PENDAHULUAN
keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Oleh
karena itu keluarga dituntut untuk aktif dan berperan dalam mengawal proses
Remaja dan permasalahannya menjadi isu penting saat ini. Jumlah yang
besar, yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia
dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV dan AIDS) serta pernikahan
dini. Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja, khususnya remaja yang
belum menikah cenderung meningkat. Terkait dengan data pernikahan usia dini,
1
2
tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa dilakukan oleh Riset Kesehatan
Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai
41,9%. Terdapat pula pernikahan 10-14 tahun sebesar 4,8%. Sedangkan jika
dikaitkan antara pernikahan dini dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
menemukan bahwa 44% anak perempuan yang menikah dini mengalami KDRT
dengan frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi rendah. Dan 33,5%
anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah di usia 16
selalu mengalami perubahan populasi yang luar biasa. Laporan kerja Badan
salah satu akar masalah dari tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah banyak
terjadinya pernikahan pada usia dini. Pernikahan dini adalah suatu pernikahan
yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah usia minimal untuk
melakukan pernikahan, yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki
banyaknya pasangan yang menikah muda otomatis tingkat kesuburan pun menjadi
tinggi.
hal ini sebagai salah satu instansi pemerintah, merespon melalui Pengembangan
3
pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu sendiri dan
(BKR). Dari berbagai informasi menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh
sangat penting, karena pembentukan karakter remaja dimulai dari keluarga. Proses
rendahnya tingkat ekonomi keluarga. Orang tua tidak memiliki kemampuan untuk
pemenuhan kebutuhan keluarga. Sejalan dengan hal itu, para orang tua yang
anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan
jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan
4
para orang tua juga berharap jika anaknya sudah menikah, maka akan dapat
Pada masyarakat pedesaan umumnya terdapat suatu nilai dan norma yang
menganggap bahwa jika suatu keluarga memiliki seorang remaja gadis yang sudah
dewasa namun belum juga menikah dianggap sebagai aib keluarga, sehingga orang
tua lebih memilih untuk mempercepat pernikahan anak perempuannya. Masalah ini
bisa timbul karena rendahnya pendidikan merupakan salah satu pendorong terjadinya
pernikahan dini. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa
senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui
adanya akibat dari pernikahan muda ini. Pemahaman terhadap agama, ada sebagian
dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan
lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama dan sebagai orang tua wajib melindungi
orang tua perempuan tidak merasa malu apabila anaknya hamil tanpa suami dan
keluarga atau orang tua laki-laki tidak dipersalahkan karena anaknya telah
menghamili anak orang maka pernikahan usia dini dilaksanakan. Hal ini
akhirnya anak berhenti sekolah, masih muda dibebani masalah yang kompleks dan
pernikahan dini. Faktor adat dan budaya, di beberapa belahan daerah di Indonesia,
sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya, dan akan segera dinikahkan sesaat
di atas, menurut BKKBN ada beberapa kajian Pernikahan Dini pada Beberapa
kembang remaja melalui peran orang tua dalam keluarga, (BKKBN, 2012: 23).
Program Bina Keluarga Remaja (BKR) ini merupakan salah satu kegiatan
dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang remaja melalui peran orang tua
dalam keluraga. Melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) setiap keluarga
yang memiliki remaja dapat saling bertukar informasi dan berdiskusi bersama
orangtua terhadap remaja, dan peran orangtua dalam pembinaan tumbuh kembang
Agar program Bina Keluarga Remaja (BKR) dapat terlaksana dengan efektif
penyuluhan materi tentang remaja kepada orang tua terutama pada anggota Bina
Keluarga Remaja (BKR). Hal ini dilakukan agar program Bina Keluarga Remaja
(BKR) dapat terlaksana secara tepat sasaran berdasarkan pada kebijakan dan
pembinaan moral serta sikap remaja melalui peran orang tua dalam keluarga.
total luas wilayah kurang lebih 13.197,23 Ha. Sejauh ini pemerintah telah banyak
terhadap keluarga yang mempunyai anak yang berumur remaja, program tersebut
sedangkan umur masih belia. Sepanjang tahun 2016 tercatat di Kecamatan Banjar
anak berusia 10-15 tahun terdapat dua kasus pernikahan, sedangkan anak berumur
16-20 tahun tercatat 70 kasus pernikahan dalam kurun waktu satu tahun dan setiap
bulannya hampir terjadi kasus pernikahan di bawah umur. Hal ini sangat
TABEL 1.1
URAIAN DATA KELOMPOK BINA KELUARGA REMAJA
TINGKAT KECAMATAN BANJAR DAN TINGKAT KOTA BANJAR
TAHUN 2016 BINA KELUARGA REMAJA (KOTA BANJAR)
Sumber: Data DPPKB Kecamatan Banjar Kota Banjar, 2017 (data diolah kembali)
Jumlah
5 pertemuan/penyuluhan 38 kali 7 kali 18,42%
kelompok kegiatan
Banjar per tahun 2016 tercatat jumlah keluarga yang menjadi sasaran kelompok
kegiatan yaitu 6.093 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), dimana dalam data
tingkat kecamatan hanya tercatat 16,54 persen dari kelompok Bina Keluarga
Remaja (BKR) yang terbilang cukup banyak di tingkat kota, jumlah keluarga yang
menjadi kelompok kegiatan yaitu 4.878 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR),
hanya 17,77 persen dari data kelompok di tingkat kota, jumlah keluarga yang
tingkat kota, jumlah anggota kelompok kegiatan yang berstatus Pasangan Usia
Subur (PUS) berjumlah 3.027 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), yang
mana jumlah anggota kelompok kegiatan yang berstatus Pasangan Usia Subur
(PUS) tercatat di tingkat kecamatan hanya 22,33 persen dari data tingkat kota,
dalam satu tahun hanya 38 kali pertemuan dengan kelompok Bina Keluarga
Remaja (BKR), hal yang sama dalam pertemuan di tingkat Kecamatan Banjar
dinilai lebih kurang efektif karena dalam kurun waktu satu tahun tercatat hanya
tujuh kali pertemuan antara kader Bina Keluarga Remaja (BKR) dan kelompok
Bina Keluarga Remaja (BKR) hal ini dikatakan tidak efektif karena perbandingan
10
antara pertemuan Kader Bina Keluarga Remaja (BKR) dan jumlah kelompok Bina
Setelah dianalisis oleh peneliti, ada beberapa kendala yang menjadi titik
Remaja:
tercatat hanya tujuh kali pertemuan dan itupun banyak kelompok Bina
November 2017)
11
lebih maju.
Hal tersebut harus menjadi perhatian cukup serius bagi pemerintah daerah
karena masih terdapat banyak kasus-kasus pernikahan usia dini di Kota Banjar.
Kasus ini bisa terjadi karena ada beberapa kemungkinan, apakah dinas terkait
yang terlalu sulit untuk memberikan arahan kepada orangtua yang memiliki anak
remaja atau memang karena kenakalan remaja tersebut yang sulit untuk memilah
atau memilih pergaulan mana yang harus dituruti, atau bisa juga karena orangtua
Adanya nilai kegunaan yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini
melakukan penelitian.
14