Kasus Bedah CKR
Kasus Bedah CKR
KASUS BEDAH
Disusun Oleh :
dr. Borneo Adi Parantaririh
Pendamping :
dr. Wiwik Dewi S, MMR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
Tanggal :
Mengetahui,
Dokter Pendamping IGD
Pustaka
Diskusi
Pos
Data Pasien
Nama : Nn. S / 14 tahun
Nomor Registrasi : 02-04-328
Nama Klinik : IGD
Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis : Cedera Kepala Ringan
2. Gambaran Klinis :
Anamnesis
Pasien datang ke IGD PKU Muhammadyah Temanggung dengan keluhan bibir
2
berdarah setelah terjatuh dari sepeda motor. Setelah jatuh, pasien pingsan kemudian
sadarkan diri ketika di bawa dalam perjalanan ke RS. Pada saat di RS, pasien tersadar
dan mengeluh pusing. Kemudian pasien muntah 1x selama berada di ruangan IGD.
3.
4.
5.
6.
mengering disangkal.
Riwayat keluarga :
Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, riwayat penyakit liver, alergi/asma
disangkal. Riwayat luka yang tidak mudah mengering disangkal.
Riwayat pekerjaan :
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani di sawah.
Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Pasien tinggal bersama Kedua orangtua dan 2 adik. Pasien bersekolah SMP Negeri
Temanggung. Ibu pasien sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dirumah.
7.
retroaurikuler,
submandibuler,
servikalis,
m. Thorax :
Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi prekardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis teraba di spatium intercosta V, 2 cm medial linea
midclavicula sinistra
3) Perkusi : tidak dilakukan
4) Auskultasi : S1>S2, murmur dan gallop tidak ada
Paru
1)
2)
3)
4)
Inspeksi : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, tidak terdapat retraksi
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler pada kedua paru, tidak terdapat rhonki
maupun wheezing
n. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, tidak distensi, tidak ada
venektasi, sikatrik dan striae
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen terutama kuadran
kanan bawah (Mc.Burney sign), nyeri tekan lepas (+), psoas sign (+), obturator
sign (+), rovsign sign (+). Hepar dan Lien : normal
Perkusi : timpani, pekak sisi -/-, pekak alih -/-, nyeri ketok costovertebra -/Auskultasi : bising usus (+) normal
o. Genitourinaria : tidak dilakukan
p. Ektremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
Pucat
Akral dingin
Luka
Deformitas
Ikterik
Petekie
Sponn nail
Kuku pucat
Clubing finger
Kemerahan
Purpura
Ekimosis
Tonus
Fungsi motorik
Extremitas superior
Dextra
Sinistra
normal
normal
normal
normal
Extremitas inferior
Dextra
Sinistra
normal
normal
normal
normal
8.
Fungsi sensorik
normal
Reflek fisiologis
normal
Pemeriksaan laboratorium :
Nama Test
Jumlah Sel Darah
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MPV
Index
RDW
MCV
MCH
MCHC
Golongan darah
CT
BT
Hasil
10.7*
4.65
12.6
39.1
378
9.7
16.0
86.9
27.1
35.5
B
350
200
normal
normal
normal
normal
normal
normal
Nilai Rujukan
Unit
3.5 10.0
3.5 5.5
12.0 18.0
35.0 55.0
150 400
8.0 11.0
ribu/mm3
Juta/L
g/dL
%
Ribu/L
fL
11 16
75 100
25 35
31 38
%
fL
Pg
%
Daftar Pustaka
1. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. Kalamas AG, ed. Churchill
Livingstone Elsevier. 5th edPhiladelphia;2007: 347-52.
2. Ahmad MR. Perioperative management of head injury. 2004. J Med Nus. 25 (1).
50-4.
3. Patterson JT, Hanbali F, Franklin RL, Nauta HJW. Neurosurgery. In: Townsend
CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox K, eds. Sabiston Textbook of Surgery.
18th ed. Saunders Elsevier. Philadelphia; 2007: 1047-51
4. Sjamsuhidayat R, De Jong W. Sistem Saraf. Dalam: Widjoseno, Gardjito, editor.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC; 2010.h.818-21
5. Sakabe T, Bendo AA. Anesthetic management of head trauma. Philipa N, James
Cotrell, eds. Handbook of neuroanesthesia. Edisi ke-1. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2007: 91-108.
Hasil Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Anatomi Kepala
Definisi
Etiologi dan patofisiologi Appendisitis
Diagnosis dan pemeriksaan penunjang Appendisitis
Tatalaksana Appendisitis
Komplikasi dan prognosis Appendisitis
Subjektif
Pasien datang ke IGD PKU Muhammadyah Temanggung dengan keluhan bibir
berdarah setelah terjatuh dari sepeda motor. Setelah jatuh, pasien pingsan kemudian
sadarkan diri ketika di bawa dalam perjalanan ke RS. Pada saat di RS, pasien tersadar
dan mengeluh pusing. Kemudian pasien muntah 1x selama berada di ruangan IGD. BAK
2.
3.
Assessment
Cedera Kepala Ringan
4.
Plan IGD
IVFD RL
20 tpm
Injeksi antrain
3x1 Ampul
Injeksi ranitidin
2x1 Ampul
Injeksi Ondancentron
3x1 Ampul
Injeksi Piracetam ekstra 3 gr
Injeksi Antrain 3x1 K/P
Cefadroxil 2x1
NB 2x1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI KEPALA
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium.( 1,2 )
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis
kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa
anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari
3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat
fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa
media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang)
terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi
beberapa lobus.7 Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan
pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi
ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung
jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
terdapat
pusat kardiorespiratorik.
Serebellum
medula
oblongata
2. Kecelakaan lalu lintas, adalah penyebab paling umum dari cedera kepala berat. Pada
kecelakaan lalu lintas, tubuh seseorang dapat membentur kaca depan, dashboard, dan
roda kemudi, hal ini dapat menyebabkan cedera kepala terbuka maupun cedera kepala
tertutup.
3. Benturan pada kepala, misalnya akibat kekerasan fisik, terjatuh, pukulan pada kepala,
atau ditendang pada bagian kepala juga dapat menyebabkan cedera kepala mulai dari
cedera kepala ringan, sedang, hingga berat.
4. Aktivitas olah raga juga dapat menyebabkan cedera kepala berat jika seseorang tidak
mengutamakan keselamatannya. Aktivitas yang paling banyak menyebabkan cedera
kepala antara lain bersepeda, sepak bola, basket, softball, baseball, mengendarai
kendaraan rekreasional misalnya sepeda mini, go-kart, dll.
2.4 DEFINISI DAN KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
Pembagian trauma kapitis :
Tidak pingsan
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan
cukup istirahat.
Commotio cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10
menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu
9
hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini
timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan
yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis,
perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan
mobilisasi bertahap.
Contusio cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi
kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh
karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade
reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus.
mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
berlangsung. Timbulnya lesi contusio menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa
berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.
kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome. Akibat gaya yang
dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di
atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga
karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan,
simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
Laceratio cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural
akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing
atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio
tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Epistaksis
Rhinorrhoe
Gangguan pendengaran
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan
operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Epidural Hematoma
Timbulnya perdarahan / hematoma diruangan antara tengkorak dan
duramater yang disebabkan oleh rupturnya arteri meningea media sehingga terjadi
kompresi otak. Sering terjadi pada daerah temporal. Ditemukan adanya lusid
interval pada 50% kasus. Lucid interval adalah adanya fase sadar diantara 2 fase
tidak sadar karena bertambahnya volume darah yaitu pada saat kejadian pasien
tidak pingsan/ pingsan sebentar/ hanya nyeri kepala sebentar lalu membaik
dengan sendirinya, tetapi beberapa jam kemudian gejala menjadi progresif,
nyeri kepala , pusing, kesadaran menurun hingga koma.
Gejala klinis :
Gejala fokal, akibat herniasi tentorial
Subdural hematoma
-Akut : karena trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh
parenkim otak ke kontralateral dan mengenaitulang kontralateral sehingga mengenai
arteri corticalis.
-Kronis : karena underlying disease. Contohnya kelainan hemostasis yg
menyebabkan pecahnya bridging vein, biasa terjadi pada orang tua
Secara umum yaitu perdarahan yang terjadi antara ruang duramater dengan
araknoid akibat trauma kapitis. Merupakan perdarahan venous dari permukaan
otak yang berjalan menuju sinus venosus didalam duramater. Gejala-gejala, akut
seperti epidural bleeding, bila mengenai vena yang besar atau merupakan
perdarahan dari sinus. Bila perdarahan tidak terlalu besar gejala permulaan ringan.
Darah akan membeku dan mengalami organisasi, kemudian akan dilapisi oleh
kapsel. Gumpalan darah lama akan mencair dan menarik cairan dari sekitarnya
sehingga menjadi lebih gembung. Inilah yang menimbulkan gejala-gejala
menyerupai tumor serebri/ proses intrakranial yang meninggi.
Gejala klinis :
menyerupai tumor serebri dimana ditemukan peninggian
tekanan intrakranial.
12
Subarachnoid hematoma
Yaitu perdarahan yang terjadi didalam ruang subarachnoid akibat trauma kapitis
yang sering disebabkan oleh kontusio serebri.
Gejala klinis :
o timbulnya nyeri kepala di daerah suboksipital secara tiba-tiba
o Pusing, mual, muntah
o Kesadaran menurun hingga koma
o Kaku kuduk (+)
o Suhu tubuh meninggi
o Refleks patologi (+)
o timbul kejang atau gejala fokal
Intraserebral hematoma
Hematoma intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di korteks yang
menimbulkan lesi desak ruang dan menimbulkan edema kolateral. Terbanyak pada
lobus temporalis, selain itu bisa pula pada lobus frontalis dan parietalis, kadang- kadang
pada serebellum. Asal perdarahan dari arteri. Umumnya penderita tidak tertolong,
perdarahan arteri cepat masuk ke ventrikel dan menekan batang otak, bila hematoma
berasal dari vena biasanya dapat tertolong.
Pembagian cedera kepala lainnya:
Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan
Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari
10 menit
13
14
Fraktur tulang kranial bisa menyebabkan kerusakan saraf, mengenai sinus dan telinga hidung
tenggorokan. Dampak benturan langsung ke daerah temporal bisa menyebabkan tuli sensoris
atau konduktif. Selain itu juga bisa terjadi Benign paroxysmal vertigo ketika kristal kalsium
karbonat berpindah dari urtikula ke kanalis semisirkularis.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi, seperti:
-
Epidural hematoma, terjadi karena pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan darah
terkumpul di antara duramater dan tengkorak, yang paling sering adalah pecahnya
arteri meningeal media. Karena duramater melingkupi vertebra juga maka perdarahan
juga bisa terjadi di kolumna vertebralis. Kondisi ini terjadi antara 1-3% dari cedera
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada area terjadinya benturan
maupun tempat yang berlawanan dengan benturan. Biasanya kalau benturannya kecil dan
keras, efeknya akan langsung pada tempat benturan, tapi kalau objeknya besar cederanya
akan lebih sering terjadi berlawanan dengan tempat benturan.
Cedera kepala dapat menyebabkan kontusio (gegar) karena kerusakan struktur otak yang
menyebabkan berbagai kelainan neurologis. Kontusio ini adalah bentuk dari Cedera axonal
difus (kerusakan substansia alba jaringan otak).
b. Cedera sekunder
Cedera sekunder terjadi beberapa saat setelah terjadi benturan. Efek biokimia yang
terjadi seperti pelepasan asam amino eksitatori (EEAs) (termasuk glutamat dan aspartat)
akan meningkat signifikan setelah cedera kepala. Asam amino ini akan menyebabkan
pembengkakan, vakuolisasi dan kematian neuron melalui mekanisme influks Na + dan Cl+,
15
peningkatan influks Ca2+. Kerusakan jaringan akan mengaktifkan berbagai macam sitokin
inflamasi. Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi adalah sebagai akibat dari
perdarahan. Perdarah yang terjadi akan menyebabkan perfusi jaringan otak menurun sehingga
terjadi penumpukan asam laktat yang tambah memperparah kerusakan sel otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan hipoksia, iskemia, kejang,
edema otak, hidrosefalus dan herniasi otak. Herniasi ini dapat menyebabkan batang otak
terjepit dan bisa menyebabkan gangguan pernafasan dan kesadaran.
Selain itu juga akan terjadi perangsangan sistem simpatis, yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan hidrostatik melalui berbagai mekanisme
fisiologis tubuh di jantung, pembuluh darah dan ginjal. Hal ini bisa menyebabkan kebocoran
kapiler dan menyebabkan oedem paru, serta gangguan perfusi jaringan. Perangsangan
simpatis juga akan meningkatkan katekolamin, dan sekresi asam lambung sehingga terjadi
mual dan muntah.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung
pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural
dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak
atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup)
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari adanya peningkatan tekanan intra cranial adalah banyak dan bervariasi
serta dapat tidak jelas.
1. Perubahan tingkat kesadaran (paling sensitive diantara tanda peningkatan TIK)
2. Trias klasik :
-Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah.
-Papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus aptikus
-Muntah, seringkali proyektil.
16
3. Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan
dekompensasi otak dan kematian yang mengancam
4. Hipertermia
5. perubahan motorik dan sensorik
6. Perubahan bicara
7. Kejang
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera
dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes,
Verbal, Movement)
A.Kesadaran
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Secara spontan
Atas perintah
Rangsangan nyeri
Tidak bereaksi
Orientasi baik
Jawaban kacau
Mengerang
Tidak bersuara
Reaksi setempat
Menghindar
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak bereaksi
1
17
B.Tanda-tanda vital,
Meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan laju nafas. Hasilnya dapat berbeda-beda pada
setiap pasien tergantung keadaannya
C.Tingkat cedera luar yang terlihat
Dilihat apakah terdapat cedera kulit kepala, perdarahan hidung, mulut, telinga, dan
hematoperiorbital, serta apakah terdapat memar/lebam pada bagian-bagian tertentu di kepala,
sekitar hidung, dahi, pipi, dan area sekitar mata.
D.Tanda-tanda neurologis
Menilai bentuk dan ukuran pupil, simetris atau tidak, isokor atau tidak, gerakan mata
untuk melihat apakah ada kelumpuhan terhadap otot-otot penggerak bola mata atau nervus
yang mempersarafi otot tersebut.
E.Aktivitas motorik
Melakukan penilaian kekuatan otot pasien untuk melihat apakah ada lesi pada sistem
koordinasi atau medulla spinalis.
F.Reflek fisiologis dan patologis
G. Pemeriksaan nervus cranialis
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari
saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
2.9 DIAGNOSA
18
miringkan kepala 30
Antibiotik
Analgetik
Antagonis H2 reseptor
2. Penatalaksanaan TIK
Terapi Konservatif
Fraktur depresi
Cedera penetrasi
Penurunan kesadaran
Rhinorea otorhea
Cedera penetrasi
Trauma multiple
Amnesia
2.11 KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian
timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi
tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan
pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
20
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural
hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada
lobus temporalis.
Gejala-gejala kerusakan
jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat
meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
21
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun,
mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah
laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan
depresi.
2.12 PROGNOSIS
Skala Outcome Glasgow (GOS) digunakan secara luas sebagai standar yang menjelaskan
hasil akhir pada pasien cedera kepala. Merupakan skala lima butir yang sederhana:
Good recovery [G] Pasien pulih ke tingkat fungsi sebelum cedera
Moderately disabled [MD] Pasien dengan deficit neurologis namun mampu merawat diri
sendiri
Severely disabled [SD] Pasien tidak mampu merawat diri sendiri
Vegetative
Dead
[D]
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. Kalamas AG, ed. Churchill
Livingstone Elsevier. 5th edPhiladelphia;2007: 347-52.
Cotrell,
eds.
Handbook
of
neuroanesthesia.
23
Edisi
ke-1.