya yang menyebar di seluruh fungsi organisasi, unit terkait
dengan manajemen teknologi informasi akan menjalankan fungsinya
sebagai supporting agency dimana teknologi informasi dianggap sebagai
sebuah firm infrastructure.
Fungsi Monitoring and Control. mengandung arti bahwa keberadaan
teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
aktivitas di level manajerial embedded di dalam setiap fungsi manajer,
sehingga struktur organisasi unit terkait dengannya harus dapat memiliki
span of control atau peer relationship yang memungkinkan terjadinya
interaksi efektif dengan para manajer di perusahaan terkait.
Fungsi Planning and Decision, yakni mengangkat teknologi informasi
ke tataran peran yang lebih strategis lagi karena keberadaannya sebagai
enabler dari rencana bisnis perusahaan dan merupakan sebuah
knowledge generator bagi para pimpinan perusahaan yang dihadapkan
pada realitas untuk mengambil sejumlah keputusan penting sehariharinya. Tidak jarang perusahaan yang pada akhirnya memilih
menempatkan unit teknologi informasi sebagai bagian dari fungsi
perencanaan dan/atau pengembangan korporat karena fungsi strategis
tersebut di atas.
Fungsi Communication, secara prinsip termasuk ke dalam firm
infrastructure dalam era organisasi moderen dimana teknologi informasi
ditempatkan posisinya sebagai sarana atau media individu perusahaan
dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berkooperasi, dan berinteraksi
Fungsi Interorganisational, merupakan sebuah peranan yang cukup
unik karena dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan
untuk melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraan dengan sejumlah
perusahaan lain.
Seluruh peranan teknologi informasi dalam berbagai lapisan tersebut
tidak akan berjalan baik tanpa adanya tata kelola dan manajemen
teknologi informasi yang baik, karena pada dasarnya tujuan pemanfaatan
teknologi informasi adalah untuk mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan
Pemanfaatan atau implementasi teknologi informasi dalam kegiatan
operasional organisasi akan memberikan dampak yang cukup signifikan
bukan hanya dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap budaya kerja baik
19

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

secara personal, antar unit, maupun keseluruhan institusi. Pengelolaan


administrasi
kerja
berbasis
teknologi
informasi
juga
harus
mempertimbangkan pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk
mendukung optimalisasi pada pemanfaatan atau implementasi teknologi
informasi
yang
bertahap
yang
dimulai
dengan
perencanaan,
pengembangan, ahli kelola, operasional sampai dengan tahap
pemeliharaan.
Dengan adanya teknologi informasi, maka produktivitas suatu organisasi
atau perusahaan akan meningkat, serta dapat membuat model bisnis
yang sulit ditiru oleh pesaing, karena pada dasarnya peranan teknologi
informasi bagi setiap perusahaan bersifat unik dan spesifik. Hal tersebut
disebabkan karena masing-masing organisasi atau perusahaan memiliki
strategi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan
juga berkaitan dengan keunggulan kompetitif untuk meningkatkan
kualitas informasi, pengawasan kinerja organisasi atau perusahaan
menggunakan teknologi informasi baik sebagai alat bantu maupun
strategi yang tangguh untuk mengintegrasikandan mengolah data dengan
cepat dan akurat serta untuk penciptaan produk layanan baru sebagai
daya saing untuk menghadapi kompetisi.
Selain itu implementasi atau pemanfaatan teknologi informasi memiliki
dampak positif yang secara umum adalah terjadi efisiensi waktu dan
biaya yang secara jangka panjang akan memberikan keuntungan
ekonomis yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pengoperasian secara
optimal juga harus diperhatikan, agar semua perangkat teknologi
informasi bersifat multi fungsi sehingga dalam pengembangan
selanjutnya diupayakan terjadi integrasi perangkat.
Pemanfaatan teknologi informasi akan melibatkan semua karyawan dalam
organisasi yang dioperasikan secara rutin oleh staf administrasi dan
bagian teknologi informasi. Karyawan dengan kualifikasi tertentu baik
bagian teknologi informasi maupun bagian lain perlu dilibatkan selain
untuk memberikan masukan juga untuk mempersiapkan karyawan dalam
menghadapi perubahan. Di sisi lain, diperlukan kesadaran personal
lainnya tehadap manfaat sistem bagi dirinya dan kemudahan
penggunaannya secara bertahap akan memberikan motivasi untuk
menigkatkan kemampuan mereka.

20

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB G
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Bagian ini akan menjelaskan mengenai pemahaman kegiatan melalui
pendekatan dan metoda yang akan digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan juga pelaporan dan organisasi pelaksanaan pekerjaan Jasa
Konsultansi Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di
Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur.
G.1. Metodologi
Penjelasan mengenai metoda dan teknik yang digunakan terdiri dari
metoda pengumpulan data, metoda analisis, dan teknik analisis.
1

Metoda Pengumpulan Data

A. Survei primer
Survei primer mencakup pengamatan langsung terhadap kondisi fisik di
wilayah kajian. Survei primer dilakukan dengan pengamatan langsung
terhadap kualitas lingkungan, kondisi prasarana dan transportasi,
wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat yang menjadi sampel
responden, serta wawancara dengan pengelola atau instansi yang terkait
dengan pengelolaan dan pengembangan wilayah rawan bencana
tersebut.
B. Survei Sekunder
Survei sekunder dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu data
yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau dari hasil studi yang telah
dilakukan pihak lain. Tahap awal pelaksanaan survei sekunder adalah
dengan membuat daftar data dan informasi yang dibutuhkan dalam studi
dan melakukan checklist terhadap data dan informasi yang sudah dimiliki
dan yang masih harus didapatkan. Setelah data dan informasi yang harus
dicari teridentifikasi, dilakukan pengambilan data sekunder pada instansi
sumber data.
2

Metoda Analisis

Analisis dalam studi ini dilakukan dengan dua metoda, yaitu analisis
kualitatif untuk memperlakukan data kualitatif, dan analisis kuantitatif
untuk memperlakukan data kuantitatif yang kedua-duanya diperoleh baik
dari survei primer maupun sekunder.
Metoda yang digunakan dalam menganalisis data kualitatif adalah analisis
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan kondisi perwilayahan dan
peraturan perundangan berdasarkan hasil survei primer maupun data
sekunder yang didapat. Seperti juga metoda analisis kualitatif, metoda
21

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

analisis yang digunakan dalam menganalisis data kuantitatif untuk


menghasilkan gambaran komparasi dan proyeksi.
3.

Teknis Analisis

Analisis tabulasi satu arah /analisis frekuensi

Tabulasi satu arah digunakan


penelitian pada suatu variabel
arah digunakan antara lain
karakteristik sosial, ekonomi,
wilayah kajian.
B

untuk menggambarkan karakteristik objek


yang dianalisis. Pada studi ini tabulasi satu
untuk memperoleh gambaran mengenai
demografi, dan geografis masyarakat di

Analisis tabulasi silang (cross tabulation analysis)

Tabulasi silang merupakan metoda yang sederhana, namun cukup baik


untuk
menerangkan
hubungan
antarvariabel.
Biasanya
untuk
menerangkan hubungan antardua variabel tersebut perlu dihitung
persentase populasi untuk setiap kelompok. Persentase tersebut selalu
dihitung pada variabel pengaruh, yaitu persentase distribusi variabel
terpengaruh dihitung bagi setiap kelompok variabel pengaruh. Tabulasi
silang pada kajian ini digunakan antara lain untuk menggambarkan
keterkaitan antara karakteristik sosial, ekonomi, demografi, dan geografi
dengan permasalahan yang muncul terkait dengan penyediaan rumah
khususnya untuk MBR.
C

Analisis strength, weakness, opportunity, and threat (SWOT)

Analisis SWOT merupakan cara yang sangat efektif untuk menemukenali


faktor internal yang menjadi kekuatan maupun kelemahan serta peluang
dan tantangan yang dihadapi suatu daerah. Analisis menggunakan
kerangka SWOT akan menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan dan
strategi berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang
dimiliki daerah atau kawasan wisata unggulan. Hasil analisis SWOT ini
juga menjadi masukan dalam menemukenali permasalahan dan potensi
yang terkait dengan penyediaan perumahan.
Analisa SWOT pada kegiatan ini dilakukan melalui analisis interaksi faktor
internal (strength / kekuatan dan weakness / kelemahan) dan eksternal
(opportunity / peluang dan threat / ancaman) dengan mengalikan antara
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dari hasil perkalian
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut akan diperoleh
beberapa jenis strategi, antara lain : strategi SO, strategi ST, strategi WT,
dan strategi OT.
Membuat strategi adalah menggabungkan elemen internal dengan
elemen
eksternal
untuk
mendapatkan
alternatif
yang
paling
menguntungkan.
22

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Strategi SO (Strengths + Opportunities)

Strategi ini yang termurah karena dengan modal sedikit dapat mendorong
kekuatan yang ada.
2

Strategi ST (Strengths + Threats)

Strategi ini agak mahal karena dengan modal yang paling sedikit, dapat
diatasi ancaman yang sudah ada, pertimbangan yang dipakai adalah
memaksimalkan utility institusi tetapi juga barhati-hati.
3

Strategi WO (Weaknesses + Opportunities)

Adalah strategi pemerataan (investasi) atau pemberian subsidi (divestasi),


yang agak lebih sulit karena orientasinya memihak pada kondisi yang
paling lemah tetapi dimanfaatkan untuk menangkap peluang.
4

Strategi WT (Weaknesses + Threaths)

Strategi ini yang paling sulit karena orientasinya memihak pada yang
paling lemah atau paling terancam dengan meminimalkan kerugian.
G.2. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
1

Tahap Persiapan dan Mobilisasi

Secara garis besar tahap persiapan dan mobilisasi mencakup hal sebagai
berikut:
A

Persiapan studi
a. Kajian pustaka tentang kondisi daerah kajian, rencana, dan kebijakan
yang terkait dengan daerah kajian.
b. Mobilisasi personil yang akan dilibatkan dalam studi ini, termasuk
tenaga ahli, asisten, tenaga admistrasi, dan surveyor.

Persiapan survei lapangan


a Inventarisasi data sekunder dan studi terkait atau rencana yang
sudah ada.
b Penyusunan check list data dan informasi yang masih dibutuhkan
berikut instansi yang akan didatangi, daftar pertanyaan yang akan
diajukan kepada narasumber, formulir observasi, serta pedoman
wawancara ke instansi terkait, maupun kepada pemangku
kepentingan lainnya.

Tahap Pengumpulan dan Inventarisasi Data

Tahap pengumpulan dan inventarisasi data meliputi pengumpulan data,


baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, primer maupun sekunder,
terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan isu pengelolaan wilayah
rawan bencana; serta tahap kompilasi data.
23

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

Survei Primer

Merupakan observasi atau pengamatan kondisi fisik lingkungan,


prasarana dan sarana, serta dinamika masyarakat yang terdapat di
wilayah kajian, dan wawancara dengan stakeholders.
B

Survei Sekunder

Survei yang diadakan ke instansi terkait untuk mengumpulkan data dan


informasi penunjang terkait dengan isu kajian ini.
C

Kompilasi Data

Kompilasi data adalah pengumpulan dan penyusunan data hasil survei


primer maupun survei sekunder sehingga data tersebut siap digunakan
untuk kegiatan berikutnya, yaitu analisis data. Seluruh data yang
terkumpul akan dikompilasikan, ditabulasikan, dan disederhanakan
sehingga memudahkan pekerjaan pada tahap berikutnya.
3

Tahap Analisis

Kajian Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan


memerlukan serangkaian analisis untuk memahami karakteristik wilayah,
dinamika masyarakat, kondisi kegiatan perekonomian, dan aspek lain
yang mempengaruhi pembangunan wilayah rawan bencana. Analisis ini
bertujuan untuk:
A

Menilai keadaan masa kini


Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran
permasalahan pembangunan perumahan.

potensi

dan

Menilai kecenderungan perkembangan berbagai komponen


yang telah disebutkan di atas pada masa lalu hingga masa kini
sehingga memberikan gambaran keadaan wilayah rawan bencana
pada masa yang akan datang.

Memperkirakan kapasitas pengembangan, meliputi sumber


daya alam, sumber daya buatan dan berbagai kegiatan usaha
masyarakat yang dapat dikembangkan yang dilakukan untuk
memberikan gambaran kemampuan pengembangan wilayah rawan
bencana.

Memperkirakan kebutuhan masa yang akan datang, meliputi


perkiraan atau proyeksi ketersediaan prasarana dan sarana akibat
dari proyeksi berbagai variable perkotaan yang dikaji.

Memperkirakan arah perkembangan masa yang akan


datang, meliputi perkiraan kemungkinan perkembangan fisik, sosial
ekonomi, maupun arah perkembangan sesuai kondisi dan
kemampuan wilayah kajian.
24

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

(1)

Analisis Kebijakan
Dilakukan untuk menemukenali tujuan/sasaran pembangunan
berupa target pembangunan antara lain pertumbuhan ekonomi,
struktur ekonomi, perkembangan sektor serta pengembangan tata
ruang wilayah.

(2)

Analisis Kewilayahan
Termasuk di antaranya kependudukan, daya dukung lingkungan,
maupun ekonomi wilayah. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui
potensi wilayah dalam mendukung pengembangan perumahan,
seperti daya dukung alam, potensi sumber daya manusia, adat
istiadat, serta sektor lainnya.

Tahap Perumusan Kesimpulan dan Rekomendasi

Perumusan kesimpulan berdasarkan hasil pada tahap analisis


menghasilkan gambaran obyektif terkait dengan permasalahan
pengelolaan wilayah rawan bencana. Rekomendasi yang dihasilkan
merupakan masukan berupa konsep, usulan kegiatan, dan pembuatan
regulasi dalam pengembangan wilayah rawan bencana.
5

Tahap Perumusan Indikasi Program

Indikasi program pengembangan wilayah rawan bencana merupakan


penjabaran rinci kebijakan dan strategi pengembangan yang
menghasilkan prioritas pengembangan. Hal ini didasarkan oleh hasil
analisis internal dan eksternal pada berbagai program yang telah
dilaksanakan dan akan diaplikasikan. Indikasi program dituangkan ke
dalam program jangka pendek dan menengah.
6

Tahap Pelaporan

Pekerjaan Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di


Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur akan dilaporkan dalam 3 (tiga)
pelaporan, berturut turut: Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, dan
Laporan Akhir. Selain itu seluruh tahapan laporan akan direkam ke format
digital dalam bentuk Compact Disk.
Laporan-laporan selanjutnya dalam empat tahap pelaporan adalah
sebagai berikut:
a) Laporan Pendahuluan, yaitu laporan yang menjelaskan tentang
pendekatan dan metode kerja konsultan, rincian kegiatan dan jadual
pelaksanaannya (program kerja), dan rincian penugasan masingmasing tenaga ahli yang disertai dengan uraian tugas dan tanggung
jawabnya (matriks) serta rencana konsep outline laporan akhir.
Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan paling lambat

25

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

1 (satu) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan dinyatakan final


setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
b) Laporan Antara, yaitu laporan yang memuat seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan sampai dengan terumuskannya laporan antara
tersebut. Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan
paling lambat 2 (dua) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan
dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
c) Laporan Akhir Sementara, yaitu laporan yang memuat seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan telah adanya
gambaran mengenai keluaran yang diharapkan dari adanya kegiatan
ini. Laporan ini dicetak dalam 15 eksemplar dan diserahkan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkannya SPMK. Laporan
dinyatakan final setelah dibahas dan disetujui Tim Teknis.
d) Laporan Akhir, yaitu laporan yang merupakan penyempurnaan dari
laporan akhir sementara yang telah disusun sebelumnya. Laporan ini
dicetak dalam 15 eksemplar. Dan disertai laporan dalam bentuk CD
sebanyak 15 keping yang berisikan keseluruhan copy file Laporan
Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Akhir Sementara, Laporan
Akhir, Executive Summary, dan bahan presentasi. Laporan diserahkan
pada akhir masa kontrak. Laporan dinyatakan final setelah dibahas
dan disetujui Tim Teknis.
e) Executive Summary, yaitu ringkasan eksekutif yang diselesaikan
pada akhir masa kontrak dan diserahkan sebanyak 15 eksemplar yang
disampaikan kepada unit kerja sebanyak 15 eks.

26

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB H
JADWAL PELAKSANAAN
PEKERJAAN
H.1

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PEKERJAAN

Waktu pelaksanaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini


adalah 4 (empat) bulan dalam tahun anggaran 2016.
H.2

JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

Jadwal
Pelaksanaan
Pekerjaan
Pendataan
Penerbitan
Perijinan
Pembangunan Perumahan Di Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel H.1
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di
Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur
NO
.
1.

2.

3.

KEGIATAN
Tahapan Konsolidasi dan Persiapan:
Inventarisasi kebutuhan data, kegiatan ini berupa desk study
untuk menidentifikasi data apa saja yang harus didapatkan
pada saat survei.
Menyusun metodologi pelaksanaan survey, dari kompilasi
kebutuhan data tersebut disusun tata cara untuk
mengumpulkan data tersebut yang mencakup kemana data
tersebut dapat dicari dan alat bantu apa yang dibutuhkan
untuk mendapatkan data tersebut.
Penyiapan alat bantu survey, melakukan penyiapan alat
bantu yang dibutuhkan untuk melakukan survei (contoh:
pedoman pelaksanaan survei, daftar pertanyaan, daftar
instansi atau stakeholders tempat pengumpulan data).
Melakukan koordinasi dengan instansi dan pihak terkait
sehubungan dengan ketersediaan data yang dimiliki, dari
daftar instansi tersebut dilakukan komunikasi perihal
kedatangan surveyor dan menanyakan kesediaan data yang
diminta, serta menyiapkan kelengkapan administrasi yang
diperlukan untuk mengakses data tersebut
Tahap Pengumpulan Data dan Informasi:
Melakukan pendataan kepada instansi/sumber data di
Provinsi (wilayah timur) untuk mendapatkan data yang
diperlukan, melakukan pendataan, pengumpulan data
sekunder, atau wawancara kepada sumber data.
Melakukan kompilasi data, data yang diperoleh dilakukan
kompilasi dengan format yang fleksibel.
Tahap analisis efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas
penyelenggaraan anggaran
Melakukan analisa dan evaluasi terhadap data yang
diperoleh, dilakukan analisa dan evaluasi terhadap validitas
data yang diperoleh.
Mengadakan
diskusi
terbatas
(Focused
Group
Discussion/FGD), melakukan diskusi bersama stakeholders

Bulan ke
1 2 3 4

27

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

terkait hasil dan analisa data yang diperoleh.


5.

4.

Tahap Penyusuanan Laporan Akhir


Menyusun
dokumen
Pendataaan
Penerbitan
Perijinan
Pembangunan Perumahan di Kabupaten/Kota Tertentu di
Wilayah Timur.
Tahap Pembahasan dan Pelaporan Akhir Pelaksanaan
Pekerjaan
Laporan Pendahuluan
Laporan Antara (Interim)
Laporan Draft Akhir
Laporan Akhir
Ringkasan (Executive Summary)

28

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB I
KOMPOSISI
TIM PELAKSANA PEKERJAAN
Merujuk pada KAK yang diberikan, Komposisi Tim Pelaksana Pendataan
Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan Di Kabupaten/Kota
Tertentu Di Wilayah Timur dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel I.1
Komposisi Tim Pelaksana Pekerjaan
Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan
Di Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur
No
.

POSISI

PENDIDIKAN

KUALIFIKASI

TUGAS DAN TANGGUNG


JAWAB

1.

Ahli Statistik
(Ketua Tim)

minimal pendidikan
adalah sarjana (S1) di
bidang Statistik atau
Managemen lulusan
Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) atau
yang disamakan

mempunyai
pengalaman kerja di
bidangnya minimal
8 tahun

Ketua Tim bertugas dan


bertanggung jawab terhadap
keseluruhan proses dan
penyelesaian keluaran
pekerjaan, dengan
mengedepankan pemenuhan
terhadap permintaan dalam
Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan
kualitas hasil pekerjaan,
termasuk melakukan koordinasi
internal tim konsultan dan
dengan tim teknis di
Kementerian PUPR

2.

Ahli Manajemen
Data/Informasi

minimal dengan
pendidikan Sarjana
(S1) Teknik
Sipil/Arsitektur/
Planologi/ Lingkungan

minimal pendidikan
adalah sarjana (S1)
TI/Manajemen/Statis
tik lulusan
Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) atau
yang disamakan

Tenaga Ahli Manajemen


Data/Informasi melaksanakan
pekerjaan terlibat dalam
penyusunan kerangka kerja dan
rencana survey, selanjutnya
terlibat di dalam pengolahan
data.

3.

Ahli Analisa/
Pengolah Data

minimal pendidikan
adalah sarjana (S1)
TI/Manajemen/Statisti
k lulusan Perguruan
Tinggi Negeri (PTN)
atau yang disamakan

mempunyai
pengalaman kerja di
bidangnya minimal
5 tahun

Tenaga Ahli Analisa/Pengolah


Data melaksanakan pekerjaan
terlibat dalam pengolahan data
hingga menampilkan hasil
analisis secara visual.

Untuk mendukung terlaksananya kegiatan ini dibutuhkan


pendukung, antara lain: sekretaris dan operator komputer.

tenaga

29

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB J
JADWAL PENUGASAN
TENAGA AHLI
Jadwal Penugasan Tenaga Ahli dalam pekerjaan Pendataan Penerbitan
Perijinan Pembangunan Perumahan Di Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah
Timur dapat dilihat pada table berikut:
Tabel J.1
Jadwal Penugasan Tenaga Ahli dalam Pekerjaan
Pendataan Penerbitan Perijinan Pembangunan Perumahan
Di Kabupaten/Kota Tertentu Di Wilayah Timur
No.

NAMA TENAGA AHLI

POSISI YANG DIUSULKAN

BULAN KE2
3
4

Jml
MM

1.

Ahli Statistik (Ketua Tim)

2.

Ahli Manajemen
Data/Informasi

3.

Ahli Analisa/ Pengolah Data

4.

Ahli Analisa/ Pengolah Data

5.

Ahli Analisa/ Pengolah Data

30

PENDATAAN PENERBITAN PERIJINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN


DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU DI WILAYAH TIMUR

BAB K
SISTEM PELAPORAN
Merujuk pada KAK yang diberikan, Sistem Pelaporan dalam Pekerjaan
Analisis Skenario Penganggaran Berdasarkan Target Output 2015-2019
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel K.1
Sistem Pelaporan dalam Pekerjaan
Analisis Skenario Penganggaran Berdasarkan Target Output 20152019
No
.
1.

JENIS LAPORAN
Laporan
Pendahuluan

2.

Laporan Antara
(Interim)

3.

Laporan Akhir
Sementara

4.

Laporan Akhir

5.

Ringkasan
(executive
summary)
CD

6.

MUATAN

JADWAL PENYERAHAN

Laporan Pendahuluan adalah laporan


yang menjelaskan tentang pendekatan
dan metode kerja konsultan, rincian
kegiatan dan jadual pelaksanaannya
(program kerja), dan rincian penugasan
masing-masing tenaga ahli yang
disertai dengan uraian tugas dan
tanggung jawabnya (matriks) serta
rencana konsep outline laporan akhir
Laporan Antara adalah laporan yang
memuat seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan sampai dengan
terumuskannya laporan antara tersebut.
Laporan Akhir Sementara, yaitu laporan
yang memuat seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan sampai dengan telah
adanya gambaran mengenai keluaran
yang diharapkan dari adanya kegiatan
ini.
Laporan Akhir, yaitu laporan yang
merupakan penyempurnaan dari
laporan akhir sementara yang telah
disusun sebelumnya
Executive Summary berisi ringkasan
laporan akhir yang dibuat dalam format
buku
CD berisi produk seluruh proses
kegiatan

Laporan akan diserahkan


paling lambat 1 (satu)
bulan
sejak dikeluarkannya
SPMK

Laporan akan diserahkan


2 (dua) bulan setelah
penerbitan SPMK
Laporan akan diserahkan
3 (tiga) bulan setelah
penerbitan SPMK

Laporan akan diserahkan


paling lambat 4 (empat)
bulan
setelah penerbitan SPMK

31

Anda mungkin juga menyukai