Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam rangka mewujudkan misi Pembangunan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (PKKBN), yakni “Mewujudkan pembangunan yang

berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”,

maka salah satu strateginya adalah meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan

keluarga melalui pembinaan keluarga. Dalam UU No 52 Tahun 2009 Tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang mendefinisikan

keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Oleh

karena itu keluarga dituntut untuk aktif dan berperan dalam mengawal proses

perkembangan dan pertumbuhan anaknya.

Remaja dan permasalahannya menjadi isu penting saat ini. Jumlah yang

besar, yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia

mengakibatkan remaja memerlukan perhatian besar dalam pembinaannya. Tiga

Ancaman Dasar Kesehatan Reproduksi Remaja (Triad KRR), yaitu Seksualitas,

Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Human Immunodefincy Virus

dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV dan AIDS) serta pernikahan

dini. Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja, khususnya remaja yang

belum menikah cenderung meningkat. Terkait dengan data pernikahan usia dini,

Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan pada

1
2

tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa dilakukan oleh Riset Kesehatan

Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai

41,9%. Terdapat pula pernikahan 10-14 tahun sebesar 4,8%. Sedangkan jika

dikaitkan antara pernikahan dini dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),

penelitian Plan Indonesia (2011), Di 8 Kabupaten di Indonesia (Indramayu,

Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah, Sikka dan Lembata)

menemukan bahwa 44% anak perempuan yang menikah dini mengalami KDRT

dengan frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi rendah. Dan 33,5%

anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah di usia 16

tahun, (BKKBN, 2012: 1).

Di samping itu pertumbuhan penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun

selalu mengalami perubahan populasi yang luar biasa. Laporan kerja Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa

salah satu akar masalah dari tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah banyak

terjadinya pernikahan pada usia dini. Pernikahan dini adalah suatu pernikahan

yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah usia minimal untuk

melakukan pernikahan, yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki

(masih berusia remaja), (BKKBN, 2010). Maraknya pernikahan dini

mengakibatkan laju perkembangan penduduk semakin pesat, karena dengan

banyaknya pasangan yang menikah muda otomatis tingkat kesuburan pun menjadi

tinggi.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam

hal ini sebagai salah satu instansi pemerintah, merespon melalui Pengembangan
3

Program Generasi Berencana (GenRe). Program GenRe dilaksanakan melalui

pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu sendiri dan

pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan

Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), sedangkan pendekatan kepada

keluarga dilakukan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja

(BKR). Dari berbagai informasi menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh

orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam

pembentukan karakter remaja, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan

reproduksi. Peran keluarga dalam pembinaan dan pengasuhan remaja menjadi

sangat penting, karena pembentukan karakter remaja dimulai dari keluarga. Proses

pola asuh orangtua meliputi keadaan orangtua dengan remaja, pengawasan

orangtua, dan komunikasi orangtua dengan remaja.

Terjadinya pernikahan dini disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya;

faktor ekonomi, faktor pendidikan, pemahaman terhadap agama dan pergaulan

bebas. Pernikahan dini yang terjadi disebabkan karena alasan membantu

pernenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Faktor ini berhubungan dengan

rendahnya tingkat ekonomi keluarga. Orang tua tidak memiliki kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sehingga orangtua memilih untuk mempercepat

pernikahan anaknya, terlebih bagi anak perempuan sehingga dapat membantu

pemenuhan kebutuhan keluarga. Sejalan dengan hal itu, para orang tua yang

menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap bahwa dengan menikahkan

anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan

jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan
4

para orang tua juga berharap jika anaknya sudah menikah, maka akan dapat

membantu kehidupan orang tuanya, (Wulandari, 2014: 14)

Pada masyarakat pedesaan umumnya terdapat suatu nilai dan norma yang

menganggap bahwa jika suatu keluarga memiliki seorang remaja gadis yang sudah

dewasa namun belum juga menikah dianggap sebagai aib keluarga, sehingga orang

tua lebih memilih untuk mempercepat pernikahan anak perempuannya. Masalah ini

bisa timbul karena rendahnya pendidikan merupakan salah satu pendorong terjadinya

pernikahan dini. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa

senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui

adanya akibat dari pernikahan muda ini. Pemahaman terhadap agama, ada sebagian

dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan

lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama dan sebagai orang tua wajib melindungi

dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.

Pergaulan bebas mendorong terjadi pernikahan dini, agar keluarga dan

orang tua perempuan tidak merasa malu apabila anaknya hamil tanpa suami dan

keluarga atau orang tua laki-laki tidak dipersalahkan karena anaknya telah

menghamili anak orang maka pernikahan usia dini dilaksanakan. Hal ini

menimbulkan banyak permasalahan terutama pada masyarakat perdesaan yang

akhirnya anak berhenti sekolah, masih muda dibebani masalah yang kompleks dan

juga pandangan masyarakat yang negatif terhadap mereka yang melaksanakan

pernikahan dini. Faktor adat dan budaya, di beberapa belahan daerah di Indonesia,

masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya


5

sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya, dan akan segera dinikahkan sesaat

setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi.

Selain dari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini

di atas, menurut BKKBN ada beberapa kajian Pernikahan Dini pada Beberapa

Provinsi di Indonesia: Dampak Overpopulation, Akar Masalah dan Peran

Kelembagaan di Daerah, di antaranya:

1. Gejala Modernisasi dan Perubahan perilaku masyarakat


Latar masalah utama yang dihadapi seluruh provinsi yang diamati dalam
mengatasi pernikahan dini yakni modernisasi dan tingkat pendidikan
yang rendah. Arus modernisasi masuk pesat dalam masyarakat
berdampak pada perubahan perilaku penduduk di seluruh Provinsi yang
dikaji dan mendorong kebiasaan hidup konsumtif.
2. Rendahnya minat masyarakat atas pendidikan
Minat masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan rendah,
banyak pelaku pernikahan dini yang keluar sekolah di usia SMP.
3. Tekanan ekonomi di tingkat keluarga
Peningkatan konsumsi tinggi mendorong tekanan ekonomi yang semakin
tinggi pada keluarga. Yang menyebabkan orang tua maupun anak lebih
memilih bekerja untuk segera memenuhi kebutuhannya ataupun segera
menikahkan anaknya untuk mengurangi tekanan ekonomi.
4. Budaya sebagai alasan pernikahan dini
Budaya yang masih kuat sejak dulu, seringkali budaya hanya dijadikan
alasan tekanan ekonomi. (BKKBN, 2012).

Program Bina Keluarga Remaja merupakan salah satu program yang

dikembangkan oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) dalam upaya menciptakan ketahanan keluarga dan mewujudkan

peningkatan kualitas remaja sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 52

Tahun 2009, tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

dimana dalam pengelolaan programnya didasarkan pada Peraturan Kepala

BKKBN Nomor 109/PER/F2/2012. Program Bina Keluarga Remaja (BKR) ini

merupakan salah satu kegiatan yang sangat strategis dalam mengupayakan


6

terwujudnya Sumber Daya Manusia potensial melalui upaya meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam mengasuh dan membina tumbuh

kembang remaja melalui peran orang tua dalam keluarga, (BKKBN, 2012: 23).

Program Bina Keluarga Remaja (BKR) ini merupakan salah satu kegiatan

yang sangat strategis dalam mengupayakan terwujudnya Sumber Daya Manusia

potensial melalui upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga

dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang remaja melalui peran orang tua

dalam keluraga. Melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) setiap keluarga

yang memiliki remaja dapat saling bertukar informasi dan berdiskusi bersama

tentang hal-hal yang berkaitan dengan remaja dalam konteks fenomena

pernikahan dini, meliputi pendewasaan usia perkawinan, komunikasi efektif

orangtua terhadap remaja, dan peran orangtua dalam pembinaan tumbuh kembang

remaja, (BKKBN, 2012: 3).

Agar program Bina Keluarga Remaja (BKR) dapat terlaksana dengan efektif

diperlukan kecakapan dari para pelaksana dan pengelola program dengan

meningkatkan kompetensi petugas penyuluh sehingga dapat memberikan

penyuluhan materi tentang remaja kepada orang tua terutama pada anggota Bina

Keluarga Remaja (BKR). Hal ini dilakukan agar program Bina Keluarga Remaja

(BKR) dapat terlaksana secara tepat sasaran berdasarkan pada kebijakan dan

strategi program Bina Keluarga Remaja (BKR) dengan memfasilitasi tersedianya

sarana dan prasarana pendukung kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR),

mengintegrasikan kegiatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R)

dengan kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), dan menyediakan


7

dukungan anggaran bagi pengembangan kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR)

yang bertujuan untuk membangun keluarga berwawasan kependudukan dan

pembinaan moral serta sikap remaja melalui peran orang tua dalam keluarga.

Kota Banjar terbagi dalam 4 kecamatan, 9 kelurahan dan 16 desa. Dengan

total luas wilayah kurang lebih 13.197,23 Ha. Sejauh ini pemerintah telah banyak

melakukan penanaman atau pengenalan program Bina Keluarga Remaja (BKR)

terhadap keluarga yang mempunyai anak yang berumur remaja, program tersebut

dinaungi oleh Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DPPKB) Kota

Banjar. Persoalan yang kemudian muncul dalam permasalahan ini berdampak

pada perkawinan di usia dini yang menimbulkan efek buruk terhadap

permasalahan tersebut, seperti putusnya pendidikan karena hamil diluar nikah

sedangkan umur masih belia. Sepanjang tahun 2016 tercatat di Kecamatan Banjar

anak berusia 10-15 tahun terdapat dua kasus pernikahan, sedangkan anak berumur

16-20 tahun tercatat 70 kasus pernikahan dalam kurun waktu satu tahun dan setiap

bulannya hampir terjadi kasus pernikahan di bawah umur. Hal ini sangat

mengkhawatirkan bila di tahun berikutnya dari setiap bulan ke bulannya terjadi

permasalahan seperti ini, (Sumber: Kecamatan Banjar).

Berikut adalah data kelompok Bina Keluarga Remaja di tingkat Kecamatan

Banjar dan di tingkat Kota Banjar:


8

TABEL 1.1
URAIAN DATA KELOMPOK BINA KELUARGA REMAJA
TINGKAT KECAMATAN BANJAR DAN TINGKAT KOTA BANJAR
TAHUN 2016 BINA KELUARGA REMAJA (KOTA BANJAR)
Sumber: Data DPPKB Kecamatan Banjar Kota Banjar, 2017 (data diolah kembali)

BINA BINA KELUARGA


KELUARGA REMAJA (KECAMATAN
N REMAJA BANJAR)
URAIAN
O (KOTA
BANJAR)
Jumlah PERSENTASE

Jumlah keluarga yang


1 menjadi sasaran kelompok 6.093 kelompok 1.008 kelompok 16,54%
kegiatan
Jumlah keluarga yang
2 menjadi anggota kelompok 4.878 kelompok 867 kelompok 17,77%
kegiatan

Jumlah keluarga yang


menjadi anggota kelompok
3 4.177 kelompok 777 kelompok 18,60%
kegiatan hadir/aktif dalam
pertemuan/ penyuluhan

Jumlah anggota kelompok


4 kegiatan yang berstatus 3.027 kelompok 676 kelompok 22,33%
Pasangan Usia Subur (PUS)

Jumlah
5 pertemuan/penyuluhan 38 kali 7 kali 18,42%
kelompok kegiatan

Terselenggara dengan adanya program Bina Keluarga Remaja (BKR) di

Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Kota Banjar, ada beberapa

kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) yang aktif khususnya di berbagai

kecamatan, yang terdiri dari: Kecamatan Banjar, Kecamatan Purwaharja,

Kecamatan Langensari, dan Kecamatan Pataruman. Dalam data tingkat Kota


9

Banjar per tahun 2016 tercatat jumlah keluarga yang menjadi sasaran kelompok

kegiatan yaitu 6.093 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), dimana dalam data

tingkat kecamatan jumlah keluarga yang menjadi sasaran kelompok kegiatan di

tingkat kecamatan hanya tercatat 16,54 persen dari kelompok Bina Keluarga

Remaja (BKR) yang terbilang cukup banyak di tingkat kota, jumlah keluarga yang

menjadi kelompok kegiatan yaitu 4.878 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR),

dimana jumlah keluarga yang menjadi kelompok kegiatan di tingkat kecamatan

hanya 17,77 persen dari data kelompok di tingkat kota, jumlah keluarga yang

menjadi anggota kelompok kegiatan hadir/aktif dalam pertemuan/ penyuluhan

sebanyak 4.177 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), sedangkan jumlah

keluarga yang menjadi anggota kelompok kegiatan hadir/aktif dalam pertemuan/

penyuluhan di tingkat kecamatan hanya 18,60 persen dari data kelompok di

tingkat kota, jumlah anggota kelompok kegiatan yang berstatus Pasangan Usia

Subur (PUS) berjumlah 3.027 kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), yang

mana jumlah anggota kelompok kegiatan yang berstatus Pasangan Usia Subur

(PUS) tercatat di tingkat kecamatan hanya 22,33 persen dari data tingkat kota,

sedangkan jumlah pertemuan/penyuluhan kelompok kegiatan di tingkat kota

dalam satu tahun hanya 38 kali pertemuan dengan kelompok Bina Keluarga

Remaja (BKR), hal yang sama dalam pertemuan di tingkat Kecamatan Banjar

dinilai lebih kurang efektif karena dalam kurun waktu satu tahun tercatat hanya

tujuh kali pertemuan antara kader Bina Keluarga Remaja (BKR) dan kelompok

Bina Keluarga Remaja (BKR) hal ini dikatakan tidak efektif karena perbandingan
10

antara pertemuan Kader Bina Keluarga Remaja (BKR) dan jumlah kelompok Bina

Keluarga Remaja (BKR) di Kecamatan Banjar cukup terbilang banyak.

Setelah dianalisis oleh peneliti, ada beberapa kendala yang menjadi titik

kelemahan atau titik permasalahan di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana (DPPKB) Kota Banjar khususnya untuk program Bina Keluarga

Remaja:

1. Terjadinya kasus pernikahan dini yang usianya antara 10 – 15 tahun di

Kecamatan Banjar, dan anak berumur 16-20 tahun tercatat 70 kasus

pernikahan dalam waktu satu tahun. Hal ini diduga dikarenakan

kurangnya pemahaman atau tidak tepatnya tujuan atau sasaran program

yang seharusnya terealisasikan kepada anak yang berusia remaja,

(Sumber: Kader Kelompok BKR dari UPT DPPKB Kecamatan Banjar

pada 10 November 2017)

2. Dari beberapa kelompok Bina keluarga Remaja (BKR) yang tercatat di

Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DPPKB) cukup

banyak permasalahan yang dihadapi namun jumlah frekuensi pertemuan

antara Kader Bina Keluarga Remaja (BKR) dengan kelompok Bina

Keluarga Remaja (BKR) selama satu tahun di tingkat Kecamatan Banjar

tercatat hanya tujuh kali pertemuan dan itupun banyak kelompok Bina

Keluarga Remaja (BKR) tidak hadir dalam sosialisasi jadi dalam

penyampaian materi tidak sampai kepada sasaran kelompok (Sumber:

Kader Kelompok BKR dari UPT DPPKB Kecamatan Banjar pada 10

November 2017)
11

3. Kurangnya sumber daya manusia penunjang atau kader untuk

mengarahkan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) ke arah yang

lebih maju.

Hal tersebut harus menjadi perhatian cukup serius bagi pemerintah daerah

karena masih terdapat banyak kasus-kasus pernikahan usia dini di Kota Banjar.

Kasus ini bisa terjadi karena ada beberapa kemungkinan, apakah dinas terkait

yang terlalu sulit untuk memberikan arahan kepada orangtua yang memiliki anak

remaja atau memang karena kenakalan remaja tersebut yang sulit untuk memilah

atau memilih pergaulan mana yang harus dituruti, atau bisa juga karena orangtua

yang terlalu sibuk dengan profesinya sehingga kurangnya fokus perhatian

orangtua terhadap anaknya.

Atas dasar pemikiran dan asumsi sebagaimana diuraikan di atas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “EFEKTIVITAS

PROGRAM BINA KELUARGA REMAJA DINAS PENGENDALIAN

PENDUDUK KELUARGA BERENCANA KOTA BANJAR DALAM

UPAYA PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN (Studi Kasus di

Kecamatan Banjar Kota Banjar)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan;

1. Bagaimana efektivitas program Bina Keluarga Remaja dalam upaya

Pendewasaan Usia Perkawinan di Kecamatan Banjar Kota Banjar?


12

2. Apa yang menjadi kendala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana dalam melaksanakan program Bina Keluarga Remaja

khususnya di Kecamatan Banjar Kota Banjar?

3. Upaya-upaya apa yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana dalam melaksanakan program Bina Keluarga Remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengamati:

1. Efektivitas program Bina Keluarga Remaja (BKR) Dinas Pengendalian

Penduduk Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Banjar dalam upaya

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) di Kecamatan Banjar Kota Banjar.

2. Kendala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dalam

melaksanakan program BKR di Kecamatan Banjar Kota Banjar.

3. Upaya yang dilakukan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berncana

dalam melaksanakan program Bina Keluarga Remaja.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Adanya nilai kegunaan yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi peneliti

yang akan melakukan penelitian yang akan datang.


13

2. Penelitian ini dapat menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai

teori yang telah dipelajari, sehingga berguna untuk mengembangkan

pemahaman, penalaran, dan pengalaman peneliti.

3. Penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan dan menganalisis

mengenai Efektivitas program Bina Keluarga Remaja (BKR) Dinas

Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Banjar

dalam upaya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti, diharapkan dapat

memberikan kegunaan praktis, sebagai berikut:

1. Memberi masukan kepada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga

Berencana dalam menerapkan efektivitas program Bina Keluarga

Remaja dalam upaya Pendewasaan Usia Perkawinan.

2. Untuk menambah pengetahuan peneliti agar lebih mendalam dan

mengetahui efektivitas program Bina Keluarga Remaja yang

dilakukan di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana

dalam upaya Pendewasaan Usia Perkawinan.

3. Untuk kepentingan akademis dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan dapat dijadikan bahan referensi atau bahan literatur

yang berguna bagi jurusan, dosen, dan mahasiswa yang akan

melakukan penelitian.
14

Anda mungkin juga menyukai