Lhikenifiksasi
: penebalan dan pengerasan kulit dengan garis kulit normal yang berlebih
Eritem
Eflorosensi
: kelainan pada kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan
perabaan
Central healing
Skuama
: Lapisan tanduk dari epidermis mati, yang menumpuk pada kulit, yang
dapat berkembang sebagai akibat perubahan inflamasi
Plak
Hiperpigmentasi
Lesi multiple
PERTANYAAN
1. Apakah hubungan antara kenaikan berat badan dengan keluhan di skenario?
2. Apakah hubungan menstruasi dan memakai celana dalam berlapis dengan keluhan pada
skenario?
3. Mengapa keluhan terjadi pada daerah sekitar selangkangan atau lipatan?
4. Mengapa pada keluhan terjadi kulit hitam dan menebal pada selangkangan?
5. Kenapa keluhan hilang timbul?
6. Apa diagnosisnya?
7. Terapi yang cocok untuk keluhan diatas apa saja?
8. Contoh memelihara kesehatan kulit pada ajaran agama islam contohnya apa?
9. Apa yang terjadi bila didapatkan sentgral healing dengan di tutupi skuama, dan contoh
pemeriksaan ermatologinya?
10. Apakah gejala dapat terjadi pada anak kecil?
11. Apakah penyebab dan faktor resiko terjadinya keluhan diatas?
12. Bilamana terjadi infeksi, mengapa tidak ada keluhan demam pada penderita?
13. Apakah contoh pemeriksaan penunjangnya?
JAWABAN
1.
Karena orang gemuk lebih mudah untuk berkeringat, keringatnya menyebabkan lembap
dan jamur mudah untuk berkembangbiak.
2.
Karena kemungkinan gejala dirasakan terutama saat menstruasi yang pada saat itu terjadi
perubahan hormonal dan berpengaruh kepada kulit, selain itu pemakain celana dalam berlapis
menyebabkan kondisi di bagian tersebut menjadi lembap sehingga memudahkan jamur untuk
berkembang biak.
3.
Karena pada paha orang yang kelebihan berat badan mengalami penyempitan ataupun
adanya lipatan menyebabkan kulit menjadi lembap.
4.
Karena pada saat terjadi gatal penderita tak sadar menggaruk daerah tersebut dan
menyebabkan kehitaman karena di garuk.
5.
Karena pada saat dahulu terserang penyakit, pengobatan ataupun penanganan tidak
adekuat menyebabkan penyakit kambuh atau berulang.
6..
Dermatofitosis
7.
Oral antihistamin, topikal oral, menjaga kebersihan,menjaga pola hidup dan makan.
8.
Wudhu, mandi, istinjak dengan benar, memakai pakaian yang menutupi aurat
9.
Adanya infeksi jamur, membentuk kolonisasi hifa, mengeluarkan enzim kiratokinase,
melisiskan kreatin, timbul plak eritem.
10.
Bisa, karena pada anak kecil kulit masih sensitive, dan stratum kornium anak lebih tipis
dari pada dewasa
11.
Obesitas, celana berlapis, kelembapan pada daerah tertentu, pola hidup, imunitas, usia,
jenis kelamin, aktivitas, ekonomi dan sosial
12.
Infeksi yang disebabkan oleh jamur hanya menyerang pada bagian permukaan kulit saja
13.
HIPOTESIS
Faktor resiko :
imunitas menurun,
jenis kelamin, usia,
aktivitas,
kelembaban,
kelebihan berat
Pencegahan berupa
menjaga kebersihan,
perubahan pola
hidup dan pola
makan
Jamur menginfeksi
dengan cara :
langsung dan tak
langsung
Pembentukan
kolonisasinya
mengeluarkan enzim
keratokinase
menglisiskan kreatin
dan timbulan plak
eritem,
Dilakukan pemeriksaan
berupa pemeriksaan
KOH
Diagnosis didapatka n
dermatofitosis tinea
cruris
(superficialis)
SASARAN BELAJAR
1. Mampu memahami dan menjelaskan Anatomi kulit
2. Mampu memahami dan menjelaskan Fisiologi kulit
3. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis
3.1. Definisi
3.2. Etiologi
3.3. Klasifikasi
4. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatofitosis
4.1. Definisi
4.2. Epidemiologi
4.3. Klasifikasi
4.4. Etiologi
4.5. Patofisiologi
4.6. Manifestasi klinis
4.7. Diagnosis dan diagnosis banding
4.8. Tata laksana
4.9. Prognosis
4.10.
Komplikasi
4.11.
Pencegahan
5. Mampu memahami dan menjelaskan menajaga kulit menurut pandangan Islam
Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan
paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.
keterangan:
A
Melanocyt
Langerhans cell
Merkels cell
Nervnda
= Stratum corneum
= Stratum granulosum
= Stratum spinosum
= Stratum basale
= Basal membran
Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
Tidak tampak pada kulit tipis
c. Stratum granulosum / Lapisan Granular
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
d. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
Lapisan epidermis yang paling tebal
Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
e. Stratum basale
Terdiri dari sel sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
Lapisan terbawah dari epidermis
Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk
melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik
dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
Mengusir mikroorganisme patogen
Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan
yang disebut fingers prints.
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks
(cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.
10
Kelenjar Apokrin
11
Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut
K. seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)
2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang
rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
Turunan Kulit
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus pili,
yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan ikat
yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup
folikel rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk
oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks. Sel-sel
folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada
permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel
terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan menghasilkan
berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan
terjepit diantara dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke
sarung folikel dan berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan
rambut menegak dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi
keadaan yang tampak pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem
saraf simpatis dan penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.
Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif
bermitosis menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian
pangkal kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula. Lempeng kuku
tumbuh dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku merupakan lanjutan
stratum germinatif, terdiri atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua atau tiga lapisan
spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang berbentuk bulan , disebut lunula.
Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan
kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang seperti, adanya
lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek,
konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam
rematik. Kuku yang kering dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.
12
13
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah
serta besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangantangan dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag. Warna kulit juga dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7.Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas makin gepeng
dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilangdan keratinosit ini menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan member
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8.Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
9.Fungsi Ekspresi Emosi
Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi
sebagai alat untuk menentukan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dapat
dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan oleh
kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar
keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan
rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak
semakin merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas.Semua fungsi kulit pada manusia
berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.
2. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis
3.1 Definisi
Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dibagi
menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
3.2 Etiologi
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.
3.3 Klasifikas
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala
klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
14
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan kardiovaskular.
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari
jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of
Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1.
Aktinomikosis
2.
Nokardiosis
3.
Antinomikosis misetoma
4.
Blastomikosis
5.
Parakoksidiodomikosis
6.
Lobomikosis
7.
Koksidiodomikosis
8.
Histoplasmosis
9.
Histoplasmosis Afrika
10.
Kriptokokosis
11.
Kandidiosis
12.
Geotrikosis
13.
Aspergillosis
14.
Fikomikosis
15.
Sporotrikosis
16.
Maduromikosis
17.
Rinosporidiosis
18.
Kromoblastomikosis
19.
Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu adanya asam muramik
pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria,
besar mikoorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat obatan anti bacterial.
Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manifestasi
klinik morfologik dapat ebrupa tumor, infiltasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus,
tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat memenuhi kedua
syarat tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusia, keganasan, sarcoidosis, dan
pioderma kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verifikasi sangat diperlukan.
Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur, pemeriksaan
histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun serologic dan
pemeriksaan imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk memastikan atau
menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai
contoh, pemeriksaan lapangan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis
yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk
penyakit tertentu.
MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :
Gejala klinis :
Pembengkakan
Abses
Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan
sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk
fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir butir sering bersama sama eksudat mengalir ke luar
dari jaringan.
16
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun bila
disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula
penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang kadang
perlu dipertimbangkan. Obat obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin
dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik, tetapi
pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar.
Obat obat baru antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma
maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak
begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat alat dalam merupakan kecualian
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran
kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah
membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi pada
daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR
dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit
atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain bentuk kulit
yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi
infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium yodida
jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat
diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur
yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai
dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk
17
vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada
di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan,
muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber
penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi
pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan
penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu
kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.
Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin
graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di
JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir ini
memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium
carrionii.
ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS
Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcammacam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam
buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan
Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai
dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis, otozigomikosis,
zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit
jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan
sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada
orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor predisposisi.
Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadangkadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan India.
Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus
subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya
keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam
dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas,
hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
18
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida. Mulai
dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi,
penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan dipertahankan terus
sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik.
Dosis yang diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini
umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:
-
Pitriasis versikolor
Piedra hitam
Piedra putih
Otomikosis
Keratomikosis
4.
4.1.
Definisi
Setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit dan mengenai stratum
korneum kulit, rambut dan kuku, termasuk onikomikosis dan berbagai macam bentuk tinea.
Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis. 4
Jamur dermatofit dinamai sesuai dengan genusnya (mycrosporum, trichophyton, dan
epidermophyton) dan spesiesnya misalnya, microsporum canis, t. rubrum). Beberapanya hanya
menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainya terutama menyerang hewan (zoofilik), walau
kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi dikulit pada manusia,
keberadaaan jamur tersebut sering menyebabkan suatu reaksi inflamasi yang hebat (misalnya,
cattle ringworm).
4.2.
Epidemiologi
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi
di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun
angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
19
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis yang
dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu
antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak
ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis Oral, dan
Kandidiasis Vulvovaginalis.
Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah
sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans,
E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan
Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan
penyakit di dunia.9
Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak
121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus
penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pitiriasis versikolor.
Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa
kasus di laporkan di Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum.
Perkiraan insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis merupakan penyakit
kulit yang menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis,
tinea cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus dermatomikosis
melalui pemeriksaan sampel di Eropa.
Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia
sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.9
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
27% Trichophyton mentagrophytes
7% Trichophyton verrucosum
3% Trichophyton tonsurans
Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum versicolor,
Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and Trichophyton
violaceum.
4.3.
Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
20
Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
2.
Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
3.
4.
Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati
dengan steroid topical kuat.
4.4.
Etiologi
SPECIES
Microsporum audouinii
Anthropophilic
21
Microsporum canis
Microsporum cooeki
Microsporum ferrugineum
Anthropophilic
Microsporum gallinae
Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum
Microsporum nanum
Microsporum persicolor
Natural Reservoir
22
Ajelloi
Geophilic
Concentricum
Anthropophilic
Equinum
zoophilic (horse)
Erinacei
zoophilic (hedgehog)
Flavescens
geophilic (feathers)
Gloriae
Geophilic
Interdigitale
Anthropophilic
Megnini
Anthropophilic
Mentagrophytes
Phaseoliforme
Geophilic
Rubrum
Anthropophilic
Schoenleinii
Anthropophilic
Simii
Soudanense
Anthropophilic
Terrestre
Geophilic
Tonsurans
Anthropophilic
Vanbreuseghemii
Geophilic
Verrucosum
Violaceum
Anthropophilic
Yaoundei
anthropophilic
4.5.
Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau
tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian
23
debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau
sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya
didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke
jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di
stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang
liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
24
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin
diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat
fungistatik.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan
baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes
hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel
yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
4.6.
Manifestasi klinis
Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa
dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor
sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan
Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak
menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain,
biasanya di kulit.
Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering menyebabkan tinea
unguium. Dermatofita jenis unguium digolongkan menjadi dua bagian utama: (1). Superficial
white-onycomycosis yang menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku. (2). Invasif,
subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti dengan menetapnya
infeksi pada dasar kuku. Onycomycosis subungual distal adalah bentuk umum dari
onycomycosis dermatofita. Jamur menyerang bagian distal bantalan jari yang menyebabkan
hiperkeratosis dari bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan lempeng kuku.
Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari bagian lateral kuku dan
sering menyebar melibatkan semua lempeng kuku. Pada onycomycosis subungual proximal
jamur menginvasi kebawah kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada bagian distal
karena spot yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian meluas ke lempeng
kuku.
Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas
ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam
bentuk yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan
bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan bentuk
klinis tersering di Indonesia.
Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum
menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T
mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum, menyebabkan
suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih cenderung untuk
menjadi kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi oleh T mentagrophytes sering
dihubungkan dengan suatu presentasi klinis merah, menyebabkan peradangan akut.
Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T.
interdigitale dan E. floccosum.
Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadangkadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk tinea
kapitis:
1.
Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu
dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah
26
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh
jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch,
yang pada klinik tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan
lampu wood terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit, melampaui
batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini
biasanya disertai tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.
2.
Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi
berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3.
Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang
terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat
sebagai titik hitam. Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata,
dermatitis seboroik dan psoriasis (Siregar, 2005). 13
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique)
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
1.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas
terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah
tengah biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada
umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat
sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2.
Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan
pada sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris
et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama
dengan tinea unguium.
3.
Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan
melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.
Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus.
Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar
yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati,
penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea
korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya
27
tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang
menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan microsporum
gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur
penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan
penderita penderita.
4.7.
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah
mungkin.
Interpretasi
2. Pemeriksaan KOH
Cara pengambilan spesimen :
a) Kulit tidak berambut :
c) Kuku
Tekan kaca penutup perlahan-lahan agar sediaan yang sudah lisis menipis
dan rata.
Interpretasi
29
Pada pemeriksaan, elemen jamur tampak seperti garis dan memiliki indeks
bias berbeda dengan sekitarnya, pada jarak tertentu dipisahkan oleh sekat
dan dijumpai butir butir bersambung seperti rantai (artrospora).
Kandidosis : tampak sel ragi berbentuk lonjong atau bulat, blastospora (sel
ragi bertunas) dan pseudohifa.
Tinea capitis
Ciri-ciri case:
Botak/allopecia (rambut mudah patah)
Rambut kusam, rapuh, tidak mengkilat
Kulit bersisik abu-abu (gray patch type)
Papul yang eritem
Ada faktor resiko (kontak dengan teman, hewan, dll)
Diagnosis Banding
Gejala
Skuama
Allopecia
Areata
+
+
(pd kepala)
(Pd kepala, alis,
janggut)
Tegas,
Tegas,
eromatous
bulat/lonjong
Kusam, mudah patah
patah
+
-
Nyeri
Gatal
Papul eritem
-/+
+
+
Allopecia
Batas
Rambut
Tinea capitis
Trikotilomania
+
Dermatitis
Seboroik
+
Tidak tegas
Tegas,
tidak
erimatous
putus tidak tepat Tidak patah
pd kulit kepala
Berminyak dan
kekuningan
eritema
30
kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu-abu,
mudah dicabut dari akarnya, kemudian terjadi alopesia.
Gatal, dan sensari terbakar pada daerah inguinal, lipatan paha, anus, bawah
perut.
Tinea Kruris
Ciri-ciri kasus:
Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna kekuningan,
dan batasnya tidak tegas.
2. Erythrasma batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, pada fluoresensi berwarna merah
bata yang khas dengan sinar Wood.
3. Candidiasis lesi relativ lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
4. Psoriasis skuama lebih tebal dan berlapis-lapis
Diagnosis Kerja
Tinea Cruris: inflamasi yang disebabkan jamur dermatofita pada superfisial terutama di daerah
inguinal, gluteal, dan suprapubik.
Etiologi T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum
Epidemiologi:
-
Laki:perempuan = 3:1
Faktor Resiko:
-
Manifestasi klinis
-
Lesi pada genitokrural saja, atau meluas ke anus, gluteal, atau perut bagian
bawah
Lesi berbatas tegas dan inflamasi pada bagian tepi lebih nyata
Kulit telapak serta jari mengelupas dan ada lesi putih di sela-sela jari
Tinea Manum
Ciri-ciri case:
Diagnosis Banding
1. Psoriasis :
2. Keratoderma palmaris
3. Dermatitis
Diagnosis Kerja
Tinea Manus
Merupakan dermatofitosis pada daerah palmar dan interdigital di tangan.
Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, dan Epidermophyton
floccosum.
Epidemiologi:
o Merupakan dermatofitosis terbanyak di dunia
o Ditularkan melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi, dari tanah
atau melalui autoinokulasi.
o Hampir selalu bersamaan dengan tinea pedis/unguinum
Faktor resiko:
o Menderita dermatofitosis jenis lainnya seperti tinea pedis
o Higienitas kurang terjaga
o Sanitasi lingkungan yang buruk
o Imunitas yang menurun
Manifestasi Klinis
o Gatal (++)
o Telapak tangan yang hiperkeratotik kalau sudah kronik
o Kulit kering
o Skuama (+)
o Biasanya unilateral
o Inflamasi berupa vesikel atau bullae yang jarang ditemukan
o Bisa dikatakan tinea pedis yang bermanifestasi klinis di tangan
4.8.
Tata laksana
34
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal
pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal
pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai.
Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah
Infeksi
Rekomendasi
Alternatif
Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
berturut-turut.
Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-12
bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d sembuh
(12-18 bulan)
Tinea capitis
Griseofulvin
Terbinafine
250
mg/hr/4
mgg
500mg/day
Itraconazole
100
mg/hr/4mgg
( 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)
Tinea corporis
Griseofulvin
500
mg/hr sampai sembuh
(4-6 minggu), sering
dikombinasikan
dengan imidazol.
Tinea cruris
Griseofulvin
500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau 200
(4-6 minggu)
mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread
selama 4-6 minggu
Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh
non-responsive
(3-6 bulan).
tinea.
Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
35
Prognosis
DUBIA AD BONAM, bila penatalaksaan dilakukan dengan rutin dan tepat maka
dermatofitosis dapat sembuh total.
4.10.
Komplikasi
Bisa terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau candida
36
4.11.
Tinea capitis
Tinea Cruris
Tinea Manus
37
Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita. (HR.
Bukhari)
Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita.Aurat asas pada lelaki
adalah menutup antara pusat dan lutut. Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh
badan kecuali muka dan tapak tangan.
1. Aurat Ketika Sembahyang
Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.
2. Aurat Ketika Sendirian
Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bahagian anggota pusat dan lutut. Ini bererti
bahagian tubuh yang tidak boleh dilihat antara pusat dan lutut.
3. Aurat Ketika Bersama Mahram
Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Walau
pun begitu wanita dituntut agar menutup mana-mana bahagian tubuh badan yang boleh
menaikkan syahwat lelaki walaupun mahram sendiri.
Perkara ini dilakukan bagi menjaga adab dan tatsusila wanita terutana dalam menjaga
kehormatan agar perkara-perkara sumbang yang tidak diingini tidak akan berlaku.
Syarak telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram kepada seseorang wanita
iaitu
:
38
1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu, bagi
kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang menampakkan
aurat terhadap mereka.
Berwudhu
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
menyucikan/membersihkan diri. (Al-Baqarah : 222)
Ajaran kebersihan dalam Agama Islam berpangkal atau merupakan konsekusensi dari
pada iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci/bersih supaya Ia berpeluang
mendekat kepada Allah SWT.
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian
kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga
dipakai kata bersuci sebagai padanan kata membersihkan/melakukan kebersihan.
Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan
pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan
dalam hukum Islam. Dalam rangka inilah dikenal sarana-sarana kebersihan yang termasuk
kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan gigi (siwak).
Adanya kewajiban shalat 5 waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya kebersihan
badan secara terbatas dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang terlebih dahulu
membersihkan diri dengan berwudhlu. Demikian juga ibadah tersebut baru sah jika pakaian dan
tempat dimana kita melakukannya memang bersih. Jadi jaminan kebersihan diri, pakaian dan
lingkungan mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya ibadah itu ikut berperan membina
kesehatan jasmani selain tentunya peran utamanya membina kesehatan jiwa/rohani manusia.
39
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilmans. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and
Parker, K.L: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, New York 2006)
Budimulja, U.: Penyelidikan dermatofitosis di RS Dr.Cipto Mangunkusomo Jakarta. Tesis
(Jakarta 1980)
Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003
Conant, N.F.: Smith, D.T.: Baker, R.D. and Callaway, J.L: Manual of clinical mycology; 3 rd ed.
(W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Tronto 1971)
Grunwald, M.H.: Adverse drug reacions of the new oral antifungial agents-terbinafine,
gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37: 410-4315
Harjandi: Widaty, S.: Bramono K.: Folikulitis pitisporum. Laporan kasus Kongres PMKI,2000.
Hutapea, O.N,: LAporan pendahuluan mengenai cutaneous sporothricosis pada para petani di
Sumetera Utara, KONAS PADVI, Surabaya, 1976, 1: 340-348
http://www.bekamhijamah.com/index.php?
Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menjaga_kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan
_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan erupsi di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, Jakrta: tesis, Program
Pendidikan Dokter Spesialis FKUI, Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the Philippines;
Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6 (1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic Actinomycetes
(W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I, hal 334-339
(KONAS PADVI,Surabaya 1976)
40