Anda di halaman 1dari 7

ASPEK HUKUM DALAM KEPERAWATAN

MALPRAKTEK PADA ANAK

MAKALAH
Disusun sebagai Tugas Mata Ajar
Etika dan Hukum Keperawatan
Dosen Pengampu: DR.Enie Novieastari, S.Kp, MSN

Penyusun:
Kelompok VII
1. Desi Kurniawati

1406522733

2. Dewi Irianti

1406596933

3. Lina Mahayati

1406523061

4. Winda Darpianur

1406597425

PROGRAM STUDI MAGISTER PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER 2014

1. Konsep Malpraktek
Malpraktek dalam keperawatan merupakan istilah yang lebih spesifik
membahas kegagalan seorang profesional dalam bertindak sesuai dengan
standar yang berlaku atau kegagalan untuk memperkirakan konsekuensi dari
tindakan yang dilakukan oleh profesional yang telah memiliki keterampilan
dan pendidikan (Guido, 2006). Croke (2003) mendefinisikan malpraktek
sebagai tindakan yang tidak tepat, tidak beretika, tidak beralasan dan kurang
terampil yang dilakukan oleh seorang profesional. Malpraktek didefinisikan
bervariasi di dalam undang undang sesuai dengan praktik keperawatan,
kebijakan suatu lembaga standar yang telah ditetapkan, yang semuanya dapat
dipertimbangkan di pengadilan.
Pengadilan mendefenisikan malpraktek sebagai kesalahan atau gegabah dalam
perawatan menyebabkan cedera, penderitaan atau kematian pihak yang
dirugikan dan merupakan hasil dari kelalaian, kecerobohan yang mengabaikan
aturan dan prinsip keterampilan profesional yang ditetapkan ataupun
bersumber dari niat jahat atau kriminalitas (Guido, 2006). Untuk menentukan
secara pasti malpraktik, Brent (2001); Lazaro (2004) menjelaskan 4 kriteria
yang harus dipenuhi yaitu:
A. Kewajiban (duty)
Perawat memiliki kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan
beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar asuhan keperawatan.
Tugas yang seharusnya dilakukan perawat tetapi tidak dilakukan kepada
pasien. Dalam hal ini perawat berhutang kewajiban terhadap pasien.
B. Pelanggaran kewajiban (Breach of the duty)
Pelanggaran terjadi sehubungan dengan

kewajibannya,

artinya

menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar


profesinya. Perawat gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai dengan
standar keperawatan.

C. Cedera (Injury)

Pasien menderita cedera secara langsung emosional atau fisik pada waktu
mendapat pelayanan keperawatan. Cedera bisa baru terjadi, atau
bertambah buruknya cedera yang ada.
D. Mendatangkan akibat (Causation)
Pelanggaran terhadap kewajibannya mendatangkan akibat yang berdampak
negatif bagi pasien. Harus ada bukti kuat bahwa pelanggaran kewajiban
oleh praktisi kesehatan menyebabkan hal yang buruk bagi pasien secara
tidak langsung.
2. Kasus
An. B berusia 12 tahun menderita kelumpuhan sejak 8 tahun yang lalu.
Kejadian ini bermula saat An. B menjadi korban dugaan malpraktek yang
dilakukan oleh perawat. An. B dibawa orang tuanya berobat di klinik dr. F
yang baru setahun buka dengan mengontrak salah satu rumah warga di
Kampung Krompol, Desa Paya Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kab. Serdang
Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pada saat itu An. B berusia 4 tahun,
mengalami benjolan kelenjar sebesar telur puyuh di bagian punggungnya.
Benjolan itu sudah ada sejak masih bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr. F
menyarankan agar benjolan itu sebaiknya dioperasi. Orang tua pasien pun
menyetujui dilakukannya tindakan operasi dan dilakukan operasi pada tanggal
12 September 2004.
Dokter F mengatakan kepada keluarga bahwa yang melakukan tindakan
operasi bukan dirinya karena dia hanya seorang dokter umum, tetapi rekan
sejawatnya, dokter bedah di RSUD Kumpulan Pane Kota Tebing tinggi yang
ternyata adalah seorang perawat. Perawat berinisial Ag melakukan operasi
bersama temannya bernama Ai. Pada saat operasi berlangsung, dr.F tidak ikut
membantu, tetapi hanya menyaksikan bersama dengan keluarga pasien.
Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Benjolan yang ada di punggung An. B
akhirnya diangkat dan dibuang, tetapi luka bedah pada benjolan yang telah
dibuang itu mengalami perdarahan, sehingga penyembuhan luka cukup lama
sampai memakan waktu enam bulan.

Beberapa bulan setelah operasi, tubuh An. B menjadi lemas dan kaku, bahkan
kedua kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan. An. B hanya dapat berbaring dan
duduk di rumahnya sambil menjalani proses pengobatan. Setelah 6 bulan
melakukan operasi kepada An.B, klinik dr. F ditutup dan tidak beroperasi lagi.
Perawat Ag sempat membantu biaya pengobatan sebanyak 2 kali, tetapi setelah
itu sudah tidak pernah kelihatan lagi. Sejak saat itu, An. B tidak bisa lagi
bermain dengan anak-anak seusianya. Sampai sekarang, kedua kaki An. B
lumpuh, timbul tulang di telapak kaki kiri, telapak kaki kanan berlubang,
kencing bernanah dan susah buang air besar. Pihak keluarga akhirnya
mengambil sikap melaporkan dr. F dan rekannya ke Mapolres Tebing Tinggi,
karena dugaan telah melakukan malpraktek terhadap anaknya. Proses hukum
atas kasus ini sedang diproses dan masih dalam tahap pemanggilan saksi
(Sumber: Posmetro Medan & KPK Pos).
3. Analisa Kasus
3.1 Berdasarkan Konsep Malpraktik
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk malpraktik keperawatan, karena
telah memenuhi keempat kriteria (duty, breach

of the duty, injury,

causation), yaitu :
A. Perawat Ag berkewajiban melakukan tugasnya sebagai seorang perawat
sesuai dengan kewenangannya. Perawat tersebut melakukan hal di luar
kewenangan profesinya dan melakukan kewenangan profesi lain
(dokter).
B. Perawat Ag gagal melakukan tanggung jawabnya sesuai standar profesi
perawat dimana kewajiban perawat melaksanakan asuhan keperawatan
yang holistik.
C. Perawat Ag membuat pasien menderita cedera fisik dan perdarahan
D. Tindakan operasi mandiri Perawat Ag mendatangkan akibat yang buruk
bagi pasien yaitu pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka
waktu yang lama serta mengalami kelumpuhan.

3.2 Berdasarkan Kajian Hukum

A. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB III Hak dan


Kewajiban dalam Pasal 4 bahwa setiap orang berhak atas kesehatan.
Dalam

hal

ini

klien

berhak

mendapatkan

pengobatan

guna

mendapatkan kesehatan dan setiap orang mempunyai hak dalam


memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, serta
terjangkau. Pada kasus An. B klien tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau karena klien mengalami
luka yang mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Hal ini membuat
pengobatan klien semakin lama dan biaya yang dikeluarkan semakin
besar.
B. UU RI No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
1. Pasal 32 ayat 2 menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang
tindakan medis kepada perawat dapat dilakukan secara delegatif
dan mandat. Selanjutnya, pada penjelasan ayat 4 dapat diketahui
bahwa tindakan medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif
adalah menyuntik, memasang infus, dan memberikan imunisasi
sedangkan secara mandat yaitu pemberian terapi parenteral dan
penjahitan luka. Berdasarkan kasus diatas, Perawat Ag telah
melakukan tindakan pembedahan, tindakan tersebut di luar
kewenangan yang diperbolehkan dalam UU Keperawatan.
2. Pasal 36 menjelaskan bahwa perawat melaksanakan praktek
keperawatan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang
bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, profesi, SPO,
atau ketentuan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan kode
etik keperawatan (PPNI, 2005), perawat juga berhak

menolak

tindakan operasi secara mandiri yang bertentangan dengan kode


etik keperawatan antara perawat dan teman sejawat. Perawat harus
bertindak

melindungi

klien

dari

tenaga

kesehatan

yang

memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis


dan ilegal.
3. Pasal 37 poin (f) menjelaskan bahwa perawat dalam melaksanakan
praktik

keperawatan

berkewajiban

melaksanakan

tindakan

pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai


dengan kompetensi perawat. Pelayanan keperawatan berdasarkan

standar kompetensi perawat Indonesia merupakan rangkaian


tindakan yang dilandasi aspek etik legal dan peka budaya untuk
memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan
prosedural, pengambilan keputusan klinik yang memerlukan
analisi kritis serta kegiatan advokasi dengan menunjukkan perilaku
caring. Berdasarkan kasus diatas, perawat tidak melakukan
pelayanan

keperawatan

sesuai

ranah

kompetensi

praktik

profesional, etis, legal dan peka budaya (PPNI, 2005).


Malprakek yang dilakukan oleh perawat Ag akan memberikan dampak yang
luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada institusi pemberi
pelayanan keperawatan, individu perawat pelaku malpraktek dan terhadap
profesi. Secara hukum Perawat Ag dapat dikenakan gugatan hukum pidana
dan perdata, sedangkan secara profesi Perawat Ag dapat dikenakan sanksi
disiplin profesi perawat yang akan dikeluarkan oleh Konsil Keperawatan.

DAFTAR REFERENSI
Brent, N. J. (2001). Nurses and the law: A guide principles and applications.
Pennsylvania: W.B. Saunders Company.
Croke, E.,M. (2003). Nurses, negligence and malpractice. American Journal
Nursing, 103(9), 54-63. Diunduh dari
http://www.nursingcenter.com/lnc/pdfjournal?AID=423284&an=00000446200309000-00017&Journal_ID=&Issue_ID
Guido, G.W. (2006). Legal & ethical issues in nursing. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Lazaro, R. T. (2004). Ethical and legal analysis of a patient case. The Internet
Journal of Allied Health Sciences and Practice, 2(1), 1-6. Diunduh dari
http://ijahsp.nova.edu/
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2005). Kode etik keperawatan.
Diunduh tanggal 16 November 2014 dari http://www.innappni.or.id/index.php/kode-etik
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2005). Standar kompetensi
perawat Indonesia. Diunduh tanggal 16 November 2014 dari
http://www.inna-ppni.or.id/index.php/standar-kompetensi
Posmetro. (2013, Mei 6). Bocah lumpuh korban malpraktek UN di rumah. Pos
Metro Medan. Diunduh dari http://www.posmetro-medan.com/?p=9406
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Wanda. (2013, Mei 13). Dioperasi perawat , akhirnya lumpuh. KPK Pos. Diunduh
dari http://kpkpos.com/

Anda mungkin juga menyukai