Kelas : V . A
Bedak apa dan di mana membelinya. tanya Ibu. Aduh begitu saja tidak tahu? Di
toko yang bersebelahan dengan penjual buah Bu, jawab Darmi.
Penjual buah di pasar, kan banyak? Penjual buah yang mana? tanya Ibu tak mengerti.
Aduuhhh!! Ya sudah, ayo aku tunjukkan. Diingat-ingat ya Bu letak tokonya, jadi jika
aku suruh lain kali, Ibu sudah tahu.
Hari itu pasar ramai sekali. Awas Bu minggir sedikit, bisik Darmi tiba-tiba.
Apa? Ibu tak dengar Nak, jawab Ibu.Minggir! Jangan dekat- dekat aku. Ibu jalan di
belakangku saja. Aku tak mau orang-orang melihatku berjalan bersama Ibu, ketus
Darmi.
Ibu terkejut. Hatinya sakit mendengar perkataan Darmi. Namun ia kemudian melihat
dirinya sendiri. Astaga, memang bajuku jelek dan kusam. Aku juga belum mandi,
pantas saja Darmi tak mau dekat denganku, batin Ibu. Akhirnya Ibu pun mengalah. Ia
berjalan di belakang Darmi.
Tiba-tiba terdengar teriakan, Hei Darmi kau mau ke mana? Wah, lama sekali tak
berjumpa denganmu. Darmi menoleh. Ternyata itu suara penjual kain langganannya.
Aku hendak membeli bedak. Sekalian mau membeli sabun. jawab Darmi riang. Oh,
tumben kau diantar oleh ibumu? tanya si penjual kain lagi.
Siapa yang kau maksud? tanya Darmi pura-pura tak mengerti.Oh, wanita tua ini? Ia
bukan ibuku, masa Ibuku seperti itu? Ia hanya pembantuku, jawab Darmi.
Ibu sungguh terkejut. Rupanya ia malu kepadaku, kata Ibu dalam hati. Meskipun
hatinya sakit, Ibu berusaha tersenyum dan berkata pada si penjual kain
Iya, saya memang pembantunya. Darmi lalu melambaikan tangan pada penjual kain.
Ia berbisik pada ibunya
Bagus Bu, tetaplah mengaku sebagai pembantuku. Ibu hanya diam dan tak menjawab.
Bu, aku malu berjalan bersama Ibu. Aku tak mau lagi pergi bersama Ibu, kata Darmi
kesal. Ibu mulai menangis. Ia sungguh tak menyangka Darmi bersikap seperti itu. Ya
Tuhan, ampuni anakku. Ia lupa bahwa aku adalah ibu yang mengandung dan
membesarkannya. Sadarkan ia dari kesalahannya ini, doa Ibu dalam hati. Darmi,
sejelek apa pun, aku ini tetap ibumu yang mengandung dan membersarkanmu.
Aku tak pernah minta untuk dilahirkan Ibu. Aku ingin Ibu yang cantik, putih, dan juga
kaya. Aku juga tak pernah minta Ibu untuk membesarkan aku! teriak Darmi. Astaga
Nak jaga ucapanmu. Jangan sampai Tuhan marah mendengarmu, kata Ibu. Biar saja
Dia marah. Aku juga marah padaNga karena memberiku Ibu sejelek ini, ketus Darmi.
Duerrrrr tiba-tiba petir menyambar tepat setelah Darmi mengelesaikan ucapannya.
Darmi dan ibunya terkejut. Ketakutan, Darmi merapat ke ibunya Apa itu tadi, Bu?
tanyanya. Ibu tak menjawab. Dalam hati ia bertanya Apakah Tuhan marah mendengar
perkataan Darmi tadi? Tiba-tiba langit berubah menjadi hitam.
Petir terus menyambar-nyambar. Ibu menggandeng Darmi dan berkata, Ayo Darmi,
cepatlah. Kita harus segera sampai ke rumah. Sepertinya akan ada badai, kata Ibu.
Ibu merasa heran, mengapa Darmi tak juga berjalan cepat?
Ia pun menoleh ke belakang.
Darmi! Apa yang terjadi pada dirimu? teriak Ibu. Tampak olehnya Darmi sedang
berdiri ketakutan sambil memandangi kedua kakinya. Kakiku Bu kakiku kenapa tak
bisa digerakkan? Rasanya seperti batu Bu tolong aku kata Darmi sambil menangis.
Ibu bergegas menghampiri Darmi dan memeriksa kakinya. Ternyata benar, kaki Darmi
telah berubah menjadi batu. Ibu pun menangis sejadi-jadinya Darmi, rupanya Tuhan
marah padamu. Kau telah menghina ibumu dan juga menyalahkan Tuhan. Minta
ampun Nak mintalah ampun ratap Ibu.
Namun semuanya sudah terlambat. Tak hanya kaki, perlahan-lahan, semua bagian
tubuh Darmi pun menjadi batu.
Darmi menangis dan berkata Maafkan aku Bu aku menyesal telah menghina Ibu. Itu
adalah kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Darmi. Sekarang seluruh tubuhnya
telah menjadi batu. Ibu hanya bisa menangis dan memeluk batu itu. Tampak olehnya,
batu itu mengeluarkan air mata. Ya, itu adalah air mata penyesalan dari Darmi.
Sekarang, batu itu dikenal dengan sebutan Batu Menangis.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Kalimantan Barat : Batu Menangis untukmu adalah
hormatilah kedua orangtuamu, terutama ibumu. Beliau telah mengandung dan
membesarkanmu dengan penuh kasih sayang. Ingat, sejelek apa pun ayah dan
ibumu, mereka tetaplah orangtuamu.