Bab 2 Jkhwadlajhdljawhdljwhdlahlahwldawh
Bab 2 Jkhwadlajhdljawhdljwhdlahlahwldawh
TINJAUAN TEORI
a.
Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis
yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat ( Dahlan, 2009.Hal 2190 )
Pneumonia adalah infeksi acut jaringan paru (saluran nafas bagian bawah) yang sebagian
besar disebabkan oleh bacteri secara primer atau sekunder setelah infeksi virus ( Corwin, 2001.hal
411 ).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenchim paru yang umumnya disebabkan oleh agen
infeksius (Smeltzer & Bare, 2001, h. 57).
paru, yang biasanya berhubungan dengan pengisian cairan pada alveoli yang disebabkan dari
berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi (Dongoes, 2000 h 164).
Gambar no 2.2.
Pneumonia
Diakses dari : http://dhiez.wordpress.com/2008/05/02/virus-penyakit-pneumonia
1)
2)
yang terjadi lebih 48 jam atau lebih setelah penderita dirawat di rumah sakit baik di
ruang perawatan umum maupun di ICU tetapi tidak sedang menggunakan ventilator.
Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama
dalam perawatan dan sepertiganya mungkin akan meninggal.
Ventilator Asssociated Pneumonia ( VAP ) yaitu, pneumonia yang terjadi setelah 48 72
3)
b. Etiologi
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada setiap tipe pneumonia, dan hal ini berdampak
kepada obat yang harus diberikan. Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dikategorikan
sebagai pneumonia bacterialis yang disebabkan oleh kuman dan pneumonia atypikal yang
disebabkan oleh selain bacteri seperti virus, jamur, parasit . Penyebab pneumonia yang lain
adalah akibat terapi radiasi pada penyakit kanker payu dara atau paru, dan aspirasi akibat
masuknya kandungan lambung kedalam paru paru.
Jenis bakteri berbeda - beda di antara negara satu dengan yang lain , antara satu daerah
dengan daerah lain pada suatu negara, di luar rumah sakit dan di dalam rumah sakit, rumah
sakit besar / tersier dengan rumah sakit yang kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola
kuman di suatu tempat . Seperti contoh di RSCM tahun 2006 2007 melakukan study lokal
pasien VAP (Ventilator Asssociated Pneumonia ) ditemukan beberapa jenis kuman yaitu
Acinatobacter anitratus,Psedomonas Aureginosa, Klebsiela Pneumonia, Stapylococcus epidermis
di
Indonesia belum
(
( adenovirus,
Diabetes
nosokomial .
a) Stapylococcus Aureus pada pasien koma, cidera kepala, influensa, dan Intubasi
endotracheal
b) Methicillin resisten pada pasien pemakaian antibiotika,DM, gagal ginjal
c) Psedomonas Aureginosa pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik lebih 2
hari, rawat ICU 2 hari atau lebih, kelainan struktur paru
( bronkiektasis,kistik
fibrosis,dan malnutrisi).
d) An aerob pada pasien aspirasi dan setelah operasi abdomen.
e) Acintobacter SP pada pasien antibiotik sebelum onset pneumonia dan penggunaan
ventilasi mekanik.
4) Faktor resiko terjadinya pneumonia nosokomial dibagi
menjadi 2 golongan :
a) Tidak bisa dirubah yaitu berkaitan dengan inang ( jenis kelamin pria, penyakit paru
kronik, dan gagal organ jamak ), dan terkait tindakan yang diberikan ( Intubasi dan
slang nasogastrik )
b) Faktor yang dapat dirubah dapat dilakukan dengan melakukan upaya mengontrol
infeksi, desinfeksi dengan alcohol pada saat menyuntik, pengontrolan pathogen
resisten( Multidrug Resistent - MDR ), penghentian dini alat invasive, dan pengaturan
pemakaian antibiotika yang tepat.
Maka dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat beberapa faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia sbb:
a) Jenis kelamin : pria lebih dominan karena diduga dengan kegiatan pria lebih sering
keluar rumah
b) Penyakit imunospresif dengan atau tanpa terapi ( terapi kostikosteroid ), karena terjadi
penurunan daya tahan tubuh.
c) Faktor usia , pada lansia ( usia 6o tahun) dimana kondisi tubuh sudah menurun.
d) Penyakit kronis seperti payah jantung, Gagal
k) Menggunakan alat invasive terapi pernafasan seperti intubasi, ventilasi mekanik sangat
beresiko pneumonia bila tindakan yang dilakukan tidak memperhatikan tehnik sterilitas.
Kuman dapat juga masuk melalui line infuse bila penyuntikan atau penggantian infuse
tidak dilakukan dengan tehnik steril.
d.Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pneumonia beragam sesuai penyebabnya. Pada pneumonia bakteria
atau pneumokokus secara khas di awali dengan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39.5 sampai 40.50c), serta nyeri dada yang terasa seperti di tusuk tusuk pada saat bernafas
dan batuk, peningkatan frekuensi pernapasan antara 25 sampai 45 kali per menit , pernapasan
stridor, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot otot aksesori pernafasan.
pneumonia
Tanda dan gejala yang lain terjadi pada pasien dalam kondisi tertentu seperti kanker,
atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresif yang menurunkan daya
tahan terhadap infeksi adalah menunjukkan demam, kreckles, dan terdapat
area solid
(konsolidasi) pada lobus paru paru, terjadi peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi
nafas broncho vesicular atau bronchial, egofoni (auskultasi terdengar bunyi mengembik), dan
bisikan pektroliloquy (bunyi bisikan ).Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih
baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) dari pada melalui jaringan normal.
Pada pasien lansia dengan riwayat PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun), gejala gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Kesulitan untuk mendeteksi terjadi karena telah
mengalami gangguan fungsi paru yang serius, tetapi sputum purulen mungkin menjadi satusatunya tanda pneumonia.
Tanda
pneumonia antara lain adalah penurunan kesadaran, takhipnoe ( frekuensi pernafsan lebih
dari 30 kali per menit, tekanan darah rendah kurang dari 90/60 mmHg, Takhikardi frekuensi
nadi lebih dari 100 kali per menit, Suhu badan dapat rendah kurang dari 35
celcius atau
panas lebih dari 40. 0Celcius, dan terbukti adanya infeksi extra paru yang ditunjang dengan
hasil Laboratorium : Lekosit kurang dari normal 4.000 atau bisa leukositosis lebih dari
30.000/mm3, Hipoxemia PaO2 kurang dari 60 mmHg , Hiperkarbi PCO2 lebih dari 50 mmHg,
asidosis dengan PH kurang dari 7.35, Kreatinin tinggi lebih dari 1.2 mg% , ureum 20 mg%,
anemia Hb dibawah 9 gr%, HT dibawah 30% serta hasil foto thorak lesi lobus jamak, rongga
perluasan, dan efusi pleura.
e.Gambaran Patogenesis
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme, dan
lingkungan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor yaitu : keadaan imunitas , microorganisme yang
menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan
menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik,
rencana terapi secara empirik dan prognosis pasien.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus oleh
Stapyilococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas
Auroginosa dan Enterubacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme
penyebab pneumonia yaitu akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan
kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan , dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat
hingga menimbulkan karakteristik kuman.Terjadinya peningkatan patogenensis/jenis kuman
akibat adanya mekanisme, terutama oleh Stapyilococcus aureus, B Catrrhalis, H Influensa,
enterobacteriae, dan berbagai enterik gram positif yang masuk ke paru- paru bagian bawah.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
antaranya yaitu :
1)
Pneumonia bakteria
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dari seluruh lobus pada
pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau broncopneumonia menunjukkan
penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi
dan mengenai broncus.
2)
Pneumonia Pneumokokus
b)
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) alveolus terisi oleh sel-sel darah merah,
eksudat, dan fibrin akibat reaksi dari peradangan.
c)
Hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-paru tampak abu-abu terjadi sewaktu leukosit
mengkolonisasi bagian paru-paru yang terinfeksi. Endapan fibrin terakumulasi di
daerah paru yang terserang
d)
Resolusi (7-11 hari) terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel, fibrin,bakteri telah dicerna, dan waktunya makrofag dan sel pembersih
mendominasi.
penyakit-
pneumonia
Pneumonia Stafilokokus
Pneumonia pseudomonas
Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau
yang menderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang menderita
leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis tinggi).
Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6)
Pneumonia Virus
7) Pneumonia Mikoplasma
Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia yang
diakibatkannya karena cairan bersifat kimia, reaksi reaksi dari asam lambung, dan
bersifat bakterial oleh karena adanya organisme yang mendiami mulut atau
lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau sesudah anestesi (terutama pada
pasien dengan pembedahan darurat karena kurang persiapan pembedahan), pada
anak-anak dan pasien yang disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah.
dapat menimbulkan
kematian yang tiba-tiba, karena adanya obstruksi jalan napas, sedangkan aspirasi isi
lambung dalam jumlah yang sedikit dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang
menyebar luas dan kegagalan pernafasan. Beratnya respon peradangan lebih
tergantung dari pH zat yang diaspirasikan. Aspirasi pneumonia selalu terjadi karena
pH dan zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi pneumonia sering
menimbulkan komplikasi abses, bronchiectase, dan gangreen. Muntah bukan sarat
masuknya isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi dapat
juga terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi.
Paling penting pasien harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret
orofaryngeal dapat keluar dari mulut.
Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang
dangkal dan terus menerus dalam posisi yang sama. Daya tarik bumi menyebabkan
darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi membantu timbulnya
pneumonia yang sesungguhnya
10) Pneumonia Jamur
Tidak sesering bakteri, beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru supuratif
granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dari infeksi
jamur bersifat endemic pada daerah tertentu.
Contoh : Spora jamur yang ditemukan dari dalam tanah terinhalasi. Spora yang
terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis terjadi reaksi peradangan
disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan patologis ini mirip sekali dengan
TBC sehingga perbedaan kurang dapat ditentukan dengan menemukan dan
pembiakan jamur dari jaringan paru. Tes serologi dan tes hypersensitifitas kulit
yang lambat belum menunjukkan tanda positif sampai beberapa minggu sesudah
terjadi infeksi, bahkan pada penyakit yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia
jamur sering menimbulkan komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut,
terutama pada penyakit yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida
albicans adalah sejenis ragi yang sering ditemukan pada sputum orang yang sehat
dan dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan antibiotik yang lama juga dapat
mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan invasi candida. Amfoterisin B
merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada paru.
Secara umum pneumonia bacterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan
eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah
putih, kebanyakan neutrophil, juga bermigrasi kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkhospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengabibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah yang keluar
dari paru-paru melalui area yang kurang terventilasi akan keluar ke aorta tanpa
mengalami oksigenasi yang adekuat sehingga berakibat hipoksemia arterial.
a. Pemeriksaan Penunjang
a.
imunitas, misal neutropenia pada kuman gram negatif atau stafilociccus aureus pada
keganasan dan gangguan kekebalan. Kelainan yang lain yaitu peningkatan laju endap
darah,fungsi hati (mungkin terganggu ), peningkatan ureum darah ( kreatinin masih
dalam batas normal), dan analisis gas darah (AGD) menunjukkan hypoksemia dan
hypercarbia bahkan pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
b.
Pemeriksaan bakteriologis :
Preparat pemeriksaan diambil
f.Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Namun foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk kearah diagnosis etiologi.
Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, broncopneumonia oleh antara lain
stapilococcus, virus, atau micoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah
untuk kuman aspirasi, tetapi pada pasien yang tidak sadar bisa terdapat dimana saja.
Infiltrat pada lobus atas biasanya pada klebsiella Sp, TBC atau amiloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi infiltrat akibat Stapilococcus dan bacteremia. Gambaran radiologis
pada pneumonia yang disebabkan klebsiella sering menunjukan adanya konsolidasi yang
terjadi pada lobus kanan atas dan kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran
infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia disebabkan oleh kuman
pseudomonas. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/ supurativa,
abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuman stapilococus
aureus. Ulangan foto perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya keberhasilan dari terapi
karena resolusi Pneumonia berlangsung 4 12 minggu.
g. Diagnosis
Penegakan diagnosa dibuat dengan maksud pengarahan pemberian terapi yaitu
mencakup bentuk dan luas infeksi, berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi.
Dugaan microorganisme sebagai penyebab infeksi akan mengarah pada pemilihan terapi
empiris antibiotik. Beberapa jenis kuman pneumonia penyebab menimbulkan tanda dan
gejala yang hampir sama, maka harus ditunjang dengan pengkajian atau anamnese riwayat
penyakit yang lengkap dan jelas, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan penunjang berupa
laboratorium dan Radiologi.
Hasil pemeriksaan fisik bervariasi tergantung etiologi dan gejala
klinis yang
Apabila awal permulaan terjadinya sakit secara acut, biasanya oleh kuman patogen
seperti S pneumonia, Streptococus sp, Stapylococus dan bila disertai dengan mialgia,
malaise, dan batuk kering biasanya disebabkan oleh virus.
2)
Apabila dimulai dengan gejala lebih ringan pada orang tua atau individu dengan imunitas
menurun diakibatkan oleh kuman yang kurang patogen/ oprtunistik, misal : Klebsiela,
Pseudomonas, enterobactereae, kuman an aerob dan jamur.
3). Tanda pneumonia klasik berupa demam dan konsolidasi paru (perkusi paru pekak, ronkee
nyaring,suara pernapasan bronchial). Pada pneumonia komunitas primer berupa Broncho
Pneumonia, Pneumonia lobaris/ pleuropneumonia dan pada skunder tidak khas karena
didahului dari penyakit dasarnya.
4). Warna, jumlah dan konsistensi lendir perlu diperhatikan.
Beberapa prinsipdalam menegakan diagnosis secara umum :
1)
2)
Pemeriksaan fisik : ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium
resolusi.
3)
4)
h. Terapi
Pada pasien rawat inap AB (antibiotik) harus diberikan dalam 8 jam pertama di rawat
di rumah sakit. Pemilihan AB disesuaikan berdasarkan tempat perawatan berlangsung (rawat
jalan, rawat inap, intensif ) dan adanya penyakit kardipulmoner. Namun efektifitas AB
tergantung pada kepekaan kuman, penetrasi pada lesi infeksi, interaksi dengan obat lain dan
reaksi pasien seperti alergi atau intoleransi. Pemberian
AB tunggal, yang paling cocok pada pneumonia komunitas yang dalam kondisi masih baik.
2)
i.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Vankomisin.
7)
Linesolid.
Pencegahan Pneumonia
1)
2)
Bagi pasien yang mengalami penurunan kesadaran, reflek batuk dan reflek menelan
buruk, lakukan penghisapan sekresi secara rutin / sering.
3)
Berikan dorongan individu untuk berhenti merokok dan mengurangi masukan alkohol.
4)
Tingkatkan hygiene oral terutama bagi pasien tidak makan melalui mulut
5)
6)
Merubah posisi secara teratur dengan posisi kepala lebih tinggi ( 30-40) untuk mencegah
aspirasi isi lambung.
7)
Memberikan makanan secara kontinyu dan sedikit demi sedikit melalui Gastric Tube,
sehingga tidak muntah dan aspirasi.
8)
9)
Melakukan suction Tracheostomi dan Endo Tracheal Tube, memberikan obat obat
suntikan, dan mengganti balutan dengan tehnik steriel
10) Mengganti secara berkala alat-alat yang digunakan oleh pasien, misalnya : Naso Gastric
Tube, Cateter urine, Set Infus.
11) Pastikan bahwa peralatan pernafasan dibersihkan dengan tepat.
12) Perlu perhatian pada pasien lansia pasca operatif, pasien yang dapat terapi sistim imun,
pasien yang dalam gangguan pernafasan dan yang tidak sadar .
13) Lakukan terapi fisik dada untuk mengencerkan sekresi dan meningkatkan pengeluaran
sekresi.
14) Tingkatkan nutrisi yang adekuat bagi lansia terutama yang tinggal di rumah jompo atau
keluarga dengan pneumonia.
j.
Penatalaksanaan
1)
2)
2. Konsep Usia
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makh
luk, baik yang hidup maupun yang mati( umur manusia diukur sejak dia lahir hingga waktu umur
itu dihitung ).
Usia atau umur adalah salah satu variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan
penyelidikan epidemiologi.Angka angka kejadian ataupun kesakitan hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur ( Notoatmodjo, 2007) . Dengan bertambahnya usia lanjut
seseorang akan diikuti penurunan semua fungsi organ tubuh sehingga pada masa lanjut usia
akan terjadi penurunan daya tahan tubuh atau dengan kata lain rentan terhadap penyakit.
tahan tubuh
virus.
=f &aqi=g5&oq=&q
mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
c. Disfungsi neurologis.
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnoe berulang dan
pasien yang membutuhkan hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra
cranial , memerlukan penggunaan ventilasi mekanik.
Pasien dapat terjadi hipotensi akibat dari adanya tekanan positif pada rongga thorax
sehingga darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, dan cardiac
output juga menurun.
Darah yang melalui paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan
positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga
resiko terjadinya pneumothorax.Efek pada organ lain akibat cardiac output menurun,
perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar dan ginjal, tetapi akibat tekanan
positif di rongga thorax, darah yang kembali dari otak terhambat sehingga dapat terjadi
tekanan peningkatan intrakranial.
aspirasi cairan lambung, tidak berfungsinya penggunaan ventilator, dan kerusakan jalan
nafas bagian atas.
b.Sistem kardiovaskuler
Pasien hipotensi atau menurunnya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik
vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan
tekanan tinggi.
c.Sistem saraf pusat
Terjadinya
terjadi karena
peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi, dan dapat terjadi
juga peningkatan tekanan intra cranial.
d.Sistem gastrointestinal
Distensi lambung, illeus, dan perdarahan lambung.
e.Gangguan psikologi : Cemas dan takut, dan gangguan komunikasi
berkala, posisi alih baring minimal 3-4 jam sekali,posisi kepala 30-40 derajad, thorax foto
tiap 2-3 hari, analisa gas darah dan kontrol gula darah sewaktu minimal tiap pagi.
d.Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan bahwa infeksi tersebut berasal
dari rumah sakit.
Patogenesis
Interaksi antar pejamu ( pasien, perawat, dokter dan lain- lain ), agen ( mikrooganisme
patogen ) dan lingkungan ( lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dan lain- lain )
menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.
Pejamu
Agen
Lingkungan
Sumber infeksi
a. Petugas rumah sakit ( perilaku ) : kurang atau tidak memahami cara penularan penyakit,
kurang atau tidak memperhatiakn kebersihan, kurang atau tidak memperhatikan tehnik
aseptik dan antiseptik, menderita suatu penyakit tertentu, dan tidak mencuci tangan
sebelum atau sesudah melakukan tindakan.
b. Alat-alat yang dipakai ( alat kesehatan, linen dll ) : kotor atau kurang bersih / tidak steril, rusak
atau tidak layak pakai, penyimpanan kurang baik, dipakai berulang dan lewat batas waktu.
c. Pasien : kondisi sangat lemah, kebersihan kurang, menderita penyakit kronis/ menahun dan
menderita penyakit menular.
d. Lingkungan : tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk, ventilasi sirkulasi kurang
baik, ruangan lembab, banyak serangga, perhatikan kebersihan dan kelembaban,
dan
pembuangan limbah.
6. Konsep Merokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah (menurut wikipedia). Rokok dibakar pada salah satu
ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung
lain.
Merokok adalah membakar rokok pada salah satu ujungnya dan menghirup asap rokok
tersebut melalui mulut pada ujung rokok yang lain.
Terdapat 2 jenis perokok :
a. Perokok aktif adalah seseorang yang melakukan kegiatan merokok secara rutin setiap hari.
b. Perokok pasief adalah seseorang yang tinggal bersama perokok aktif setiap hari.
Merokok berdampak bagi kesehatan, akibat partikel patikel asap rokok yang mengandung
benzopiren, dibenzopiren, uretan, dan tar yang dihirup masuk ke paru - paru dan melalui semua
aliran pembuluh darah. Gangguan tersebut antara lain pada paru paru terjadi perubahan
struktur dan fungsi saluran napas dimana sel mukosa membesar (hipertrofi), kelenjar mucus
bertambah banyak (hiperplasia) , terjadi peradangan jaringan paru,
penyempitan akibat
bertambahnya sel dan penumpukan lendir, dan kerusakan atau kekakuan alveoli. Seorang
perokok akan merasakan timbul gejala klinis penyakit obstruksi paru menahun ( PPOM )
ataupun kanker paru.Dampak lain adalah dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner
karena terjadi penyumbatan arteri koroner, stroke karena terjadi penyumbatan pembuluh
darah otak, dan dapat terjadi trombosis pengapuran serta pembuluh darah perifer karena
partikel asap rokok merusak semua dinding pembuluh darah. Gangguan gangguan tersebut
dapat juga terjadi juga pada orang sekitar yang secara rutin tidak sengaja menghirup asap
rokok,oleh sebab itu perlu ada tempat khusus untuk merokok dan dibuat peraturan tidak
merokok di tempat-tempat umum, sekolah, kendaraan umum, maupun ruangan tempat kerja.
Skor
fleksi kejang/abnormal
C, Respon verbal
percakapan normal
percakapan kacau
bersuara
tidak bersuara
Skor GCS Total (E + M + V) = 3 sampai 15. Intrepretasi atas skor total GCS pada
umumnya adalah sebagai berikut:
15 = normal
< 8 = koma
B. Penelitian terkait
1. Parno Wijoyo dan Khairudin, tahun 2008
Judul penelitian Kajian penggunaan antibiotika pada kasus Pneumonia yang dirawat
pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr Kariadi Semarang. Penelitian rasionalitas penggunaan
antibiotika pada 94 pasien Pneumonia tersebut didapatkan ketepatan pemberian antibiotika
100%. Ketepatan jenis antibiotika adalah 100%, ketepatan dosis dan frekuensi pemberian
antibiotika 1,06% tidak rasional, sedangkan 98,93% adalah rasional. Ketepatan rute pemberian
antibiotika adalah 100% rasional. Ketepatan lama pemberian antibiotika ada perbedaan antara
pengelolaan Pneumonia. Dengan kesimpulan : Penelitian rasinalitas pada 94 pasien Pneumonia
yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUP Kariadi, 93% rasional sedangkan 1,06% tidak
rasional.
Kata kunci : Rasionalitas antibiotik, Pneumonia.
2.Ikeu Nurhidayah S.Kep Ners, tahun 2008.
Judul penelitian : Upaya keluarga dalam pencegahan Infeksi saluran napas Acut (ISPA)
di rumah pada balita di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasik Malaya. Hasil penelitian berjenis
deskriptif kuantitatif yang dilakukan kepada 42 responden keluarga yang memiliki balita yang
terkena, menunjukkan bahwa sangat sedikit responden yang memiliki upaya yang buruk dalam
melakukan pencegahan ISPA pada balita, yaitu 14,28%. Setengah responden (57,14%) memiliki
upaya yang cenderung buruk dan sebagian kecil responden (26,19 %) memiliki upaya yang
cenderung baik. Dan sangat sedikit yang memiliki upaya baik dalam melakukan pencegahan ISPA
pada balitanya, yaitu 2,38%. Sedangkan untuk sub variable, upaya keluarga dalam melakukan
perawatan ISPA pada balita didapatkan hasil setengahnya responden (52%) memiliki upaya yang
baik, sebagian kecil responden (36%) meiliki upaya cenderung baik, 12% memiliki upaya yang
cenderung buruk, dan tak seorangpun responden (%) yang memiliki upaya buruk dalam
melakukan perawatan ISPA pada balita.Berdasarkan penelitian tersebut di atas, maka
disarankan agar semua pihak terutama keluarga berpartisipasi untuk meningkatkan upaya
pencegahan terjadinya ISPA pada balita terutama dengan menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat, serta diharapkan agar petugas kesehatan dari Puskesmas maupun dari kader
kesehatan lebih intensif memberikan penyuluhan kesehatan. Dengan penyuluhan tentang
pencegahan dan perawatan pada balita ISPA, diharapkankeluarga lebih mengerti dan
termotivasi untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan pada balita dengan ISPA,
sehingga dapat mengurangi penderita Pneumonia.
Kata kunci : Upaya keluarga, Pencegahan dan Perawatan infeksi Saluran Pernapasan Acut, Balita.
untuk memperhatikan faktor kesehatan lingkungan dengan memperhatikan septik - anti septik,
kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani pasien.
C.
Faktor Predisposisi :
1. Usia
2. Perokok
3. Penyakit kronis (Jantung, sepsis,
koma, DM)
4. Penyakit paru, Cidera paru,
Torakotomi, PPOK.
Faktor Pemungkin :
1. Lingkungan
2. Alkoholik
3. Mendapat antibiotic spectrum
luas
4. Malnutrisi
Faktor Penguat :
1. Penggunaan Ventilasi mekanik
2. Lama rawat
3. Daya tahan tubuh menurun
4. Penurunan kesadaran,
gangguan reflek batuk/
menelan.
Pneumonia