Citra Awalul Laili - 081810301010
Citra Awalul Laili - 081810301010
SKRIPSI
Oleh
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
SKRIPSI
Oleh
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PERSEMBAHAN
ii
MOTTO
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Q.S. Al Mujadalah: 11)*
atau
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(Q.S. Ar Raad: 11)*
iii
PERNYATAAN
: 081810301010
iv
SKRIPSI
Oleh:
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
Pembimbing
PENGESAHAN
Tim Pembimbing
NIP. 196605291993031003
NIP 196310121987021001
Tim Penguji
Dosen Penguji I,
NIP 196410261991031001
NIP 197105111998021002
Mengesahkan
Dekan,
vi
RINGKASAN
Unsur kalium merupakan unsur hara ketiga yang paling banyak terdapat di
dalam tanah. Kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat
pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c).
mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d).
meningkatkan kualitas biji. Sedangkan natrium merupakan unsur hara penunjang
yang diperlukan oleh tanaman. Dimana fungsi dari natrium ini sendiri hampir sama
seperti kalium.
Metode standart yang sering digunakan untuk menganalisis natrium dan
kalium didalam tanah adalah metode spektrometri yaitu menggunakan AAS ataupun
flame fotometer. Metode potensiometri merupakan salah satu metode yang banyak
digunakan untuk menentuakan kandungan ion-ion tertentu di dalam suatu larutan,
namum belum banyak diterapkan untuk analisis pada sampel tanah. Oleh kerena itu
dalam penelitian ini unsur kalium dan natrium dalam tanah akan dianalisis
menggunakan metode potensiometri yang hasilnya akan dibandingkan dengan
metode spektrometri. Dimana alat yang digunakan adalah flame fotometer.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh variasi ekstraktan dan
variasi waktu pengadukan pada analisis kadar K dan Na dalam tanah pertanian, dan
dapat membandingan antara metode potensiometri dan spektrometri pada pengukuran
kadar K dan Na dalam tanah pertanian.
vii
viii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggunaan Metode
Potensiometri Dan Spektrometri Untuk Pengukuran Kadar Logam Natrium Dan
Kalium Dalam Tanah Pertanian Dengan Menggunakan Tiga Ekstraktan. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1)
pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Kusno, DEA., PhD selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas
Jember;
2. Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Jember;
3. Bapak Drs. Siswoyo, M.Sc, PhD, selaku Dosen Pembimbing Utama, Bapak Drs.
Zulfikar, PhD, selaku Dosen Pembimbing Anggota, Bapak Drs. Mukh. Mintadi
dan Bapak I Nyoman Adi Winata, S.Si, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian dalam penulisan skripsi ini;
4. ayah, ibu, dan adik-adikku tercinta atas semangat, dukungan, inspirasi dan doanya
selama ini;
5. Muhammad Nur Hafidz yang sudah memberikan kasih sayang, pengertian,
perhatian, waktu, semangat, dukungan, bantuan dan doa yang tiada henti,
terimakasih atas pengorbanan dan semua yang telah dilakukan selama ini;
6. teman-temanku angkatan 2008, khususnya Rima dan Wiwin yang sudah berjuang
bersama penulis selama 4 tahun lebih berbagi suka dan duka selama menjadi
mahasiswa;
ix
7. tim work potensiometri Ulil, Putri, Restu dan Nila yang sudah berjuang bersama
penulis dalam menyelesaikan penelitian dan atas bantuannya selama ini;
8. teman-temanku di Apartement 46 Umi dan Falah kenangan bersama kalian
takkan pernah terlupakan;
9. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritikan dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................ vii
PRAKATA .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Tanah .......................................................................................... 5
2.2 Natrium ....................................................................................... 6
2.3 Kalium ......................................................................................... 8
2.4 Analisis Tanah ............................................................................ 9
2.5 Soil Extractant ............................................................................. 10
xi
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1
29
4.2
31
4.3
33
4.4
35
4.5
41
4.6
Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Kalium antara Metode
Potensiometri dan Sepktrometri .............................................................
4.7
44
Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Natrium antara Metode
Potensiometri dan Sepktrometri .............................................................
xiv
46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4.1
30
4.2
32
4.3
33
4.4
34
4.5
34
4.6
35
4.7
36
4.8
36
4.9
37
39
43
43
45
xv
45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Pembuatan Larutan Standart Kalium dan Natrium 1000 ppm ......................
51
52
53
55
56
60
64
66
69
72
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
kalium
merupakan
unsur
yang
paling
mudah
mengadakan
persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya klor dan magnesium. Unsur
kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat
karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c). mempertinggi
resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan
kualitas biji (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988). Natrium merupakan unsur penyusun
litosfer ke-6 setelah Ca yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah
dan pertumbuhan tanaman (Hanafiah, 2005). Perlu diketahui bahwa tanaman yang
peka dapat menunjukkan kerusakan atau pertumbuhan yang lambat bahkan pada
kadar natrium yang lebih rendah. Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan
natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin.
Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk menetapkan kalium dan
natrium yang tersedia dalam tanah. Setiap metode yang dipakai memberikan angka
yang berbeda untuk tanah yang sama. Kalium (K) dan Natrium (N) yang terdapat
dalam tanah dapat dianalisis dengan cara mengekstraknya. Ada beberapa ekstraktan
yang sering digunakan untuk mengekstraksi K dan Na pada tanah, antara lain: larutan
ammonium asetat 1N pH 7 pada metode ekstraksi Bray 1 (Adiningsih dan Sudjadi,
1983), Larutan HCl 25% pada metode ekstraksi Olsen, HNO3 1N pada metode
ekstraksi Morgan Venema (Purwanto dan Adiningsih, 1980). Namun dari penelitian
yang sudah banyak dilakukan ekstraktan larutan ammonium asetat 1N pH 7 yang
sering digunakan karena merupakan pengekstrak terbaik dengan koefisien korelasi
tertinggi dibandingkan pengekstrak lainnya.
Potensiometri adalah satu cara elektrokimia untuk analisa ion secara kuantitatif
berdasarkan pengukuran potensial dari elektroda yang peka terhadap ion yang
bersangkutan. Potensiometri digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu ion, pH
larutan, dan titik akhir titrasi. Potensiometri digunakan sebagai salah satu metode
untuk mengukur konsentrasi suatu larutan yang dijelaskan melalaui persamaan
Nerst. Didalam potensiometri ini terdapat ESI (Elektroda Selektif Ion) yang berfungsi
membiarkan ion-ion speksifik melewatinya dan mencegah ion lainnya masuk.
Dimana ESI ini adalah suatu sensor kimia untuk analisis ion-ion dalam suatu analat
yang dianalisis.
ESI adalah elektrode kerja yang mampu mengukur secara selektif terhadap ion
tertentu. Potensial yang diukur akan berubah secara reversibel terhadap keaktifan dari
ion yang ditentukan. ESI mempunyai membran, membrane adalah benda yang tipis
yang memisahkan dua fasa cairan yang mengandung minimal satu komponen dapat
melaluinya (Mulder, 1996). ESI harus dapat menghantarkan listrik agar dapat
memiliki sensitivitas dan selektivitas yang baik terhadap kation dan anion. Selain itu
sifat yang harus dimiliki ESI tidak larut dalam air, dan bereaksi dengan analat melalui
pertukaran ion, kristalisasi, atau kompleksasi.
Metode potensiometri merupakan salah satu metode yang banyak digunakan
untuk menentukan kandungan ion-ion tertentu didalam satu larutan, namun belum
banyak diterapkan untuk menganalisa sampel tanah. Untuk itu dilakukan penelitian
menggunakan metode potensiometri untuk menganalisis dan untuk menentukan
kandungan Na dan K yang ada di tanah yang menggunakan ESI yang selektif, yang
hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan flame fotometer.
2.1 Tanah
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan terartur yang unik
yang terdiri dari lapisan-lapisan yang berkembang secara genetik (Foth, 1994). Tanah
merupakan lapisan kerak bumi yang melapuk yang terdiri dari bahan mineral dan
bahan organik. Kerangka penyusun tanah tidak hanya terdiri atas bahan mineral saja
(tubuh tanah mineral). Bahan organik juga mempunyai kontribusi (tubuh tanah
organik). Kontribusi bahan organik terhadap tanah sebagai tubuh alam adalah sumber
N tanah dan unsur hara lainnya, terutama S dan P; berperan penting dalam
pembentukan struktur tanah; mempengaruhi keadaan air, udara dan temperatur tanah;
serta mempengaruhi tingkat kesuburan tanah (Sutanto, 2005). Bahan organik terdiri
dari:75% air dan 25% padatan yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, Ca, K, Mg dll
(Wijaya, 2011).
Proses pembentukan tanah dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan,
perubahan atau translokasi (Foth, 1994). Proses pembentukan tanah merupakan suatu
masalah biologi dan kimia yang rumit dan biasanya sulit untuk digambarkan dengan
reaksi tunggal. Reaksi-reaksi dapat terjadi secara serempak atau dapat dilihat
sederetan reaksi yang berlangsung berurutan. Sejumlah proses tanah dipengaruhi oleh
reaksi tanah laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik dipengaruhi oleh
reaksi tanah. Pembentukan tanaman juga dipengaruhi oleh reaksi asam basa dalam
tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung
terhadap tanaman adalah pengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman.
Pengaruh secara langsung ion H+ dilaporkan mempunyai pengaruh beracun terhadap
tanaman jika terdapat dalam konsentrasi yang tinggi (Kim H. Tan, 1998).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap. Ion H+ yang terjerap
menentukan kemasaman aktif atau aktual kemasaman potensial dan aktual secara
bersama menentukan kemasaman total. pH yang diukur pada suspensi tanah dalam
larutan garam netral (misal KCl) menunjukan kemasaman total oleh karena K+ dapat
melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme pertukaran (Notohadiprawiro, 1998)
Sistem tanah merupakan tempat penyimpanan hampir semua unsur hara yang
diperlukan tanaman, dan juga mengandung permukaan-permukaan aktif yang
menentukan konsentrasi ion didalam larutan tanah. Gerakan ion, akumulasi,
ketersediaan unsur dan penyerapannya oleh tanaman, perubahan dalam tingkat
oksidasi dan reduksi suatu unsur, dan banyak lagi reaksi kimia yang lain di dalam
tanah adalah reaksi-reaksi yang hingga tingkat tertentu mirip dengan yang terjadi di
dalam sel elektrokimia. Tiap spesies kimia dalam suatu campuran reaksi, dianggap
mempunyai sejumlah energi tertentu, yang disebut potensial kimia. Potensial kimia
menunjukkan tingkat energi potensialari spesies atau komponen-komponen dalam
tanah, dan perumusannya menunjukkan sesuatu hubungan dengan potensial Nerst
(Kim H. Tan, 1998).
Unsur-unsur dalam tanah terdapat dalam mirenal dan bahan organik yang
tidak dapat larut dan tidak berguna bagi tanaman. Unsur hara akan tersedia melalui
pelapukan dan pembusukan bahan organik atau melalui perombakan. Unsur-unsur
hara yang diserap terutama dari larutan tanah atau permukaan- permukaan koloid
dalam bentuk kation dan anion. Unsur hara yang diperlukan tanaman yang ada dalam
tanah seperti nitrogen, kalium, natrium, dan fosfar (Foth, 1994).
2.2 Natrium
Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%,
yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang
berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah
alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh >
15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen dominan
dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya
adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).
Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia
dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat
membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah. Pertukaran natrium yang tinggi
dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya
struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh
naikknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium
dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang
digunakan. Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur.
Unsur hara pembangun (fakultatif) merupakan unsur yang tidak penting,
tetapi merangsang pertumbuhan tanaman dan juga dapat menjadi unsur penting untuk
beberapa spesies tanaman tertentu. Unsur fakultatif disebut juga unsur yang
menguntungkan (beneficial element) karena walaupun bukan unsur penting tetapi
menyebabkan kenaikan produksi dan untuk sebagian tanaman tertentu menyebabkan
kenaikan kualitas produksi. Unsur-unsur yang termasuk menguntungkan bagi
tanaman adalah Cl, Si, dan Na.
Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur hara
tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung Na, tanaman
tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung
unsur Na dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering berpengaruh terhadap
kualitas produksi, baik yang bersifat positif maupun negative. Misalnya, sampai
kadar tertentu Na berpengaruh baik terhadap kualitas daun tembakau terutama daya
bakarnya. Penagruh Na yang baik pada pertumbuhan tanaman bila kadar K relative
rendah. Pada konsentrasi K yang rendah, pemberian Na menaikkan prodiksi cukup
tinggi, sedangkan pada kosentrasi K yang tinggi, pemberian Na sedikit menurunkan
produksi (Afandie, 2009).
2.3 Kalium
Tanah yang mengandung kalium dapat dikatagorikan menjadi tanah-tanah
yang larut, dapat ditukar, dan tetap tidak berubah. Struktur kalium merupakan kation
monovalen (K+) yang diserap oleh akar tanaman yang lebih besar jumlahnya dari
kation lainnya. Kalium ini ditemukan pada cairan sel tanaman yang tidak terikat
secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua ke titik perhubungan akar
dan tajak (Spark, 1996). Kalium juga memiliki banyak perilaku yang sama dengan
natrium, kalsium, dan magnesium di lingkungan. Unsur ini juga mudah tertangkap ke
dalam mineral silikat, berbagi dengan magnesium (Jackson dan Jackson, 1996).
Peranan kalium dalam tanaman berhubungan dengan kualitas hasil
penambahan resultasi tanaman terhadap patogen-patogen tanaman. Kekuatan tanah
untuk menyediakan kalium sangat ditentukan oleh faktor kapasitasnya yang berapa
kejenuhan dari kalium. Sumber kalium untuk tanah yang utama berasal dari pupuk
dan mineral kalium (Indranada, 1994).
Unsur
kalium
merupakan
unsur
yang
paling
mudah
mengadakan
persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya klor dan magnesium. Unsur
kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat
karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c). mempertinggi
resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan
kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi
dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad
renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 1988).
Peningkatnya pemakaian pupuk N dan P maka keperluan K akan meningkat
pula. Akibatnya serapan kalium tanah akan meningkat. Banyak tanah mempunyai
kelimpahan kalium yang dapat digunakan dan tanaman tidak tanggap terhadap pupuk
kalium meskipun tanaman biasanya menggunakan lebih banyak kalium dari tanah
dibandingkan dengan hara lain kecuali nitrogen (Hakim dkk, 1986). Pada dasarnya,
kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion
kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk
diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia menumpuk dalam tanah dengan
kelembaban lebih kering tanpa adanya pencucian. Tanah organik terkenal miskin
kalium karena tanah tersebut mengandung sedikit mineral yang mengandung kalium
(Foth, 1994).
Kalium yang tersedia hanya meliputi 1-2 % dari seluruh kalium yang terdapat
pada kebanyakan tanah mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam
larutan tanah dan kalium yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan
koloid tanah. Kalium larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka
terhadap pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman intensif atau
pada tanah muda yang banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan
tinggi, kalium tidak dapat dipertukarkan dapat juga diserap oleh tanaman (Hakim dkk,
1986).
unsur
habitat
perlu
diketahui kapasitas
10
2.6 Potensiometri
Potensiometri merupakan bagian dari teknik analisa elektrokimia, dimana
beda potensial dua elektroda yang tidak terpolarisasi diukur pada kondisi arus
mendekati nol (Khopkar, 1990). Pengukuran perbedaan potensial antara dua elektroda
11
(elektroda indikator dan elektroda reference) pada kondisi arus mendekati nol
bertujuan untuk mendapatkan informasi analitik tentang komposisi kimia dari larutan.
Dalam potensiometri, yang merupakan sensor kimia adalah elektroda indikator
(Kellner, 1998).
Potensial sel elektrokimia merupakan hasil dari perubahan energi bebas yang
terjadi jika reaksi kimia diteruskan sampai kondisi seimbang. Dalam reaksi kimia
seperti ini:
aA + bB cC + dD
perubahan energi bebas atau kerja yang dilakukan dengan mendorong elektron
sebanyak bilangan Avogadro, melewati voltase E adalah (Ne) E, dengan N adalah
bilangan Avogadro dan e adalah muatan elektron. Hasil kali Ne adalah 96.500 C,
yang disebut I faraday atau F. Jadi,
G = -nFE
G adalah perubahan energi bebas, n adalah banyaknya mol elektron yang terlibat
dalam reaksi itu. Jika semua peraksi dan hasil reaksi berada dalam keadaan standar,
hubungan ini menjadi:
G = -nFE0
jadi
+ 2,3
log
[ ] [ ]
[ ] [ ]
0,059
log
[ ] [ ]
[ ] [ ]
log
[ ] [ ]
[ ] [ ]
0,059
12
13
Menurut Strobel & Heineman (1992), ESI terdiri atas sebuah membran dan
satu elektroda pembanding yang tercelup pada larutan dalam membran. Elektroda
dicelupkan dalam larutan contoh yang mengandung analat dengan aktivitas contoh.
Sedangkan elektroda pembanding luar adalah bagian membran yang langsung
berinteraksi dengan larutan contoh. Kedua elektroda ini merupakan penyusun
setengah reaksi sel elektrokimia. Potensial yang terukur merupakan selisih potensial
antara elektroda pembanding luar (Eref ext) dengan elektrode pembanding dalam (Eref
int) ditambah potensial membran (E memb) dan potensial sambungan cair (Elj). E1j
adalah potensial pada pertemuan antara Eref ext. dengan larutan contoh. Hubungan
tersebut dapat ditulis:
Esel = Eref ext - Eref int + Ememb + E1j
(1)
(2)
n = muatan ion
Bila persamaan (2) di atas disubstitusikan ke persamaan (1) maka akan menghasilkan
persamaan (3):
Esel = Eref ext - Eref int + RT/nF ln (1/ ai ln t) + RT/nF ln (ai contoh) + E1j
(3)
Potensial setengah sel kedua elektroda pembanding bersifat konstan. Kondisi larutan
contoh dapat dikontrol sehingga E1j akan konstan demikian juga kondisi larutan di
dalam membran. Persamaan di atas dapat disederhanakan lagi menjadi:
=
ln
Keterangan:
K = Ketetapan
R = Konstanta molar gas (8.314 J/K mol)
T = Temperatur (K)
= Aktifitas ion
(4)
14
n = Muatan ion
Hubungan antara potensial ESI dan aktivitas analat ini merupakan dasar kerja ESI
sebagai alat analisis. Beda potensial antara ESI dengan elektroda pembanding
merupakan potensial yang terukur.
15
flame fotometri tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Flame
fotometri memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm,
sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm
(Skoog et al., 1980).
Metode flame fotometri dan spektroskopi serapan atom (AAS) mempunyai
prinsip dasar yang sama, hanya saja keduannya memiliki perbedaan yang terletak
pada sumber energi yang digunakan. Di dalam flame fotometri menggunakan nyala
Bunsen dengan gas kota dan udara atau oksigen digunakan sebagai sumber energi,
sedangkan hollow cathode menjadi sumber energi untuk AAS. Setiap pengukuran
dengan AAS kita harus menggunakan hollow cathode khusus, misalnya akan
menentukan konsentrasi tembaga dari suatu sampel, maka kita harus menggunakan
hollow cathode khusus. Hollow cathode akan memancarkan energi radiasi yang
sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi electron atom. Sedangkan pada
flame fotometri kebanyakan atom berada dalam keadaan energi dasar. Atom-atom
yang masih berada dalam keadaan dasar ini mempunyai kecenderungan untuk
menyerap energi yang dipancarkan oleh atom tereksitasi ketika kembali ke keadaan
dasar. Peristiwa ini disebut self absorption, akibatnya memiliki kelemahan yang
berhubungan dengan konsentrasi dan intensitas menjadi tidak linear lagi. Sedangkan
pada AAS dapat menghilangkan kelemahan tersebut dengan penggunaan hollow
cathode sebagai sumber energinya (Hendayana, 1994).
Metode Flame fotometer berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atomatom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm
sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup
energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energy
berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacammacam. Misalnya unsur Na dengan nomer atom 11 mempunyai konfigurasi elektron
1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki
16
kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2 eV
ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat
dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel
yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari Hukum Lambert yaitu bila suatu sumber sinar
monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan
berkurang dengan bertambahnya ketebalan mediumyang mengabsorbsi. Hukum
Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum
tersebut diperoleh suatu persamaan:
A = log Io / lt = a b c
Dimana:
A = absorbans
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
a = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1999).
larutan HNO3 65% (E-Merck, Mr: 63,01 g/mol, :1,39 g/ml), NaCl (E-Merck, Mr:
58,44 g/mol), KCl (E-Merck, Mr: 74,55 g/mol), larutan ammonia 25% (E-Merck, Mr:
17,03 g/mol,
: 0,903 g/ml), larutan asam asetat pekat 100% (E-Merck, Mr: 60,05
g/mol, : 1,05 g/ml), CaCl2. 2H2O (Sigma-aldrich, Mr: 147.02 g/mol), dan aquades.
18
Ekstraksi Tanah
Variasi Larutan Ekstraktan:
1. ammonium asetat 1N pH 7.
Variasi Waktu:
2. HCl 25%.
3. HNO3 1N
4. CaCl2 0,01M
5. Air
Larutan
Standart
Filtrat
Filtrat Hasil
Optimasi
Larutan
Standart
Analisis
Potensiometri
Analisis flame
fotometri
Data
Sensitivitas
Linier
Range
Limit
Deteksi
dibandingkan
Reprodusibilitas
Data
Uji t
19
7,708 gram ammonium asetat, yang dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan
dilarutkan dengan aquademin sampai garis tanda batas. Bila pH < 7, diatur dengan
menambahkan ammonia dan bila pH. 7, diatur dengan menambahkan asam asetat
pekat.
b.
sebanyak 67,57 ml, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambah
dengan aquademin hingga tanda batas.
c.
sebanyak 0,147 gram, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian
ditambah dengan aquademin hingga tanda batas.
d.
sebanyak 6,98 ml, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambah
dengan aquademin hingga tanda batas.
e.
sebanyak 22,62 ml, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambah
dengan aquademin hingga tanda batas.
20
f.
asetat 100% sebanyak 17,16 ml, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml.
Kemudian ditambah dengan aquademin hingga tanda batas.
g.
NaCl, yang dimasukan kedalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambah dengan
aquademin hingga tanda batas.
h.
g KCl, yang dimasukan kedalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ditambah dengan
aquademin hingga tanda batas.
i.
memipet 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 ml larutan standard K 1000 ppm ke dalam labu ukur
50 ml. Kemudian encerkan dengan aqudemin sampai garis tanda batas.
j.
2,542 g NaCl, yang dimasukan kedalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ditambah
dengan aquademin hingga tanda batas.
k.
memipet 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 ml larutan standard Na 1000 ppm ke dalam labu ukur
50 ml. Kemudian encerkan dengan aqudemin sampai garis tanda batas.
21
100%
Keterangan:
a = berat wadah saja
b = berat wadah dan berat sampel tanah
c = berat wadah dan berat sampel tanah setelah dioven dan dimasukkan ke dalam
desikator
22
23
24
beaker gelas. Kemudian diukur dengan flame fotometer dengan panjang gelombang
766,5 nm. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan standar ( dari konsentrasi
terkecil ) yang lain, demikian pula dengan sampel. Masing-masing dilakukan dengan
3 kali pengulangan.
Pengukuran Na dilakukan dengan cara memipet masing-masing 25 ml larutan
standart Na ( 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm ) yang sudah siap dan dimasukkan ke
dalam beaker gelas. Kemudian diukur dengan flame fotometer dengan panjang
gelombang 589 nm. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan standar ( dari
konsentrasi terkecil ) yang lain, demikian pula dengan sampel. Masing-masing
dilakukan dengan 3 kali pengulangan.
b. Limit Deteksi
Limit deteksi adalah kuantitas (konsentrasi) terkecil dari suatu analit yang
masih dapat ditentukan atau dideteksi. Semakin kecil konsentrasi yang bisa dideteksi,
semakin baik karakteristik sensor tersebut. Limit deteksi atau batas identifikasi adalah
kuantitas (konsentrasi) terkecil dari suatu analit yang masih dapat ditentukan atau
dideteksi. Batas deteksi biasanya dinyatakan dalam mikrogram (g) atau gamma
(Svehla, 1985). Limit deteksi dapat ditentukan dengan mencari nilai penyimpangan
dari kurva kalibrasi. Limit deteksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
25
YLOD = YB + 3 SB
Dimana:
YLOD = limit deteksi
YB = rata-rata blanko
SB = standart deviasi blanko
(Miller dan Miller, 1991).
c. Sensitifitas
Sensitifitas dinyatakan sebagai slope dari kurva yang diperoleh dengan range
tertentu (Miller dan Miller, 1991). Menurut IUPAC, sensitifitas yang dinyatakan
dengan slope merupakan sensitifitas kurva. Kateman (1993) menyatakan sensitifitas
sebagai rasio perubahan konsentrasi analit. Nilai sensitifitas yang besar berarti bahwa
perubahan konsentrasi yang kecil dari analit dapat memberikan respon yang berarti.
d. Reprodusibilitas
Pengulangan percobaan yang dilakukan pada reprodusibilitas diharapkan akan
dihasilkan limit antar percobaan yang sekecil mungkin, dengan nilai setiap
pendekatan untuk satu kali pengulangan atau lebih yang berbeda adalah 95%
(Caulcutt, 1995). Hasil pengulangan dapat dinyatakan sebagai koefisien variasi dari
simpangan baku.
=
Dimana :
SD = standart deviasi standart
x = signal rata-rata standart
Kv = koefisien variasi
(Miller dan Miller, 1991)
. 100%
26
data
untuk
menguji
hasil
dari
metode
analitik
dengan
membandingkan dua metode dapat menggunakan uji statistik salah satunya yaitu ujit. Uji-t dapat diperoleh dengan menghitung nilai x untuk respon metode pertama dan
nilai y untuk respon metode kedua. Nilai t-eksperimen diperoleh melalui persamaan
berikut :
S=
dimana
x x
1
1
S n + n
S2
n1
n2
28
29
tersebut mampu menukar ion K+ dalam tanah dan menghasilkan filtrat yang banyak
mengandung K+ sehingga responnya tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai potensial
yang tinggi untuk kalium dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Data Pengukuran Variasi Ekstraktan untuk Kalium
Sampel
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Variasi Ekstraktan
Rata-Rata
U1
U2
U3
(mV)
Air
304
306
304
305
HNO3
307
311
311
310
HCl
64
71
70
68
NH4asetat
383
387
387
386
CaCl2
325
324
325
325
Air
306
303
307
305
HNO3
307
310
309
309
HCl
76
70
75
74
NH4asetat
415
416
414
415
CaCl2
324
327
324
325
Air
313
300
285
299
HNO3
281
285
287
284
HCl
50
63
73
62
NH4asetat
407
408
410
408
CaCl2
309
303
305
306
30
air
CaCl2
HNO3
HCl
NH4 asetat
Tanah A
Tanah B
Sampel
Tanah C
31
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Variasi Ekstraktan
Rata-Rata
U1
U2
U3
(mV)
Air
260
258
256
258
HNO3
348
350
354
351
HCl
230
228
235
231
NH4asetat
388
388
385
387
CaCl2
275
275
280
277
Air
273
261
257
264
HNO3
338
345
348
344
HCl
251
260
257
256
NH4asetat
387
387
383
386
CaCl2
263
260
268
264
Air
265
266
267
266
HNO3
342
347
351
347
HCl
260
268
265
264
NH4asetat
394
391
392
392
CaCl2
279
280
277
279
32
Air
CaCl2
HNO3
HCl
NH4asetat
Tanah A
Tanah B
Sampel
Tanah C
Ekstraktan optimum yang dipilih untuk natrium dan kalium dalam penelitian
ini adalah CaCl2 dan Air. Hal ini dikarenakan CaCl2 tidak hanya ekstraktan untuk
kalium dan natrium tetapi dapat digunakan untuk mengekstrak nitrat, ammonium dan
fosfat walaupun respon yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, namum respon yang
dihasilkan masih berada dalam linier rangenya dalam kurva kalibrasi. Sedangkan
untuk pemilihan air dikarenakan air merupakan ekstraktan yang paling mudah untuk
didapatkan dibandingkan dengan keempat ekstraktan yang lainnya dan juga dapat
digunakan untuk mengesktrak unsur hara yang lain seperti nitrat dan ammonium.
Respon yang dihasilkan oleh air juga sebenarnya tidak terlalu tinggi namun respon
yang dihasilkan masih berada dalam linier rangenya dalam kurva kalibrasi.
33
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Air
CaCl2
Air
CaCl2
Air
5 menit
323
313
314
291
332
304
15 menit
322
320
313
293
328
302
25 menit
325
316
317
291
334
310
35 menit
326
314
314
287
335
303
45 menit
323
312
315
287
335
300
Kalium
330
325
Tanah A
320
CaCl2
315
Air
310
305
300
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
34
Kalium
330
320
Tanah B
310
300
CaCl2
290
Air
280
270
260
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
Kalium
350
340
330
Tanah C
320
310
CaCl2
300
Air
290
280
270
5 menit
Berdasarkan ketiga grafik diatas waktu optimum untuk kalium yang dipilih
adalah waktu 5 menit. Hali ini dikarenakan waktu 5 menit sudah dianggap mewaliki
nilai beda potensial yang diharapkan. Perbedaan beda potensial antara waktu satu
dengan waktu yang lainnya dapat dikatakan tidak beda secara signifikan baik yang
35
menggunakan
ekstraktan
CaCl2
ataupun
air.
Sehingga
diputuskan
untuk
menggunakan waktu 5 menit sebagai waktu optimum. Dimana memilihan waktu ini
juga berdasarkan pada efisisensi waktu. Walaupun ada beberapa grafik menunjukkan
waktu 5 menit memberikan repon yang lebih rendah dibangdingkan dengan waktu
lainnya. Namun waktu 5 menit sudah cukup memberikan respon yang bagus yaitu
antara 270-340 mv. Antara waktu 5 menit sampai 45 menit beda potensial yang
dihasilkan tidak terlalu jauh. Dimana respon tersebut sudah berada didalam linier
range dalam kurva kalibrasi.
Tabel 4.4 Data Pengukuran Variasi Waktu untuk Natrium
Waktu
Tanah A
Tanah B
Tanah C
Air
CaCl2
Air
CaCl2
Air
5 menit
286
266
263
254
285
260
15 menit
285
277
266
252
291
261
25 menit
283
270
263
254
290
265
35 menit
283
268
262
254
291
259
45 menit
284
263
264
247
291
255
Natrium
295
290
285
280
275
270
265
260
255
250
245
Tanah A
Cacl2
Air
5 menit
36
Natrium
280
275
270
265
260
255
250
245
240
235
230
225
Tanah B
CaCl2
Air
5 menit
Natrium
300
290
Tanah C
280
270
CaCl2
260
Air
250
240
230
5 menit
Waktu optimum untuk natrium juga dipilih waktu 5 menit. Hal ini
berdasarkan ketiga grafik diatas menunjukkan respon yang hampir sama seperti
kalium. Dimana perbedaan beda potensial antara waktu satu dengan waktu yang
lainnya dapat dikatakan tidak beda secara signifikan baik yang menggunakan
37
400
380
360
340
y = 9x + 278.2
R = 0.895
-4
y = 55.71x + 279.5
R = 0.995
320
300
280
260
240
-2
Log []
38
39
dalam larutan tersebut. Tunggu kurang lebih 5 menit sampai nilai potensial yang
terbaca pada mV/pH meter stabil. Pengukuran kadar natrium dalam sampel tanah
dimulai dengan pengukuran nilai potensial dari larutan deret standar dengan
konsentrasi terendah terlebih dahulu. Kurva kalibrasi natrium disajikan pada gambar
4.10 di bawah ini :
320
300
y = 39.83x + 237.8
R = 0.991
280
260
y = 15.5x + 236.3
R = 0.921
240
220
200
-4
-2
Log []
40
blanko. Limit deteksi ditentukan dengan cara pengukuran blanko sebanyak 15 kali.
Berdasarkan sinyal blanko yang diukur dapat dicari standart deviasinya. Dimana
diketahui rumus dari limit deteksi sendiri adalah YLOD = YB + 3 SB, YLOD = limit
deteksi, YB = rata-rata blanko, dan SB = standart deviasi blanko.
Berdasarkan dari perhitungan didapat kan nilai YLOD untuk kalium sebesar
259,66. Nilai YLOD yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan linier
range dari kurva kalibrasi kalium untuk mendapatkan konsentrasi kalium terkecil
yang dapat dideteksi oleh elektroda K+. Konsentrasi terkecil kalium yang dapat
terdeteksi oleh elektroda K+ dari hasil perhitungan sebesar 0,44 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa limit deteksi elektroda K+ terhadap konsentrasi kalium sebesar
0,44 ppm, dibawah konsentrasi 0,44 ppm elektroda tidak mampu mendeteksi dengan
baik adanya kalium dalam sampel.
Limit deteksi untuk natrium dari perhitungan didapat kan nilai YLOD untuk
natrium sebesar 243,67. Nilai YLOD yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam
persamaan linier range dari kurva kalibrasi natrium untuk mendapatkan konsentrasi
natrium terkecil yang dapat dideteksi oleh elektroda Na+. Konsentrasi terkecil natrium
yang dapat terdeteksi oleh elektroda Na+dari hasil perhitungan sebesar 1,40 ppm. Hal
ini menunjukkan bahwa limit deteksi elektroda Na+ terhadap konsentrasi kalium
sebesar 1.40 ppm, dibawah konsentrasi 1,40 ppm elektroda tidak mampu mendeteksi
dengan baik adanya natrium dalam sampel.
4.4.3 Sensitifitas
Sensitivitas dinyatakan sebagai slope dari kurva yang diperoleh dengan range
tertentu. Dimana sensitivitas merupakan ratio perubahan sinyal tiap unit perubahan
konsentrasi analit. Nilai sensitivitas didapatkan dari slope kurva kalibrasi pada
pengukuran variasasi konsentrasi natrium maupun kalium, yaitu: 0,01; 0,1; 1; 5; 10;
20; 30; 40 dan 50 ppm. Dikatakan memiliki sensitivitas tinggi apabila perubahan
kecil dari suatu konsentrasi analit dapat memebrikan perubahan respon yang besar.
41
Nilai sensitivitas untuk kalium diambil dari slope kurva kalibrasi kalium, yaitu
sebesar 55,71 mV/decade. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada
gambar 4.8 yaitu: y = 55,71x + 279,5 dan koefisien korelasinya sebesar 0,995.
Sedangakan untuk natrium nilai sensitivitas diambil dari slope kurva kalibrasi
natrium, yaitu sebesar 39,83 mV/decade. Berdasarkan persamaan regresi yang
diperoleh pada gambar 4.9 yaitu: y = 39,83x + 237,8 dan koefisien korelasinya
sebesar 0,991. Nilai sensitivitas tersebut menjelaskan bahwa setiap perubahan
konsentrasi dari natrium menghasilkan perubahan beda potensial sebesar 39,83.
4.4.4 Reprodusibilitas
Reprodusibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan elektroda dalam
memberikan output yang sama ketika diberikan input yang tetap. Reprodusibilitas
yang baik jika kesalahan yang dihasilkan dalam pengukuran kurang dari 5%, Dimana
dalam setiap 100 kali pengukuran terdapat kesalahan pengukuran kurang sari 5 kali.
Tabel 4.5 Nilai Reprodusibilitas Kalium dan Natrium
Konsentrasi
Kalium
Natrium
SD
Kv (%)
SD
Kv (%)
0,01 ppm
1,00
0,38
1,73
0,83
0,1 ppm
0,58
0,22
0,58
0,27
1 ppm
1,73
0,62
1,00
0,42
5 ppm
0,00
0,00
1,00
0,38
10 ppm
0,58
0,17
1,00
0,36
20 ppm
1,73
0,50
1,00
0,35
30 ppm
1,53
0,42
0,58
0,20
40 ppm
0,58
0,16
1,15
0,38
50 ppm
1,00
0,27
0,58
0,19
42
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui nilai koefisien variasi (Kv) terendah pada
kalium adalah 0,00% pada konsentrasi 5 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,62%
pada konsentrasi 1 ppm. Hal ini menunjukkan respon elektroda K+ cukup baik karena
setiap kali melakukan pengulangan, kesalahan yang dihasilkan kurang dari 5%.
Sedangkan nilai koefisien variasi (Kv) terendah untuk natrium adalah 0,19% pada
konsentrasi 50 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,83% pada konsentrasi 0,01
ppm. Hal ini menunjukkan respon elektroda Na+ cukup baik karena setiap kali
melakukan pengulangan, kesalahan yang dihasilkan kurang dari 5%.
adalah
flame
fotometer.
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
43
Kalium
Konsentrasi (ppm)
7
6
CaCl2
5
4
ISE
Flame
2
1
0
tanah A
tanah B
Sampel
tanah C
Kalium
Konsentrasi (ppm)
3
2
Air
2
ISE
Flame
1
0
tanah A
tanah B
tanah C
Sampel
44
Berdasarkan tabel 4.6 perbandingan kadar kalium dalam sampel tanah antara
metode potensiomteri dan flame fotomteri untuk ekstraktan CaCl2 diperoleh nilai teks
lebih kecil dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang kepercayaan 95 %.Maka secara
statistik kedua metode tersebut tidak mempunyai perbedaan signifikan dalam
menentukan kadar kalium dalam sampel tanah baik menggunakan metode
potensiomteri maupun flame fotomteri. Sedangkan untuk ekstraktan air diperoleh
nilai teks lebih besar dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang kepercayaan 95 %.
Artinnya ada perbedaan signifikan dalam menentukan kadar kalium dalam sampel
tanah baik menggunakan metode potensiomteri maupun flame fotomteri.
Tabel 4.6 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Kalium antara Metode
Potensiometri dan Spektrometri
Tanah
Nilai t eks
Nilai ttabel
CaCl2
Air
2,16
19,30
2,78
1,78
27,13
2,78
-0,37
3,8
2,78
Perbedaan ini disebabkan oleh ekstraktan yang digunakan baik CaCl2 maupun
air lebih memiliki kecenderungan sebagai ekstraktan untuk metode potensiomteri
daripada flame fotomteri. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12 dimana
konsentrasi kalium tertinggi diperoleh dari metode potensiomteri. Pada metode
potensiomteri kekeruhan sampel tidak menjadi permasalahn yang cukup berarti,
dikarenakan ISE dapat tetap bekerja meskipun larutan sampel keruh. Hanya saja
dalam ISE harus memperhatikan ekstraktan yang digunakan, karena dikhawatirkan
adanya ion-ion pengganggu elektroda yang ada dalam sampel.
45
Natrium
Konsentrasi (ppm)
7
6
5
CaCl2
4
ISE
Flame
2
1
0
tanah A
tanah B
Sampel
tanah C
Ekstraktan
CaCl2
Konsentrasi (ppm)
Natrium
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Air
ISE
Flame
tanah A
tanah B
Sampel
tanah C
46
konsentrasi natrium yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode flame
fotometri dengan menggunakan ekstraktan CaCl2, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.13. Sementara itu hasil pengukuran natrium dengan metode potensiometri
menggunakan ekstraktan air jauh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan
metode flame fotometri, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.14.
Tabel 4.7 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Natrium antara Metode
Potensiometri dan Spektrometri
Tanah
Nilai t eks
Nilai t tabel
CaCl2
Air
-4,31
-0,82
2,78
-0,36
-9,99
2,78
-1,88
-1,36
2,78
Berdasarkan tabel 4.7 perbandingan kadar natirum dalam sampel tanah antara
metode potensiomteri dan flame fotometri dengan menggunakan ekstraktan CaCl2
dan air diperoleh nilai teks lebih kecil dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang
kepercayaan 95 %. Maka secara statistik kedua metode tersebut tidak mempunyai
perbedaan signifikan dalam menentukan kadar natrium dalam sampel tanah baik
menggunakan metode potensiomteri maupun flame fotometri.
Berdasarkan data yang diperoleh pada analisis natrium dengan mengguanakan
ekstraktan CaCl2 dan air pada metode flame fotometri memberikan respon yang tidak
cukup baik atau terlalu tinggi. Hal ini disebabkan Ca merupakan salah satu
pengganggu spectral pada flame fotometri. Gangguan ini dapat terjadi apabila adanya
unsur Ca yang terdapat bersama dengan unsur yang akan dianalisa. Gangguan ini
disebabkan karena penggunaan filter untuk memilih yang akan diukur
intensitasnya. Pada penelitian ini dikhawatirkan Ca yang ada di dalam ekstraktan ikut
tersaring dan berada di dalam filtrat yang akan dianalisis sehingga menyebabkan
respon yang dihasilkan menjadi sangat tinggi.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstraktan optimum untuk K dan Na adalah CaCl2 dan Air, karena ekstraktan
tersebut juga dapat digunakan untuk mengekstrak nitrat, ammonium dan
fosfat dan air juga merupakan ekstraktan yang paling mudah untuk didapatkan
dibandingkan dengan keempat ekstraktan yang lainnya.
2. Waktu optimum untuk proses ekstraksi K dan Na adalah 5 menit, dikarenakan
nilai beda potensial antara waktu satu dengan waktu yang lainnya dapat
dikatakan tidak berbeda secara signifikan baik yang menggunakan ekstraktan
CaCl2 ataupun air dan pemilihan waktu ini juga berdasarkan pada efisisensi
waktu.
3. Perbandingan metode potensiometri dan spektrometri`untuk analisis kalium
dan natrium dalam tanah dapat dikatakan tidak berbeda signifikan. Hal ini
dikarena nilai teks lebih kecil dibanding ttabel. Namun untuk analisis kalium
menggunakan ekstraktan air nilai teks lebih besar dibanding ttabel, hal ini
dikarenakan ekstraktan air tidak cocok digunakan pada metode spektrometri
namun masih dapat digunakan pada metode potensiomteri.
5.2 Saran
1. Untuk pengembangan analisis unsur-unsur hara lainnya dalam tanah dengan
mengggunakan metode potensiometri disarankan menggunakan ekstraktan
yang tidak mengganggu kinerja dari elektroda yang digunakan.
2. Disarankan apabila menggunakan working electrode dan reference electrode
harus memperhatikan cara pemakaian dan penyimpannya agar saat dipakai
elektroda tidak berkurang sensitivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J.S. dan M. Sudjadi. 1983. Penilaian beberapa cara ekstraksi kalium
tersedia pada tanah sawah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk (1):
510.
Afandie Rosmarkam dan Nasih Widya Yuwono. 2009. Ilmu Kesuburan Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H., Stauble, H., dan Schneifer, E., 1995.
Teknologi Kimia. Bandung: PT. Pradnya Paramita
Caulcutt, R. 1995. Statistic for Analytical Chemist. London : Chapman and Hall.
Day, R. A dan Underwood, A.L. Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H. (1999).
Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Foth, 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Saul., M. A. Diha.,
G. B. Hong., dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung:
UNILA.
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Helmke, P.A. and D.L. Sparks. 1996. Lithium, sodium, potassium, rubidium, and
cesium. In Methods of Soil Analysis. Part 3 Chemical Methods-SSSA Book
Series No. 5
Herdiani, H. 2000. Uji Kalibrasi Kalium Tanah Untuk Tanaman Jagung (Zea Mays
L.) Dengan Berbagai Metode Ekstraksi Pada Tanah Tropika Masam Di
Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Hui, Y.H. 1982. Encyclopedia of Food Sciense and Technology. New York: John
Wiley & Sons.
Indranada, Henry. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Semarang: Bumi Aksara.
49
50
LAMPIRAN
(1
74,55)
= 1,907
39,10
(1
58,44)
= 2,542
22,99
52
= V 2 M2
V1 x 1000 ppm
= 50 mL x 10 ppm
50
10
V1
V1
= 0,5 mL
1000
Jumlah
konsentrasi Na /K
0,01 ppm
0,0005 ml
0,1 ppm
0,005 ml
1 ppm
0,05 ml
5 ppm
0,25 ml
10 ppm
0,5 ml
20 ppm
1 ml
30 ppm
1,5 ml
40 ppm
2 ml
50 ppm
2,5 ml
53
Konsentrasi
(mV)
0 ppm
249
-3,27
10,67
249
-3,27
10,67
249
-3,27
10,67
249
-3,27
10,67
250
-2,27
5,14
251
-1,27
1,60
253
0,73
0,54
253
0,73
0,54
254
1,73
3,00
255
2,73
7,47
254
1,73
3,00
255
2,73
7,47
254
1,73
3,00
254
1,73
3,00
255
2,73
7,47
Rata-rata
(
=
=
=
252,27
= 2,46
+3
+3
84,93
54
2. Natrium
Konsentrasi
Na
(mV)
0 ppm
213
-12
144
218
-7
49
226
231
36
238
13
169
232
49
227
223
-2
226
226
222
-3
222
-3
221
-4
16
220
-5
25
230
25
Rata-rata
(
225
= 6,22
542
55
+3
+3
D. Perhitungan Reprodusibilitas
1
Kalium
Contoh perhitungan :
Mencari SD dan Kv pada larutan deret standar K 50 ppm
=
Kv =
=1
SD
1
x 100% =
x 100% = 0,27%
377
X
Konsentrasi
Kalium
mV
SD
Kv (%)
0.01 ppm
263
262
261
262
1,00
0,38
0.1 ppm
265
266
266
266
0,58
0,22
1 ppm
279
282
279
280
1,73
0,62
5 ppm
320
320
320
320
0,00
0,00
10 ppm
335
334
334
334
0,58
0,17
20 ppm
348
348
351
349
1,73
0,50
30 ppm
358
360
361
360
1,53
0,42
40 ppm
370
371
370
370
0,58
0,16
50 ppm
378
377
376
377
1,00
0,27
56
Natrium
Contoh perhitungan :
Mencari SD dan Kv pada larutan deret standar Na 30 ppm
=
Kv =
= 0,58
SD
0,58
x 100% =
x 100% = 0,2%
295
X
Konsentrasi
Natrium
mV
SD
Kv (%)
0.01 ppm
210
207
207
208
1,73
0,83
0.1 ppm
215
216
216
216
0,58
0,27
1 ppm
240
239
238
239
1,00
0,42
5 ppm
265
264
266
265
1,00
0,38
10 ppm
278
277
279
278
1,00
0,36
20 ppm
286
287
288
287
1,00
0,35
30 ppm
295
295
294
295
0,58
0,20
40 ppm
302
302
300
301
1,15
0,38
50 ppm
310
310
309
310
0,58
0,19
y = 55,71x + 279,5
299 = 55,71x + 279,5
57
CaCl2
Beda Potensial (mV)
Tanah
Konsentrasi
(ppm)
P1
P2
P3
U1
302
299
299
0,40
0,35
0,35
U2
297
300
297
0,31
0,37
0,31
U3
297
298
302
0,31
0,33
0,40
U1
324
320
319
0,80
0,73
0,71
U2
325
320
321
0,82
0,73
0,74
U3
325
323
321
0,82
0,78
0,74
U1
319
320
318
0,71
0,73
0,69
U2
318
318
315
0,69
0,69
0,64
U3
318
315
315
0,69
0,64
0,64
y = 55,71x + 279,5
280 = 55,71x + 279,5
280- 279,5 = 55,71x
x = 0,01
58
Konsentrasi yang didapat adalah anti log dari x, sehingga konsentrasi kalium
yang didapat sebesar 1,02 ppm
Air
Tanah
Konsentrasi
(ppm)
P1
P2
P3
U1
285
280
281
0,10
0,01
0,03 1,26
1,02
1,06
U2
282
280
281
0,04
0,01
0,03 1,11
1,02
1,06
U3
284
281
281
0,08
0,03
0,03 1,20
1,06
1,06
U1
285
283
287
0,10
0,06
0,13 1,26
1,16
1,36
U2
286
288
281
0,12
0,15
0,03 1,31
1,42
1,06
U3
281
285
286
0,03
0,10
0,12 1,06
1,26
1,31
U1
299
295
297
0,35
0,28
0,31 2,24
1,90
2,06
U2
294
301
296
0,26
0,39
0,30 1,82
2,43
1,98
U3
295
299
294
0,28
0,35
0,26 1,90
2,24
1,82
y = 39,83x + 237,8
270 = 39,83x + 237,8
270- 237,8 = 39,83x
x = 0,81
Konsentrasi yang didapat adalah anti log dari x, sehingga konsentrasi natrium
yang didapat sebesar 6,43 ppm
59
CaCl2
Tanah
Konsentrasi
(ppm)
P1
P2
P3
U1
258
260
262
0,51
U2
262
257
261
0,61
U3
255
256
260
0,43
U1
270
268
266
0,81
U2
268
272
273
0,76
U3
272
272
269
0,86
U1
269
272
269
0,78
U2
269
270
271
0,78
U3
272
267
271
0,86
y = 15,5x + 236,3
230 = 15,5x + 236,3
230- 236,3= 15,5x
x = -0,41
Konsentrasi yang didapat adalah anti log dari x, sehingga konsentrasi natrium
yang didapat sebesar 0,39 ppm
60
Air
Tanah
Konsentrasi
(ppm)
P1
P2
P3
U1
239
236
239
0,17
-0,02
0,17
U2
240
238
236
0,24
0,11
-0,02
U3
240
239
235
0,24
0,17
-0,08
U1
237
234
234
0,05
-0,15
-0,15
U2
237
233
235
0,05
-0,21
-0,08
U3
237
236
232
0,05
-0,02
-0,28
U1
234
233
232
-0,15
-0,21
-0,28
U2
235
234
230
-0,08
-0,15
-0,41
U3
234
236
232
-0,15
-0,02
-0,28
y = 0,942x + 1,269
3 = 0,942x + 1,269
3 - 1,269 = 0,942x
x = 1,84
61
CaCl2
Tanah
Konsentrasi (ppm)
P1
P2
P3
U1
1,84
1,84
1,84
U2
1,84
1,84
1,84
U3
1,84
1,84
1,84
U1
3,96
3,96
3,96
U2
3,96
3,96
3,96
U3
3,96
3,96
3,96
U1
6,08
5,02
6,08
U2
5,02
6,08
5,02
U3
5,02
7,15
6,08
y = 0,942x + 1,269
2 = 0,942x + 1,269
2 - 1,269 = 0,942x
x = 0,78
62
Air
Tanah
Konsentrasi (ppm)
P1
P2
P3
U1
0,78
0,78
0,78
U2
0,78
0,78
0,78
U3
0,78
0,78
0,78
U1
0,78
0,78
0,78
U2
0,78
0,78
0,78
U3
0,78
0,78
0,78
U1
1,84
1,84
1,84
U2
1,84
1,84
1,84
U3
1,84
1,84
1,84
y = 0,988x + 3,142
24 = 0,988x + 3,142
24- 3,142= 0,988x
x = 21,11
63
CaCl2
Tanah
Konsentrasi (ppm)
P2
P3
[]
U1
20
19
21
17,06
16,05
18,07
U2
22
19
22
19,09
16,05
19,09
U3
18
22
23
15,04
19,09
20,10
U1
24
25
23
21,11
22,12
20,10
U2
23
21
22
20,10
18,07
19,09
U3
18
22
20
15,04
19,09
17,06
U1
27
28
26
24,15
25,16
23,14
U2
27
25
26
24,15
22,12
23,14
U3
29
27
28
26,17
24,15
25,16
y = 0,988x + 3,142
18 = 0,988x + 3,142
18- 3,142= 0,988x
x = 15,04
64
Air
Tanah
Konsentrasi (ppm)
P1
P2
P3
U1
19
18
20
U2
16
15
17
U3
18
15
15
U1
22
19
22
U2
21
22
20
U3
18
20
22
U1
25
23
21
U2
20
18
22
U3
18
23
22
100%
fk =
,
= 1,35
100% = 34,77%
65
Jenis Tanah
fk
Tanah B
15,47
1,15
Tanah C
27,88
1,28
100%
100% = 23,46%
fk =
,
Jenis Tanah
= 1,23
fk
Tanah B
50,68
55,68
54,81
21,07
1,21
Tanah C
54,9
59,9
58,66
32,98
1,33
66
mg
rata rata konsentrasi x k x volume ekstrak
=
kg
bobot tanah
,
[Na ]
[Na ]
= 44,75
fk
[]
[Na+] (mg/kg)
3,21
3,61
4,05
3,62
44,75
U2 1,23 4,05
3,03
3,82
3,64
44,89
U3
2,7
2,86
3,61
3,06
37,76
U1
6,43
5,73
5,11
5,76
69,69
U2 1,21 5,73
7,22
7,65
6,87
83,15
U3
7,22
7,22
6,07
6,84
82,79
U1
6,07
7,22
6,07
6,46
85,84
U2 1,33 6,07
6,43
6,82
6,44
85,65
U3
5,41
6,82
6,48
86,20
7,22
67
fk
fp
U1
A
[]
[Na+] (mg/kg)
17,06
421,31
18,07
446,31
U3
15,04 19,09
2,.1
18,07
446,31
U1
21,11 22,12
2,.1
21,11
511,19
18,07 19,09
19,09
462,17
U3
17,06
413,16
U1
24,15
642,23
23,14
615,32
25,16
669,15
U2 1,23
U2 1,21
U2 1,33
20,1
U3
mg
rata rata konsentrasi x k x volume ekstrak
=
kg
bobot tanah
,
[Na ]
[Na ]
= 10,21
68
fk
U1
A
[]
[Na+] (mg/kg)
1,49
0,96 1,49
1,31
16,23
1,73
1,29 0,96
1,33
16,36
U3
1,73
1,49 0,82
1,35
16,67
U1
1,11
0,71 0,71
0,84
10,21
1,11
0,61 0,82
0,85
10,28
U3
1,11
0,96 0,53
0,86
10,47
U1
0,71
0,61 0,53
0,62
8,20
0,82
0,71 0,39
0,64
8,54
0,71
0,96 0,53
0,73
9,73
U2
U2
U2
1,23
1,21
1,33
U3
fk
[]
[Na+] (mg/kg)
U1
16,05
198,16
U2
13,01
160,67
U3
13,01
160,67
U1
18,07
218,83
U2
18,07
218,83
U3
17,06
206,58
U1
20,10
267,28
U2
17,06
226,90
U3
18,07
240,36
69
mg
rata rata konsentrasi x k x volume ekstrak
=
kg
bobot tanah
,
[K ]
[K ]
= 65,48
fk
[]
[K+] (mg/kg)
2,34
31,50
2,15
29,00
U3
2,25
30,30
U1
5,58
64,44
5,82
67,16
U3
6,05
69,87
U1
5,12
65,48
4,72
60,35
U3
4,53
57,91
70
fk
[]
[K+] (mg/kg)
U1
1,84
1,84
1,84
1,84
24,77
U2
1,35 1,84
1,84
1,84
1,84
24,77
U3
1,84
1,84
1,84
1,84
24,77
U1
3,96
3,96
3,96
3,96
45,73
U2
1,15 3,96
3,96
3,96
3,96
45,73
U3
3,96
3,96
3,96
3,96
45,73
U1
6,08
5,02
6,08
5,73
73,28
U2
1,28 5,02
6,08
5,02
5,38
68,75
U3
5,02
7,15
6,08
6,08
77,80
mg
rata rata konsentrasi x k x volume ekstrak
=
kg
bobot tanah
,
[K ]
[K ]
= 13,96
71
fk
U1
A
[]
[K+] (mg/kg)
1,26
1,02
1,06 1,11
15,00
1,11
1,02
1,06 1,06
14,35
U3
1,20
1,06
1,06 1,11
14,97
U1
1,26
1,16
1,36 1,26
14,53
1,31
1,42
1,06 1,26
14,60
U3
1,06
1,26
1,31 1,21
13,96
U1
2,24
1,90
2,06 2,07
2642
1,82
2,43
1,98 2,08
26,56
1,90
2,24
1,82 1,99
25,39
U2
U2
U2
1,35
1,15
1,28
U3
fk
U1
A
[]
[K+] (mg/kg)
0,78
0,78
0,78
0,78
10,46
0,78
0,78
0,78
0,78
10,46
U3
0,78
0,78
0,78
0,78
10,46
U1
0,78
0,78
0,78
0,78
8,6
0,78
0,78
0,78
0,78
8,6
U3
0,78
0,78
0,78
0,78
8,6
U1
1,84
1,84
1,84
1,84
23,50
1,84
1,84
1,84
1,84
23,50
1,84
1,84
1,84
1,84
23,50
U2
U2
U2
U3
1,35
1,15
1,28
72
S=
x x
1
1
S n + n
61,24 73,28
1 1
40,08 3 + 3
= 0,37
ISE
Flame
ISE
Flame
ISE
Flame
31,50
24,77
64,44
45,73
65,48
73,28
29,00
24,77
67,16
45,73
60,35
68,75
30,30
24,77
69,87
45,73
57,91
77,80
30,27
24,77
67,16
45,73
61,24
73,28
SD
1,25
0,00
2,71
0,00
3,86
4,53
3,12
14,74
40,08
teks
2,16
1,78
-0,37
[K+] (mg/kg)
73
Metode
ISE
Flame
ISE
Flame
ISE
Flame
15,00
10,46
14,53
8,96
26,42
23,50
14,35
10,46
14,60
8,96
26,56
23,50
14,97
10,46
13,96
8,96
25,39
23,50
14,77
10,46
14,36
8,96
26,12
23,50
SD
0,37
0,00
0,35
0,00
0,64
0,00
0,27
0,24
0,81
teks
19,30
27,13
3,98
[K+] (mg/kg)
S=
x x
1
1
S n + n
8,83 244,85
1 1
212,63 3 + 3
= 1,36
74
ISE
Flame
ISE
Flame
ISE
Flame
44,75
421,31
69,69
511,19
85,84
642,23
44,89
446,31
83,15
462,17
85,65
615,32
37,76
446,31
82,79
413,16
86,20
669,15
42,47
437,97
78,55
462,17
85,90
642,23
SD
4,08
14,43
7,67
49,02
0,28
26,92
137,37
1318,93
362,48
teks
-3,53
-0,36
-1,88
[Na+] (mg/kg)
ISE
Flame
ISE
Flame
ISE
Flame
16,23
198,16
10,21
218,83
8,20
267,28
16,36
160,67
10,28
218,83
8,54
226,90
16,67
160,67
10,47
206,58
9,73
240,36
16,42
173,17
10,32
214,75
8,83
244,85
SD
0,23
21,64
0,13
7,07
0,80
20,56
234,33
25,06
212,63
teks
-0,82
-9,99
-1,36
[Na+] (mg/kg)