Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah Kota


Kota diartikan sebagai

suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata
sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang matrealistis atau dapat pula
diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan
non alami dengan gejala pemusatan penduduk daerah belakangnya. Beberapa
aspek kehidupan di kota antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan, pusat
kegiatan ekonomi , dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu
memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut
sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman
sederhana.
Kota juga memiliki banyak ikon yang memungkinkan terjadinya
perubahan dan perkembangan, sehingga kita dapat menemukan pola yang pasti
untuk menentukan perencanaan pembangunan yang lebih terarah. Sehingga sudah
semestinya jika perbedaan-perbedaan yang penting antara satu kota dengan kota
lainnya akan menarik perhatian untuk dikaji lebih jauh. Misalnya ada perbedaan
mengenai penulisan tema kota diharapkan akan memperkaya pengetahuan dan
wawasan kita tentang keadaan kota yang dikaji itu secara lebih kompleks.
Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk
menetapkan suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai
kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga
8

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada dasarnya untuk melihat apakah daerah
itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan
yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Menurut
Robinson Tarigan (2005:158-159) fasilitas perkotaan atau fungsi perkotaan antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Pusat perdagangan, yang digunakan untuk melayani masyarakat kota itu
sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran, melayani
beberapa kota kecil (pusat kabupaten), melayani pusat provinsi dan pusat
beberapa provinsi sekaligus
2. Pusat pelayanan jasa baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan
3. Tersedianya prasarana perkotaan, seperti sistem jalan kota yang baik,
jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah,
sistem drainase, taman kota, atau pasar
4. Pusat penyediaan fasilitas sosial atau seperti prasarana pendidikan
(universitas, akademi, SLTP, SD), prasarana kesehatan, tempat ibadah,
prasarana olahraga, prasarana sosial seperti gedung pertemuan, dan lainlain
5. Pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan turut mempercepat tumbuhnya
suatu kota karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat itu
untuk urusan pemerintahan
6. Pusat komunikasi dan transportasi
7. Lokasi pemukiman yang tertata
Menurut Wibowo, dkk, (1999), pengembangan wilayah merupakan suatu
usaha mengembangkan dan meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan
9

Universitas Sumatera Utara

interaksi antarsistem ekonomi (economic system), manusia atau masyarakat


lingkungan hidup dan sember daya alam. Kondisi ini dapat diterjemahkan dalam
bentuk pengembangan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan
keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, kselerasan dan
kesesuaian.
Menurut Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat bagi masyarakat suatu wilayah tertentu,
mampu menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak
sarana/prasana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha
masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun
kualitasnya.
Teori-teori

pengembangan

wilayah

menganut

berbagai

azas/dasar

berdasarkan tujuan penerapan masing-masing teori. Berbagai paradigma teori


pengambangan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut (Purboyo, 2001),
1. Teori yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local
prosperity)
2. Teori yang menekankan pada sumber daya lingkungan dan faktor alam
yang dinilai dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan
produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok
penganut teori ini sering disebut sangat peduli dengan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development)
3. Teori yang memberi penekanan kepada kelembagaan dalam proses
pengambilan keputusan di tingkat lokal, sehingga kajian teori ini
10

Universitas Sumatera Utara

terfokus kepada good governance yang bisa bertanggungjawab dan


berkinerja bagus
4. Teori yang perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di suatu lokasi (people prosperity)
Menurut Misra (1977), pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar
(tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi.
Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana
dimana aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi
maupun

teori

lokasi.

Oleh

karena

itu,

menurut

Budiharsono

(2005),

pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar, yaitu (1)


aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek
kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.
Aspek
Biogeofisik

Aspek
Sosial

Aspek
Kelembagaan

Pengembangan
Wilayah

Aspek
Ekonomi

Aspek
Lokasi

Aspek
Lingkungan

Gambar 2.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah (Budiharsono, 2005)


Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan
terhadap pengembangan wilayah yaitu aspek biogeofisik melindungi kandungan
sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan
prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi
11

Universitas Sumatera Utara

kegiatan ekonomi yang terjadi di sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya,
polotik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia,
budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan
keterkaitan antar wilayah yang satu dengan yang lainnya yang berhubungan
dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan
meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah
merusak atau tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang
ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak.
Aspek pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat
dari aspek ekonomi dan aspek lokasinya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat
unsur pendapatan masyarakat sekitar dan didalam aspek lokasi terdapat unsur
keterkaitan antara keberadaan lokasi kegiatan jasa pendidikan dengan wilayah
sekitarnya.

2.2. Institusi Pendidikan Sebagai Bagian Ruang Kota


Sebuah perguruan tinggi yang berdiri di suatu kota mempunyai pengaruh
yang cukup signifikan terhadap kota secara fisik dan juga secara non fisik.
Dampak kota secara non fisik adalah perekonomian khususnya harga perumahan,
sosial (kelompok-kelompok perumahan permanen berganti fungsi menjadi
pemondokan sementara), jumlah penduduk kelas menengah, budaya (selera yang
seragam serta penyediaan layanan). Dampak secara fisik adalah alih fungsi
bangunan (Allison, 2006).
Dampak fisik dan non fisik tersebut mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan bagi kehidupan penduduk asli dari suatu kota perguruan tinggi.
12

Universitas Sumatera Utara

Perguruan tinggi sering didefinisikan sebagai mesin pembangunan ekonomi.


Perguruan tinggi merupakan suatu bisnis yang menguntungkan bagi pemerintah
setempat. Dengan adanya perguruan tinggi, suatu kota dapat menarik minat siswa
untuk datang dan pada akhirnya mendatangkan pendapatan bagi kota tersebut.
Ada multiplier effect dari perguruan tinggi terhadap kawasan sekitar, disamping
peluang bisnis yang menguntungkan juga prestige yang didapatkan jika memiliki
Pendidikan Tinggi yang prestige (Bromley, 2006).
Adanya pendidikan tinggi juga mempengaruhi kota, dalam hal ini daya tarik
kota sebagai kawasan perguruan tinngi. Hal ini akan mengakibatkan adanya
migrasi yang masuk bukan saja melanjutkan studi tetapi juga mencari kesempatan
dan peluang kerja. Selain itu juga akan memberi dampak terhadap pelayanan
infrastruktur yang ada seperti jaringan air bersih, jalan dan drainase (Purcahyono,
2002).
Keberadaan perguruan tinggi memberi pengaruh pada kawasan sekitarnya
khususnya kawasan yang berbatasan langsung dengan perguruan tinggi tersebut.
Hal ini akan memberi dampak peningkatan kepadatan bangunan dan jumlah
penduduk. Perubahan ini akan mempengaruhi pola penggunaan lahan dan fungsi
rumah sebagai kegiatan sosial. Adanya alih fungsi rumah tinggal menjadi rumah
dengan kegiatan ekonomi (sewa/kontrak kamar), perubahan/penambahan ruang
dan bangunan guna menambah kapasitas (Riyanto, 2002).
Menurut Krier dan Trancik (Zahnd, 2002) ruang perkotaan atau urban space
terdiri atas street/jalan dan square/ruang, sehingga keberadaan gedung-gedung
dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang berbentuk massa bangunan dan
koridor jalan akan turut memberi pengaruh pada kesan morfolois kota secara
13

Universitas Sumatera Utara

keseluruhan. Secara lebih rinci deskripsi tentang ruang kota dapat dilihat dari sisi
fisik morfologis, fungsi dan kepemilikan. Dari sisi fisik morfologis kota
dipandang sebagai susunan dari street dan square. Secara fungsi, aktifitas yang
berlangsung di ruang perkotaan adalag aktifitas sosial, aktifitas pergerakan dan
aktifitas ekonomi. Dari segi kepemilikan, suatu ruang perkotaan dapat secara
penuh dimiliki suatu publik, yangmana dalam hal ini adalah pemerintah daerah
setempat.
Dalam pandangan Zahnd, kota dapat dianalisis sebagai suatu produk fisik
yang terdiri atas street dan square dimana secara teoritis dapat dipahami sebagai
berikut:
a. Teori Figure/Ground
Teori ini dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara
bentuk yang dibangun dan ruang terbuka.
b. Teori Linkage
Teori ini dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap
sebagai generator kota.
c. Teori Place
Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat
perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya dan sosialisasinya.
Dalam

pandangannya,

Zahnd

(1999)

menyimpulkan

bahwa

pola

perkembangan dasar fisik kota dikenal dengan tiga istilah teknis yaitu :
1. Perkembangan Horizontal dimana cara perkembangannya mengarah
keluar, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian dan kuantitas
lahan terbangun (coverage) tetap sama. Perkembangan dengan cara ini
14

Universitas Sumatera Utara

sering terjadi di pinggir kota dimana lahan masih lebih murah dan dekat
jalan raya yang mengarah ke kota.
2. Perkembangan Vertikal dimana cara perkembangannya mengarah
keatas, artinya daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun tetap
sama sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Perkembangan dengan
cara ini sering terjadi di pusat kota dan di pusat-pusat perdagangan yang
memiliki potensi ekonomi.
3. Perkembangan Interstisial dimana cara perkembangannya dilangsungkan
kedalam, artinya daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama
sedangkan

kuantitas

lahan

terbangun

(coverage)

bertambah.

Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota dan antara
pusat dan pinggir kota yang kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat
dipadatkan.

Perkembangan
Interstisial

Perkembangan
Horizontal

Perkembangan
Vertikal

Gambar 2.2 Pola Perkembangan Dasar Dalam Kota (Zahnd,1999)


Proses perkembangan fisik kota akan membentuk skala perkotaan yang akan
menciptakan kesan terhadap konteks suatu kota. Skala perkotaan merupakan
perbandingan hubungan antara lebar/panjang dan tinggi ruang pada suatu tempat
dan McClusky dalam Zahnd (1999) memberikan suatu standar umum skala
15

Universitas Sumatera Utara

perkotaan yang dapat menciptakan 3 kategori kesan, yaitu kesan sempit, kesan
netral atau harmonis dan kesan luas atau sunyi.

Gambar 2.3 Standar Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas


Place Secara Vertikal (Zahnd,1999)
Ruang perkotaan merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar
masyarakat ketika berada di dalam bangunan (Madanipour,1996). Inti dari ruang
perkotaan adalah kegiatan dan ruang pedesaan, oleh sebab itu perencanaan fisik
kota merupakan suatu pemikiran sistematis mengenai penataan ruang sehubungan
dengan adanya kegiatan manusia dan kebutuhannya. Kebutuhan ruang akan selalu
meningkat sejalan dengan perkembangan aktivitas masyarakat pada suatu
16

Universitas Sumatera Utara

wilayah, sedang keberadaan dan ketersediaan ruang bersifat bebas. Dalam


menyeimbangkan kebutuhan (demand) dan ketersedian (supply) lahan agar
mendekati kondisi optimal, maka perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan ruang
yang komprehensif melalui perpaduan pendekatan sektoral dan pendekatan
regional.

2.3. Pola dan Struktur Ruang Perkotaan


Dalam

rangka

mewujudkan

konsep

pengembangan

wilayah

yang

didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia,


maka ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses
utama, yakni :
a. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata
ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai guidance of future actions
RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar
interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan
serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk
hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan
(development sustainability)
b. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi
rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri
c. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme
perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

17

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuantujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang
memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan
pengembangan wilayah. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2
hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan
perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan
perekonomian serta pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem
lingkungan.
Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang
wilayah kota, dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai
kegiatan perkotaan.

Rencana pola ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil

analisis serta dengan mempertimbangkan arahan kebijakan dari stakeholders


Kota.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (Pasal 1 UU No.
27 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang). Perencanaan struktur ruang diarahkan
untuk menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem
jaringan prasarana dan sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan
fisik, ekonomi dan sosial yang diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu
kota pada dasarnya terbentuk dari pusat-pusat kegiatan yang membentuk hirarki
dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu rencana sistem pusat
kegiatan dirumuskan dengan menentukan hirarki serta fungsi setiap pusat kegiatan
berdasarkan pertimbangan tertentu.
18

Universitas Sumatera Utara

Sesuai Permen PU No. 17/PRT/M/2009, rencana sistem pusat kegiatan


dirumuskan dengan kriteria:
a. Memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang
berbatasan
b. Jelas, realistis dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu
perencanaan pada wilayah kabupaten bersangkutan
c. Penentuan pusat-pusat pelayanan di dalam struktur ruang kota harus
berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang kota serta
saling terkait menjadi satu kesatuan sistem

10

3
4

Central Business
District (CBD)

II

Zone in transition

III

Zone of workmens
homes

IV

Residential zone

Commuters zone

3
3

The Concentric Zone Theory


of Metropolitan Growth

1. Central Business District (CBD)


2. Wholesale light manufacturing
3. Low-class residential
4. Medium-class residential
5. High-class residential

Sector Theory
of Urban Growth

Gambar
3.1
Gambar. 6.4.
TEORI-TEORI POLA PERKEMBANGAN /
PENGGUNAAN TANAH PERKOTAAN

III

Loop

6
10
9

1. Central Business District (CBD)


2. Wholesale light manufacturing
3. Low-class residential
4. Medium-class residential
5. High-class residential
6. Heavy manufacturing
7. Outlying business district
8. Residential sub-urban
9. Industrial sub-urban
10. Commuters zone

Multiple Nuclei Theory


of Urban Growth

Gambar 2.4 Diagram Sistem Pusat-Pusat Kegiatan

2.4. Tata Guna Lahan Perkotaan


Perkembangan suatu kota oleh jaringan transportasi otomatis akan
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai lokasi di pusat kota.
Pusat kota akan semakin padat dengan bertambahnya manusia yang menempati
lokasi tersebut. Dan ketika manusia sudah tidak memperoleh tempat lagi di pusat
kota, maka mereka akan menempati lokasi-lokasi di dekat pusat kota agar tetap
19

Universitas Sumatera Utara

bisa mencapai pusat kota dengan mudah. Selanjutnya perkembangan ini akan
menimbulkan dampak dalam penggunaan lahannya. Lokasi di sepanjang tepi jalan
merupakan lokasi yang strategis untuk melakukan aktivitas. Lokasi tersebut
memiliki aksesibilitas yang tinggi karena mudah dijangkau. Dengan semakin
banyaknya aktivitas di tempat tersebut, maka lahan yang jumlahnya terbatas akan
diperebutkan agar manusia tetap bisa memperoleh keuntungan yang maksimal.
Persaingan tersebut secara langsung akan menjadikan nilai lahan perkotaan
menjadi meningkat. Nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan yang didasarkan
pada

kemampuan

lahan

secara

ekonomis

dalam hubungannya

dengan

produktivitas dan strategi ekonominya (Drabkin dalam Yunus, 2000 : 89). Nilai
lahan merupakan nilai ruang secara horizontal (distance decay principle from the
center) berdasarkan Urban Growth Model (Brotosunaryo, 2005 : 6).
Teori mengenai nilai lahan sudah ada sejak abad 19. Tokoh yang pertama
kali mencetuskan teori mengenai nilai lahan adalah David Ricardo (1821) dalam
bukunya Principle of Political Economy and Taxation. Teori Ricardo merujuk
pada sewa lahan (land rent) yang dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah dan
mengabaikan faktor lokasi dari pusat kota. Selanjutnya teori nilai lahan
dikembangkan oleh Von Thunen (1826). Von Thunen menyatakan bahwa pola
penggunaan lahan sangat ditentukan oleh biaya transportasi yang dikaitkan
dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya hasil pertanian. Von Thunen
mengkondisikan ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu : (1) isolated state; (2)
uniform plain; (3) transportation costs berbanding lurus dengan jarak; dan (4)
maximise profits (Yunus, 2002 : 90 - 91). Dari sinilah maka muncul istilah
Location Rent. Teori Von Thunen ini memiliki banyak kekurangan, yang antara
20

Universitas Sumatera Utara

lain bahwa semua kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama
(uniform plain). Sehingga kota akan memiliki pola penggunaan lahan yang
berbeda-beda sesuai dengan karakteristik wilayahnya.
Menurut Kurdinanto, (Cholis 1995, dalam Luky 1997) nilai tanah terbentuk
oleh faktor - faktor yang mempunyai hubungan, pengaruh serta daya tarik yang
kuat terhadapnya yang diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu :
1. Faktor - faktor terukur (tangible factors)
Faktor terukur adalah faktor pembentuk harga tanah yang bisa diolah
secara ilmiah menggunakan logika logika akademik. Faktor ini
kemunculannya terencana dan bentuk fisiknya ada di lapangan, misalnya
aksesbilitas (jarak dan transportasi) dan jaringan infrastruktur (sarana dan
prasarana kota seperti jalan, listrik, perkantoran dan perumahan).
2. Faktor - faktor tak terukur (intangible factors)
Faktor tak terukur adalah faktor pembentuk harga tanah yang muncul tiba
tiba/dengan sendirinya dan tidak bisa dikendalikan di lapangan. Oleh
Wilcox (1983) dalam Luky (1997), faktor tak terukur ini dibagi menjadi
tiga, yaitu :
a. Faktor

adat

kebiasaan

(custom)

dan

pengaruh

kelembagaan

(institutional factors)
b. Faktor estetika, kenikmatan dan kesenangan (esthetic amenity factors)
seperti tipe tetangga dan kesenangan
c. Faktor spekulasi (speculation motives), seperti antisipasi perubahan
penggunaan lahan, pertimbangan pada perubahan moneter

21

Universitas Sumatera Utara

2.5. Peran Institusi Pendidikan Sebagai Sektor Penggerak Ekonomi


Jasa pelayanan pendidikan skala regional merupakan pasar potensial bagi
kegiatan sektor ekonomi lain yang terkait dengannya. Peningkatan jumlah
populasi sebagai akibat migrasi karena pendidikan berarti peningkatan akan
permintaan barang-barang kebutuhan. Menurut Pappas dan Hirschey (1995),
permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang mampu dibeli oleh para
pelanggan selama periode tertentu berdasarkan sekelompok kondisi tertentu.
Dengan kata lain, permintaaan adalah jumlah total yang mampu dibeli oleh para
pelanggan.
Untuk kegiatan ekonomi lainnya yang berorientasi pasar fokus utamanya
adalah pada permintaan pasar, tetapi semata-mata merupakan gabungan dari
permintaan individu atau pribadi dan gagasan tentang hubungan permintaan pasar
yang diperoleh dengan memahami sifat permintaan individual. Terdapat dua
model dasar untuk permintaan individual yaitu, pertama, yang dikenal sebagai
tokoh perilaku konsumen yang berkaitan dengan permintaan langsung untuk
produk-produk konsumsi pribadi.
Kedua, barang dan jasa yang diperoleh bukan karena nilai konsumsi
langsung mereka melainkan karena merupakan masukan penting dalam
pembuatan atau distribusi produk. Barang dan jasa yang diminta bukan untuk
konsumsi pribadi akhir secara langsung tetapi untuk penggunaan mereka dalam
menyediakan barang dan jasa lain.

22

Universitas Sumatera Utara

2.6. Sektor Kegiatan Pendidikan Dalam Pandangan Teori Lokasi


Teori Ekonomi Wilayah mencakup didalamnya teori lokasi sebagai ilmu
yang menyelidiki tata ruang kegiatan ekonomi atau dapat juga diartikan sebagai
ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka serta
hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau
kegiatan lain (Tarigan, 2006). Dalam pandangan teori ekonomi wilayah, suatu
institusi pendidikan dikategorikan sebagai salah satu aktivitas ekonomi sektor jasa
yang memiliki kontribusi terhadap penyediaan tenaga kerja terdidik sebagai
produknya dan juga sekaligus sebagai pasar potensial bagi kegiatan ekonomi
lainnya apabila suatu institusi pendidikan memiliki jumlah populasi yang cukup
besar.
Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang turut mempengaruhi
apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat
aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat menudahan di dalam
mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain disekitarnya
(Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak,
kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung
termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui
jalur tersebut.
Keberadaaan institusi pendidikan dilihat dari sisi permintaan dianggap
sebagai suatu pasar. Lokasi penjualan sangat berpengaruh terhadap jumlah
konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari pasar, konsumen makin
enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjualan
semakin mahal.
23

Universitas Sumatera Utara

Institusi pendidikan adalah pasar, dengan keberadaannya maka wilayah


sekitarnya merupakan lokasi produksi dimana mahasiswa datang ke pasar untuk
memenuhi kebutuhannya seperti makan minum, tempat kos, fotocopy, warnet,
wartel dan bahkan membeli segala kebutuhan kuliahnya. Untuk memenuhi
kebutuhan mahasiswa, masyarakat membuka usaha di sekitar institusi pendidikan
agar mahasiswa dapat lebih mudah mendapatkan segala kebutuhannya.
Selain hal tersebut diatas, dalam pandangan teori basis ekonomi secara
umum dan sederhana dijelaskan oleh Bendavid-Vall bahwa basis ekonomi daerah
diartikan sebagai sektor atau sektor-sektor ekonomi yang aktivitasnya
menyebabkan suatu daerah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang, atau sektor
ekonomi yang pokok di suatu daerah yang dapat menghidupi daerah tersebut
beserta masyarakatnya.
Teori basis ekonomi (economic base theory) adalah suatu teori atau
pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan
daerah. Ide pokoknya adalah beberapa aktivitas ekonomi di dalam suatu daerah
secara khusus merupakan aktivitas-aktivitas basis ekonomi, yaitu dalam arti
pertumbuhannya memimpin dan menentukan perkembangan daerah secara
keseluruhan, sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang non-basis adalah secara
sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan perkembangan daerah
tersebut menurut Hoover and Giarratni dalam Sirojuzilam (2006). Dengan
demikian perekonomian daerah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu aktivitasaktivitas basis dan aktivitas-aktivitas non-basis.
Inti dari teori basis ekonomi adalah proposisinya yang beranggapan bahwa
pertumbuhan ekonomi daerah pada akhirnya tergantung kepada permintaan
24

Universitas Sumatera Utara

(demand) dari luar terhadap produk-produknya, Suatu daerah tumbuh dan


menurun serta tingkat perkembangannya ditentukan oleh aktivitas basisnya
sebagai pengekspor terhadap daerah-daerah lain. Produk-produk daerah yang
diekspor ke daerah-daerah lain bisa berbentuk barang-barang dan jasa-jasa,
termasuk tenaga kerja mengalir ke luar daerah, atau dalam bentuk bahan-bahan
dagangan yang dibeli oleh orang-orang di luar daerah yang bersangkutan.
Dari pembahasan diatas, maka terkait dengan penelitian yang sedang
dilakukan menunjukkan bahwa keberadaan suatu institusi pendidikan yang
memiliki skala pelayanan regional dapat menjadi sektor basis bagi pertumbuhan
wilayah sekitarnya dimana produk yang dihasilkan adalah sumber daya manusia
yang terdidik yang nantinya akan dikirim ke daerah lain. Dalam proses
memproduksi sumber daya manusia terdidik tersebut membawa pengaruh kepada
munculnya sektor kegiatan ekonomi ikutan sebagai pendukung dalam proses
pendidikan pada suatu instansi pendidikan. Dengan adanya ketergantungan sektor
kegiatan ikutan terhadap sektor basis juga menimbulkan multiplier effect bagi
sektor kegiatan ekonomi lainnya.
Konsep multiplier didasarkan pada perputaran uang dan pendapatan dalam
suatu sistem kota atau daerah. Uang akan mengalir dari suatu kota sebagai
pengembalian dari penjualan dan pada waktu yang sama, uang mengalir ke luar
kota, misalnya sebagai upah buruh dari luar daerah. Perputaran uang ini
berhubungan dengan pembelian barang dan jasa dari daerah lain yang erat
kaitannya dengan aktivitas sektor ekonomi tertentu. Efek multiplier tidak dengan
sendirinya terjadi secara terus-menerus tanpa batas, tetapi semakin lama nilainya
semakin kecil. Alasan ini ditunjukkan dengan adanya kebocoran dalam sistem
25

Universitas Sumatera Utara

ekonomi regional. Adanya uang yang mengalir keluar masuk wilayah dengan
bebas turut mempengaruhi besarnya kebocoran ini.
Ada tiga efek multiplier yang dihasilkan dalam suatu sistem perekonomian
yaitu pengaruh langsung (direct multiplier), pengaruh tidak langsung (indirect
multiplier), dan total effect. Yang dimaksud dengan pengaruh langsung yaitu
pengaruh yang ditimbulkan terhadap suatu sektor secara langsung yaitu pengaruh
kenaikan permintaan terhadap sektor itu sendiri. Pengaruh tidak langsung yaitu
pengaruh yang ditimbulkan terhadap sektor lain akibat kenaikan permintaan di
suatu sektor. Jumlah dari pengaruh ini dinamakan pengaruh total (Herawati,
1993).
Kegiatan basis merupakan kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong
dan menetukan pola pembangunan daerah secara keseluruhan, sedangkan kegiatan
non-basis merupakan kegiatan yang perkembangannya diakibatkan oleh
pembangunan daerah secara keseluruhan. Menurutnya teori ekonomi basis dapat
berfungsi untuk melihat peranan suatu sektor di dalam efek tenaga kerja maupun
efek pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor itu merupakan
sektor basis atau bukan (Sirojuzilam, 2008). Disamping itu, ekonomi basis dapat
digunakan untuk :
1. Mengindentifikasi kegiatan daerah yang bersifat ekspor
2. Meramal pertumbuhan yang mungkin terjadi dalam aktivitas basis
3. Mengevaluasi pengaruh kegiatan ekspor tambahan terhadap kegiatan
bukan basis

26

Universitas Sumatera Utara

2.7. Pengertian Pendapatan, Usaha Kecil dan Mikro


Menurut Maryatmo dan Susilo (1996), pendapatan merupakan jumlah
seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang selama jangka waktu
tertentu dan biasanya dalam satu tahun. Pendapatan masyarakat dengan demikian
adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima pada satu tahun tertentu baik itu
dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil produksi industri dan perdagangan
serta sektor-sektor lainnya.
Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan
yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikutsertakan modal atau keterampilan
yang memiliki produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, pada akhirnya akan mampu
memberikan pendapatan yang lebih besar (Kasasyono, 1988).
Menurut Djojohadikusumo (1960), bila pendapatan ditinjau dari sudut
penerimaan, maka yang termasuk pendapatan adalah (a) upah/gaji, (b) sewa
rumah dan sewa tanah, (c) laba perusahaan, (d) bunga yang diterima dari
pinjaman, saham, obligasi. Sedangkan menurut Todaro (1998), yang termasuk
dala pendapatan adalah gaji, bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang,
hadiah atau warisan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah defenisi dari Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria usaha mikro, yaitu
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau

27

Universitas Sumatera Utara

b. memiliki hasi penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah)
Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima
ratus juta rupiah)
Usaha mikro diartikan sebagai model usaha yang paling kecil, biasanya
dilakukan di rumah (Wikipedia, 2008). Jika dikaitkan dengan jumlah pekerja,
usaha mikro menurut defenisi Amerika dan Eropa sama yaitu jumlah pekerja
dibawah 10 pekerja. Usaha mikro termasuk dalam kategori usaha kecil, sedangkan
usaha kecil didefenisikan sebagai usaha dengan pekerja kecil. Defenisi kecil
bervariasi menurut negara dan industri, namun biasanya dibawah 100 pekerja
untuk Amerika dan dibawah 50 pekerja untuk Eropa. Contoh usaha kecil adalah
toko kecil, salon, pedagang, ahli hukum, akuntan, restoran, penginapan,
fotografer, dan lain sebagainya.

28

Universitas Sumatera Utara

2.8. Penelitian Sebelumnya


Hariyani (2006), dengan judul Tesis Pengaruh Kampus Terhadap Ruang
Urban: Kasus Ruang Urban Pada Akses Masuk Kampus Universitas Gajah
Mada. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah keberadaan kampus UGM
berpengaruh terhadap terbentuknya ruang urban oleh deretan bangunan yang
mengapit akses-aksesnya, tetapi tidak menciptakan karakter enclosure. Rasio
ruang yang terbentuk oleh lebar bangunan terhadap tinggi bangunan adalah 1,6 : 1
hingga 2,5 : 1. Ruang urban yang terbentuk di sekitar kampus UGM memiliki
grain halus karena pengguna ruang urban didominasi oleh mahasiswa yang
memiliki keterbatasan pendapatan. Skala perkotaan yang terbentuk masih
memiliki skala yang manusiawi dengan dibuktikan oleh lebar jarak antarbangunan
dan tinggi bangunan yang rata-rata memiliki rasio 1,9 : 1 atau 23m : 12m.
Suharyanto (2007), dengan judul Tesis Dampak Keberadaan IPB
Terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya Terhadap
Perekonomian Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi keberadaan kampus IPB, khususnya kampus Darmaga dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan Kabupaten Bogor sangat
dirasakan. Oleh karena itu, pengembangan wilayah perlu dikelola secara terpadu
dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan terutama masyarakat sekitar
kampus, institusi IPB dan Pemerintah Kabupaten Bogor.
John Ester Lase (2010), dengan judul Tesis Dampak Keberadaan Kampus
Universitas Sumatera Utara Terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Warung
Serta Pola Ruang Di Wilayah Sekitarnya. Kesimpulan dari penelitian tersebut
yaitu keberadaan kampus USU berdampak positif pada peningkatan pendapatan
29

Universitas Sumatera Utara

usaha dan warung kecil disekitarnya dimana pendapatan rata-rata usaha yang ada
kurang lebih Rp.714.666 per hari atau sekitar Rp. 260.853.090 per tahun.

2.9. Kerangka Pemikiran


Berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar kampus (dalam
penelitian ini dibatasi pada kegiatan jasa usaha kecil) bila ditinjau dari teori
pendekatan pasar disebabkan karena letak lokasinya yang berada dalam daerah
jangkauan pasar yaitu kampus UHN. Jangkauan pasar (range) adalah jarak yang
diperlukan seseorang untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh lagi
dari jarak standar yang ditentukan maka orang akan mencari wilayah lain yang
lokasinya lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama.
Menurut Hanafiah (1982), salah satu indikator yang dapat dipakai dalam
mengidentifikasi perkembangan suatu wilayah adalah jumlah perusahaan kecil,
usaha kecil dan warung lainnya sehingga keterkaitan penelitian ini adalah
kegiatan sektor informal yang termasuk dalam kategori indikator tersebut diatas.
Dampak fisik keberadaan kampus UHN dalam penelitian ini akan dianalisis
secara deskriptif daripada pola tata ruang wilayah yang ada di sekitar kampus
UHN. Salah satu pandangan dalam teori perancangan kota (urban design), bahwa
kota dilihat sebagai produk. Selanjutnya kerangka berpikir dijelaskan dalam bagan
alir kerangka pemikiran dibawah ini :

30

Universitas Sumatera Utara

KEBERADAAN KAMPUS UHN

TUMBUHNYA AKTIVITAS EKONOMI


MASYARAKAT SEKITAR KAMPUS

POLA TATA RUANG

PENDAPATAN USAHA KECIL

Pendapatan pada masa aktif


perkuliahan

Pendapatan pada masa libur


semester

Uji Dua Sampel Berpasangan


(Paired Sample T Test)

Analisis Deskriptif

Dampak Keberadaan
Kampus UHN
Terhadap Wilayah
Sekitarnya

Gambar 2.5 Bagan Alir Kerangka Pemikiran

31

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai