PENDAHULUAN
Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit ditemukan laporan terbaru
tentang kasus skabies diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor
penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih
merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja
sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering
ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi
rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang
baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam
hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat
terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan
dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung
lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. (Johnston G, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang
merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi
skabies adalah 6 % dan 3,9 % (Sungkar,S, 1995).
II.4. Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150
200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
tetapi
dapat
juga
keluar.
Setelah
-3
harilarva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8 12 hari.(Djuanda, A, 2007).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan
mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.
( Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang.
II. 5. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.(Djuanda, A, 2007).
ekskoriasi dan
lain-lain).
Tempat
predileksinya
biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
6
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.
II.8. Klasifikasi.
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995):
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan
aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela
jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang
sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan
lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini
bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var.
binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengankrusta,
skuama
tebal.
Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies
biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini
sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologiksehingga sistem imun tubuh
gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
8. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain
seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lainnya.
II.9. Diagnosis
Diagnosis scabies ditegakkan atas dasar (Harahap.M, 2000):
1.
Ada terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelokkelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm dan pada ujungnya
tampak vesikula, papula atau pustula.
2.
Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar umbilicus,
abdomen bagian bawah, genitalia eksterna pria.Pada oaring dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderitaimunosupresif, sedangkan
pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.
3.
Penyembuhan cepat setelah pemberian obat anti skabies topical yang efektif.
4.
Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari
2.
Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3.
Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4.
II.12. Terapi
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan
scabies yaitu:
1.
Permetrin.
Merupakan obat pilihan untuk saat ini , tingkat keamanannya cukup tinggi,
mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala
10
dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara
2.
3.
4.
(Djuanda, A, 2007).
Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini
5.
6.
7.
II.12. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
sellulitis, limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang
diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan
dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada
terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering.
II.13. Prognosis
11
12
: Tn. Mn
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 18 tahun
Agama
: Islam
Alamat
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Buruh bangunan
: 9 Agustus 2011
III.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Gatal di kaki, tangan, selangkangan dan daerah kelamin.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelumnya menggunakan obat gatal dan kortikosteroid
untuk menghilangkan rasa gatal.
13
serupa.
III.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Vital Sign
: 20 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Status generalis
Kepala :
Mata
Mulut
: Tidak sianosis
Leher
Cor
: S1S2 tunggal
Pulmo
Thorax
Abdomen :
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: BU (+) N
Perkusi
: Timpani
Palpasi
R Inguinal
R Genital
Extremitas
: AH
Odem :
14
Status Dermatologis :
Effloresensi
Di Regio Interdigitalis Manus & Pedis, Inguinalis, dan gluteus:
15
III.4. Diagnosis
Skabies
III.5. Diagnosis Banding
Pioderma
Pedikulosis Korperis
Dermatitis
Prurigo
III.6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. Oral:
Cefadroxil 3x/hari
Ocuson tablet 2x/hari
2. Topikal:
Krim campuran dari scabimite dan inerson (digunakan malam hari)
Sabun Sapoviridis
b. Non medikamentosa
Semua keluarga dan teman yang memiliki gejala yang sama diobati
Pakaian, sprei, dan sarung, bantal, guling, harus dicuci dengan air
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Bennett FJ. 1987. Diagnosa Komunitas dan Program Kesehatan. Andri Hartono
(Penterjemah). Jakarta : Yayasan Essentia Medika
Brown T.J., Yen Moore, Tyring S.K., 1999. An Overview of Sexually Transmitted
Diseases. Part II. J. Am. Acad. Dermatol.
Djuanda, Adhi, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi V.
Downs AMR, Harvey I, Kennedy CTC. 1999. The epidemiology of head lice and
scabies in the UK. Epidemiol Infect.
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Cetakan I. Jakarta: PT Hipokrates
Johnston G, Sladden M. 2005. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ.
Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin,1stEd.,
Meidian Mulya Jaya, Jakarta
Siregar, R.S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
18