Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 17

Disusun oleh: KELOMPOK B10


Tutor: dr. Debby
M. Arvin Arliando

04011281320014

Dicky Hartono

04011281320016

M. Hafizh Haekal

04011281320042

Leonardus Yogie Ricardo

04011281320050

Nurul Lintang Amelia

04011381320072

Muhammad Ridho

04011381320076

Vita Arya Utami

04011181320014

M. Galih Wibisono

04011181320022

Triza Ahmad Praramadhan

04011181320074

Dita Triyasa

04011181320090

Azan Farid Wajdi

04011181320094

Aulia Ulfah

04011181320100

Yeni Intan Cahyati

04011181320112

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Skenario B Blok 17 sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :
1. Tuhan YME, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Debby selaku tutor kelompok B10
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013
Semoga Tuhan YME memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada semua
orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Palembang, 15 April 2015

Kelompok B10

ii

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..

ii

Daftar Isi

Kegiatan Diskusi...

Skenario.

I.

Klarifikasi Isitlah.

II. Identifikasi Masalah.

III. Analisis Masalah..

IV. Learning Issue..

51

V. Kerangka Konsep

81

VI. Kesimpulan

82

Daftar Pustaka...

83

KEGIATAN DISKUSI
3

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Tutor

: dr. Debby

Moderator

: Leonardus Yogie Ricardo

Sekretaris 1

: Dita Triyasa
: Nurul Lintang Amelia

Pelaksanaan

: 13 dan 15 April 2015


13.00-15.30 WIB

Peraturan selama tutorial

Diperbolehkan untuk minum

Meminta izin kepada moderator untuk meninggalkan ruangan di tengah tutorial

Alat komunikasi mode silent

Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara

Saling menghargai dan tidak saling menggurui

Skenario B Blok 17 Tahun 2015


4

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat,
disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut kanan
atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang yeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata
dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/mnt, RR: 24x/mnt, suhu 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala : sklera ikterik
Leher dan thorax dalam batas normal
Abdomen :

inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien
tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (-)

Ekstremitas : palmar ertiema (-), akral pucat, edema perifer (-)


Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin : Hb: 12,4g/dl, Ht: 36 vol%, leukosit: 15.400/mm, trombosit: 329.000/mm, LED:
77mm/jam
LFT: Bil. Total: 20,49mg/dl, Bil. Direct: 19,94mg/dl, Bil. Indirect: 0,55mg/dl, SGOT: 29u/l,
SGPT: 37u/l, Fosfatase Alkali: 864u/l

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Amylase: 40unit/L, lipase: 50unit/L


I.

Klarifikasi Istilah :

1. Murphy sign
2. Sklera ikterik

3. Shifting dullness
4. Palmar eritema

5. Fosfatase alkali

6. Amylase
7. Lipase
8. Bilirubin direct

9. Bilirubin indirect
10. Bilirubin total
11. SGOT

12. SGPT

: tanda penyakit kantung empedu berupa nyeri saat inspirasi ketika


jari pemeriksa menekan daerah kanan atas abdomen
: kondisi yang dicirikan oleh hiperbilirubinemia dan deposit
pigmen empedu di sklera dan menghasilkan warna kekuningan
pada pasien
: suara pekak yang berpindah pindah saat perkusi akibat adanya
cairan bebas dalam rongga abdomen
: kemerahan pada kulit khususnya pada bagian tenar dan hipotenar
karena vasodilatasi pembuluh darah biasanya ditemukan sirosis
hepatis
: enzim yang diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast,
juga berasal dari usus, tubulus proximalis ginjal, placenta dan
kelenjar susu yang sedang membuat air susu
: enzim yang mengkatalisis peistiwa hidrolisis zat tepung menjadi
molekul yang lebih kecil
: enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari
trigliserida atau fosfolipid
: bilirubin terkonjugasi, bilirubin yang telah diambil sel sel hati dan
dikonjugasikan membentuk bilirubin diglucoronide yang larut
dalam air
: bilirubin tak terkonjugasi, bentuk bilirubin larut dalam lemak
yang bersikulasi dengan asosiasi longgar terhadap protein
: gabungan dari bilirubin direct dan indirect
: enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, seperti
jantung dan hati yang dilepaskan kedalam serum sebagai akibat
dari cedera jaringan
: enzim yang normalnya dijumpai dalam serum dan jaringan tubuh
terutama pada hati yang dilepaskan kedalam serum sebagai hasil
cedera jaringan

II.

Identifikasi Masalah

1. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai
ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila
makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang yeri.
3.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,
mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

4. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/mnt, RR: 24x/mnt, suhu 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
5. Pemeriksaan spesifik:
Kepala : sklera ikterik
Leher dan thorax dalam batas normal
Abdomen :

Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan
lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (-)

Ekstremitas : palmar ertiema (-), akral pucat, edema perifer (-)


6. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin : Hb: 12,4g/dl, Ht: 36 vol%, leukosit: 15.400/mm, trombosit: 329.000/mm,
LED: 77mm/jam
LFT: Bil. Total: 20,49mg/dl, Bil. Direct: 19,94mg/dl, Bil. Indirect: 0,55mg/dl, SGOT:
29u/l, SGPT: 37u/l, Fosfatase Alkali: 864u/l
Amylase: 40unit/L, lipase: 50unit/L
7

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

III.
Analisis Masalah
1. Ny. W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.
a. Bagaimana pembagian region/kuadran pada abdomen beserta organ nya?

Tabel 1. Proyeksi organ pada metode 4 kwadran


Gambar 1. Proyeksi organ pada metode 4 kwadran
8

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Tabel 2. Proyeksi
organ pada metode 9 regio
Gambar 2. Proyeksi organ pada metode 9 regio

b. Bagaimana anatomi dan fisiologi hepatobilier?


(terjawab di Learning Issue)
9

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

c. Apa hubungan usia, jenis kelamin terhadap keluhan?


1. Usia lanjut.
Resiko untuk terkena batu empedu

meningkat

sejalan

dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda. Semakin
meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
i. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
ii. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
iii. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
2. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung
empedu.
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di
Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
4F (Forty, Female, Fatty and Fertile) karena pengaruh esterogen
(kontrasepsi dan kehamilan ) meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol
dalam empedu sehingga meningkatkan angka terjadinya batu kandung empedu.
Jenis kelamin (wanita) dan usia: hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi
pengosongan dan peristaltik saluran ernpedu biasanya pada usia 40 tahun keatas.
d. Bagaimana penyebab dan mekanisme demam dan menggigil?
Demam
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke
ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi
statis potensial sebagai tempat perkembangbiakan kuman infeksi dan

10

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

inflamasi pembentukan PGE2 di hipotalamus peningkatan set point


dihipotalamus demam
Menggigil
Adanya choledokolitiasis aliran cairan empedu menjadi terhambat dan terjadi
inflamasi pada dinding saluran empedu menjadi tempat yang potensial untuk
perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan IL-1
dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus demam
kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh
hipotalus menggigil.

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai
ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang tmbul dan bertambah hebat bila
makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang yeri.
a. Bagaimana mekanisme nyeri perut kanan atas sampai menjalar ke bahu sebelah
kanan?
Nyeri berulang disebabkan oleh benda yang menyebabkan nyeri; dalam hal ini
batu, berada pada suatu saluran berongga, yang memiliki kemampuan untuk
berkontraksi (peristaltic). Saluran berongga yang terdapat di perut kanan bagian atas
adalah ductus hepaticus, ductus biliaris dan ductus choledochus. Jadi kemungkinan
batu berada diantara saluran-saluran tersebut.
Sedangkan penjalaran nyeri disebabkan oleh iritasi pada peritoneum parietal yang
melingkupi vesika felea, dimana organ ini dipersarafi oleh n.Phrenicus yang berasal
dari segmen medulla spinalis C3, C4, dan C5. Sensasi pada segmen medulla spinalis
ini kemudian diteruskan (dialihkan) ke daerah lain yang juga mendapatkan suplai
saraf dari segmen medulla spinalis yang sama, dalam hal ini n.Supraclavikularis yang
mempersarafi daerah bahu (C3, C4).
b. Bagaimana mekanisme mual? (rasa nyeri atau peningkatan bilirubin?)
c. Mengapa nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan berlemak?
Makanan yang berlemak merangsang pengeluaran empedu yang berfungsi untuk
mengemulsi lemak/penyerapan lemak. Sehingga, jika pasien mengkonsumsi banyak

11

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

lemak dapat menyebabkan peristaltik duktus meningkat sehingga menyebabkan


obstruksi yang akan memperberat kolik.
d. Bagaimana proses pencernaan makanan berlemak?
Secara singkat proses pencernaan lemak sudah dimulai dari mulut, yakni dengan
dikeluarkannya enzim lingual lipase yang akan memecah sebagian kecil lemak ke
dalam komponen yang lebih sederhana. Saat memasuki esofagus, lemak dalam bolus
akan dilembekkan dengan suhu esofagus. Kemudian lemak akan masuk ke lambung
dan dimulailah pencernaan yang sesungguhnya. Lambung akan menghasilkan lipase
gastrik untuk memecah lemak menjadi digliserid dan monogliserid. Setelah itu
komponen lemak yang tergabung dalam kimus (sudah tercampur enzim-enzim
lambung) akan masuk ke duodenum, menyebabkan stimulasi dinding usus untuk
menghasilkan:
1. hormon sekretin dari sel S yang akan menstimulasi dihasilkannya enzim-enzim
pankreas,
2. pankreozimin, juga menstimulasi dihasilkannya enzim-enzim pankreas, dan
3. kolesistokinin dari sel CCK untuk stimulasi empedu menghasilkan cairan
empedu.
Di duodenum, lipase usus dan lipase pankreas lebih jauh lagi memecah lemak
menjadi monogliserid agar dapat diabsorbsi usus, dalam hal ini lemak akan dibentuk
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Selain itu empedu yang distimulasi hormon
CCK akan menghasilkan garam empedu untuk kemudian berikatan dengan lemak
membentuk misel.
Misel akan digunakan untuk mengangkut asam lemak rantai panjang ke dinding
usus agar bisa diabsorbsi. Asam lemak rantai panjang selanjutnya akan diabsorbsi
masuk ke sel absorptif usus kemudian berubah bentuk menjadi trigliserida lalu
bergabung atau "diselubungi" protein membentuk kilomikron. Setelah itu ia akan
keluar dari sel absorptif secara eksositosis dan masuk ke lakteal menuju pembuluh
limfe untuk beredar di sirkulasi sistemik melewati duktus thoraksikus kemudian
masuk vena subklavia kiri. Dalam waktu 10 menit pascamakan, setengah dari jumlah
kilomikron di sirkulasi akan dibersihkan lipoprotein lipase untuk dipecah menjadi
asam lemak dan gliserol kemudian didistribusikan ke hepar dan jaringan adiposa
tubuh. Sementara itu garam empedu yang dihasilkan untuk membentuk misel, usai

12

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

digunakan akan diserap ileum kemudian dialirkan ke vena porta untuk di recycle dan
digunakan kembali (siklus enterohepatik).
A. Absorpsi
Hasil pencernaan dari lemak akan diserap kembali ke dalam membran mukosa
usus halus dengan cara difusi pasif. Absorbsi ini paling banyak terjadi di jejenum.
Untuk bentuk gliserol, asam lemak rantai pendek (C4-C6), dan asam lemak rantai
panjang (C8-C10) dapat langsung diserap menuju aliran darah. Sedangkan bagi asam
lemak dengan rantai panjang, monogliserida harus diubah menjadi trigliserida
dahulu. Trigliserida dan lipida besar lainnya (kolestrol, fosfolipida) kemudian
diabsorbsi secara aktif dan menghasilkan kilomikron (jenis lipoproteinalat angkut
lipida). Kilomikron membawa lipida ke jaringan jaringan adiposa melewati limfe
menuju ke darah.
B. Ekskresi
Sebagian besar orang dewasa dapat mencerna dan mengabsorbsi lemak hingga
95%, sisanya, akan dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Garam empedu yang
sususannya terdiri dari kolestrol di dalam usus halus daoat diserap oleh jenis serat
tertentu yang selanjutnya akan ikut dikeluarkan melalui feses. Hal ini dapat
menurunkan kadar kolestrol darah.

Gambar 3. Proses Pencernaan Lemak


e. Apa saja jenis obat penghilang nyeri, indikasi nya, kontraindikasinya?
1. Jenis Obat Analgesik : Fungsi, Efek Samping, Dosisnya
13

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Analgesik adalah sejenis obat yang dibuat untuk menghilangkan rasa nyeri
tanpa harus menghilangkan kesadaran seseorang. Analgesik memiliki sifat seperti
narkotik, yaitu menekan sistem saraf pusat dan mengubah persepsi terhadap rasa sakit
yang diderita. Analgesik sering kali digunakan bersamaan dengan beberapa jenis
obat-obatan lainnya seperti parasetamol dan kodein.
a. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)
Merupakan jenis obat analgesik yang memiliki reaksi tubuh terhadap gangguan
organ tubuh (inflamasi) yang tidak terlalu kuat. Obat ini sangat tidak dianjurkan
untuk dikonsumsi oleh wanita hamil dan ibu menyusui.
Cara Kerja NSAID
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi kerja enzim prostaglandin (zat
kimia yang dihasilkan tubuh yang membuat rasa nyeri, demam, dan peradangan)
sehingga menghasilkan tingkatan yang lebih rendah. Akibatnya dapat mengurangi
peradangan, rasa nyeri, dan demam itu sendiri.
Beberapa jenis obat-obatan yang termasuk golongan ini antara lain :

Aspirin
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, demam, serta saat terjadinya suatu
peradangan. Obat ini juga bisa digunakan untuk mengobati serta mencegah
apabila terjadi serangan jantung, stroke ataupun rasa nyeri pada dada.
Beberapa merk dagang untuk aspirin antara lain, Arthritis Pain, Ascriptin
Enteric, Aspir 81, Aspir-Low, Bayer Aspirin, Bayer Childrens Aspirin,
Bufferin, Easprin, Ecotrin, Ecpirin, Fasprin, Halfprin, Miniprin, St. Joseph
Aspirin.
Penggunaan Aspirin

Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada anak-anak maupun remaja yang
sedang terkena demam, gejala flu, maupun cacar air, karena obat ini dapat

14

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

menimbulkan efek samping yang fatal bagi mereka. Seperti mereka akan
mengalami syndrom reye, yaitu semcm penyakit langka dimana cara
kerjanya dengan mempengaruhi cara kerja otak dan hati.

Bagi pasien yang mengalami gangguan perdarahan pada usus, perdarahan


hemofilia, maupun penderita yang alergi terhadap NSAID, sebaiknya
menghindari penggunaan obat ini.

Pada wanita hamil, obat ini bisa mengakibatkan dampak yang


membahayakan bagi janin. Yaitu gangguan pada jantung serta menurunnya
berat badan saat lahir nantinya. Untuk itu sebaiknya menghindari
pemakaian obat ini.

Bagi pasien yang mengalami gangguan asma, maag, penyakit hati,


jantung, ginjal, hipertensi, maupun polip, sebaiknya berkonsultasi terlebih
dahulu dengan dokter.

Efek Samping Aspirin


Efek

samping

aspirin

Gatal-gatal,

gangguan

pernafasan,

terjadi

pembengkakan (pada wajah, lidah, bibir, dan tenggorokan), mengalami sakit


perut seperti mulas, mengantuk, sakit kepala ringan. Saat pasien
menghentikan penggunaan aspirin, biasanya akan muncul beberapa gejala
seperti

mengalami

kebingungan,

halusinasi,

gangguan

pernafasan,

kejang,mual, muntah, atau sakit perut yang parah, batuk darah atau muntah
yang, demam, serta mengalami pembengkakan pada bagian tertentu.

15

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Ibuprofen

Merupakan salah satu anti inflamasi yang bekerja untuk mengurangi hormon
penyebab demam, peradangan dan nyeri pada tingkat ringan hingga sedang,
seperti pada penderita sakit kepala, sakit gigi, sakit punggung, arthritis, kram
saat menstruasi, atau pada saat mengalami cedera ringan.Beberapa merk
dagangnya antara lain, Advil, Genpril, Midol, Motrin, Nuprin. Dosis
penggunaan obat ini adalah 200 hingga 400 mg setiap 4 hingga 6 jam.
Kontra indikasi :

Sebaiknya obat ini tidak digunakan sebelum maupun setelah menjalani


operasi bypass jantung, karena obat ini dapat mengancam jantung seperti
terjadinya serangan jantung atau stroke.

Bagi penderita yang memiliki sejarah penyakit jantung, stroke, gagal


jantung, hipertensi, maag, asma, gangguan hati, ginjal, polip, maupun
gangguan

perdarahan

sebaiknya

menghubungi

dokter

sebelum

mengkonsumsi obat ini, karena dapat mengakibatkan efek serius pada


perut atau usus, termasuk perdarahan.

Bagi wanita hamil dan menyusui, penggunaan ibuprofen selama 3 bulan


dapat membahayakan janin.

Efek samping :
Efek samping yang bisa ditimbulkan obat ini antara lain timbulnya
ruam,telinga berdenging, sakit kepala, pusing, mengantuk, sakit perut, mual,
diare, sembelit, dan mulas.

16

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Celebrex (celexocib)
Digunakan untuk mengurangi hormon penyebab radang dan nyeri pada tubuh,
seperti arthritis, ankylosing spondylitis, nyeri haid, serta polip pada usus.
Dosis pemakaian : 100 hingga 400 mg perhari.
Kontra indikasi :

Sebaiknya obat ini tidak digunakan sebelum maupun setelah menjalani


operasi jantung, karena obat ini dapat menimbulkan serangan jantung atau
stroke.

Bagi penderita yang memiliki riwayat sejarah serangan jantung, stroke,


penyakit jantung, gagal jantung, tekanan darah tinggi, maag, gangguan
hati , penyakit ginjal, epilepsi, asma, polip, gangguan pembekuan darah,
maupun yang alergi terhadap jenis NSAID seperti aspirin, sulfa, dan yang
lainnya sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya,
karena obat ini dapat mengakibatkan efek serius pada perut atau usus.

Begitu juga bagi wanita hamil, maupun menyusui, sebaiknya berkonsultasi


terlebih dahulu dengan dokter sebelum penggunaanya, karena dapat
membahayakan kondisi janin.

Efek samping:
yang bisa ditimbulkan obat ini seperti timbulnya gatal-gatal, gangguan
pernafasan, terjadi pembengkakan (wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan),
gangguan pada perut ( seperti diare, kembung, sering buang gas), pusing,
gugup, hidung meler atau tersumbat, sakit tenggorokan, dan timbulnya ruam
pada kulit.

17

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Disclofenac

Digunakan sebagai obat penghilang rasa nyeri tigkat ringan hingga sedang,
seperti gejala osteoporosis, rheumatoid arthritis, dan kram saat menstruasi.
Disclofenak dalam bentuk serbuk atau biasa disebut cambia dapat digunakan
sebagai obat migrain. Merk dagang obat ini antara lain voltaren, cataflam,
voltaren XR, Cambia, zipsor, zorvolex. Dosis pemakaian obat ini adalah 100
hingga 200 mg/ hari dengan jangka pemberian obat 2 hingga 4 kali sehari
stelah makan.
Kontra indikasi :

Bagi penderita dengan riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi,


stroke,maag , gangguan hati, ginjal, asma, polip, gangguan perdarahan,
ataupun bagi perokok, sebaiknya penggunaan obat ini setelah berdiskusi
dengan dokter

.Hal yang sama juga berlaku bagi wanita hamil dan menyusui. Karena
penggunaan obat ini bisa berakibat fatal bagi janin dan bayi yang disusui.

Efek samping :
ulserasi, sensasi panas pada perut, kram, mual, gastritis, perdarahan
gastrointestinal, gangguan hati, tinja berwarna hitam, lemah, pusing,
munculnya ruam, gangguan ginjal, telinga berdenging, Retensi cairan,
pembekuan darah, serangan jantung, hipertensi, dan gagal jantung.

Etodolac

Digunakan untuk mengurangi hormon yang menyebabkan peradangan dan


rasa nyeri pada tubuh misalnya akibat arthritis atau osteoarthritis. Dosis yang
dianjurkan untuk pemakaian obat ini adalah 200 hingga 400 mg setiap 6
hingga 8 jam setiap hari sehabis makan.
Kontra indikasi
18

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Penggunaan etodolac sebelum / pasca operasi bypass jantung dapat


meningkatkan risiko yang dapat mengancam jiwa, seperti serangan
jantung atau stroke.

Bagi penderita yang memiliki riwayat serangan jantung, stroke, tekanan


darah tinggi, maag, gangguan hati, asma, polip dan juga perokok, Etodolac
bisa mengakibatkan meningkatnya risiko pada perut atau usus, termasuk
perdarahan atau perforasi (pembentukan lubang).

Pada wanita hamil dan menyusui, etodolak dapat mengganggu


perkembangan janin, dan bayi.

Efek samping :
ruam, telinga berdenging, sakit kepala, pusing, mengantuk, sakit perut, mual,
diare, sembelit, mulas, retensi cairan, sesak napas, retensi cairan, pembekuan
darah, serangan jantung, hipertensi, dan gagal jantung.

Indomethacin

Berfungsi sebagai prostglandin yaitu menghalangi aksi bahan-bahan kimia


yang berbahaya bagi tubuh.
Kontra indikasi :

Pasien yang sedang mengkonsumsi obat, suplement, obat herbal

Alergi terhadap obat-obatan jenis NSAId, makanan, dan lainnya.

Penderita maag dan gangguan perdarahan

Penderita dengan riwayat gagal jantung, ginjal, gangguan hati, masalah


kencing, tekanan darah tinggi , sariawan, kejang, atau kadar natrium darah
rendah, dan infeksi.

Efek samping :

19

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Kemerahan dan rasa nyeri pada daerah bekas suntikan, alergi ( seperti ruam,
gatal-gatal, gangguan pernafasan, sesak di dada, pembengkakan mulut, wajah,
bibir, atau lidah), muntah darah, Warna urine dan tinja menjadi gelap,
frekuensi buang air kecil menurun, detak jantung lambat; memar, masalah
berat badan.

Ketoprofen
Digunakan untuk mengobati nyeri dan peradangan yang terjadi pada tubuh
akibat rheumatoid arthritis atau osteoarthritis, dan juga kram saat menstruasi.
Kontra indikasi :

Alergi terhadap bahan-bahan ketoprofen

Penderita yang mengalami alergi yang parah, seperti ruam, gatal-gatal,


gangguan pernafasan, polip, dan pusing.

Penderita yang baru saja menjalani operasi jantung atau pernah memiiki
riwayat menderita berbagai penyakit seperti ginjal, gangguan hati,
diabetes, gangguan usus, asma, tekanan darah tinggi,

Wanita hamil dan menyusui

Pasien yang sedang pada masa konsumsi suatu jenis obat, suplement
makanan, dan obat-obatan herbal.

Efek samping :
Sembelit, diare, pusing, mengantuk, sering buang gas, sakit kepala, mulas,
mual, gangguan pada perut.

Ketorolac
Digunakan untuk mengobati rasa nyeri pada tingkatan sedang hingga berat.

20

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Kontra indikasi :

Alergi terhadap ketorolac

Sedang pada masa konsumsi beerapa jenis obat lainnya

Wanita hamil dan menyusui

Memiliki riwayat ulkus, masalah pada ginjal, stroke, hemofilia, maupun


pasien pasca melakukan operasi jantung, asma, polip, hipertensi, perokok,
pecandu alkohol

Efek samping :
Sembelit, diare, pusing, mengantuk, sering buang gas, sakit kepala, gangguan
pencernaan, sakit perut, mual, nyeri di tempat suntikan, berkeringat, muntah,
terjadi alergi (seperti ruam, gatal-gatal, gatal, gangguan pernafasan, sesak di
dada, pembengkakan mulut, wajah, bibir, atau lidah, suara serak).

Nabumetone
Adalah sejenis NSAID yang juga memiliki fungsi untuk meredakan rasa nyeri
dan peradangan yang terjadi pada tubuh.
Kontra indikasi :

Wanita hamil dan menyusui

Seseorang yang alergi terhadap bahan nabumetone

Seseorang yang mengalami alergi seperti ruam, gatal-gatal, gangguan


pernafasan, polip, dan pusing terhadapa obat-obatan NSAID.

Gunakan obat ini sesuai dengan petunjuk dokter atau sesuai aturan pakai yang
biasanya tertera pada label obat.
Efek samping :
21

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gejala umum yang biasa dialami antara lain : Sembelit, diare, pusing,
mengantuk,sering buang gas, sakit kepala, mulas, mual.

Terkadang pengguna akan mengalami reaksi alergi seperti ruam, gatalgatal, gangguan pernafasan, terjadi pembengkakan (mulut, wajah,
bibir,lidah), gangguan produksi urine, nyeri dada, merasa kebingungan,
depresi, pingsan, detak jantung lebih cepat dari biasanya, demam,
menggigil, sakit tenggorokan, mengalami perubahan mental atau suasana
hati, mati rasa pada tangan atau kaki, mual, muntah , sesak napas, warna
kulit atau mata menguning.

Naproxen
Jenis NSAID ini juga digunakan untuk mengurangi hormon penyebab
nyeri dan peradangan pada anggota tubuh, seperti nyeri akibat gejal
arthritis, ankylosing spondylitis, tendinitis, bursitis, asam urat, atau kram
menstruasi.
Kontra indikasi :

Obat ini dapat memicu resiko terjadinya serangan jantung dan stroke.
Untuk itu sangat disarankan bagi penderita jantung, maupun seseorang
yang baru saja melakukan operasi pada jantung untuk menghindari
pemakaian obat ini.

Bagi orang yang alergi terhadap obat ini sendiri maupun jenis NSAID
lain seperti aspirin, atau bagi orang-orang yang memiliki riwayat
serangan jantung, stroke, tekanan darah tinggi, maag, gangguan hati,
ginjal, asma, polip, ataupun jika anda seorang perokok aktif, sebaiknya
melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum
menggunakan obat ini. Karena obat ini dapat menyebabkan
pendarahan pada bagian perut atau usus, yang bisa berakibat pada
kematian.

22

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Bagi wanita hamil dan menyusui, mengkonsumsi naproxen di


trimester akhir kehamilan bisa membahayakn janin dalam kandungan.

Efek samping :
Sama seperti jenis NSAID yang lainnya naproxen juga memiliki efek
samping yang umum terjadi seperti, gatal-gatal, gangguan pernafasan,
pembengkakan ( pada wajah Anda, bibir, lidah, dan tenggorokan), sakit
perut, sakit perut, diare, sembelit, kembung, sering buang gas, pusing,
sakit kepala, gugup, penglihatan kabur, terjadi dering di telinga.

Oxaprozin
Obat ini digunakan untuk pengobatan penyakit rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, dan arthritis, karena obat ini dapat menghalangi zat-zat
yang dapat menimbulkan peradangan dalam tubuh.
Kontra indikasi :
Obat ini tidak baik digunakan untuk seseorang yang alergi terhadap jenis
obat itu sendiri maupu jenis-jenis NSAID lainnya seperti ibuprofen dan
celebrex, juga bagi wanita yang sedang hamil maupun menyusui dan
pasien yang baru saja menjalani operasi penyakit jantung untuk itu
diperlukan

konsultasi

dengan

dokter

terlebih

dahulu

sebelum

mengkonsumsi obat ini.


Efek samping :
yang umum terjadi dari pemakaian oxaproxin antara lain : pengguna bisa
mengalami Sembelit, diare, pusing, mengantuk, seringnya buang gas, sakit
kepala, mulas, dan mual. Obat ini juga dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah yang serius. Selain itu,
oxaproxin juga dapat meningkatkan resiko penyakit maag.

23

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Piroxican
Obat ini digunakan untuk mengobati nyeri dan peradangan pada tahap
ringan hingga sedang, seperti pada gejala artritis, pembengkakan, kaku
dan nyeri pada otot. Cara kerjanya adalah dengan menghambat
prostlaglandin dalam tubuh. Dosis penggunaan piroxican pada umumnya
adalah 10 hingga 20 mg perharinya.
Kontra indikasi:

Wanita yang sedang hamil dan menyusui. Pada wanita yang sedang
merencanakan kehamilan, piroxican dapat berakibat mengurangi
tingkat kesuburan anda.

Bagi seseorang yang memiliki riwayat gangguan lambung, usus, asma,


gangguan hati, ginjal, penyakit jantung, hipertensi, gangguan
penglihatan, penggumpalan darah, serta yang alerdi terhadap anti
inflamasi jenis lainnnya seperti ibuprofen dan aspirin, sebaiknya
melakukan konsultasi pada dokter sebelum menggunakan obat ini.

Efek samping :
kembung, nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, demam, dan gejala flu.

Salsalate
Obat ini digunakan untuk mengobati demam, nyeri, serta peradangan pada
tubuh. Obat ini memiliki efek yang kuat seperti halnya aspirin dalam
mengurangi peradangan, tetapi

obat ini tidak berpengaruh pada

pembekuan darah dari aspirin. Jenis penyakit yang dapat diobati dengan
salsalate antara lain : heumatoid arthritis, osteoarthritis, peradangan dan
nyeri akibat cedera jaringan lunak, tendinitis, dan bursitis. Dosis umum
penggunaan obat ini adalah 3000 mg perhari yang diberikan selama 2
sampai 4 kali.
24

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Kontra indikasi :

Jangan mengkonsumsi obat ini saat anda mengkonsumsi alkohol,


karena dapat meningkatkan resiko sakit maag

Bagi wanita menyusui, sebaiknya jangan mengkonsumsi obat ini


karena dapat mengakibatkan efek buruk bagi bayi

Efek samping :
yang umumnya terjadi atas penggunaan salsalate adalah gangguan
pencernakan, dan tinnitus (telinga berdengiing). Efek lain yang mungkin
timbul yaitu : sakit perut, kram, mual, muntah, gangguan pada hati, tinja
berwarna hitam, lemah, pusing, ruam, gangguan ginjal, vertigo,
pembekuan darah, serangan jantung, hipertensi (tekanan darah tinggi), dan
gagal jantung.

Sulindac (clinoril)
Sama seperti jenis NSAID lain, sulindac juga berperan untuk mengatasi
rasa nyeri, nyeri dan peradangan yang dsebabkan oleh rheumatoid
arthritis, ankylosing spondylitis, arthritis gout, osteoarthritis. Obat ini juga
dapat digunakan untuk mengobati peradangan yang terjadi pada jaringan
lunak seperti tendinitis dan bursitis.
Peringatan sebelum penggunaan sulindac :

Dosis penggunaan obat ini adalah 150 hingga 200 mg perhari yang
diberikan selama 2 kali sehari sehabis makan. Batas maximal
konsumsi obat ini adalah 400 mg/ hari.

Bagi pasien dengan riwayat penyakit asma, dan alergi seperti gatalgatal, atau alergi terhadap jenis obat-obatan lain, penderita ulkus
peptikum (gangguan fungsi ginjal), obat ini sebaiknya dihindari.

25

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

karena dapat memperburuk kondisi pasien seperti Retensi cairan,


pembekuan darah, serangan jantung, hipertensi.

Wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari pemakaian obat


ini.

Efek samping :
Sama seperti efek samping antibiotik, jenis obat ini dapat menyebabkan
gangguan pencernakan (seperti gangguan pada lambung dan usus kecil),
nyeri perut, kram, mual, peradangan selaput lendir pada lambung
(gastritis), perdarahan gastrointestinal, gangguan hati, lemah, pusing,
timbulnya ruam, gangguan ginjal, telinga berdenging.

Tolmetin
Merupakan sejenis anti inflamasi NSAID yang berguna untuk pengobatan
demam, nyeri, dan peradangan seperti pada gejala rheumatoid arthritis,
arthritis juvenile, atau osteoarthritis.
Penggunaan Tolmetin :

Dosis yang dianjurkan untuk jenis obat ini adalah 200 hingga 600 mg
perhari selama tiga kali minum setelah makan. Dosis maximum adalah
1800 mg perhari.

Penggunaan tolmetin pada pasien yang sedang mengkonsumsi jenis


obat-obatan antikoagulan dapat meningkatkan resiko terjadinya
perdarahan. Begitu juga bagi pasien yang memakai lithium atau
methotrexate, dapat mengembangkan kadar racun obat itu sendiri.

Pencampuran penggunaan tolmetin dengan valsartan, losartan,


irbesartan atau angiotensin converting enzyme inhibitor, kaptopril
pada

26

lansia

yang

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

mengalami

gangguan

fungsi

ginjal

dapat

menyebabkan berkurangnya fungsi ginjal yang akhirnya bisa


mengakibatkan gagal ginjal.

Wanita hamil dan ibu menyusui sebaiknya menghindari penggunaan


obat ini.

Efek samping :
yang umumnya terjadi pada pasien yang menggunakan obat ini adalah
gangguan pencernakan, nyeri perut, kram, mual, gastritis, perdarahan
gastrointestinal, gangguan hati, terjadi ulserasi lambung, tinja berwarna
hitam, lemah, pusing, munculnya ruam, telinga berdenging.
2. Acethaminophen (paracetamol)
Merupakan jenis obat-obatan yang paling sering dikonsumsi masyarakat, yaitu
untuk meredakan rasa nyeri dan demam. Penggunaan analgesic ini antara lain untuk
pengobatan sakit kepala, nyeri otot, arthritis, sakit punggung, sakit gigi, pilek, dan
juga demam. Acethaminophen kadang-kadang disingkat APAP yang terkandung
dalam berbagai jenis obat-obatan. Untuk itu sebelum menggunakan obat-obatan,
telitilah dulu kandungan yang biasa tertera pada labelnya. Jangan sampai kita
mengkonsumsi obat ini dalam melebihi dosis yang nantinya akan berakibat fatal.
Sebaiknya obat ini digunakan selain untuk pasien dengan gangguan fungsi hati dan
juga pengonsumsi alkohol. Penggunaan obat ini untuk wanita yang sedang hamil, ibu
menyusui, dan anak-anak dibawah 2 tahun, harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Obat ini biasanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan
oleh infeksi atau yang lainnya. Selain itu, obat ini juga bisa meredakan rasa nyeri
pada tingkat rendah hingga sedang. Analgesik ini bekerja langsung pada pusat
pengatur panas tubuh di hipotalamus. Adapun beberapa merk dagang dari
acethaminophen antara lain paracetamol, sanmol, pamol, fasidol, panadol, itramol,
dan masih banyak lagi. Acethaminophen diberikan pada pasien secara oral
Efek samping penggunaan acethaminophen :
27

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

a. Hilangnya nafsu makan


b. Mual
c. Muntah
d. Sakit perut
e. Berkeringat
f. Mengalami kebingungan
g. Kelelahan
h. Urine berwarna gelap
i. Kulit mata menguning
j. Penggunaan acethaminophen pada pecandu alkohol dapat meningkatkan resiko
kerusakan hati.
k. Obat ini juga bisa mengakibatkan alergi seperti gatal-gatal, Pembengkakan pada
wajah, bibir, lidah, dan tenggorokan
l. Dapat menimbulkan gangguan pernafasan
m. Ruam pada kulit yang berakibat melepuh dan mengelupas.
3. Kodein
Merupakan sejenis obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada
stadium sedang hingga berat. Selain itu obat ini juga berguna untuk meredakan batuk,
diare, dan iritasi. Kodein sendiri merupakan salah satu jenis narkotika, karena saat
berada pada saluran pencernakan (hati), fungsi obat ini akan diubah ke bentuk aslinya
yaitu morfin. Bentuk tampilan obat ini biasanya pil dan cairan. Dalam dunia
kesehatan pemakaiannya biasa digabungkan dengan jenis analgesik lainnya seperti
aspirin, ibuprofen, acethaminophen, dan juga kafein.
Beberapa efek yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain :
28

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

a.

Euforia

b.

Gatal-gatal

c.

Mual

d.

Muntah

e.

Mengantuk

f.

Mulut terasa kering

g.

Hipotensi

h.

Sulit buang air kecil

i.

Depresi

j.

Sembelit

k.

Bila over dosis, bisa mengakibatkan gangguan saluran pernafasan

l.

Kecanduan jika digunakan dalam jangka panjang.

Bila penggunaan dihentikan, pasien biasanya akan mengalami withdrawal syndrome,


yaitu gelisah dan berkeringat.
3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,
mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
a. Bagaimana hubungan keluhan sekarang dengan yang lalu?
Hubungan gejala yang terjadi sebelumnya dengan gajala sekarang adalah
tingkatan dari sumbatannya. Pada awalnya sumbatan yang terjadi adalah kolik parsial.
Ini terjadi karena batu empedu masih berada di kandung empedu atau ukuran batu
yang belum sebesar diameter dari duktus biliaris. Sementara yang terjadi sekarang
adalah sumbatan penuh pada duktus biliaris. Sehingga menyebabkan gejala khas
berupa BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul serta gatal-gatal. Hal ini diperberat
dengan adanya faktor risiko, yaitu jenis kelamin perempuan, obesitas dan umur diatas
40 tahun.
29

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

b. Bagaimana metabolisme bilirubin? (anabolisme, katabolisme)


80% bilirubin yang beredar berasal dari sel darah merah yang tua. Setelah eritrosit
dalam sirkulasi darah mencapai akhir rentangan usia normalnya yaitu 120 hari, sel-sel
tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloemdotelial. Oksidasi sebagian heme yang
berdisosiasi

hemoglobin

ini

akan

menghasilkan

biliverdin

yang

selanjutnya

dimetabolisme menjadi bilirubin.


Bilirubin tidak terkonjugasi akan terikat erat tetapi secara nonkovalen dengan
albumin. Anion organik tertentu seperti sulfonamid dan salisilat bersaing dengan
bilirubin untuk mendapatkan tempat-tempat pengikatan pada albumin. Bilirubin tidak
terkonjugasi ini akan dibawa ke hepar.
Hepar mempunyai peranan sentral dalam metabolisme pigmen-pigmen empedu.
Proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
- Ambilan hepatic
Bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat pada albumin akan dibawa ke dalam
sel hepar tempat kompleks tersebut berdisosiasi dan bilirubin nonpolar memasuki
hepatosit melalui difusi atau transport melintasi membran plasma. Proses ambilan
dan penyimpanan bilirubin selanjutnya dalam hepatosit meliputi pengikatan bilirubin
pada

protein

pengikat-anion

sitoplasmik,

khususnya

ligandin

(glutation-S-

transferase-B) yang mencegah aliran bilirubin kembali ke plasma.


- Konjugasi
Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air
kecuali bila jenis ini terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti
albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus
dikonversikan menjadi derivat yang larut air sebelum diekskresikan oleh sistem
bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam
glukoronat hingga terbentuk bilirubin glukoronid. Reaksi konjugasi terjadi di dalam
retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosil
transferase dalam reaksi dua tahap.
Bilirubin bilirubin monoglukoronid bilirubin diglukoronid
- Ekskresi ke dalam empedu
Pada keadaan normal, hanya bilirubin terkonjugasi yang dapat diekskresikan ke
dalam empedu. Meskipun keseluruhan proses belum dipahami dengan jelas, ekskresi
bilirubin tampaknya merupakan proses dependen-energi yang terbatas pada membran
kanalikularis.
30

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Setelah diekskresikan ke dalam empedu, bilirubin terkonjugasi diangkut


melalui saluran bilier ke duodenum. Bilirubin terkonjugasi tidak diabsorbi kembali
oleh mukosa usus. Bilirubin ini akan diekskresikan tanpa perubahan ke dalam feses
atau dimetabolisme oleh bakteri ileum dan kolon menjadi urobilinogen serta produk
yang ada hubungannya. Urobilinogen dapat diserap kembali dari usus halus serta
kolon dan memasuki sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen portal diambil oleh
hepar dan diekskresikan kembali ke dalam empedu, sisanya akan memintas hepar
serta diekskresikan oleh ginjal.

Gambar 4. Metabolisme Bilirubin

c. Bagaimana mekanisme keluhan diatas?


Demam ringan yang hilang timbul
Choledocholithiasis berulang infeksi pada empedu atau kendung empedu
aktivasi sitokin (misal interleukin-1, interleukin-6, TNF dan INF) yang disebut
pirogen endogen (penghasil panas) menghasilkan prostaglandin (PGE)
meningkatkan set point hipothalamus menyebabkan demam. Apabila sumber
pirogen dihilangkan (misal setelah sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme
yang menginfeksi tubuh) kadarnya akan turun dan mengembalikan titik patokan
suhu ke normal. Demam masih ringan karena infeksi yang terjadi masih ringan.
Mata dan badan kuning

31

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Obstruksi saluran bilier Bilirubin direct tidak dapat masuk ke duodenum


Bilirubin Direct masuk ke pembuluh darah Biliribuin Direct menyebar secara
sistemik mata dan badan kuning
BAK seperti teh tua
Obstruksi saluran bilier Bilirubin direct tidak dapat masuk ke duodenum
Bilirubin Direct masuk ke pembuluh darah Masuk ke ginjal ketika system ekskresi
bekerja Bilirubin dieksreksikan Urin mengandung bilirubin direct (larut air)
BAB seperti dempul
Obstruksi saluran bilier Bilirubin direct tidak dapat masuk ke duodenum
Bakteri usus tidak dapat membentuk urobilinogen warna kuning pada feses normal
tidak terbentuk BAB berwarna pucat (seperti dempul)
Gatal-gatal
Obstruksi saluran empedu Cairan empedu gagal asuk ke duodenum cairan
empedu masuk ke sirkulasi peningkatan garam empedu dalam sirkulasi
Neurogenik itch (Gatal-gatal pada kulit tanpa ada gangguan saraf dan kulit)
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/mnt, RR: 24x/mnt, suhu 39,0
BB: 80 kg, TB: 158 cm
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan
Keadaan
Keadaan Umum
Kesadaran
TD
Nadi
RR
Suhu
Tanda Vital
BB: 80 kg

Ny.W
Sakit sedang
Kompos mentis
110/70 mmHg
106 x/menit
24 x/menit
39,0oC

TB: 158 cm
IMT: 32,04
Tabel 3. Interpretasi pemeriksaan fisik

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


32

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Normal
Tidak tampak sakit
Kompos mentis
120/80 mmHg
60-100 x/menit
16-24 x/menit
36,5-37,5oC

Interpretasi
Tidak normal
Normal
Normal
Takikardi
Normal
Tinggi (Febris)

18,5-22,9

Obesitas II

Takikardi
Peningkatan nadi dapat disebabkan karena peningkatan suhu tubuh. Ketika
demam, maka metabolisme tubuh akan meningkat, oleh karena itu setiap peningkatan
suhu tubuh, nadi juga akan meningkat sebagai kompensasi.
5. Keadaan spesifik:
Kepala : sklera ikterik
Leher dan thorax dalam batas normal
Abdomen : inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lier tidak
teraba, kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas : palmar ertiema (-), akral pucat, edema perifer (-)
a. Bagaimana interpretasi?
Pemeriksaan Spesifik
Kepala
Leher
Thorax

Abdomen

Ekstremitas

33

Kasus
Sklera ikterik +/+
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Inspeksi datar
Palpasi lemas
Hepar dan lien tidak teraba

Normal
Putih
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Datar
Lemas
Tidak teraba

Interpretasi
Tidak normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

Murphy sign (+)


Kandung empedu

(-)

Tidak normal

dinilai
Nyeri tekan kanan atas (+)

Tidak ada

Tidak normal

Shifting dullness (-)


Palmar eritema (-)

Tidak ada
Tidak ada

Normal
Normal

akral pucat

Tidak ada

Tidak Normal

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

sulit

edema perifer (-)

Tidak ada

Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Sklera Ikterik
Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu berjalan
menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin terkonjugasi tidak dapat
dilepas ke duodenum kembali ke hepar sirkulasi sitemik bilirubin plasma
meningkat mata dan badan ikterus.
Nyeri tekan perut kanan atas , murphy sign (+)
Tanda ini khas pada kolelitiasis atau adanya batu pada saluran empedu, nyeri yang
dirasa adalah nyeri kolik bilier. Nyeri ini terjadi karena adanya sentuhan antara
kandung empedu yang mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama
inspirasi dalam yang dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa
nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali
lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut kandung
empedu.
Akral pucat
Disebabkan oleh regurgitasi bilirubin.
c. Apa yang dinilai pada kandung empedu?
Kandung empedu sulit dinilai bisa dikarenakan ketika pemeriksaan tersebut
pasien merasa nyeri sehingga pemeriksaan tidak dilanjutkan. Pemeriksaan murphys
sign dapat jadi alternative apabila pemeriksaan empedu sulit dinilai.
d. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan Murphy sign, shifting dullness?
Shifting dullness : perkusi bagian umbilikal ke lateral untuk mengetahui perubahan
bunyi timpany ke pekak. tentukan batas perubahan bunyi dan tandai. kemudian minta
pasien untuk berbaring ke kiri atau ke arah kontralateral. dan lakukan perkusi di
bagian yang ditandai tadi yaitu dari lateral ke medial. jika terjadi perubahan bunyi
pekak berubah menjadi timpani karena rongga di isi oleh udara oleh sebab cairan
menempati bagian bawah. maka dikatakan terjadinya perubahan batas bunyi peralihan
dari timpani ke pekak tadi. dari pemeriksaan ini disimpulkan bahwa pasien
mengalami ascites. untuk lebih memastikannya lagi dilanjutkan dengan test undulasi.

34

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gambar 5. Shifting Dullness

Murphys Sign pada cholecystitis acuta yaitu tangan diletakkan di abdomen pada
garis midklavikularis. Pasien bernapas dalam dan tangan kanan naik ke atas, suatu
saat napas pasien terhenti berarti Murphys Sign positif.

Gambar 6. Murphys Sign

e. Bagaimana membedakan batu empedu di kantong empedu dan di saluran?


Cara membedakan batu empedu di kantong empedu ataupun di saluran dapat
dilakukan dengan cara melihat gejala-gejala pasien. Apabila gejalanya-gejalanya
menunjukkan obstruksi partial di mana BAB masih berwarna normal namun terasa
nyeri di RUQ, kemungkinan besar batu berada di dalam kantong empedu atau duktus
cysticus. Apabila gejala-gejalanya menunjukan obstruksi total di mana BAB sudah
berwarna dempul, kemungkian besar batu berada di duktus koledokus. Sedangkan
apabila sudah terdapat gangguan pada kadar amilase dan lipase, kemungkinan besar
batu berada di ampula vateri.
6. Pemeriksaan laboratorium
35

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Darah rutin : Hb: 12,4g/dl, Ht: 36 vol%, leukosit: 15.400, trombosit: 329.000, LED: 77
LFT: Bil. Total: 20,49 Bil. Direct: 19,94, Bil. Indirect: 0,55, SGOT: 29, SGPT: 37,
Fosfatase Alkali: 864
Amylase: 40, lipase: 50
a. Bagaimana interpretasi?
Hasil Pemeriksaan

Nilai Normal

Interpretasi

Lab
Hb 12,4 g/dl
Ht 36 vol%,
Leukosit 15.400/mm3
Trombosit :

12-16 g/dl
38-48 vol%
4.500-11.000
150.000-350.000

Normal
Turun
Leukositosis
Normal

329.000/mm3
LED 77 mm/jam

Wintrobe: 0-15

Meningkat

mm/jam
Westergen: 0-20
LFT:

mm/jam
Bil. Total: 0,2-1,2

Meningkat

Bil total: 20,49 mg/dL


Bil direk: 19,94

mg/dL
Bil. Direk: 0-0,4

Meningkat

mg/dL
Bil indirek: 0,55

mg/dL
Bil. Indirek: 0,2-0,8

Normal

mg/dL
SGOT: 29 /L
SGPT: 37 /L
Fosfatase alkali: 864

mg/dL
SGOT: 5-40 IU/L
SGPT: 0-40 IU/L
Fosfatase alkali: 30-

Normal
Normal
Meningkat

/L
Amylase: 40 unit/L
Lipase: 50 unit/L

130 IU/L
Amilase: <120 unit/L
Lipase: < 190 unit/L

Normal
Normal

Tabel 4. Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Leukosit meningkat:
Disebabkan peradangan pada duktus koledokus peningkatan leukosit
LED meningkat:
LED merupakan indikator penyakit infeksi dan tingkat inflamasi (peradangan) yang
tidak spesifik. Kolesistitis peningkatan LED
36

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat:


Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk
ke duodenum menumpuk di hati regurgitasi cairan-cairan empedu ke sistemik,
dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi dan
bilirubin total di dalam plasma (Jadi intinya, bilirubin direk yang tidak bisa masuk ke
dalam saluran pencernaan, akan diserap masuk ke dalam PD darah melalui minor
pathway)
Fosfatase alkali meningkat:
Fosfatase alkali dibuat oleh membran kanalikular hepar dan disekresikan bersama
cairan empedu. Jika terjadi obstruksi total pada ductus choledokus cairan empedu
dan fosfatase alkali tidak dapat di sekresikan kedalam duodenum regurgitasi ke
sistemik peningkatan fosfatase alkali (marker penting pada obstruksi sal. Empedu)
c. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan labor diatas?
Menegakkan diagnosis, mengetahui lokasi penyumbatan oleh batu, mengetahui fungsi
hati dan pancreas.
7. Template
a. Bagaimana cara penegakkan diagnosis?
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau
perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa
jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tibatiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal,
kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri
pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan
muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki
kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat
kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum
37

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik
cutaneous dan sclera dan bisa teraba hepar.
Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat
sedang setiap kali terjadi serangan akut.
Pencitraan
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan

38

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan


kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya
obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk
membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya
akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat
dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu
menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat
untuk menentukan

adanya

batu empedu,

pelebaran

saluran

empedu

dan

koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic
Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi
direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab
obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat
digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti
ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu
dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko
ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens
kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.
b. Apa saja pemeriksaan penunjang lainnya beserta hasil yang diekspektasikan?
USG :
Memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,
mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan
penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal
hepatik).identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu
kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan
untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di
pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

39

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gambar 6. Batu Empedu

CT :
memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan
akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

Gambar 7. Gallstones

ERCP (Endoscopic retrograde


cholangiopancreatography) dan PTC : menyediakan
visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa
menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan
perdarahan.

40

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gambar 8. Batu empedu

EUS (endoscopic ultrasound) :


memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor
submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem
pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula,
deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna
atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) :
Merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan system duktus
pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk
dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat
invasive dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

Gambar 9. Gallstones

41

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gambar 10. Batu empedu

c. Apa faktor resiko kasus?


4F, Female forty fat family
Usia lanjut. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke bawah.
Sekitar 30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun kebanyakan tidak
menimbulkan gejala.
Wanita. Wanita lebih banyak terkena batu empedu dibandingkan pria. Pada wanita
insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per 1000 pada pria. Pada
wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah dan batu empedu bisa
berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB juga diduga ikut berperan.
Obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat untuk batu
empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan
memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk
mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki BMI antara 24 s.d. 25.
Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan BMI lebih dari 45.
Genetik. Bila keluarga inti (orangtua, saudara dan anak-anak) memiliki batu empedu,
berpeluang 1 kali lebih mungkin untuk mendapatkan batu empedu.
d. Bagaimana manifestasi klinis kasus?
1. Kolik Bilier: terjadi pada kuadran kanan atas, sering menjalar ke punggung
kanan/daerahbahu kanan sesuai dengan persarafan dermatom. Nyeri timbul
pada saat ada makananberlemak yang masuk ke system pencernaan
dikarenakan kontraksi dari kandung empedu yang tersumbaut oleh batu di
bagian leher (column) atau bagian ductus cycticus.

42

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

2. Kolesistitis akut: suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini
disebabkan karenaobstruksi dari duktus sistikus. Terjadi peningkatan WBC
dan Murphy Sign.
3. Kolesistitis kronik: terjadi karena kolesistitis akut yang berulang dan
mengarah padaperadangan yang bersifat kronis.
4. Koledokolitiasis: penyumbatan pada common bile duct (duktus koledokus)
dikarenakanbatu yang terbawa dari kandung empedu seiring dengan gerakan
kontraksi setiap adamakanan berlemak yang masuk
5. Kolangitis: infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu
akibat obstruksi.Keluhan kolangitis digambarkan dengan Triad Charcot
(demam, nyeri kuadran atas kanan,Ikterik). Bisa memicu terjadinya syok
septic.
Ikterus obstruktif intrahepatic
Terdapat tiga fase
1. Fase pra-ikterikPeriode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi
mual, muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala,
demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.
2. Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol). Urine gelap berkabut
(disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri
tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu
pada kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3. Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan
diperlukan untuk pemulihan komplit.
Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala
yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya
bisa bersifat akut atau kronis seperti:
1. Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng.
2. Rasa nyeri dan kolik bilier.
43

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik
bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum
akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala
gatal-gatal yang mencolok pada kulit
4. Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empeduakan tampak kelabu
dan biasanya pekat yang disebut clay-colored
5. Defisiensi VitaminObstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi
vitamin A, D, E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier
berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang
normal.
e. Bagaimana diagnosis banding kasus?
Ikterus Obstruktif e.c. choledocolithiasis
Pankreatitis akut
Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca kandung
empedu, limfoma maligna)
f. Apa diagnosis kerja kasus?
Ikterus obstruktif ec suspek koledokolitiasis, kolangitis, kolesistitis
g. Apa etiologi kasus?
(terjawab di Learning Issue)
44

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

h. Bagaimana pathogenesis kasus?


Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu
supersaturasi kolesterol, pembentukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu.
-

Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama
lesitin), 4% kolesterol,
3% protein, dan 0,3%
bilirubin.18 Terbentukny
a

batu

empedu

tergantung

dari

keseimbangan
garam

kadar
empedu,

kolesterol

dan

lesitin.

Semakin

tinggi

kadar

kolesterol atau semakin


rendah kandungan garam
empedu, akan membuat
kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol
disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis
dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat. Penurunan berat badan
yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan
kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol.

45

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses
pembentukan
dibandingkan

faktor

supersaturasi.

Kolesterol

baru dapat dimetabolisme


di

dalam

usus

dalam

bentuk terlarut air. Dan


empedu memainkan peran
tersebut.

Kolesterol

diangkut

dalam

bentuk

misel dan vesikel. Misel


merupakan agregat yang
berisi fosfolipid (terutama
lesitin), garam empedu dan
kolesterol. Apabila saturasi
kolesterol

lebih

tinggi,

maka akan diangkut dalam


bentuk

vesikel.

ibarat

sebuah

dua

lapis.

kosentrasi

Vesikel
lingkaran
Apabila
kolesterol

sangat banyak, dan supaya


kolesterol dapat terangkut,
maka

vesikel

memperbanyak

akan
lapisan

lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada


akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan
bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan
membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem
(disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.
46

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan


seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan
menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung
empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan
proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di
dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat
dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung
empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat),
kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes mellitus.
i. Bagaimana patofisiologi kasus?
(terjawab di patogenesis)
j. Apa komplikasi kasus?
Hepatorenal sindrom, karena bilirubin yang meningkat dalam darah dapat merusak
ginjal, hal ini ditandai dengan meningkatnya ureum kreatinin.
Gangren, adalah abses yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren
kandung empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organorgan tersebut.
Sepsis, adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.
Fistula, adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu empedu
mengerosi dinding kandung empedu atau saluran empedu, menimbulkan saluran baru
ke lambung, usus dan rongga perut.
Peritonitis, adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang steril
terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.
Ileus, dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu berukuran
cukup besar.
k. Bagaimana tata laksana kasus?
Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya,
intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi
47

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada
batu empedu simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan.
Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar tidak terjadi
gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk mencegah komplikasi. Golongan AB yang
dapat digunakan seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol karena biasanya kumankuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.
Nutrisi
1.

Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

2.

Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.

3.

Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

4.

Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Penatalaksanaan batu saluran empedu


ERCP terapeutik dengan melakukan sfinterotomi endoskopik untuk mengeluarkan
batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun1974. Sejak itu teknik ini
telah berkembang pesat dan menjadi standar bakuterapi non-operatif untuk batu saluran
empedu.Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawatatau
balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumenduodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melaluimulut beserta skopnya.
1) Konservatif
-Dirawat, diberi cairan infus, istirahat baring
-Analgesik untuk mengurangi nyeri: Meperidine, Hydrocodone ,Oxycodone
-Antibiotik

pada

fase

awal

untuk

mencegah

komplikasi.

Golongan

ampisilin,sefalosporin,dan metronidazol cukup sensitive utuk bakteri yangumumnya


terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli,Streptococcusfaecalis, dan Klebsiella.
-Ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporingenerasi ketiga
atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, laludiberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada
kasus-kasus yang sudah lanjut dapatdiberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV.2.
48

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

2) Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu)


Masih terdapat perdebatan apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3hari) atau
menunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaanumum pasien membaik.
Tindakan bedah pada fase akut akanmenyebabkan penyebarn infeksi ke rongga
peritoneum dan oprasi lebihsulit karena anatomi menjadi tidak jelas akibat proses
inflamasi.Sedangkan apabila tindakan ditunda lebih lama dapat menyebabkantimbulkan
ganggren dan komplikasi kegagalan tindakan konservatif lainnya. Teknik yang seing
digunakan adalah koleksistektomilaparoskopik karena mempunyai kelebihan mengurangi
nyeri pascaoprasi,secara kosmetika lebih baik,memperpendek lama perawatandirumah
sakit dan menurunkan angka kematian
l. Apa prognosis kasus?
Prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, jarang menyebabkan kematian. Prognosis
quo ad functionam adalah ad bonam, namun sebagian besar penderita mengalami
perjalan penyakit yang kronik

m. Apa SKDI kasus?


3A :
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
IV.
Learning Issue
1. Anatomi dan Fisiologi Hepatobilier
a. Anatomi
Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki 200 fungsi
dalam tugasnya. Namun, tiga fungsi dasarnya yaitu (1) membentuk dan
mensekresikan empedu ke dalam ductus tractus intestinalis; (2) berperan dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang
bakteri dan benda asing lain yang masuk ke darah dari lumen intestinum. Hepar

49

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

bertekstur lunak, lentur dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis di bawah
diafragma.
Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis
sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter
terbagi lagi menjadi lobus quadrates dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris,
fissura ligamenti teres, vena cava inferior dan fissura ligamenti venosi.
Porta hepatis, atau hilus hepatis terdapat pada facies visceralis dan terletak antara
lobus quadratus dan lobus caudatus.Pada bagian ini terdapat ductus hepaticus dexter
dan sinister, arteria hepatica, vena porta hepatis, serta serat-serat serabut saraf
simpatis dan parasimpatis.

Gambar 1 Anatomi Hepar


Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh
peritoneum.Hepar tersusun atas lobuli hepatis.Vena centralis pada masing-masing
lobulus bermuara ke vena hepatica.Di dalam ruangan antar lobulus terdapat canalis
hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan cabang
ductus choledocus.Darah dari arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar menuju
sinusoid dan dialirkan ke vena centralis.
DUCTUS HEPATICUS

50

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister
pada porta/hilus hepatis. Keduanya akan membentuk ductus hepaticus communis.
Ductus ini akan bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris di sisi kanannya
dan membentuk ductus choledocus. Ductus choledocus berakhir di bawah dengan
menembus dinding medial pars descendens duodenum, kira-kira di pertengahan
panjangnya. Biasanya ductus choledocus bergabung dengan ductus pankreaticus dan
bersama-sama bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla
hepatopancreatica (ampulla vater).Ampulla ini bermuara ke papilla duodeni major
yang dikelilingi serabut otot sirkular yang disebut spinchter oddi.
VESICA BILIARIS
Merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan
bawah hepar. Vesica biliaris memiliki kemampuan untuk menampung empedu
sebanyak 30-50 ml dan menyimpannyam serta memekatkan empedu dengan cara
mengabsorpsi air. Vesica biliaris dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum.
Vesica

biliaris

memiliki

fungsi sebagai tempat

penyimpanan

empedu,

memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, vesica biliaris mempunyai
lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga tampak seperti sarang
tawon. Sel-sel toraks (kolumner) terletak pada permukaan mucosa memiliki banyak
vili (dijelaskan pada bagian histologi).
Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
vesica biliaris. Mekanisme: makanan berlemak masuk ke duodenum merangsang
sekresi hormone kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum hormon masuk ke
darah kontraksi vesica biliaris, relaksasi distal ductus choledocus dan ampulla
masuknya empedu yang pekat ke dalam duodenum

51

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Gambar 2 Vesika Biliaris

DUCTUS CYSTICUS
Ductus ini menghubungkan collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus
communis untuk membentuk ductus choledocus. Tunica mucosa ductus cysticus
menonjol untuk membentuk plica spiralis dan melanjutkan diri dengan plica yang
sama pada collum vesica biliaris. Plica dikenal sebagai valvula spiralis dan berfungsi
untuk mempertahankan lumen secara konstan.
b. Fisiologi
Empedu merupakan suatu cairan yang mengandung 85-95% air, dan sisanya
mengandung zat-zat organik seperti garam empedu, bilirubin, kolesterol, fosfolipid
dan elektrolit seperti natrium, kalsium, kalium, klorida dan karbonat. Dalam proses
pemekatan di dalam kandung empedu, air dan elekfrolit direabsorpsi oleh mukosa
kandung empedu. Asam empedu merupakan komponen empedu yang terbanyak
jumlahnya yaitu antara 8-53% dari total empedu.Asam empedu dibentuk dari
kolesterol. Proses oksidasi dan hidroksilasi kolesterol di dalam sel-sel hati
membentuk asam empedu primer, yaifu asam kolat dan asam kenodeoksikolat.
52

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Keduanya akan berkonjugasi dengan glisin atau taurin untuk membentuk gliko
dan tauro terkonjugasi-asam empedu dan disekresikan ke dalam empedu dalam
bentuk garam natrium atau kaliumnya. Garam empedu ini berfirngsi membentuk
kompleks-kompleks kecil dengan lemak yang disebut micelles (misel), sehingga
menjadi mudah larut dan dapat diabsorpsi mukosa usus.
Kira-kira 95% asarn empedu yang disekresikan akan diserap kembali di usus
halus dan 5% sisanya masuk ke dalam kolon kemudian diubah oleh bakteri usus
menjadi asam empedu sekunder, yaitu deoksikolat dan litokolat. Deoksikolat akan
diserap dan kembali ke hati melalui vena porta (siklus enterohepatik), sedangkan
litokolat sebagian besar dibuang melaluifeses dan sebagian diubah oleh bakteri usus
menjadi ursodeoksikolat dan diserap kembali. Di hati akanmengalarni konjugasi
kembali dengan glisin atau taurin dan selanjutnya kembali mengikuti siklus
enterohepatik.
Empedu yang disekresikan oleh hati normalnya antara 600-1200 ml/hari. Empedu
mempunyai dua fungsi penting, yaitu:
i. Empedu berperan penting dalam
karenamengandung

asam

empedu

pencernaan
yang

dan

membantu

absorpsi

lemak,

mengemulsikan

lemaksehingga dapat dicerna oleh enzim lipase pankreas serta membantu tanspor
dan absorpsi produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus.
ii. Empedu berperan sebagai alat untuk mengeluarkan hasil buangan dari darah,
seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk hati.
2. Kolelitiasis
a. Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai
pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki
faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
b. Patologi kolelitiasis
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri
dari: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid
(lesitin) dan elektrolit. Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3
jenis :
53

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

batu pigmen
batu kolesterol
batu campuran (kolesterol dan pigmen)

c. Etiologi kolelitiasis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.Perubahan
komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan
batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang
sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk
batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif,

perubahan

komposisi

kimia,

dan

pengendapan

unsur-insur

tersebut.Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau


keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan
sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu ,dibandingpanyebab terbentuknya batu.
d. Patofisiologi kolelitiasis
i.
Batu Pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam

54

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi


yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
ii.

Batu Kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu.Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolism

Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang.iritan pada kandung empedu Supersaturasi


(kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol kandung empedu

55

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu Penyakit kandung

empedu (kolesistitis) Pengendapan kolesterol

Batu empedu
e. Pemeriksaan diagnostic
1. Ronsen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen Dapat
dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi
pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan
pilihan.
2. Kolangiogram

kolangiografi

transhepatik

perkutan

Yaitu

melalui

penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena


konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua
komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan
kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari
kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan
syok septik.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu sebuah
kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP
ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke
dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain
itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit
hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier
dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada
pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko
terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
f. Penatalaksanaan
Non Bedah, yaitu :Therapi Konservatif
Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik
Analgetik,Antibiotik,Istirahat.
56

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat

dan

kenodioksikolat

digunakan

untuk

melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang
karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah.Batu-batu ini terbentuk karena terdapat
kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan
lesitin.Untuk

melarutkan

ursodeoksikolat.Mekanisme

batu

empedu

kerjanya

tersedia

berdasarkan

Kenodeoksikolat
penghambatan

dan

sekresi

kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat


melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan
baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada
30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu
dilanjutkan.
Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan

yang

dilakukan

atas

indikasi

cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan
tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy
a. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
b. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
c. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan
dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
a. Posisi semi Fowler
b. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
c. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri :
Teknik Relaksasi
Distraksi
Terapi

57

Ranitidin

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50


mg/ml injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap
simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus
kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma
lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10


mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih

wanita.
Kontraindikasi :Glaukoma hipertrofiprostat.
Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol
500

mg,.

Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik

pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.


NaCl
NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana
kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam

plasma tubuh.
NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan
osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma
tubuh.

Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis
kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan
makanan cair rendah lemak.Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang
berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat
dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti :
buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi / teh.
58

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

3. Koledhokolitiasis
a. Pengertian Koledhokolitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma.Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava.Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran
empedu dan kandung empedu.Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran.Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu.Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan.Infeksi bisa
merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.Penyebab paling utama
adalah infeksi di usus.Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan
pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu
mengendap dan menimbulkan batu.Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus.Kuman
tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang
tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam.Namun, infeksi lebih sering
timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.
b. Etiologi
59

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Batu di dalam kandung empedu.Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen


empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
Infeksi kandung empedu
Usia yang bertambah
Obesitas
Wanita
Kurang makan sayur
Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2. Batu pigmen empedu, ada dua macam;
Batu pigmen hitam: terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai

hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi.


Batu pigmen coklat:
bentuk lebih besar, berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.

3. Batu saluran empedu


Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan
bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
c. Patofisiologi
- Batu Kolesterol
Terbentuk akibat ketidakseimbangan antara factor pronukleasi/pembentukan
(relative

meningkat)

dengan

factor

antinukleasi/penghambat

(relative

menurun).Factor pronukleasi ialah kolesterol empedu yang berlebihan dan


glikoprotein mukus, sementara factor antinukleasi ialah garam empedu dan lesitin
(vesikel fosfolipid). Batu empedu dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke
-

saluran empedu dan menjadi batu saluran empedu (koledokolitiasis)


Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi.Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecilkecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan,
sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.Batu pigmen

60

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut
-

dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium.Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

PATOFISIOLOGI
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih
dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol)
atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya
adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol.Faktor motilitas
kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu
campuran.
PATOFISIOLOGI BATU PIGMEN
1. Patofisiologi Batu Berpigmen Hitam
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin
terkonjugat

(khususnya

monoglukuronida) ke

dalam empedu.Pada keadaan

hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat


dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis
oleh glukuronidase- endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu
yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang
dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas buffering asam
sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi
kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu
dengan ph yang lebih rendah supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau
presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi
yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan
pembentukan batu berpigmen hitam.
2. Patofisiologi batu berpigmen coklat
61

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu,sesuai


dengan

penemuaan

sitorangka

bakteri

pada

pemeriksaan

mikroskopik

batu. Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan
spesies Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan
Opisthorchis

sinensis

serta

Clonorchissinensismendukung

pembentukan

batu

berpigmen.Patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di empedu.


Mikroorganisme enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase-,
fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga
enzim tersebut didapatkan seperti berikut:
i. Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga menyebabkan
pembentukan bilirubin tak terkonjugat.
ii. Fosfolipase A menghasilkan asam lemak bebas (terutamanya asam stearik dan
asam palmitik).
iii. Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat.

Hasil

produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan senyawa kalsium


dan membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapat termendak lalu
berkristalisasi sehingga terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini
didukung oleh keadaan stasis empedu dan konsentrasi kalsium yang tinggi
dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga dapat berperan
sebagai

agen

perekat,

yaitu

sebagai

nidus yang

menfasilitasi

pembentukan batu, seperti fungsi pada musin endogenik.


3. PatofisiologiBatuKolesterol
Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu
supersaturasikolesterol, pembentukan inti kolesterol dan disfungsi kandung
empedu.
- Supersaturasi Kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22%
fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3%
bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar
garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau
semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam
kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol
62

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu.Dengan


meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu
juga meningkat.Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati
mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi
(menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol.

Gambar3SupersaturasiKolesterol

Pembentukan Inti Kolesterol


Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar
dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru
dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air.Dan empedu
memainkan peran tersebut.Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan
vesikel.Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin),
garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka
akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis.
Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat
terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga
disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya,
di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel,
akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein

63

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang


terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu
membentuk batu kolesterol.

Gambar 4 Pembentukan Inti Kolesterol


d. Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT

GEJALA KRONIS

TANDA :

TANDA:

1.

Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme


1.

Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen

2.

Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada


2.

Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas

kwadran kanan atas


3.

Kandung empedu membesar dan nyeri


64

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

4.
1.

Ikterus ringan
GEJALA:
Rasa nyeri (kolik empedu) yang

GEJALA:
1.

Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen

menetap

bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di

2.

Mual dan muntah

epigastrium menyebar ke arah skapula kanan

3.

Febris (38,5C)

2.

Nausea dan muntah

3.

Intoleransi dengan makanan berlemak

4.

Flatulensi

5.

Eruktasi (bersendawa)

e. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium:
1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG: menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu

( frekuensi sesuai dengan prosedur

diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk
melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk
menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim
billiar.
9. CT Scan: menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen: Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada
saluran atau pembesaran pada gallblader.
f. Tatalaksana
Pilihan tatalaksana batu empedu adalah secara operatif.Sambil menunggu, pasien
harus menghindari asupan lemak dan makan besar serta diberi tatalaksana
preoperative yakni pemberian hidrasi, analgesic, dan antibiotic sistemik.
1. Penanganan Awal

65

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Pasien tirah baring total, pemberian cairan secara adekuat, tunda asupan
peroral, dan pemberian nutrisi secara parenteral.
2. Terapi Farmakologis
Antibiotik (terapeutik dan profilaksis). Ampisilin-sulbaktam 3g/6 jam IV, atau
piperrasilin-tazobaktam 4,5 g/8 jam IV. Pemberian antibiotic sejak dini sangat

penting dalam mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septicemia.


Medikamentosa simtomatis. Berikan analgesic, antipiretik, atau antispasmodic
bila perlu.

Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.Pembedahan dapat
efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan
sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi :
-

Sfingerotomy endosokopik

PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)

Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop

Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

Penatalaksanaan pra operatif :


-

Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu

Foto thoraks

Elektrokardiogram

Pemeriksaan faal hati

Vitamin K (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)

Terapi komponen darah

Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena


bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membantu
kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati

4. Kolestitis
66

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

a. Pengertian
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat dibagi
menjadi:
Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu

yang berada di duktus sistikus.


Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.

Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan kolesistitis


kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul pada kolesistitis
akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung empedu
dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam.Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu
yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan
gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.
b. Pathogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.Penyebab
utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus
sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus
kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu.Kolesistitis kalkulus akut
disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu yang menyebabkan
distensi kandung empedu.Akibatnya aliran darah dan drainase limfatik menurun dan
menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis.Diperkirakan banyak faktor yang
berpengaruh

seperti

kepekatan

cairan

empedu,

kolesterol,

lisolesitin,

dan

prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan empedu,
stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.Perubahan susunan empedu mungkin
merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu empedu.Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Stasis empedu dapat
67

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan


unsur tersebut.Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter Oddi atau
keduanya dapat menyebabkan stasis.Faktor hormonal terutama pada kehamilan dapat
dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu yang lebih lambat.Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.Akan tetapi, infeksi mungkin
lebih sering sebagai akibat adanya batu empedu daripada menjadi penyebab
terbentuknya batu empedu.
Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas, beberapa teori
telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit ini.Penyebab utama
penyakit ini dipikirkan akibat stasis empedu dan peningkatan litogenisitas
empedu.Pasien-pasien dalam kondisi kritis lebih mungkin terkena kolesistitis karena
meningkatnya viskositas empedu akibat demam dan dehidrasi dan akibat tidak adanya
pemberian makan per oral dalam jangka waktu lama sehingga menghasilkan
penurunan atau tidak adanya rangsangan kolesistokinin untuk kontraksi kandung
empedu.Selain itu, kerusakan pada kandung empedu mungkin merupakan hasil dari
tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang sangat berbahaya.
Pada pasien dengan puasa yang berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah
mendapatkan stimulus dari kolesistokinin yang berfungsi merangsang pengosongan
kandung empedu, sehingga empedu pekat tersebut tertahan di lumen. Iskemia dinding
kandung empedu yang terjadi akibat lambatnya aliran empedu pada demam,
dehidrasi, atau gagal jantung juga berperan dalam patogenesis kolesistitis akalkulus.
Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan
endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang luas,
dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang
menyertai.Endotoksin

juga

menghilangkan

respons

kontraktilitas

terhadap

kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung empedu.


c. Diagnosis
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian atas
yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari pertolongan ke
unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut juga sering merasa
mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam. Tanda-tanda iritasi
68

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien menjalar hingga ke bahu
kanan atau skapula.Kadang-kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan
kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal
dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan menetap pada semua
kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan
sangat terbatas. Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat
ventilasi mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul.

Gambar 5 Algoritma diagnosis kolesistitis


Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan atas
saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat yang
menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda Murphy
positif.Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan
leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada 15% pasien,
ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di
duktus biliaris.
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi
(USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran empedu.
Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu,
adanya cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak antara probe
69

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

USG dengan abdomen kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95%.
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat dengan pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan
ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk
dikerjakan.Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung
empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong
kolesistitis akut.
d. Gejala Klinik
Gejala dan tanda lokal
1. Tanda Murphy
2. Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
3. Massa di kuadran kanan atas abdomen
Gejala dan tanda sistemik
1. Demam
2. Leukositosis
3. Peningkatan kadar CRP
5. Kolangitis
a. Pengertian
Kolangitis adalah

suatu

infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu.

Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai
trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal
dengan Charcot triad.Charcot mendalilkan bahwa empedu stagnankarena
obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis.
Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang
membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus.Bakteri yang sering
dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus,
Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis.Bakteri anaerob yang
dikultur hanya sekitar 15% kasus.
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor,
yaitu cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris.Peningkatan tekanan

70

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

intraduktal yang terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan
sistem limfatik perihepatik yang menyebabkan bakterimia.
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada
penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran.
b. Etiologi
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur
saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab
obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus
obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif.
Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi
saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit
saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis.Selain itu
pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan
biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.
c. Epidemiologi
Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi
menyebabkan kesakitan dan kematian.Dilaporkan angka kematian sekitar 1388%.Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin,
dilaporkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan
diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar
50-60 tahun.
d. Patofisiologi
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan
empedu, kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman
ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari
penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut, penyebaran ke hati
akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan
yangtinggi dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke
dalam saluran limfe dan aliran darah dan mengakibatkan sepsis. Bakteribili (adanya
bakteri disaluran empedu) didapatkan pada 20% pasien dengan kandung empedu
71

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

normal.Walaupun demikian infeksi terjadi pada pasien-pasien dengan striktur pasca


bedah atau pada anastomasi koledokoenterik.Lebih dari 80% pasien dengan batu
koledokus terinfeksi, sedangkan infeksi lebih jarang pada keganasan.Kegagalan aliran
yang bebas merupakan hal yang amat penting pada patogenesis kolangitis akut.
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering
dijumpai berturut-turut adalah kuman-kuman aeroba gram (-) enterik E. Coli,
Klebsiella, kemudian Streptococcus faecalis dan akhirnya bakteri anaerob seperti
Bacteroides fragilis dan Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus, Pseudomonas dan
Enterobacter enterococci tidak jarang ditemukan. Bacteribili tidak akan menimbulkan
kolangitis kecuali bila terdapat kegagalan aliran bilier yang akan memudahkan
terjadinya proliferasi kuman pada saluran empedu yang mengalami stagnasi, dan atau
tekanan dalam saluran empedu di dalam hati meningkat sedemikian rupa sehingga
menyebabkan refluks kuman ke dalam darah dan saluran getah bening. Kombinasi
dari stagnasi dan peningkatan tekanan tersebut akan menimbulkan keadaan yang
serius pada kolangitis supuratif.
Beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia yang
dihasilkan oleh produk pemecahan bahteri gram negatif.Endotoksin diserap di usus
lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier,karena ketiadaan garam empedu yang
biasanya mengkhelasi endotoksin sehingga mencegah penyerapannya.Selanjutnya
kegagalan garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora
usus.Selain itu fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati
untuk mengekstraksi endotoksin dari darah portal.Bilamana kolangitis tidak diobati,
dapat timbul bakteremia sistemik pada sepertiga kasus dan pada kasus-kasus yang
lanjut, dapat timbul abses hati.
e. Manifestasi klinik
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua
elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan
kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga
menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan
72

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67
persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran
empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus,
demam

dan

mengigil

disertai

dengan

kolangitis

menandakan

adanya

bakteriemia.Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis
akut adalah positif pada 40 sampai 50 persen pasien.Pada hampir semua serial
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang
didapatkan pada biakan darah.Organisme lain yang dibiakan dari darah adalah
spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari
empedu yang terinfeksi.Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi
adalah Bacteroides fragilis.Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial
terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang
tersering.
f. Diagnosis
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
1.
Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,
ikterus, dan sakit pada perut kanan atas.Beberapa penderita hanya mengalami
dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal.Ikterus atau perubahan
warna kuning pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.
2.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus,
3.

gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi.


Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian
besar pasien.Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000.Lekopeni atau
trombositopenia kadang kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis
parah.Sebagian

besar

penderita

mengalami

hiperbilirubinemia

sedang.Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes

73

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang
menggambarkan proses kolestatik.
g. Diagnosis Banding
1. Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu
yang terjebak di dalam kantong Hartmann.Pada keluhan utama dari kolesistikus
akut adalah nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke
belakang di daerah skapula.Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang
pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis,
nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan
defans muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar
dapat diraba.Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.
2. Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang
keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan
kenyang atau setelah minum alkohol.Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai
secara perlahan.Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya
menjalar menembus ke belakang.Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk
membungkuk dan bertambah bila terlentang.Muntah tanpa mual dulu sering
dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah
kosong.Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan.Kirakira 90% disertai demam, takikardia, dan leukositosis.
3. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis
A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan
hepatitis yang paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada
kuadran kanan atas sampai di ulu hati.Kadang disertai mual, muntah dan
demam.Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut.Sebagian menjadi
sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal.
h. Tatalaksana
74

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah


konservatif.Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan
antiobiok dimulai.Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan
antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin memerlukan
terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring invasif

dan dukungan

vasopressor.
Pemilihan

mencerminkan

awal

perlindungan

antibiotika

empiris

harus

bakteriologi yang diduga.Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin


telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil
gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan
enterokokus. Penambahan metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan
antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan
antibiotik. Perlindungan antibiotik

jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan

kepekaan telah tersedia.


Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis
antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja
mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga
yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.
- Dekompresi Billiaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes
fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien
tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam
pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar
kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif baik
dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:
a. Penanggulangan Fingterotomi Endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran
empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu.Kadang
dipasang pipa nasobilier.Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu
berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat
75

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

mengeluarkan batu ini.Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi


terlebih dahulu.
b. Lisis Batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol.Terapi berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter
perkutan

kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah

beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit.
c. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Penghancuran batu saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis
lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur,
diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris
untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi
penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang
kejut yang maksimum.
d. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai
salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau
mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena
keganasan.Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga
dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu
intrahepatik.

V.

Kerangka Konsep

76

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

VI.

Kesimpulan
Ny. W 42 tahun mengalami Ikterus obstruktif ec suspek koledokolitiasis, kolangitis,

kolesistitis

77

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Daftar Pustaka
Braunwald, Isselbacher. Harrisons Principles of Internal Medicine vol 2, 13 edition. Mc Graw
Hill New York-.p.1458-1488, 2012
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC

Glenda N. Lindseth. Gangguan Hati, kandung Empedu, dan Pakreas.


Guyton, Arthur C.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 1999. Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni
Katzung G, Betram. 1997. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC
Klarisa, Cindya, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Chris Tanto, dkk. Edisi 4. Jakarta
: Media Ausculapius.
Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000.
Kusnaeni, Ahmad, Pemeriksaan Fisik. Diunduh dari https://ahmadjiwa.com/2011/05/px-fisikword.doc. pada tanggal 14 April 2015.
Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
Naskah Lengkap New Horizon of Diagnosis and Treatment in Internal Medicine Temu Ilmiah
Penyakit Dalam FK Unsri 2012
Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalama Jilid 1 Edisi V. Jakarta : InternaPublishing
Sutedjo, Ay. Hadisaputro, Soeharyo. 2007. Ed Revisi. Buku Saku Mengenal Penyakit melalui
Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara books.

78

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Sylvia A Price, dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC 2003. 437 - 459
Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Edisi bahasa Indonesia. 1995. Jakarta : EGC.
Tim penulis. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI edisi 6. Jakarta:Interna Publishing
Turgeon, ML. Immunology & Serology in Laboratory Medicine. 3rd ed. Mosby. 2003. p28791.
Wallach J. Hepatobiliary Disease and Disease for Pancreas. In Intepretation of Diagnosis Tests
A Synopsis of Laboratory Medicine. 5 edition. p. 170-217,2011

79

Laporan Skenario A Blok 17 2015 Kelompok 10

Anda mungkin juga menyukai