Anda di halaman 1dari 5

Nama : Roby Heryansyah

Kelas : V . A

Cerita Rakyat Kalimantan Barat : Legenda Batu Menangis


Tralala trilili senandung Darmi pelan sambil menyisir rambutnya.
Selesai menyisir, ia memoleskan bedak ke wajahnya. Hmm tak ada seorang pun yang
bisa mengalahkan kecantikanku, katanya sambil mematut diri di depan cermin.
Darmi bantu Ibu, Nak, kata ibunya tiba- tiba.
Aku sedang sibuk, Bu! jawab Darmi ketus.
Nak, Ibu harus berangkat ke ladang. Tolong gorenglah ikan ini, jawab Ibu.
Hah bagaimana jika nanti minyaknya kena tanganku? KuIitku yang mulus bisa
terluka, Darmi menolak.
Kau tak akan terpercik minyak jika berhati-hati, jawab Ibu sabar.
Tidak! Pokoknya Ibu tak boleh berangkat sebelum menggoreng ikan ini! teriak Darmi.
Akhirnya ibunya terpaksa menuruti keinginan Darmi. Selalu begitu, Darmi tak pernah
mau membantu ibunya.
Darmi adalah seorang anak yatim. Sejak ayahnya meninggal, ibunya harus bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semua pekerjaan dilakukannya tanpa malu.
Tak heran, Ibu tampak lebih tua dari usianya. Kulitnya hitam dan keriput, rambutnya
merah terbakar Matahari.
Berbeda dengan Darmi. Darmi memiliki rambut hitam yang lebat dan panjang. Jika
ditimpa sinar Matahari, rambutnya berkilauan. Kulitnya putih mulus, dan pipinya
bersemu merah. Namun Darmi adalah anak pemalas. Baginya yang paling penting
adalah kecantikannya. Ia berharap, suatu saat akan ada pemuda kaya yang
meminangnya Ia bosan hidup miskin.
Ibuuu bedakku habis! teriak Darmi di suatu pagi. Ibu yang sedang menimba air di
sumur segera menghampirinya. Kenapa pagi-pagi sudah berteriak-teriak, Nak?
Bedakku habis. Sana Ibu belikan di pasar! perintah Darmi.

Bedak apa dan di mana membelinya. tanya Ibu. Aduh begitu saja tidak tahu? Di
toko yang bersebelahan dengan penjual buah Bu, jawab Darmi.
Penjual buah di pasar, kan banyak? Penjual buah yang mana? tanya Ibu tak mengerti.
Aduuhhh!! Ya sudah, ayo aku tunjukkan. Diingat-ingat ya Bu letak tokonya, jadi jika
aku suruh lain kali, Ibu sudah tahu.
Hari itu pasar ramai sekali. Awas Bu minggir sedikit, bisik Darmi tiba-tiba.
Apa? Ibu tak dengar Nak, jawab Ibu.Minggir! Jangan dekat- dekat aku. Ibu jalan di
belakangku saja. Aku tak mau orang-orang melihatku berjalan bersama Ibu, ketus
Darmi.
Ibu terkejut. Hatinya sakit mendengar perkataan Darmi. Namun ia kemudian melihat
dirinya sendiri. Astaga, memang bajuku jelek dan kusam. Aku juga belum mandi,
pantas saja Darmi tak mau dekat denganku, batin Ibu. Akhirnya Ibu pun mengalah. Ia
berjalan di belakang Darmi.
Tiba-tiba terdengar teriakan, Hei Darmi kau mau ke mana? Wah, lama sekali tak
berjumpa denganmu. Darmi menoleh. Ternyata itu suara penjual kain langganannya.
Aku hendak membeli bedak. Sekalian mau membeli sabun. jawab Darmi riang. Oh,
tumben kau diantar oleh ibumu? tanya si penjual kain lagi.
Siapa yang kau maksud? tanya Darmi pura-pura tak mengerti.Oh, wanita tua ini? Ia
bukan ibuku, masa Ibuku seperti itu? Ia hanya pembantuku, jawab Darmi.
Ibu sungguh terkejut. Rupanya ia malu kepadaku, kata Ibu dalam hati. Meskipun
hatinya sakit, Ibu berusaha tersenyum dan berkata pada si penjual kain
Iya, saya memang pembantunya. Darmi lalu melambaikan tangan pada penjual kain.
Ia berbisik pada ibunya
Bagus Bu, tetaplah mengaku sebagai pembantuku. Ibu hanya diam dan tak menjawab.

Cerita Rakyat Legenda Nusantara Batu Menangis


Ketika sedang memilih-milih bedak, tiba-tiba pemilik toko berkata. Wah Bu, senang ya
punya anak secantik Darmi,
Heh, sembarangan saja kau bicara. Ia itu pembantuku, bukan ibuku. Masa kau tak lihat
perbedaan warna kulit kami? tanya Darmi.
Sekali lagi, hati Ibu sakit mendengar jawaban Darmi itu. Tapi Ibu tetap tersengum dan
berkata pada pemilik toko Ya, saya memang pembantunya.
Selesai membeli bedak, Darmi dan ibunya pulang ke rumah. Di perjalanan, mereka
merasa haus. Mereka lalu mampir ke warung untuk minum. Wah Bu putri ibu ini
benar-benar cantik jelita. Andai saja aku punya anak laki-laki, pasti akan kunikahkan
dengan anak ibu,
Ibu hampir saja menjawab ketika Darmi mendahuluinya Pak, aku bukan anak Ibu ini.
Ibuku cantik dan putih sepertiku, tidak seperti dia. Dia itu hanya pembantuku,
Dengan wajah kesal, Darmi lalu menarik tangan ibunya dan keluar dari warung itu.
Pemilik warung hanya bisa melongo. Menurutnya, wajah Darmi dan ibunya sungguh
mirip. Hanya saja kulit Darmi Iebih bersih.

Bu, aku malu berjalan bersama Ibu. Aku tak mau lagi pergi bersama Ibu, kata Darmi
kesal. Ibu mulai menangis. Ia sungguh tak menyangka Darmi bersikap seperti itu. Ya
Tuhan, ampuni anakku. Ia lupa bahwa aku adalah ibu yang mengandung dan
membesarkannya. Sadarkan ia dari kesalahannya ini, doa Ibu dalam hati. Darmi,
sejelek apa pun, aku ini tetap ibumu yang mengandung dan membersarkanmu.
Aku tak pernah minta untuk dilahirkan Ibu. Aku ingin Ibu yang cantik, putih, dan juga
kaya. Aku juga tak pernah minta Ibu untuk membesarkan aku! teriak Darmi. Astaga
Nak jaga ucapanmu. Jangan sampai Tuhan marah mendengarmu, kata Ibu. Biar saja
Dia marah. Aku juga marah padaNga karena memberiku Ibu sejelek ini, ketus Darmi.
Duerrrrr tiba-tiba petir menyambar tepat setelah Darmi mengelesaikan ucapannya.
Darmi dan ibunya terkejut. Ketakutan, Darmi merapat ke ibunya Apa itu tadi, Bu?
tanyanya. Ibu tak menjawab. Dalam hati ia bertanya Apakah Tuhan marah mendengar
perkataan Darmi tadi? Tiba-tiba langit berubah menjadi hitam.
Petir terus menyambar-nyambar. Ibu menggandeng Darmi dan berkata, Ayo Darmi,
cepatlah. Kita harus segera sampai ke rumah. Sepertinya akan ada badai, kata Ibu.
Ibu merasa heran, mengapa Darmi tak juga berjalan cepat?
Ia pun menoleh ke belakang.
Darmi! Apa yang terjadi pada dirimu? teriak Ibu. Tampak olehnya Darmi sedang
berdiri ketakutan sambil memandangi kedua kakinya. Kakiku Bu kakiku kenapa tak
bisa digerakkan? Rasanya seperti batu Bu tolong aku kata Darmi sambil menangis.
Ibu bergegas menghampiri Darmi dan memeriksa kakinya. Ternyata benar, kaki Darmi
telah berubah menjadi batu. Ibu pun menangis sejadi-jadinya Darmi, rupanya Tuhan
marah padamu. Kau telah menghina ibumu dan juga menyalahkan Tuhan. Minta
ampun Nak mintalah ampun ratap Ibu.
Namun semuanya sudah terlambat. Tak hanya kaki, perlahan-lahan, semua bagian
tubuh Darmi pun menjadi batu.

Darmi menangis dan berkata Maafkan aku Bu aku menyesal telah menghina Ibu. Itu
adalah kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Darmi. Sekarang seluruh tubuhnya
telah menjadi batu. Ibu hanya bisa menangis dan memeluk batu itu. Tampak olehnya,
batu itu mengeluarkan air mata. Ya, itu adalah air mata penyesalan dari Darmi.
Sekarang, batu itu dikenal dengan sebutan Batu Menangis.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Kalimantan Barat : Batu Menangis untukmu adalah
hormatilah kedua orangtuamu, terutama ibumu. Beliau telah mengandung dan
membesarkanmu dengan penuh kasih sayang. Ingat, sejelek apa pun ayah dan
ibumu, mereka tetaplah orangtuamu.

Anda mungkin juga menyukai