Anda di halaman 1dari 18

BAB I.

PENDAHULUAN
Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit ditemukan laporan terbaru
tentang kasus skabies diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor
penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih
merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja
sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering
ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi
rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang
baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam
hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat
terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan
dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung
lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. (Johnston G, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi
skabies adalah 6 % dan 3,9 % (Sungkar,S, 1995).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Sinonim
Kudis, The Itch, Gudig, Budukan, Gatal Agogo (Djuanda, A, 2007).
II.2. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. (Djuanda,
A, 2007).
II.3. Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27
% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. (Sungkar, S,
1995).
Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua
umur. Insidensi sama pada pria dan wanita.
Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic
dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa factor
yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek,
seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat
sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di
Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. (Djuanda, A, 2007).

II.4. Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150
200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gambar II.1. S. Scabiei dewasa

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)


yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan,

tetapi

dapat

juga

keluar.

Setelah

-3

harilarva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 12 hari.(Djuanda, A, 2007).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan
mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.
( Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.

Gambar II.2. Siklus hidup S.Scabiei (http//www.dpd.cdc.gov/dpdx)

II. 5. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.(Djuanda, A, 2007).

Gambar II.3 Infestasi Skabies

II.6. Cara Penularan


Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula
melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini
dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang
yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan
melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama. (Brown T.J.
et al, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak
kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam
5

melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan


kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita
jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah
ada. (Benneth, F.J., 1987).
Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan
fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai
oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat
kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya
fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk.
Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang
sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid. (Downs AMR, et
al.1999)
II.7. Gejala Klinis
Ada 4 tanda cardinal (Djuanda, A, 2007) :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf
(pustule,

ekskoriasi dan

lain-lain).

Tempat

predileksinya

biasanya

merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
6

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.

Gambar II.4. Manifestasi Klinis Skabies (Oliver C,2006)

Gambar II.5 Tempat Predileksi Skabies

II.8. Klasifikasi.
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995):
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan
aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela
jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang
sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan
lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini
bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var.
binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengankrusta,

skuama

generalisata dan hyperkeratosis yang

tebal.

Tempat

predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut,

telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies
biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini
sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologiksehingga sistem imun tubuh
gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
8. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain
seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lainnya.
II.9. Diagnosis
Diagnosis scabies ditegakkan atas dasar (Harahap.M, 2000):
1.

Ada terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelokkelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm dan pada ujungnya
tampak vesikula, papula atau pustula.

2.

Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar umbilicus,
abdomen bagian bawah, genitalia eksterna pria.Pada oaring dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderitaimunosupresif, sedangkan
pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.

3.

Penyembuhan cepat setelah pemberian obat anti skabies topical yang efektif.

4.

Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari

disebabkan oleh temperature tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas


kutu meningkat.
II.10. Pemeriksaan Klinis
Cara menemukan tungau (Djuanda, A, 2007):
1.

Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat


papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca
objek, lalu ditutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.

2.

Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

3.

Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

4.

Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoksilin


Eosin.

II.11. Diferensial Diagnosis.


Diagnosis bandingnya adalah (Siregar, R.S,1996):
1.

Prurigo, biasanya berupa papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian


ekstensor ekstremitas.

2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya


urtikaria papuler.
3.

Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritem.

II.12. Terapi
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan
scabies yaitu:
1.

Permetrin.
Merupakan obat pilihan untuk saat ini , tingkat keamanannya cukup tinggi,
mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala

10

dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara
2.

dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih


Malation.
Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian

3.

berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.(Harahap. M, 2000).


Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %).
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

4.

(Djuanda, A, 2007).
Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini

5.

digunakan pada malam hari selama 3 malam. (Harahap, M, 2000).


Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah

6.

2 3 bagian dari air dan digunakan selam 2 3 hari. (Harahap, M, 2000).


Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan).
Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak
dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada

7.

gejala ulangi seminggu kemudian.(Djuanda, A, 2007).


Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan.
Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.(Djuanda, A, 2007).

II.12. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
sellulitis, limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang
diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan
dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada
terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering.
II.13. Prognosis

11

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas
dan memberikan prognosis yang baik. (Harahap, M, 2000).

12

BAB III. LAPORAN KASUS


III.1 Identitas Penderita
Nama

: Tn. Mn

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 18 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Rambutan 2/4 Bangsalsari, Jember

Status

: Belum menikah

Pekerjaan

: Buruh bangunan

Tgl Kunjungan ke Poli

: 9 Agustus 2011

III.2. Anamnesis

Keluhan Utama :
Gatal di kaki, tangan, selangkangan dan daerah kelamin.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh keluhan adanya bintil-bintil yang terasa gatal dan
nyeri terutama pada kaki, tangan, selangkangan dan daerah kelamin sejak
2 bulan lalu, gatal dirasakan terutama pada malam hari. Awalnya bintil
bintil dan rasa gatal tersebut hanya terdapat di sela-sela jari tangan, lalu
daerah kelamin dan menjalar ke daerah lipatan-lipatan seperti ketiak,
pantat, dan selangkangan kemudian di daerah kaki. Pasien bercerita
awalnya yang sakit seperti ini adalah neneknya lalu yang tertular pertama
kali adalah pasien kemudian anggota keluarga lainnya dan sekarang
keluarganya sakit seperti ini juga.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelumnya menggunakan obat gatal dan kortikosteroid
untuk menghilangkan rasa gatal.

13

Riwayat Penyakit Keluarga :


Bapak, Ibu, Adik, dan nenek pasien juga ada yang mengalami gejala

serupa.
III.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Vital Sign

: Tensi : 110/70 mmHg


Nadi : 76 x/menit
RR

: 20 x/menit

Suhu : 36,6 oC
Status generalis

Kepala :
Mata

: Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

Telinga: Tidak ada sekret


Hidung

: Tidak ada sekret

Mulut

: Tidak sianosis

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB

Cor

: S1S2 tunggal

Pulmo

: vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Thorax

Abdomen :
Inspeksi

: datar

Auskultasi

: BU (+) N

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Soepel, Nyeri tekan (-)

R Inguinal

: Tidak terdapat pembesaran KGB

R Genital

: Tidak terdapat pembesaran KGB

Extremitas

: AH

Odem :

14

Status Dermatologis :
Effloresensi
Di Regio Interdigitalis Manus & Pedis, Inguinalis, dan gluteus:

Tampak papula, urtika, dan ekskoriasi di daerah sela-sela jari tangan,


pergelangan tangan sebelah dalam, siku, ketiak, daerah kelamin dan pantat

Gambar III.1. Effloresensi pada Pasien

15

III.4. Diagnosis
Skabies
III.5. Diagnosis Banding

Pioderma
Pedikulosis Korperis
Dermatitis
Prurigo

III.6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. Oral:
Cefadroxil 3x/hari
Ocuson tablet 2x/hari
2. Topikal:
Krim campuran dari scabimite dan inerson (digunakan malam hari)
Sabun Sapoviridis
b. Non medikamentosa
Semua keluarga dan teman yang memiliki gejala yang sama diobati
Pakaian, sprei, dan sarung, bantal, guling, harus dicuci dengan air

panas. Kasur bantal guling dijemur minimal 2 kali seminggu


Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Mandi minimal dua kali sehari pakai sabun
Kontrol seminggu setelah pengobatan

BAB IV. KESIMPULAN


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya
dengan 2 cara kontak langsung dan kontak tak langsung. Pada penyakit skabies

16

ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang manusia secara


berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau. Wujud kelainan kulit
pada penyakit skabies yaitu ditemukannyapapul, vesikel, erosi, ekskoriasi,
krusta dan lain-lain.

17

DAFTAR PUSTAKA
Bennett FJ. 1987. Diagnosa Komunitas dan Program Kesehatan. Andri Hartono
(Penterjemah). Jakarta : Yayasan Essentia Medika
Brown T.J., Yen Moore, Tyring S.K., 1999. An Overview of Sexually Transmitted
Diseases. Part II. J. Am. Acad. Dermatol.
Djuanda, Adhi, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi V.
Downs AMR, Harvey I, Kennedy CTC. 1999. The epidemiology of head lice and
scabies in the UK. Epidemiol Infect.
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Cetakan I. Jakarta: PT Hipokrates
Johnston G, Sladden M. 2005. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ.
Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin,1stEd.,
Meidian Mulya Jaya, Jakarta
Siregar, R.S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Sungkar S. 1995. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia

18

Anda mungkin juga menyukai