Anda di halaman 1dari 34

PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN

DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Sektor peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menjadi


prioritas utama untuk dikembangkan dalam program Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) karena dinilai memiliki potensi yang baik. Salah
satu cara untuk mengembangkan potensi sektor peternakan di Indonesia adalah
dengan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan
melalui investasi.
Berdasarkan hasil analisis tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 tentang
peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) peranan sektor peternakan yang terdiri dari (ternak
potong, ternak perah, ternak lainnya, pemotongan hewan dan ternak unggas) secara
total dalam perekonomian Indonesia adalah relatif kecil. Peranan sektor peternakan
yang terbesar adalah dalam struktur konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 3,42
persen. Peranan sektor peternakan yang kecil adalah dalam struktur investasi, yaitu
investasi negatif sebesar Rp 2,04 triliun dan pada struktur ekspor dan impor, yaitu
mengalami defisit perdagangan Internasional sebesar Rp 1,74 triliun. Sektor
peternakan meskipun peranannya relatif kecil tetapi mempunyai rasio antar upah dan
surplus usaha (U/S) cukup bagus, yaitu pada ternak lainnya (0,90) dan peternakan
unggas (0,80), 2) sektor ternak potong memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar dan
belakang terkecil (langsung dan tidak langsung), pemotongan hewan memiliki nilai
keterkitan ke belakang terbesar, ternak lainnya memiliki nilai keterkaitan ke depan dan
keterkaitan ke belakang (langsung) terkecil, 3) hasil penetapan sektor prioritas
berdasarkan empat kelompok sektor, maka pemotongan hewan dan peternakan unggas
termasuk dalam kelompok sektor prioritas ke dua, sedangkan ternak potong, ternak
perah dan ternak lainnya termasuk kelompok sektor prioritas terakhir/keempat, 4)
Investasi sebesar Rp 51,3 triliun dalam program RPPK, akan menambah output total
diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 80,57 triliun atau 1,42 persen, nilai tambah
bruto sebesar Rp 48,39 triliun atau 1,68 persen, pendapatan sebesar Rp 15,19 triiun
atau 1,72 persen, dan mengurangi jumlah pengangguran sebanyak 2,72 juta orang atau
22,87 persen.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran,
yaitu: 1) untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai
faktorfaktor yang mempengaruhi kecilnya peranan sektor peternakan dalam
perekonomian Indonesia terutama dari sisi mikro, 2) investasi yang kecil pada sektor
peternakan terutama pada komponen pembentukan modal tetap harus segera diatasi
karena akan menyebabkan pengurasan populasi ternak, 3) sektor peternakan
mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S) yang cukup bagus yaitu:
pada ternak lainnya dan ternak unggas, sehingga untuk penelitian lebih lanjut dapat

melakukan penelitian yang lebih aplikatif mengenai hubungan antara upah dan gaji
dengan surplus usaha yang berguna sebagai pertimbangan dalam dunia investasi.
Kata-kata kunci: sektor peternakan, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan
(RPPK), investasi

PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN


DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia yang dikaruniai Tuhan
dengan kekayaan alam yang berlimpah berupa alam yang subur dan kaya akan
daratan seluas 2 juta km2 dan laut seluas 5,8 juta km2 yang terbentang sepanjang 8.000
km di khatulistiwa. Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan pangan di dunia
karena memiliki kondisi alam yang subur dan agroklimat yang baik.
Sebagai negara agraris, maka pertanian harus menjadi prioritas utama dalam
perekonomian nasional. Hal ini sesuai dengan program Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (RPPK), yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005. Program ini dilatarbelakangi oleh fakta
empiris, bahwa sektor pertanian masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan
nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini
cenderung mengalami degradasi sehingga timbul kesadaran untuk menempatkan
kembali arti penting pertanian dalam perekonomian nasional.
Melalui program RPPK sektor pertanian beserta sub-subsektornya harus menjadi
prioritas utama untuk dikembangkan terutama yang memiliki potensi. Sektor
peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk
dikembangkan.
Sektor peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan dya dukung ekosistem
yang sangat besar, Indonesia sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan
jasa peternakan secara meluas seperti bahan pangan dan pakan, farmasi, bioenergi,
kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya.
Pengembangan potensi sektor peternakan di Indonesia salah satunya dengan
cara mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan. Faktor
kunci untuk dapat mengakselerasi sektor peternakan adalah peningkatan dan ||||
investasi adalah modal yang digunakan untuk meningkatkan atau memfasilitasi
peningkatan kapasitas produksi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu suatu penelitian yang mendalam
mengenai besarnya peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian
Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi untuk pengembangan
sektor peternakan di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peranan Sektor Peternakan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia
Analisis terhadap Tabel Input-Output dapat menggambarkan struktur perekonomian
Indonesia. Penjelasan mengenai gambaran struktur perekonomian tersebut meliputi
beberapa aspek, yaitu: struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi,
ekspor dan impor, nilai tambah bruto, serta output sektoral.
Struktur Permintaan dan Penawaran
Tabel 8. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian
Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
Permintaan
No

Sektor %

Antara Akhir

Permintaan

Jumlah

Permintaan

Tanaman pangan 138,71 6,18


97,29 2,83
236,00 4,15 2 Perkebunan
70,27
3,13
16,44 0,48
86,71 1,52 3 Ternak Potong 15,02 0,67
4,11
0,12
19,13 0,34 4 Ternak Perah
0,84
0,04
0,96
0,03
1,80
0,03 5 Ternak
Lainnya
0,04
0,00
0,42
0,01
0,46
0,01 6 Pemotongan Hewan
15,49
0,69
23,71 0,69
39,19 0,69 7 Ternak Unggas 23,06 1,03
23,85 0,69
46,91 0,82 8 Kehutanan
22,27 0,99
4,83
0,14
27,10 0,48 9 Perikanan
25,25 1,13
47,51 1,38
72,76 1,28

10

Pertambangan dan Penggalian


189,85 8,46
197,40 5,73
387,25 6,81 11 Industri
Hasil Ternak
10,51 0,47
16,71 0,49
27,22 0,48 12 Industri Makanan, Minuman
134,42 5,99
331,17 9,62
465,59 8,19

dan Tembakau
13 Industri Pakan 25,56 1,14 2,32 0,07 27,88 0,49 14 Industri Lainnya 711,03 31,68 857,22 24,89 1.568,26
27,57 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 61,34 2,73 27,55 0,80 88,89 1,56 16 Bangunan 49,46 2,20 528,98
15,36 578,44 10,17 17 Perdagangan 215,52 9,60 292,33 8,49 507,85 8,93 18 Restoran dan Hotel 38,03 1,69
185,05 5,37 223,08 3,92 19 Transportasi dan Komunikasi 170,41 7,59 228,02 6,62 398,43 7,00
20 Jasa Lainnya 327,29 14,58 558,01 16,20 885,30 15,56
Jumlah 2.244,38 100,00 3.443,89 100,00 5.688,27 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

Berdasarkan hasil analisis Input-Output (Tabel 8) diketahui, total permintaan


barang dan jasa Indonesia tahun 2005 sebesar Rp 5.688,27 triliun yang terdiri dari
permintaan antara sebesar Rp 2.244,38 triliun atau 39,46 persen dari total permintaan
dan permintaan akhir sebesar Rp 3.443,89 triliun atau 60,54 persen dari total
permintaan. Dengan menggunakan asumsi keseimbangan antara permintaan dan
penawaran maka total penawaran sama dengan nilai permintaannya yaitu sebesar Rp
5.688,27 triliun.
Total permintaan sektor peternakan pada tahun 2005 jika dibandingkan dengan
subsektor pertanian lainnya menempati peringkat kedua terbesar, yaitu sebesar Rp
107,50 triliun atau 20,28 persen dari total permintaan sektor pertanian. Sedangkan
peringkat pertama ditempati oleh sektor tanaman pangan, yaitu sebesar Rp 236,00
triliun atau 44,52 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan menjadi
salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan, terutama dalam rangka
meningkatkan permintaan dan penawaran sektor pertanian di masa mendatang.
Sektor peternakan yang memiliki jumlah permintaan antara dari yang tertinggi
sampai terendah adalah ternak unggas (42,35%), pemotongan hewan (28,44%), ternak
potong (27,59%), ternak perah (1,54%), dan ternak lainnya (0,08%) dari total
permintaan sektor peternakan, sedangkan sektor peternakan yang memiliki jumlah
permintaan akhir dari yang tertinggi sampai terendah adalah ternak unggas (44,97%),
pemotongan hewan (44,69%), ternak potong (7,75%), ternak perah (1,82%), dan
ternak lainnya (0,78%) dari total permintaan sektor peternakan. Jika dibandingkan
antara jumlah permintaan antara dengan jumlah permintaan akhirnya maka hampir
semua subsektor peternakan memiliki jumlah permintaan akhir yang lebih besar
daripada jumlah permintaan antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa output sektor
peternakan relatif lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumsi, bukan untuk
proses produksi, kecuali sektor ternak potong yang memiliki jumlah permintaan
antara lebih besar daripada permintaan akhir, karena output sektor ternak potong lebih
banyak digunakan untuk proses produksi di sektor lain daripada untuk konsumsi,
terutama untuk proses produksi bagi sektor pemotongan hewan dan tanaman pangan.
Struktur Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah
tangga yang terdiri dari pengeluaraan untuk pembelian barang dan jasa dikurangi

dengan penjualan netto barang bekas. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga
mencakup pengeluaran yang dilakukan lembaga atau badan swasta yang tidak
mencari untung (nirlaba). Konsumsi rumah tangga Indonesia pada tahun 2005 (Tabel
9) mencapai Rp 1.602,94 triliun. Sektor yang paling banyak digunakan untuk
keperluan rumah tangga adalah sektor jasa lainnya (seperti pada jasa lembaga
keuangan dan jasa sosial kemasyarakatan) sebesar 17,89%, industri lainnya (seperti
pada industri mesin dan industri alat pengangkutan) sebesar 17,65%, dan industri
makanan, minuman dan tembakau (16,80 %).
Tabel 9. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah Sektor-Sektor
Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
No

Sektor

Tanaman pangan

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Perkebunan
Ternak Potong
Ternak Perah
Ternak Lainnya
Pemotongan Hewan
Ternak Unggas
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Hasil Ternak
Industri Makanan, Minuman
dan Tembakau

13
14
15
16
17
18
19
20

Konsumsi
Rumah Tangga

Konsumsi
Pemerintah

97,57

6,09

0,00

5,25
3,98
0,96
0,43
23,65
25,76
2,33
44,81
0,01
14,77
269,30

0,33
0,25
0,06
0,03
1,48
1,61
0,15
2,80
0,00
0,92
16,80

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

0
0
0
0
0
0
0
220,87

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
100,00

Industri Pakan
0,24
0,01
Industri Lainnya
282,86
17,65
Listrik, Gas dan Air Bersih
27,55
1,72
Bangunan
0,00
0,00
Perdagangan
194,33
12,12
Restoran dan Hotel
160,68
10,02
Transportasi dan Komunikasi
161,72
10,09
Jasa Lainnya
286,72
17,89
Jumlah 1.602,94
100,00 220,87 100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

Sektor-sektor perekonomian Indonesia yang memiliki jumlah konsumsi

sangat

rendah adalah sektor bangunan, pertambangan dan penggalian, dan industri pakan.
Sektor bangunan jumlah konsumsi rumah tangganya bernilai nol, karena setiap
pengeluaran rumah tangga terhadap pembelian rumah tempat tinggal (bangunan) tidak

dihitung dalam struktur konsumsi rumah tangga tetapi dihitung dalam struktur
pembentukan modal tetap. Sektor pertambangan dan penggalian dan industri pakan
jumlah konsumsi rumah tangganya sangat kecil, dikarenakan output kedua sektor ini
lebih diperuntukkan bagi proses produksi di sektor lain, khususnya bagi sektor industri
pakan outputnya banyak digunakan sebagai input untuk proses produksi di sektor
peternakan.
Konsumsi rumah tangga sektor peternakan pada tahun 2005 sebesar Rp 54,79
triliun yang terdistribusi kepada ternak unggas (47,02%), pemotongan hewan
(43,18%), ternak potong (7,26%), ternak perah (1,76%), dan ternak lainnya (0,76%).
Tingginya konsumsi rumah tangga terhadap sektor ternak unggas dibandingkan
dengan keempat subsektor peternakan lainnya diakibatkan karena permintaan akan
output dari sektor ini (telur dan daging unggas) lebih tinggi dibandingkan dengan
permintaan output dari keempat subsektor peternakan lainnya (susu segar, daging
sapi, daging kambing, dan lain-lain).
Struktur Investasi
Investasi dalam tabel Input-Output adalah penjumlahan dari pembentukan modal
tetap dan perubahan stok. Pembentukan modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan
untuk pengadaan atau pembuatan barang baru, yang berasal dari dalam negeri dan
impor, sedangkan perubahan stok adalah nilai stok barang pada akhir periode
penghitungan dikurangi dengan nilai stok pada awal periode.
Total investasi Indonesia pada tahun 2005 (Tabel 10) sebesar Rp 643,45 triliun
yang terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 619,38 triliun dan perubahan
stok sebesar Rp 24,07 triliun. Sektor peternakan memiliki nilai investasi yang negatif,
yaitu sebesar Rp 2,04 triliun. Nilai investasi negatif pada sektor peternakan
diakibatkan tambahan modal pada komponen pembentukan modal tetap sektor
peternakan sebesar Rp 0,21 triliun tidak sebanding dengan pengurangan modal
sebesar Rp 2,25 triliun pada komponen perubahan stoknya.
Sektor peternakan yang memiliki nilai investasi yang negatif adalah ternak
unggas (Rp 1,91 triliun), ternak potong (Rp 0,14 triliun), ternak lainnya (Rp 0,031
triliun), sedangkan sektor peternakan yang memiliki nilai investasi yang positif adalah
pada pemotongan hewan (Rp 0,038 triliun), Investasi pada subsektor peternakan yang

negatif disebabkan oleh dua faktor, antara lain: pertama karena tidak adanya
pembentukan modal tetap pada sub-subsektor peternakan (kecuali sektor ternak
potong) yang diperlukan untuk membeli alat-alat yang menunjang usaha peternakan
(seperti alat angkut, kandang, dan mesin-mesin) dan pembelian ternak produktif yang
dipelihara khusus untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu, pengambilan bulu,
pemakaian tenaga namun tidak termasuk ternak yang akan dipotong; kedua
disebabkan karena terjadinya pengurangan stok yang cukup besar (kecuali sektor
pemotongan hewan). Khusus pada sektor ternak unggas terjadi pengurangan stok
jumlah ternak unggas yang sangat besar, salah satunya disebabkan oleh virus flu
burung yang membunuh 1,1 juta unggas di Indonesia pada tahun 2005 (Gmikro,
2006).
Tabel 10. Struktur Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005
(Triliun Rupiah)

No

Perubahan

Pembentukan

Stok

Modal Tetap

Sektor Investasi

1 Tanaman pangan (0,9573) 0,0036 (0,9537) 2 Perkebunan (0,3040) 1,0608 0,7568 3 Ternak
Potong (0,3529) 0,2150 (0,1379)
4 Ternak Perah
0
0
0
5 Ternak Lainnya (0,0316) 0 (0,0316) 6 Pemotongan Hewan 0,0379 0 0,0379 7 Ternak Unggas
(1,9087) 0 (1,9087) 8 Kehutanan 0,2936 0 0,2936 9 Perikanan (1,0957) 0 (1,0957)
10 Pertambangan dan Penggalian 4,8665 0,8137 5,6802 11 Industri Hasil Ternak (0,5671) 0,0002
(0,5669)
12
Industri Makanan, Minuman dan tembakau (7,2016)
0
(7,2016)
13
Industri Pakan 1,9159 0
1,9159
14
Industri Lainnya 26,9041 52,6217 79,5258 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 0 0 0 16 Bangunan
528,9813 17 Perdagangan 1,8493 19,5477 21,3970
18
Restoran dan Hotel
0
0
0
19
Transportasi dan Komunikasi
0,6183 6,3969 7,0152
20
Jasa Lainnya
0
9,7375 9,7375
Jumlah 24,0667 619,3784
643,4451
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
( ) =defisit/negatif

Dilihat secara umum nilai investasi pada sektor peternakan dan sektor yang
terkait secara langsung dengan sektor peternakan seperti sektor industri hasil ternak
dan industri pakan adalah sangat kecil bahkan ada yang bernilai negatif. Hal tersebut
sangat mengkhawatirkan, karena akan menghambat perkembangan sektor peternakan
di masa yang akan datang, sehingga pemerintah harus mengambil langkah proaktif

528,9813

seperti mengalokasikan dana investasi dari sektor lain ataupun juga memperbaiki
iklim investasi pada sektor peternakan.
Struktur Ekspor dan Impor
Ekspor dan impor adalah transaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lainnya. Penduduk yang dimaksud mencakup
perorangan, perusahaan, badan pemerintah (baik pusat maupun daerah) dan berbagai
lembaga lainnya di suatu negara.
Tabel 11. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
Selisih
No

Sektor Ekspor %

Impor

%
X-M

1 Tanaman pangan 0,6729 0,07 4,5958 0,81 (3,9229) 2 Perkebunan 10,4305 1,07 1,3744 0,24
9,0561 3 Ternak Potong 0,2701 0,03 0,0390 0,01 0,2311 4 Ternak Perah 0 0,00 0,0042 0,00
(0,0042) 5 Ternak Lainnya 0,0171 0,00 0,0005 0,00 0,0166 6 Pemotongan Hewan 0,0147 0,00
0,0051 0,00 0,0096 7 Ternak Unggas 0,0004 0,00 1,9957 0,35 (1,9953) 8 Kehutanan 2,2042 0,23
0,4473 0,08 1,7569 9 Perikanan 3,7945 0,39 1,0023 0,18 2,7921
10 Pertambangan dan Penggalian 191,7075 19,63 13,9170 2,45 177,7905 11 Industri Hasil Ternak
2,5072 0,26 1,1299 0,20 1,3773 12 Industri Makanan, Minuman 69,0729 7,07 20,7875 3,67
48,2854
dan Tembakau
13 Industri Pakan 0,1703 0,02 1,5905 0,28 (1,4202) 14 Industri Lainnya 494,8391 50,67 316,1019
55,75 178,7372 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 0 0,00 7,2655 1,28 (7,2655)
16 Bangunan 0 0,00 69,0069 12,17 (69,0069) 17 Perdagangan 76,6029 7,84 19,8399 3,50 56,7630
18 Restoran dan Hotel 24,3627 2,49 2,9938 0,53 21,3689 19 Transportasi dan Komunikasi 59,2852
6,07 44,2045 7,80 15,0807
20

Jasa Lainnya
40,6863 4,17
60,7012 10,71 (20,0148)
Jumlah 976,6384
100,00 567,0030
100,00 409,6354
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
( ) =defisit/negatif

Berdasarkan Tabel 11, pada tahun 2005 total ekspor output Indonesia sebesar
Rp 976,64 triliun dan total impor bahan bakunya sebesar Rp 567,00 triliun sehingga
terjadi surplus transaksi perdagangan sebesar Rp 409,64 triliun. Sektor yang paling
tinggi jumlah ekspor, impor dan selisih ekspor-impornya adalah sektor industri
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri lainnya seperti industri
pengilangan minyak bumi dan industri hasil hutan sangat mendominasi dalam
perdagangan Internasional Indonesia.

Sektor peternakan yang mengalami surplus perdagangan dari yang terbesar sampai
terkecil adalah ternak potong (Rp 0,23 triliun), ternak lainnya (Rp 0,016 triliun), dan
pemotongan hewan (Rp 0,0096 triliun). Surplus perdagangan yang sangat besar pada
ternak potong salah satunya disebabkan permintaan dari luar negeri seperti Arab
Saudi, Malaysia, dan Brunei akan output dari sektor ini terutama pada komoditi
kambing dan domba sangat tinggi. Bahkan guna mencukupi pasar Idul Adha saja,
setiap tahun Arab Saudi memerlukan 2,5 juta ekor kambing dan domba dari Indonesia.
Sementara itu, Malaysia dan Brunei Darussalam memerlukan 200 ribu ekor kambing
dan domba tetapi permintaan dari ketiga Negara tersebut belum bisa terpenuhi
semuanya, sehingga kedepannya sektor ternak potong Indonesia berpeluang besar
untuk meningkatkan volume ekspornya (Balitbang Pertanian, 2005). Hal tersebut
menegaskan, jika ternak potong dikembangkan dengan serius, maka bukan tidak
mungkin ternak potong akan menjadi sektor penyumbang devisa terbesar bagi
Indonesia.
Sektor peternakan yang mengalami defisit perdagangan adalah ternak unggas
(Rp 1,995 triliun) dan ternak perah (Rp 0,004 triliun). Sektor yang terkait erat dengan
sektor peternakan (terutama sektor ternak unggas) yang mengalami defisit
perdagangan cukup besar adalah sektor industri pakan (Rp 1,42 triliun). Sektor ternak
unggas mengalami defisit perdagangan cukup besar, antara lain disebabkan
ketergantungan terhadap parent stock dan mesin-mesin untuk pembibitan dari luar
negeri. Sektor industri pakan mengalami defisit perdagangan disebabkan oleh
tingginya ketergantungan sektor ini pada komoditas jagung sebesar 11,23 persen dari
luar negeri (Poultry Indonesia, 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ternak
unggas sangat rentan sekali terhadap perubahan output atau input dari luar negeri
terutama yang berhubungan langsung dengan bahan baku utama bagi proses produksi
pada sektor ini. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan
sektor industri pakan yang berbasis pada bahan baku lokal dan pengembangan riset
dan teknologi di bidang pembibitan unggas.

Struktur Nilai Tambah Bruto


Nilai tambah bruto sering disebut juga sebagai input primer, balas jasa faktor
produksi atau produk domestik bruto. Nilai tambah bruto adalah input atau biaya yang

timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi.
Faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal, dan
kewiraswastaan. Wujud dari nilai tambah bruto adalah upah dan gaji, surplus usaha,
penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung netto.
Berdasarkan Tabel 12, pada tahun 2005 total nilai tambah bruto Indonesia Rp
2.876,89 triliun. Dari kelima komponen nilai tambah bruto, komponen yang
memberikan kontribusi dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah komponen
surplus usaha sebesar Rp 1.656,81 triliun, upah dan gaji sebesar Rp 882,18 triliun,
penyusutan sebesar Rp 291,61 triliun, pajak tak langsung sebesar Rp 112,21 triliun,
dan subsidi sebesar Rp 65,93 triliun
Sektor peternakan yang memberikan kontribusi terhadap nilai tambah bruto
Indonesia dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah ternak unggas (0,95%),
pemotongan hewan (0,56%), ternak potong (0,52%), ternak perah (0,04%), dan ternak
lainnya (0,01%). Kelima subsektor peternakan di atas mempunyai kontribusi terhadap
nilai tambah bruto di bawah 1 persen. Hal ini mencerminkan bahwa kelima subsektor
ini mempunyai peranan yang sangat rendah terhadap nilai tambah bruto Indonesia.
Upah dan Gaji
Upah dan gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja yang terlibat
dalam kegiatan produksi. Balas jasa tersebut mencakup semua jenis balas jasa, baik
yang berupa uang maupun barang.
Berdasarkan Tabel 12, total komponen upah dan gaji di Indonesia mencapai
Rp 882,18 triliun atau sebesar 30,66 persen dari total nilai tambah bruto. Sektor yang
paling berperan dalam pembentukan komponen upah dan gaji adalah sektor jasa
lainnya (seperti pada jasa pemerintahan dan jasa sosial kemasyarakatan) sebesar Rp
246,85 triliun dan industri lainnya (seperti pada industri pengilangan minyak bumi)
sebesar Rp 177,83 triliun. Jika nilai keduanya digabungkan, maka nilainya mencapai
hampir 50 persen dari total nilai upah dan gaji di Indonesia. Hal ini mengindikasikan
peranan kedua sektor ini masih cukup dominan dalam menyediakan kesempatan kerja
atau upah yang diterima pekerja pada kedua sektor ini lebih tinggi dibandingkan
dengan sektor lain.

Sektor peternakan yang paling berkontribusi terhadap komponen upah dan gaji
adalah ternak unggas (Rp 11,87 triliun). Hal ini membuktikan bahwa sektor ternak
unggas lebih mampu berperan dalam menyediakan kesempatan kerja atau upah yang
diterima pekerja di sektor ternak unggas lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor
peternakan lainnya.
Surplus Usaha
Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas
kepemilikan modal. Berdasarkan Tabel 12, total surplus usaha dalam perekonomian
Indonesia tahun 2005 sebesar Rp 1.656,81 triliun atau sebesar 57,59 persen dari total
nilai tambah bruto.
Sektor peternakan yang paling berkontribusi terhadap surplus usaha adalah
ternak unggas (Rp 13,97 triliun). Hal ini membuktikan bahwa pada ternak unggas,
balas jasa yang diterima penanam modal ternak unggas lebih besar dibandingkan
dengan subsektor peternakan lainnya, sehingga ternak unggas lebih cepat berkembang
karena lebih banyak pemodal dan tenaga kerja yang berusaha atau bekerja di sektor ini
dibandingkan dengan subsektor peternakan lainnya.
Rasio Upah Gaji (U) dengan Surplus Usaha (S)
Rasio upah gaji dengan surplus usaha (U/S) adalah perbandingan antara rasio upah
gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara
besarnya upah dan gaji yang diterima tenaga kerja dengan pendapatan yang diterima
pemilik modal. Nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha dikatakan baik, jika
nilai rasionya mendekati keseimbangan (satu) yang berarti bahwa proporsi
penerimaan upah dan gaji bagi pekerja dan surplus usaha bagi pemilik modal
berimbang.
Berdasarkan hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (Tabel 12)
diperoleh bahwa rata-rata nilai rasio U/S sektor-sektor ekonomi di Indonesia adalah
0,53. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan yang cukup besar dalam hal
keadilan distribusi pendapatan antara pemilik modal dengan tenaga kerja. Sektor yang
memiliki rasio terbaik adalah sektor transportasi dan komunikasi (0,94), sedangkan
sektor yang memiliki rasio terburuk adalah sektor tanaman pangan (0,22). Hal ini
sangat mengkhawatirkan, karena sektor tanaman pangan merupakan sektor yang

menyediakan kebutuhan primer utama bagi masyarakat Indonesia ternyata memiliki


rasio terburuk sehingga apabila dibiarkan, tenaga kerja di sektor ini (petani) akan
beralih ke sektor lain dan pada akhirnya Indonesia terancam krisis pangan.
Sektor peternakan yang memiliki rasio U/S terbaik adalah ternak lainnya
(0,90) dan ternak unggas (0,80), bahkan jika dibandingkan dengan sektor-sektor
ekonomi lainnya kedua sektor ini masih termasuk kategori terbaik bersamaan dengan
sektor transportasi dan komunikasi (0,94), jasa lainnya (1,11) dan industri hasil ternak
(0,91). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima sektor ini memiliki distribusi
pendapatan antara pekerja dan pemilik modal yang baik (berimbang).

Tabel 12. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
Upah & Surplus U/S
No

Penyusutan

Pajak Tak

Subsidi Pajak Tak

Nilai Tambah Bruto

Sektor
Gaji

Usaha

Langsung

Langsung Netto Jumlah %

1 Tanaman pangan 32,91 152,34 0,22 2,00 2,54 -0,15 2,39 189,63 6,59 2 Perkebunan 19,42 37,39 0,52 2,47 0,99 0 0,99 60,28 2,10 3 Ternak Potong
3,65 10,51 0,35 0,42 0,25 0 0,25 14,83 0,52 4 Ternak Perah 0,38 0,75 0,51 0,07 0,02 0 0,02 1,23 0,04 5 Ternak Lainnya 0,11 0,12 0,90 0,07 0 0 0,00
0,30 0,01 6 Pemotongan Hewan 4,63 10,99 0,42 0,06 0,50 0 0,50 16,17 0,56 7 Ternak Unggas 11,89 13,99 0,85 0,92 0,53 0 0,53 27,32 0,95 8
Kehutanan 4,77 15,69 0,30 1,14 0,95 0 0,95 22,55 0,78
9 Perikanan 11,62 45,50 0,26
1,64
0,72
0
0,72
59,48 2,07
10 Pertambangan dan Penggalian 43,67 243,52 0,18 16,86 13,13 0 13,13 317,17 11,02 11 Industri Hasil Ternak 3,61 3,98 0,91 0,37 0,19 0 0,19 8,14
0,28 12 Industri Makanan, Minuman 39,35 81,23 0,48 10,40 32,93 0 32,93 163,91 5,70
dan Tembakau
13
Industri Pakan 1,93
4,83
0,40
2,55
0,40
0
0,40
9,72
0,34
14
Industri Lainnya 177,84 377,66 0,47 77,60 20,58 -55,94 -35,36 597,74 20,78 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 8,69 13,50 0,64 12,07 1,50 -8,85
-7,35 26,91 0,94
16 Bangunan 76,88 103,77 0,74 18,72 7,48 0 7,48 206,86 7,19 17 Perdagangan 94,17 200,46 0,47 25,09 12,27 0 12,27 331,99 11,54 18 Restoran dan
Hotel 35,69 49,61 0,72 11,35 4,54 0 4,54 101,20 3,52 19 Transportasi dan Komunikasi 64,15 67,93 0,94 59,78 3,40 -0,85 2,56 194,42 6,76
20
Jasa Lainnya
246,85 223,02 1,11
48,05 9,28
-0,14
9,14
527,05 18,32
Jumlah 882,18 1.656,81
0,53
291,61 112,21 -65,93 46,29 2.876,89
100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

4
5

Struktur Output Sektoral


Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi
dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu
periode waktu tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya. Output sektoral
yang dimaksud dalam analisis Input-Output adalah output domestik. Output domestik
merupakan hasil pengurangan antara total output dengan komponen impornya.
Tabel 13. Peringkat Output Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
Urutan
1

No
14

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Sektor
Industri Lainnya

20 Jasa Lainnya
16 Bangunan
12 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
17 Perdagangan
19 Transportasi dan Komunikasi
10 Pertambangan dan Penggalian
18 Restoran dan Hotel
1
Tanaman pangan
9
Perikanan
6
Pemotongan Hewan
7
Ternak Unggas
15 Listrik, Gas dan Air Bersih
11 Industri Hasil Ternak
2
Perkebunan
8
Kehutanan
3
Ternak Potong
4
Ternak Perah
13 Industri Pakan
5
Ternak Lainnya
Jumlah 2.876,89
100,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

Output
Domestik

541,12

18,81

497,31
459,97
310,38
272,49
183,82
183,48
182,05
92,70
46,51
23,70
21,86
20,29
15,58
15,06
4,38
4,07
0,96
0,73
0,41

17,29
15,99
10,79
9,47
6,39
6,38
6,33
3,22
1,62
0,82
0,76
0,71
0,54
0,52
0,15
0,14
0,03
0,03
0,01

Berdasarkan Tabel 13, total output domestik Indonesia pada tahun 2005 sebesar Rp
2.876,89 triliun. Sektor yang paling berkontribusi terhadap output domesik adalah
sektor industri lainnya, kemudian diikuti oleh sektor jasa lainnya dan sektor
bangunan.
Sektor peternakan menempati urutan sepuluh besar yaitu berkontribusi total
sebesar 1,76 persen terhadap total output domestik. Sektor peternakan yang masuk urutan

yang cukup bagus adalah pemotongan hewan (urutan 11) dan ternak unggas (urutan 12),
sedangkan sektor peternakan yang masuk urutan akhir adalah ternak potong (urutan 17),
ternak perah (urutan 18) dan ternak lainnya (urutan 20). Apabila dilihat dari segi
outputnya, maka sepuluh sektor terbesar dalam kontribusi terhadap output domestik bisa
menjadi leading sectors di Indonesia, yang perlu mendapat perhatian dalam rangka
pengembangan perekonomian baik nasional maupun daerah.
Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan
keterkaitan ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan dan keterkaitan
kebelakang terdiri dari keterkaitan langsung yang didapat dari matrik koefisien teknis
dan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang didapat dari matrik kebalikan
Leontief terbuka, dimana dalam matrik kebalikan terbuka rumah tangga dianggap
sebagai exogenous dari model. Semakin besar nilai keterkaitan dari suatu sektor maka
semakin penting peranan sektor tersebut.
Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan ke depan menunjukkan pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat
pada sektor lain yang menggunakan output yang dihasilkannya sebagai input mereka.
Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan yang
terbesar adalah sektor industri pakan, kemudian diikuti oleh sektor kehutanan dan
sektor perkebunan. Nilai keterkaitan langsung kedepan sektor industri pakan yaitu
sebesar 91,66 persen, artinya perubahan atau kenaikan terhadap permintaan akhir
sebesar 100 persen akan meningkatkan output di sektor-sektor lainnya sebesar 91,66
persen yang dialokasikan secara langsung ke sektor-sektor lainnya termasuk sektor
industri pakan itu sendiri. Industri pakan memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan
yang terbesar dibandingkan sektor-sektor lain dikarenakan outputnya banyak
digunakan oleh sektor-sektor lain terutama oleh sektor peternakan seperti ternak
potong, ternak perah dan ternak unggas. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor
industri pakan merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia terutama untuk peranannya terhadap sektor peternakan
beserta subsektor-subsektornya.
Tabel 14. Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian di
Indonesia Tahun 2005 (Persen)

Keterkaitan Ke Depan
Keterkaitan Ke Belakang
Langsung &
Langsung &
No
Sektor
Langsung
Tidak
Langsung
Tidak
Langsung
Langsung
1
Tanaman pangan 58,77 248,43 24,45 125,75 2
Perkebunan
81,04
134,61 10,18 145,78 3
Ternak Potong 78,52 140,75 9,51
139,05 4
Ternak Perah
46,56 102,86 0,95
153,70 5
Ternak Lainnya 9,50
100,06 0,20
150,81 6
Pemotongan Hewan
39,51 117,96 79,78
188,09 7
Ternak Unggas 49,15 128,38 49,20 168,74 8
Kehutanan
82,17 106,77 2,00
123,59 9
Perikanan
34,70 114,44 16,16
127,34
10 Pertambangan dan Penggalian 49,03 166,97 11,38 120,77 11 Industri Hasil Ternak 38,62
112,23 57,03 216,78 12 Industri Makanan, Minuman 28,87 204,30 139,41 192,43
dan Tembakau
13 Industri Pakan 91,66 191,84 10,51 192,21 14 Industri Lainnya 45,34 355,53 205,90 164,86 15
Listrik, Gas dan Air Bersih 69,00 139,97 21,13 199,99
16
Bangunan
8,55
124,49 71,15 181,97
17
Perdagangan 42,44 233,07 34,16 150,61 18 Restoran dan Hotel 17,05 113,36 100,29 190,31
19
Transportasi dan Komunikasi
42,77 181,94 27,85 165,52
20
Jasa Lainnya
36,97 235,50 78,99 155,15
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan dari


yang terbesar sampai yang terkecil adalah ternak potong (78,52 %), ternak unggas
(49,15 %), ternak perah (46,56 %), pemotongan hewan (39,51 %) dan ternak lainnya
(9,50 %). Nilai keterkaitan langsung ke depan sektor ternak potong yang lebih besar
dibandingkan dengan keempat sektor peternakan lainnya menunjukkan bahwa peran
dari sektor ternak potong tersebut dalam menyediakan output yang dihasilkannya
untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain dalam proses produksi maupun
digunakan untuk permintaan akhir lebih besar dibandingkan keempat sektor
peternakan lainnya.
Analisis keterkaitan langsung ke depan sektor peternakan terhadap masingmasing
sektor pada Tabel 15, memperlihatkan bahwa sektor peternakan memiliki kemampuan
untuk mendorong pertumbuhan pemotongan hewan, industri hasil ternak, restoran dan
hotel beserta tanaman pangan. Khusus untuk ternak potong mempunyai keterkaitan ke
depan langsung yang tinggi terhadap sektor tanaman pangan karena output sektor
ternak potong banyak digunakan untuk input bagi sektor tanaman pangan untuk
keperluan pupuk hewani juga untuk membajak sawah (tenaga kerja).
Tabel 15. Keterkaitan Ke Depan Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung
Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia
Tahun 2005 (Persen)
Keterkaitan Ke Depan

Keterkaitan Ke Depan

No
1

Sektor Peringkat
Ternak Potong

Langsung
Langsung & Tidak langsung
Pemotongan
Hewan
65,82
Potong
Sektor
Nilai Ternak Sektor
2 Tanaman pangan
11,40 Pemotongan Hewan
3 Perkebunan
0,68 Industri Hasil Ternak

Ternak Perah

1
2
3

Ternak Lainnya

1
2
3

Pemotongan
Hewan

1
2
3

Ternak Unggas

1
2

Industri Hasil Ternak


Restoran dan Hotel
Jasa Lainnya
Restoran dan Hotel
Industri Lainnya
Transportasi dan
Komunikasi
Restoran dan Hotel
Industri Hasil Ternak
Jasa Lainnya

100,08
Nilai
32,25
4,11

37,05
4,84
3,40

Ternak Perah
Industri Hasil Ternak
Restoran dan Hotel

100,04
2,70
0,05

4,42
3,25
1,48

Ternak Lainnya
Restoran dan Hotel
Industri Hasil Ternak

100,04
0,01
0,00

28,18
7,17
3,24

Pemotongan Hewan
Industri Hasil Ternak
Restoran dan Hotel

100,26
11,45
5,05

Restoran dan Hotel


31,00 Ternak Unggas
Pemotongan Hewan
12,85 Pemotongan Hewan
3 Jasa Lainnya
2,22 Restoran dan Hotel
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

100,07
15,47
7,41

Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan semua sektor perekonomian
di Indonesia pada Tabel 14 memiliki nilai lebih dari satu, Hal ini disebabkan
disamping keterkaitan pada tahap pertama (keterkaitan langsung), pada keterkaitan
langsung dan tidak langsung ini sudah diperhitungkan keterkaitan pada tahap kedua
dan seterusnya yang disebabkan oleh keterkaitan pada tahap pertama tadi,
Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung
ke depan terbesar adalah sektor industri lainnya (355,53 persen), sektor pertanian
(248,43 persen) dan sektor jasa lainnya (235,50 persen), Nilai-nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan atau peningkatan permintaan akhir
sebesar 100 persen pada sektor tersebut, secara langsung dan tidak langsung output
disektor tersebut akan meningkat sebesar nilai perentase keterkaitannya yang
dialokasikan secara langsung dan tidak langsung ke sektor-sektor lainnya termasuk
sektor itu sendiri,
Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari
yang tertinggi sampai yang terendah adalah ternak potong yaitu (140,75%), ternak
unggas (128,38%), pemotongan hewan (117,96%), ternak perah (102,86%) dan
terkecil adalah tenak lainnya (100,06%), Nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa
jauh sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lain melalui

penyediaan output yang digunakan sebagai bahan baku untuk meningkatkan produksi
sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya,
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan subsektor-subsektor
peternakan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya pada Tabel 15, memperlihatkan
bahwa sektor peternakan selain mampu mendorong pertumbuhan sektornya sendiri
juga mampu mendorong pertumbuhan kepada sektor hotel dan restoran dan industri
hasil ternak,
Keterkaitan ke Belakang
Keterkaitan ke belakang menunjukkan pengaruh peningkatan suatu sektor
akan terlihat pada sektor-sektor lain yang menyediakan bahan baku sebagai input
sektor tersebut, Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa sektor yang mempunyai
nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri lainnya
(205,90%), kemudian diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau
(139,41%), dan sektor restoran dan hotel (100,29%), artinya perubahan atau kenaikan
terhadap permintaan akhir sebesar 100 persen pada ketiga sektor tersebut maka ketiga
sektor tersebut akan meningkatkan penggunaan input dari sektor-sektor lainnya
termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai keterkaitannya, Nilai keterkaitan langsung ke
belakang ke tiga sektor tersebut yang relatif besar menunjukkan ketiga sektor ini
merupakan sektor penghubung untuk menjembatani atau untuk merangsang
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya terutama untuk sektor restoran dan hotel
yang apabila berkembang dengan baik maka sektor peternakan yang menjadi
penyuplai bahan bakunya juga akan ikut berkembang,
Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang yang
cukup besar adalah pemotongan hewan (79,78%) dan ternak unggas (49,20%),
sedangkan sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang
yang kecil adalah ternak lainnya (0,20%), ternak perah (0,95%) dan ternak potong
(9,51%), Nilai keterkaitan langsung ke belakang pemotongan hewan yang lebih besar
dibandingkan dengan keempat sektor peternakan lainnya menunjukkan bahwa sektor
pemotongan hewan mempunyai peranan yang tinggi dalam merangsang pertumbuhan
output sektor peternakan, terutama dari sektor ternak potong dan ternak unggas,
Tabel 16, Keterkaitan Ke Belakang Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung
Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia

Tahun 2005 (Persen)


No

Sektor Peringkat

Keterkaitan Ke Belakang Keterkaitan Ke Belakang


Langsung
Langsung & Tidak langsung
Sektor
Nilai
Sektor
Nilai
1 Industri Pakan
8,92 Ternak Potong
100,08
2 Tanaman pangan
0,17 Industri Pakan
13,88
3 Perdagangan
0,12 Tanaman pangan
6,44

Ternak Potong

Ternak Perah

1
2
3

Industri Pakan
Tanaman pangan
Ternak Perah

0,79
0,04
0,04

Ternak Perah
Industri Pakan
Tanaman pangan

100,04
13,13
9,36

Ternak Lainnya

1
2
3

Industri Pakan
Tanaman pangan
Ternak Lainnya

0,10
0,04
0,04

Ternak Lainnya
Tanaman pangan
Industri Pakan

100,04
24,34
7,11

Pemotongan
Hewan

1
2
3

Ternak Potong
Ternak unggas
Perdagangan

Pemotongan Hewan
Ternak Potong
Ternak unggas

100,26
32,25
15,47

Ternak Unggas

1
2
3

32,25
15,47
11,26

Industri Pakan
48,25 Ternak Unggas
Perdagangan
0,53 Industri Pakan
Transportasi dan
0,18 Perdagangan
Komunikasi
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

100,07
30,55
9,71

Analisis keterkaitan langsung ke belakang sektor peternakan terhadap masingmasing sektor pada Tabel 16, memperlihatkan bahwa ternak potong, ternak perah,
ternak lainnya dan ternak unggas masing-masing memiliki nilai keterkaitan ke
belakang secara langsung terbesar terhadap sektor industri pakan dan tanaman
pangan, Hal ini disebabkan karena dalam suatu usaha peternakan komponen pakan
baik pakan alami (dari tanaman pangan) maupun pakan olahan (dari industri pakan)
merupakan biaya input terbesar yang harus dikeluarkan sehingga keempat sektor
tersebut masih sangat tergantung kepada industri pakan dan pertanian, Pemotongan
hewan memilki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung terbesar terhadap ternak
potong dan ternak unggas (sektor yang menghasilkan daging ),
Berdasarkan Tabel 14, sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke belakang terbesar adalah industri hasil ternak (216,78%), listrik, gas dan
air bersih (199,99%), industri makanan, minuman dan tembakau (192,43%) dan
industri pakan (192,21%), Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi
perubahan atau peningkatan permintaan akhir sebesar 100 persen pada sektor tersebut,

maka sektor tersebut membutuhkan input untuk proses produksi dari sektorsektor
perekonomian lainnya termasuk dari sektor itu sendiri,
Sektor peternakan yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang secara langsung
dan tidak langsung dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah pemotongan
hewan (188,09%), ternak unggas (168,74%), ternak perah (153,70%), ternak lainnya
(150,81%) dan terkecil adalah sektor tenak potong sebesar 139,05 persen, Nilai-nilai
tersebut menunjukkan seberapa jauh sektor tersebut mampu mendorong atau
berpengaruh dalam merangsang pertumbuhan sektor-sektor hulunya,
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang subsektor-subsektor
peternakan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya pada Tabel 15, memperlihatkan
bahwa sektor peternakan selain mampu mendorong pertumbuhan sektornya sendiri
juga mampu mendorong pertumbuhan terbesar kepada industri pakan, tanaman
pangan, dan perdagangan,
Analisis Penetapan Sektor Prioritas
Untuk menetapkan sektor prioritas, maka bisa dilihat dari nilai dampak
penyebarannya, Melalui dampak penyebaran maka bisa diketahui distribusi manfaat
suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor hulu atau hilir baik melalui
mekanisme transaksi pasar output dan pasar input, Dampak penyebaran dianalisis
berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran,

Tabel 17, Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian di


Indonesia Tahun 2005
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Sektor Koefisien Penyebaran


Tanaman pangan
Perkebunan
Ternak Potong
Ternak Perah
Ternak Lainnya
Pemotongan Hewan
Ternak unggas
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Hasil Ternak
Industri Makanan, Minuman
dan Tembakau

Kepekaan Penyebaran
0,77
0,90
0,85
0,94
0,93
1,16
1,04
0,76
0,78
0,74
1,33
1,18

1,53
0,83
0,87
0,63
0,62
0,73
0,79
0,66
0,70
1,03
0,69
1,26

13
14
15
16
17
18
19
20

Industri Pakan
1,18
Industri Lainnya
1,01
Listrik, Gas dan Air Bersih
1,23
Bangunan
1,12
Perdagangan
0,93
Restoran dan Hotel
1,17
Transportasi dan Komunikasi
1,02
Jasa Lainnya
0,95
Rata-rata
1,00
Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

1,18
2,19
0,86
0,77
1,43
0,70
1,12
1,45
1,00

Koefisien Penyebaran
Koefisien penyebaran menunjukkan distribusi manfaat dari pengembangan suatu
sektor terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi
pasar input, Koefisien penyebaran sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor
untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya, Koefisien penyebaran diperoleh
dari nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang yang dibobot
dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak
langsung semua sektor dengan rumah tangga sebagai eksogenus dalam model,
Koefisien penyebaran ini disebut juga dengan daya penyebaran ke belakang,
Berdasarkan Tabel 17, sektor industri hasil ternak memiliki nilai koefisien
penyebaran terbesar sebesar 1,33, Nilai koefisien yang lebih besar dari satu untuk
sektor industri hasil ternak menunjukkan tinginya daya kepekaan sektor tersebut
dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Hal ini karena sektor industri hasil ternak
mampu menarik output dari sektor hulunya terutama dari sektor peternakan yang
menyediakan bahan baku utama untuk proses produksi pada sektor industri hasil
ternak dan jika terjadi kelangkaan input dari sektor peternakan maka sektor yang
pertama peka adalah sektor industri hasil ternak,
Sektor peternakan yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu adalah
pemotongan hewan (1,16) dan ternak unggas (1,04), sementara untuk ternak potong,
ternak perah dan ternak lainnya nilai kepekaan penyebarannya kurang dari satu, Hal
ini menunjukkan bahwa ternak unggas dan pemotongan hewan lebih mampu
medorong pertumbuhan output sektor hulunya dibandingkan dengan ternak potong,
ternak perah dan ternak lainnya,
Kepekaan Penyebaran

Kepekaan penyebaran menunjukkan tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektorsektor lainnya melalui mekanisme pasar output, Kepekaan penyebaran sering
diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi
sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini, Kepekaan penyebaran disebut
juga sebagai indeks daya penyebaran ke depan yang diperoleh dari keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada,
kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung dari semua
sektor,
Berdasarkan Tabel 17, sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran terbesar
adalah sektor industri lainnya (seperti industri pengilangan minyak bumi) yaitu
sebesar 2,19, Nilai koefisien yang lebih besar dari satu untuk sektor industri lainnya
menunjukkan kemampuan sektor industri lainnya untuk mendorong pertumbuhan di
sektor hilirnya seperti untuk sektor transportasi dan komunikasi dan sektor listrik, gas
dan air bersih ,
Semua subsektor peternakan memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari
satu, Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan kurang memiliki kemampuan
yang kuat untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lainnya yang
menggunakan input dari sektor peternakan,
Penetapan Sektor Prioritas
Analisis penetapan sektor peternakan prioritas dalam perekonomian Indonesia
didasarkan tinggi rendahnya nilai kepekaan dan koefisien penyebarannya (analisis
dampak penyebaran) dan lebih menitikberatkan kemampuan suatu sektor untuk
menarik ataupun mendorong pertumbuhan output sektor hulu maupun hilirnya, Tabel
18, Indeks Pengembangan Peringkat Prioritas Sektor Kunci Sektor
Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005
No
Sektor Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
Prioritas
1 Tanaman pangan Rendah Tinggi III 2 Perkebunan Rendah Rendah IV 3 Ternak Potong Rendah
Rendah IV 4 Ternak Perah Rendah Rendah IV 5 Ternak Lainnya Rendah Rendah IV
6 Pemotongan Hewan Tinggi Rendah II 7 Ternak unggas Tinggi Rendah II
8 Kehutanan Rendah Rendah IV 9 Perikanan Rendah Rendah IV
10
Pertambangan dan Penggalian
Rendah Tinggi III
11
Industri Hasil Ternak Tinggi Rendah II 12 Industri Makanan, Minuman Tinggi Tinggi I
dan Tembakau
13
Industri Pakan Tinggi Tinggi I 14
Industri Lainnya Tinggi Tinggi I
15
Listrik, Gas dan Air Bersih
Tinggi Rendah II

16
17
18
19
20

Bangunan
Tinggi Rendah
Perdagangan
Rendah Tinggi
Restoran dan Hotel
Tinggi
Transportasi dan Komunikasi
Jasa Lainnya
Rendah Tinggi

II
III
Rendah II
Tinggi Tinggi I
III

Sumber : Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)

Berdasarkan Tabel 18, maka dapat diperoleh gambaran indeks prioritas untuk
setiap jenis sektor perekonomian di Indonesia, Sektor yang termasuk kategori
prioritas pertama yaitu sektor industri makanan minuman dan tembakau, sektor
industri pakan, sektor industri lainnya dan sektor transportasi dan komunikasi,
Prioritas peringkat kedua adalah sektor pemotongan hewan, sektor ternak unggas,
sektor industri hasil ternak, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan
sektor restoran dan hotel, Sektor yang berada pada prioritas ketiga adalah sektor
tanaman pangan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan dan sektor
jasa lainnya, Sektor yang berada pada prioritas keempat adalah sektor perkebunan,
sektor ternak potong, sektor ternak lainnya, setor perikanan dan sektor kehutanan,
Berdasarkan analisis penetapan sektor prioritas diatas maka untuk mengembangkan
sektor peternakan agar pertumbuhan produksinya optimal maka sektor yang pertama
dikembangkan adalah sektor industri pakan (hulunya), kemudian dilanjutkan dengan
pengembangan pada industri hasil ternak, pemotongan hewan dan ternak unggas dan
terakhir baru dikembangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya,
Investasi Sektor Peternakan dalam Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (RPPK)
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah
dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat
mengamanatkan bangsa ini perlu membangun ketahahanan pangan yang mantap
dengan memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk komoditas
yang mempunyai keunggulan strategis, Berdasarkan hasil identifikasi dari Balitbang
pertanian dengan menggunakan metode pohon industri, menunjukkan bahwa
terdapat 17 komoditas unggulan yang sangat staregis dan cerah untuk dikembangkan
di Indonesia, Komoditas unggulan tersebut meliputi: tanaman pangan (padi/beras,
jagung, kedelai), hortikultura (pisang, jeruk, bawang merah, anggrek), tanaman

perkebunan (kelapa sawit, karet, tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan
cengkeh), dan peternakan (unggas, kambing/domba, dan sapi).
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat tiga komoditas peternakan yang termasuk
unggulan dalam membangun ketahanan pangan terutama untuk mencukupi kebutuhan
masyarakat akan komoditi daging, Komoditas tersebut antara lain:
1.

Komoditas Unggas
Komoditas unggas (lebih dari 90% adalah kontribusi dari ayam ras)
menduduki

komoditas pertama untuk konsumsi daging di Indonesia yakni

sebesar 56 persen, Meskipun demikian, sampai dengan akhir tahun 2004,


konsumsi daging ayam ras dan telur di Indonesia juga masih rendah dibandingkan
dengan beberapa Negara ASEAN lainnya, Kenyataan bahwa telah terjadi
pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, urbanisasi, perubahan gaya
hidup, serta peningkatan kesadaran akan gizi seimbang dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa, memicu terjadinya lonjakan permintaan produk daging ayam
dan telur setiap tahun,
2.

Komoditas Sapi
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam
mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang
mempunyai nilai sangat strategis, Untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia
saat ini berasal dari: 1) unggas (broiler, petelur jantan, ayam kampung dan itik), 2)
sapi (sapi potong, sapi perah dan kerbau), 3) babi, serta 4) kambing dan domba
(kado), Dari keempat jenis daging tersebut, hanya konsumsi daging sapi (<2
kg/kapita/tahun) yang masih belum dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri,
karena laju peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan
populasi,

3.

Komoditas Kambing dan Domba (Kado)


Kambing dan domba mempunyai peran yang sangat strategis bagi kehidupan
masyarakat pedesaan dan berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia, Kado
mampu berkembang dan bertahan di semua zona agro-ekologi dan hampir tidak
terpisahkan dari sistem usahatani, Pemasaran produk kado sebagian besar untuk
memenuhi kebutuhan warung sate kambing, dan hanya sebagian kecil dipasarkan
untuk keperluan konsumsi rumah tangga, Namun hasil ikutannya berupa kulit

sangat penting bagi industri kulit skala besar maupun rumah tangga, Fungsi dan
peran terpenting lainnya dari ternak ini adalah untuk kepentingan dalam sistem
usahatani, serta sosial budaya seperti: qurban dan akikah, seni ketangkasan domba,
dan penghasil susu,
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga komoditi
tersebut sangatlah strategis dan prospektif untuk menarik investor baik investor
swasta pemerintah, ataupun publik, Balitbang Pertanian (2005), memperkirakan dana
investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ketiga komoditas tersebut selama
lima tahun ke depan agar bisa menjadi penggerak pertumbuhan sektor pertanian dan
pedesaan adalah sebesar Rp 51,30 trilun, Perincian dari dana investasi tersebut,
terdapat dalam tabel berikut ini:
Tabel 19, Perkiraan Proporsi Kebutuhan Investasi Tiga Komoditas
Peternakan Unggulan Tahun 2005-2010
Perkiraan Kebutuhan Investasi (Rp Triliun)
Peternakan
Unggas
Sapi
Kambing dan Domba
Total

Publik Pemerintah
8,00
2,45

Swasta
14,05

13,50

2,50

8,00

1,75

0,65

0,40

23,250

5,600

22,45

Total
24 ,
50
24 ,
00
2,
80
51 ,
30

Sumber: Balitbang Pertanian (2005)


Berdasarkan data dari BKPM, perkembangan realisasi investasi sektor
peternakan dari awal Januari 2005- akhir Agustus 2007 baru terealisasi sebesar Rp
1,27 triliun dengan rincian dari PMDN sebesar Rp 0,37 triliun dan dari PMA sebesar
90,1 juta USD atau Rp 0,90 triliun dengan asumsi 1 USD=Rp 10,000,00, Jadi untuk
mencapai taget dari Balitbang Pertanian terhadap kebutuhan investasi sektor
peternakan masih sangat jauh, karena baru mencapai 2,48 persen dari investasi yang
diharapkan, Untuk meningkatkan investasi sesuai yang diharapkan maka pemerintah
harus berusaha keras agar bisa tercapai karena tinggal 3 tahun lagi,
Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Perekonomian Indonesia

Berdasarkan data investasi sektor peternakan dalam program RPPK dari


Balitbang pertanian, maka dalam penelitian ini untuk menganalisis dampak investasi
sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia karena program RPPK terutama
terhadap penambahan nilai output, nilai tambah, pendapatan, dan penyerapan tenaga
kerja dengan menggunakan analisis Input-Output terdapat investasi pada komponen
pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp 13,4 triliun di sektor ternak potong, Rp
13,4 triliun di sektor ternak perah, dan Rp 24,5 triliun di sektor ternak unggas (cateris
paribus), Dampak dari investasi di sektor peternakan ini dapat dilihat secara langsung
(sektor yang diinvestasi) maupun dampak tidak langsung bagi sektor-sektor
perekonomian lainnya,
Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Output
Berdasarkan Tabel 20, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan
dalam program RPPK sebesar Rp 51,3 triliun, akan menambah output diseluruh sektor
perekonomian sebesar Rp 80,57 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya
sebesar Rp 51,41 triliun atau 63,80 persen (yang terdiri dari sektor ternak unggas
sebesar Rp 24,55 triliun, ternak potong sebesar Rp 13,45 triliun, dan ternak perah
sebesar Rp 13,41 triliun) dan sebesar Rp 29,16 triliun atau 36,20 persen merupakan
dampak tidak langsungnya,

Tabel 20, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian,


Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Pembentukan Output, di
Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
No

Sektor

Output 2005
Nilai
%

Penambahan
Output
Nilai
%

Output 2010
Nilai
%

1 Tanaman pangan 236,00 2,83 4,38 5,44 240,38 4,17 2 Perkebunan 86,71 0,48 0,39 0,48 87,10 1,51 3
Ternak Potong 19,13 0,12 13,45 16,69 32,58 0,56 4 Ternak Perah 1,80 0,03 13,41 16,64 15,21 0,26 5
Ternak Lainnya 0,46 0,01 *67 0,00 0,46 0,01 6 Pemotongan Hewan 39,19 0,69 0,01 0,02 39,21 0,68 7
Ternak unggas 46,91 0,69 24,55 30,48 71,47 1,24 8 Kehutanan 27,10 0,14 0,03 0,04 27,13 0,47 9
Perikanan 72,76 1,38 0,12 0,15 72,88 1,26
10 Pertambangan dan Penggalian 387,25 5,73 0,36 0,45 387,61 6,72 11 Industri Hasil Ternak 27,22 0,49
0,02 0,02 27,23 0,47 12 Industri Makanan, Minuman 465,59 9,62 2,23 2,77 467,83 8,11
dan Tembakau
13 Industri Pakan 27,88 0,07 11,11 13,78 38,99 0,68 14 Industri Lainnya 1568,26 24,89 2,12 2,63
1570,37 27,22 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 88,89 0,80 0,43 0,54 89,33 1,55 16 Bangunan 578,44

15,36 0,24 0,30 578,68 10,03 17 Perdagangan 507,85 8,49 4,20 5,21 512,05 8,88 18 Restoran dan Hotel
223,08 5,37 0,13 0,16 223,21 3,87 19 Transportasi dan Komunikasi 398,43 6,62 1,77 2,20 400,20 6,94
20

Jasa Lainnya
885,30 16,20 1,62
2,01
886,92 15,37
Jumlah 5,688,27
100,00 80,57 100,00 5,768,85
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
*= dalam juta rupiah

100,00

Output sektor peternakan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 158,92 triliun atau
meningkat 47,83 persen dari total output tahun 2005 sehingga kontribusinya terhadap
total output Indonesia meningkat dari 3,06 persen pada tahun 2005 menjadi 4,49
persen pada tahun 2010, Sektor di luar sektor peternakan yang paling terdorong
adalah sektor industri pakan (meningkat Rp 11,10 triliun) dan tanaman pangan
(meningkat Rp 4,38 triliun), disamping itu sektor peternakan juga mendorong
peningkatan output disektor perkebunan (Rp 0,39 triliun), perikanan (Rp 0,12 triliun)
dan kehutanan (Rp 0,03 triliun), Hal ini membuktikan bahwa sektor peternakan
merupakan sektor yang cukup berperan dalam mendukung kesuksesan program
RPPK karena selain bisa meningkatkan ouput di sektor peternakan (baik sektor hulu
dan hilirnya) juga meningkatkan output di sektor lain terutama di sektor pertanian,
Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Tambah
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan
dalam RPPK akan menghasilkan nilai tambah diseluruh sektor perekonomian sebesar
Rp 48,39 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya sebesar Rp 33,85 triliun
atau 69,96 persen (yang terdiri dari ternak unggas sebesar Rp 14,30 triliun, sektor
ternak potong sebesar Rp 10,42 triliun, dan ternak perah sebesar Rp 9,13 triliun) dan
Rp 14,54 triliun atau 30,04 persen merupakan dampak tidak langsungnya,
Tabel 21, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Pembentukan Nilai
Tambah di Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
Nilai Tambah
No

Sektor 2005

Nilai Tambah

Penambahan

Nilai Tambah

2010

Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
1 Tanaman pangan 189,63 6,59 3,52 7,27 193,15 6,60 2 Perkebunan 60,28 2,10 0,27 0,56 60,55
2,07 3 Ternak Potong 14,83 0,52 10,42 21,53 25,25 0,86 4 Ternak Perah 1,23 0,04 9,13 18,87 10,36
0,35 5 Ternak Lainnya 0,30 0,01 *44 0,00 0,30 0,01 6 Pemotongan Hewan 16,17 0,56 0,01 0,01
16,17 0,55 7 Ternak unggas 27,32 0,95 14,30 29,55 41,63 1,42 8 Kehutanan 22,55 0,78 0,03 0,06
22,57 0,77 9 Perikanan 59,48 2,07 0,10 0,20 59,58 2,04

10 Pertambangan dan Penggalian 317,17 11,02 0,30 0,61 317,47 10,85 11 Industri Hasil Ternak 8,14
0,28 *4.667 0,01 8,15 0,28 12 Industri Makanan, Minuman 163,91 5,70 0,79 1,63 164,69 5,63 dan
Tembakau 0,00
13
Industri Pakan 9,72
0,34
3,87
8,00
13,60 0,46 14 Industri Lainnya
597,74 20,78 0,81
1,67
598,55 20,46 15
Listrik, Gas dan Air Bersih
26,91 0,94
0,13
0,27
27,04 0,92
16

Bangunan
206,86 7,19
331,99 11,54 2,74
5,67
101,20 3,52
0,06
0,12
194,42 6,76

0,09
0,18
206,95 7,07 17 Perdagangan
334,73 11,44 18
Restoran dan Hotel
101,26 3,46 19 Transportasi dan Komunikasi
0,87
1,79
195,29 6,68

20

Jasa Lainnya
527,05 18,32 0,96
1,99
528,01 18,05
Jumlah 2,876,89
100,00 48,39 100
2,925,28
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
*= dalam juta rupiah

100,00

Nilai tambah sektor peternakan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 93,70
triliun atau meningkat 56,58 persen dari total output tahun 2005, Sektor di luar sektor
peternakan yang paling besar terdorong adalah sektor industri pakan dan tanaman
pangan sedangkan sektor yang paling kecil terdorong adalah sektor ternak lainnya,
Hal ini disebabkan karena nilai keterkaitan ternak potong, ternak perah dan ternak
unggas terhadap ternak lainnya sangat kecil,
Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap pendapatan
Tabel 22, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan
Peternakan
(RPPK)
terhadap
Pembentukan
Pendapatan di Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)
No

Sektor

Pendapatan 2005
Nilai %

Penambahan
Pendapatan
Nilai
%

Pendapatan 2010
Nilai %

1 Tanaman pangan 32,91 3,73 0,61 4,02 33,52 3,73 2 Perkebunan 19,42 2,20 0,09 0,57 19,50 2,17
3 Ternak Potong 3,65 0,41 2,56 16,86 6,21 0,69 4 Ternak Perah 0,38 0,04 2,83 18,65 3,21 0,36 5
Ternak Lainnya 0,11 0,01 *16 0,00 0,11 0,01 6 Pemotongan Hewan 4,63 0,52 *1.626 0,01 4,63
0,52 7 Ternak unggas 11,89 1,35 6,22 40,95 18,11 2,02 8 Kehutanan 4,77 0,54 0,01 0,04 4,77 0,53
9 Perikanan 11,62 1,32 0,02 0,12 11,64 1,30
10 Pertambangan dan Penggalian 43,67 4,95 0,04 0,27 43,71 4,87 11 Industri Hasil Ternak 3,61
0,41 *2.073 0,01 3,61 0,40 12 Industri Makanan, Minuman 39,35 4,46 0,19 1,24 39,54 4,41 dan
Tembakau
13 Industri Pakan 1,93 0,22 0,77 5,07 2,70 0,30 14 Industri Lainnya 177,84 20,16 0,24 1,58 178,08
19,84 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 8,69 0,98 0,04 0,28 8,73 0,97
16 Bangunan 76,88 8,71 0,03 0,21 76,91 8,57 17 Perdagangan 94,17 10,67 0,78 5,12 94,95 10,58 18
Restoran dan Hotel 35,69 4,05 0,02 0,14 35,71 3,98 19 Transportasi dan Komunikasi 64,15 7,27
0,29 1,88 64,44 7,18
20

Jasa Lainnya

246,85 27,98

0,45

2,97

247,30 27,56

Jumlah 882,18 100,00 15,19 100,00 897,38 100,00


Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah) *= dalam
juta rupiah

Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa investasi sektor peternakan dalam
RPPK akan menghasilkan pendapatan diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp
48,39 triliun, Dari jumlah tersebut, dampak langsungnya sebesar Rp 11,62 triliun atau
76,46 persen, merupakan pendapatan yang dapat diterima oleh tenaga kerja di ketiga
sektor tersebut (sesuai dengan proporsinya) dan Rp 3,58 triliun juta atau 23,54 persen,
merupakan dampak tidak langsungnya yang merupakan pendapatan yang diterima
oleh sektor perekonomian lainnya,
Total pendapatan tenaga kerja sektor peternakan Indonesia pada tahun 2010
adalah sebesar Rp 32,27 triliun atau meningkat 52,34 persen dari total pendapatan
tahun 2005, Sektor di luar sektor peternakan yang paling besar terdorong adalah
sektor industri pakan dan tanaman pangan sedangkan sektor yang paling kecil
terdorong adalah sektor ternak lainnya, Meningkatnya pendapatan petani-peternak
akibat investasi diharapkan dapat memperbaiki rasio U/S sektor tanaman pangan
sehingga lebih banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor ini dan pada akhirnya akan
meningkatkan ketahanan pangan nasional,
Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Berdasarkan Tabel 23, jika jumlah pengangguran pada tahun 2005 sebanyak
11,899,266 orang (BPS, 2006) maka dengan investasi sektor peternakan dalam RPPK
akan mengurangi jumlah pengangguran menjadi 9,177,986 orang atau berkurang
22,87 persen, Hal tersebut membuktikan bahwa dengan berinvestasi di sektor ini
cukup efektif untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia,
Dampak langsung investasi sektor peternakan adalah sebesar 1,603,623 orang
atau 58,93 persen (yang terdiri dari sektor ternak potong sebesar 396,711 orang,
sektor ternak perah sebesar 395,488 orang dan ternak unggas sebesar 811,423 orang)
yang merupakan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap di ketiga sektor tersebut
(sesuai dengan proporsinya) dan 1,117,657 orang atau 41,07 persen merupakan
dampak tidak langsungnya yang merupakan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap
oleh sektor perekonomian lainnya,

Investasi di sektor peternakan selain meningkatkan pendapatan petanipeternak


juga meningkatkan jumlah tenaga kerja di sektor tanaman pangan yang besar, Hal ini
membuktikan bahwa sektor peternakan merupakan sektor yang sangat strategis dalam
mendukung program RPPK.

Tabel 23, Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Revitalisasi Pertanian,


Perikanan dan Peternakan (RPPK) terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja Pendapatan di Indonesia Tahun 2005 (Orang)
Tenaga Keja 2005

Penambahan Tenaga Tenaga Kerja


Kerja
2010
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
%
1 Tanaman pangan 30,884,678 32,87 573,347 21,07 31,458,024 32,54 2 Perkebunan 5,087,679 2,20
22,823 0,84 5,110,502 5,29 3 Ternak Potong 564,467 0,41 396,711 14,58 961,178 0,99 4 Ternak Perah
53,166 0,04 395,488 14,53 448,655 0,46 5 Ternak Lainnya 13,543 0,01 2 0,00 13,545 0,01 6 Pemotongan
Hewan 1,156,321 0,52 406 0,01 1,156,727 1,20 7 Ternak unggas 1,550,280 1,35 811,423 29,82 2,361,703
2,44 8 Kehutanan 647,651 0,54 798 0,03 648,448 0,67 9 Perikanan 1,351,992 1,32 2,176 0,08 1,354,169
1,40 10 Pertambangan dan Penggalian 904,194 4,95 844 0,03 905,038 0,94 11 Industri Hasil Ternak
1,437,554 0,41 826 0,03 1,438,380 1,49 12 Industri Makanan, Minuman 2,593,189 4,46 12,444 0,46
2,605,633 2,70
dan Tembakau
13 Industri Pakan 790,794 0,22 314,989 11,58 1,105,783 1,14 14 Industri Lainnya 7,131,448 20,16 9,627
0,35 7,141,075 7,39 15 Listrik, Gas dan Air Bersih 194,642 0,98 947 0,03 195,589 0,20 16 Bangunan
4,565,454 8,71 1,884 0,07 4,567,338 4,72 17 Perdagangan 15,609,673 10,67 129,017 4,74 15,738,690
16,28 18 Restoran dan Hotel 2,299,474 4,05 1,367 0,05 2,300,840 2,38 19 Transportasi dan Komunikasi
5,652,841 7,27 25,173 0,93 5,678,014 5,87
20
Jasa Lainnya
11,469,348
27,98 20,988 0,77
11,490,336
11,88
Jumlah 93,958,387
100,00 2,721,280
100,00 96,679,667
100,00
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia 2005, klasifikasi 20 sektor (diolah)
No

Sektor

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 tentang peranan
dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia tahun 2005,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.

Peranan sektor peternakan (yang terdiri dari ternak potong, ternak perah,
ternak lainnya, pemotongan hewan, dan ternak unggas) secara total dalam
perekonomian Indonesia adalah relatif kecil. Peranan sektor peternakan yang
terbesar adalah dalam struktur konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 3,42 persen.
Peranan sektor peternakan yang kecil adalah dalam struktur investasi, yaitu
investasi negatif sebesar Rp 2,04 triliun dan ekspor-impor, yaitu mengalami
defisit perdagangan Internasional sebesar Rp 1,74 triliun. Sektor peternakan
meskipun peranannya cukup kecil tetapi mempunyai rasio upah dan gaji dengan
surplus usaha (U/S) yang cukup bagus, yaitu pada ternak lainnya (0,90) dan
ternak unggas (0,80).

2.

Sektor ternak potong memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar dan ke


belakang terkecil (langsung dan tidak langsung), pemotongan hewan memiliki
nilai keterkitan ke belakang terbesar, ternak lainnya memiliki nilai keterkaitan ke
depan dan keterkaitan ke belakang (langsung) terkecil.

3.

Hasil penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, maka


pemotongan hewan dan ternak unggas termasuk dalam kelompok sektor prioritas
ke dua, sedangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya termasuk
kelompok sektor prioritas terakhir/keempat.

4.

Penambahan alokasi investasi sebesar Rp 51,3 triliun dalam program RPPK


pada sektor peternakan, akan menambah output total di seluruh sektor
perekonomian sebesar 1,42 persen, nilai tambah bruto sebesar 1,68 persen,
pendapatan sebesar 1,72 persen, dan mengurangi jumlah pengangguran sebesar
22,87 persen.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu:
1.

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai


faktorfaktor yang mempengaruhi kecilnya peranan sektor peternakan dalam
perekonomian Indonesia terutama dari sisi mikro.

2.

Investasi yang kecil pada sektor peternakan terutama pada komponen


pembentukan modal tetap harus segera diatasi karena akan menyebabkan
pengurasan populasi ternak.

3.

Sektor peternakan mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S)
yang cukup bagus yaitu: pada ternak lainnya dan ternak unggas, sehingga untuk
penelitian lebih lanjut, dapat melakukan penelitian yang lebih aplikatif mengenai
hubungan antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang berguna sebagai
pertimbangan dalam dunia investasi.

Anda mungkin juga menyukai