Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Penelitian


Daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah tumbuhan yang memiliki

banyak manfaat untuk kesehatan, dikarenakan daun jambu biji memiliki banyak
senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Daun jambu biji memiliki
kandungan flavonoid yang sangat tinggi, terutama quercetin. Senyawa tersebut
bermanfaat sebagai antibakteri, antioksidan, antiinflamasi dan manfaat lainnya
untuk kecantikan. Kandungan pada daun jambu biji lainnya seperti saponin,
minyak atsiri, tanin, anti mutagenik, flavonoid, dan alkaloid (Indriani, 2006).
Latar belakang dari proposal ini adalah mencoba membuat sediaan dari
bahan alam yaitu ekstrak daun jambu biji yang mengandung flavonoid, terutama
quersetin sebagai zat aktif. Flavonoid merupakan sejenis senyawa fenol terbesar
yang ada, senyawa ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar
bisa ditemukan dalam kandungan tumbuhan. Bagian tanaman yang bertugas
untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia,
bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen
dalam tanah.
Quersetin adalah flavonol yang dapat ditemui dalam berbagai buah, sayur,
dan daun. Quersetin dapat digunakan sebagai bahan suplemen, minuman, atau
makanan. Quersetin adalah flavonoid yang tersebar di alam. Nama quercetin
digunakan semenjak tahun 1857, dan berasal dari kata quercetum. Flavonol ini
merupakan inhibitor pengangkut auksin polar yang muncul secara alami. Struktur
dari quercetin yaitu C15H10O7.

1.2

Identifikasi Masalah
A. Bagaimana cara membuat sediaan masker gel dari ekstrak daun jambu
biji ?
B. Bagaimana uji secara fisika dari sediaan masker gel dari ekstrak daun
biji?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula se
diaan masker gel dari ekstrak daun biji yang mengandung kuersetin, dapat
benar-benar bermanfaat sebagai kosmetik anti oksidan sesuai dengan manfaat
dari quersetin.
1.4

Kegunaan Penelitian
Agar peneliti lebih memahami cara pembuatan formula yang baik dan

benar untuk pembuatan sediaan masker gel.


1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 21 Maret 2016, di Gedung
Laboratorium Standarisasi Bahan Alam STFI Bandung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sejarah Jambu Biji


Jambu biji merupakan salah satu tanaman yang bernilai komoditas tinggi.

Tanaman jambu biji berasala dari negara Brazil di benua Amerika selatan.
Menyebar ke negara Asia melalui Thailand, kemudian masuk ke Indonesia.
Jambu biji atau dalam bahasa latin yang disebut Psidium guajava .
Ciri-ciri buah jambu biji ini mempunyai batang yang licin dan berwarna
coklat muda serta batang pohonnya sedikit terkelupas, memiliki daun yang
berwarna hijau, memiliki bunga kecil yang muncul dari ketiak daun diujung

percabangan dan memiliki buah yang bulat dan berwarna hijau jika sudah matang
buahnya agak sedikit berwarna kuning.
Kandungan gizi 100 gram yang terdapat dalam buah jambu biji adalah
energi, protein, serat, karbohidrat, lemak, zat besi, kalsium, fosfor, vitamin A,
vitamin B1, vitamin C dan air.
Manfaat jambu biji bagi kesehatan antara lain adalah meningkatkan
imunitas tubuh, mencegah kanker, anti-tumor dan anti-inflamasi, menjaga
tekanan darah, baik untuk penderita diabetes, mendukung kesehatan mata,
menambah jumlah darah, meningkatkan sistem pencernaan, membantu
penyerapan nutrisi, serta membantu kelenjar tiroid.
Jambu biji juga dapat bermanfaat bagi kecantikan kita antara lain,
perlindungan kulit dari sinar UV, anti penuaan, toner kulit alami, pengobatan
masalah kulit, mencegah penuaan dini, melembabakan kulit, mengatasi komedo,
mengatasi rasa gatal dikulit, mengobati jerawat, mengobati bintik-bintik hitam,
serta dapat dijadikan sebagai menu diet. Tanaman jambu biji telah dikembangkan
dibanyak negara, sperti India, Malaysia, Brazil, Filipinha, Australia, Jepang, dan
Taiwan. Negara sengan jumlah Ekspor jambu biji terbanyak adalah Thailand
(Indriani, 2006).

2.2

Morfologi Daun Jambu Biji

Gambar 2.1 Daun Jambu Biji (Psidium guajava)


Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari

tangkai (petiolus) dan helaian (lamina) saja disebut daun bertangkai.


Dilihat dari letak bagian terlebarnya jambu biji bagian terlebar daunya
berada

ditengah-tengah

dan

memiliki

bangun

jorong

karena

perbandingan panjang : lebarnya adalah 1 - 2 : 1 (13-15 : 5,6-6cm).

Daun jambu biji memiliki tulang daun yang menyirip (penninervis) yang
mana daun ini memiliki satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan
merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping, keluar tulang-tulang
cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip-sirip pada
ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul (Dalimartha, 2001).
Pangkal daun membulat (rotundatus), ujung daun tumpul (obtusus). Jambu
biji memiliki tepi daun yang rata (integer), daging daun (intervinium) seperti
perkamen (perkamenteus). Pada umumnya warna daun pada sisi atas tampak
lebih hijau licin jika dibandingkan dengan sisi bawah karena lapisan atas lebih
hijau, jambu biji memiliki permukaan daun yang berkerut (rogosus). Tangkai
daun berbentuk silindris dan tidak menebal pada bagian pangkalnya (Dalimartha,
2001).
Bagian ini adalah suatu bagian yang penting yaitu berfungsi sebagai alat
pengambilan zat-zat makanan, respirasi dan asimilasi transparansi. Daun jambu
biji tergolongkan tidak lengkap, karena hanya terdiri dari tangkai dan helaian saja
disebut daun tangkai (Dalimartha, 2001).
2.3

Klasifikasi Daun Jambu Biji


Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus

: Psidium

Spesies

: Psidium guajava L

2.4

Kandungan Senyawa Pada Daun Jambu Biji


Senyawa yang terkandung dalam daun jambu biji yaitu senyawa polifenol,

karoten, flavonoid, saponin dan tanin. Daun jambu biji mempunyai khasiat
sebagai anti-inflamasi, anti-mutagenik, anti-mikroba dan analgesic (Andriani,
2006).
2.4.1 Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan
tersebar luas.Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid,
dengan struktur kimia dan peran biologi yang sangat beragam senyawa ini
dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif
biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali
alga), khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat
pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari,
nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang
difotosintesis

oleh

tumbuh-tumbuhan

diubah

menjadi

flavonoid.

(Hernawati, 2010)
Flavonoid merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar
fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6)
yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin aromatis.
Substitusi gugus kimia pada flavonoid umumnya berupa hidroksilasi,
metoksilasi, metilasi dan glikosilasi. Klasifikasi flavonoid sangat beragam,
di antaranya ada yang mengklasifikasikan flavonoid menjadi flavon,
flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon. Lebih dari
6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat
(Markham, 2002).
2.4.2 Quercetin
Quercetin adalah flavonol yang dapat ditemui dalam berbagai buah,
sayur, dan daun. Quercetin dapat digunakan sebagai bahan suplemen,
minuman, atau makanan. Quercetin adalah flavonoid yang tersebar di alam
dan bersifat polar. Nama quercetin digunakan semenjak tahun 1857, dan
berasal dari kata quercetum. Flavonol ini merupakan inhibitor pengangkut
auksin polar yang muncul secara alami. Struktur dari quercetin yaitu
C15H10O7.

Gambar 2.2 Struktur kimia quercetin


Quercetin merupakan pigmen tanaman yang larut dalam air yang
merupakan antioksidan kuat, antiinflamasi, melindungi struktur sel dan
memperkuat pembuluh darah kapiler. Quercetin banyak terdapat dalam teh
hijau/hitam, apel, sayuran hijau seperti brokoli, bahkan buah kaktus dan
juga terdapat hampir pada seluruh sumber flavonoid (Markham, 2002).
Aktivitas antioksidan ekstrak dari air suling , 65 % ethanol dan 95 %
etanol masing-masing menunjukkan efek pada pembersihan radikal
hidroksil dan menghambat peroksidasi lipid dalam dosis tergantung cara ,
memiliki 50% konsentrasi efektif ( EC50 ) dari pemulungan radikal
hidroksil dari 0,63 , 0,47 dan 0.58g / L, memiliki EC50 pada menghambat
peroksidasi lipid dari 0,20 , 0,035 , 0,18g / L ( Pharmacological effect of
Guava (Mittal et al., 2010).
2.5

Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid


Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa

fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan
senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat
larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil
sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida
yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid
mudah larut dalam air. Pemisahan senyawa golongan flavonoid berdasarkan sifat
kelarutan dalam berbagai macam pelarut dengan polaritas yang meningkat adalah
sebagai berikut :
a. Flavonoid bebas dan aglikon,dalam eter .
b. O-Glikosida,dalam etil asetat.
c. C-Glikosida dan leukoantosianin dalam butanol dan amil alkohol (Indrawan,
2006).
2.6

Biosintesis Flavonoid

Biosintesis flavonoid sudah mulai diteliti sejak tahun 1936. Pada awalnya
para peniliti mengkaitkan C6-C3-C6 dari flavonoid merupakan hasil dari fenil
propanoid. Tetapi selama bertahun-tahun diperoleh teori sintesis flavonoid dan
telah dibuktikan di laboratorim.Secara umum sintesis flavonoid terdiri dari dua
jalur yaitu jalur poliketida, dan jalur fenil propanoid. Jalur poliketida ini
merupakan serangkaian reaksi kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat.
Sedangkan jalur fenilpropanoid atau biasa disebut jalur shikimat (Markham,
2002).
2.7

Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral) (Depkes, 1985).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat tanaman ialah isi sel
yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya (Depkes, 1985).
Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian dari
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni (Depkes, 1985).
Simplisia pelikan atau mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni (Depkes, 1985).
2.7.1

Proses Pembuatan Simplisia


A. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda
antara lain tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.

4. Lingkungan tempat tumbuh.


Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu
panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen /
pengambilan daun jambu biji diambil pada saat fotosintesis
berlangsung maksimal (Gunawan dan Sri, 2004).
B. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya
pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahanbahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang
tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang
terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Gunawan dan Sri,
2004).
1.

Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari
mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang
mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian
sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari
jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak
tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari
jumlah

mikroba

awal.

Pencucian

tidak

dapat

membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air


pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia.


Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor,
maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia
dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan
bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.
Bakteri

yang

Pseudomonas,

umum

terdapat

Proteus,

dalam

air

Micrococcus,

Streptococcus, Enterobacter dan

adalah
Bacillus,

Escherishia. Pada

simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan


pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan
yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan
tepat dan bersih (Gunawan dan Sri, 2004).
2.

Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau,
dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh
irisan

tipis

atau

potongan

dengan

ukuran

yang

dikehendaki (Gunawan dan Sri, 2004).


Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin
cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat
berkhasiat

yang

mudah

menguap.

Sehingga

mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan.


Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu

10

giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari


perajangan

yang

terlalu

tipis

untuk

mencegah

berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan


seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran
sebelum

perajangan

diperlukan

untuk

mengurangi

pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.


Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu
hari (Gunawan dan Sri, 2004).
3.

Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia
yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa
dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan
media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.
Enzim

tertentu

dalam

sel,

masih

dapat

bekerja,

menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan


selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar
air

tertentu.

Pada

tumbuhan

yang

masih

hidup

pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak


itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara
proses-proses

metabolisme,

yakni

proses

sintesis,

transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini


hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun
1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia

tersebut

lebih

dahulu

dilakukan

proses

stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi


enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu,
merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau
dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian
selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak

11

berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari


10% (Gunawan dan Sri, 2004).
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan
sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering.
Hal-ha1

yang

perlu

diperhatikan

selama

proses

pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara,


aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan
bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan
menggunakan

alat

dari

plastik.

Selama

proses

pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus


diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang
tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan.
Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya Face hardening, yakni bagian luar bahan
sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.
Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang
terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau
oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya.
Face hardening dapat mengakibatkan kerusakan atau
kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan
(Gunawan dan Sri, 2004).
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan
cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan
pada suhu 30oC sampai 90C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60C. Bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau
mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 30oC sampai 45oC, atau dengan cara
pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan

12

udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga


tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung
pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap
selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya

proses

pengeringan.

Berbagai

cara

pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada


dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan (Gunawan dan Sri, 2004).
4.

Pengeringan Alamiah
Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan
untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras
seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan
rnengandung
Pengeringan

senyawa
dengan

aktif
sinar

yang
matahari

relatif

stabil.

yang

banyak

dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang


mudah

dan murah,

yang

dilakukan

dengan cara

membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara


terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang
terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara.
Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik
dilakukan

di

daerah

yang

udaranya

panas

atau

kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan


atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu
pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang
atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering. FIDC (Food Technology Development
Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar
matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian
dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap

13

tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan


menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan (Gunawan dan
Sri, 2004).
5.

Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan
pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika
melakukan

pengeringan

buatan,

yaitu

dengan

menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu


kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur.
Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: udara
dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu,
kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan
dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi
bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di
atas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat
diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis
dan murah dengan hasil yang cukup baik. Dengan
menggunakan
simplisia

pengeringan

dengan

mutu

buatan
yang

dapat

lebih

diperoleh

baik

karena

pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan


akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca.
Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2
sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari
sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10%
sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering
dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama
dalam waktu 6 sampai 8 jam. Daya tahan suatu simplisia
selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis
simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya
(Gunawan dan Sri, 2004).

2.8

Proses Pembuatan Ekstrak

14

Tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia


dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan
tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa
hal : Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif efisien namun
makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan
filtrasi. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan
interaksi dengan benda keras (logam, dll) maka akan timbul panas yang dapat
berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi
dengan penggunaan nitrogen cair (Harborne, 1996).
Tahap selanjutnya adalah menambahkan pelarut yang sesuai untuk
mengektraksi kandungan zat aktif dari serbuk simplisia. Pemilihan pelarut/cairan
penyari yang baik harus mempertimbangkan beberapa kriteria yaitu murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yakni hanya menarik zat berkhasiat
yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh
peraturan. Untuk penyarian ini, Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai
cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan
obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau
etanol-air. Setelah itu, dilakukan tahap separasi dan pemurnian. Tujuan dari
tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak
dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa berkhasiat
yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses
pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur,
sentrifugasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan penukar ion (Harborne, 1996).
2.9

Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cairan
pelarut dalam pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk menarik zat
aktif yang dikandung simplisia. Dengan diketahuinya sanyawa aktif yang
dikandung samplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat (Depkes,2000).

15

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi


senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunbakan pelarut yeng
sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang di
tetepkan (FI Edisi IV).
Ekstrak kering adalah sediaan yang bersal dari tanaman, diperoleh dengan
cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang
diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. (BPOM, 2004)
2.9.1 Metode Ekstraksi Cara Dingin
A. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama 3 x 24 jam dan dikocok-kocok. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat akan
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,
etanol, air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan yang digunakan
adalah air maka untuk mencegah timbulnya kapang dapat
ditambahkan bahan pengawet yang diberikan diawal penyarian.
Keuntungan metode ini adalah cara pengerjaan dan peralatan
yang

digunakan

sederhana

dan

mudah

diusahakan.

Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariaannya


kurang sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan penyari
sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas). Pada metode
maserasi ini, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan
konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap
terjaga adanya derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara
larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Hasil penyarian

16

dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu


untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi tidak
ikut terlarut dalam cairan penyari (Ditjen POM, 2000).
B. Perkolasi
Penyarian dengan metode perkolasi merupakan penyarian
dengan cara mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari ini akan melarutkan zat aktif
sel-sel yang dilaluinya hingga mencapai keadaan jenuh. Cari ini
lebih baik dibanding dengan cara maserasi karena : aliran
cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah
sehingga

meningkatkan

derajat

perbedaan

konsentrasi

(mencegah terjadinya kejenuhan). pengaliran meningkatkan


difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti
terdorong untuk keluar dari sel) (Depkes, 1979; Ditjen POM,
2000).
2.9.2 Metode Ekstaksi Cara Panas
A. Soxhletasi
Penyarian dengan alat Soxhlet atau dikenal dengan nama
metode Soxhletasi adalah proses untuk menghasilkan ekstrak
cair yang dilanjutkan dengan proses penguapan. Cairan penyari
diisikan pada labu sedangkan serbuk simplisia diisikan pada
tabung dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang
dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang cocok. Cairan
penyari dipanaskan hingga mendidih, uap cairan penyari naik
ke atas melalui pipa samping kemudian diembunkan kembali
oleh pendingin tegak sehingga cairan turun kembali ke labu
melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan yang

17

melaui simplisia turun sambil melarutkan zat aktif dari serbuk


simplisia tersebut ( Ditjen POM, 2000).
Keuntungan:
Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara
langsung diperoleh hasil yang lebih pekat. Serbuk simplisia
disari oleh cairan penyari yang murni.
Kerugian:
Larutan dipanaskan terus-menerus sehingga zat aktif yang tidak
tahan pemanasan kurang cocok. Ini dapat diperbaiki dengan
menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara.
Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organic) sebab
titik didih air 100oC harus dengan pemanasan tinggi untuk
menguapkannya, akibatnya zat kimia rusak (Ditjen POM,
2000).

B.Refluks
merupakan metode ektraksi cara panas (membutuhkan
pemanasan pada prosesnya), secara umum pengertian refluks
sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan.
Metode ini umumnya digunakan untuk mensistesis senyawasenyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada kondisi ini
jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap
sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode
refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap
pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor
sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah

18

reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi


berlangsung (Depkes RI, 2000).
2.10

Pengertian Kosmetik
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada

bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi
dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Permenkes RI No.445 thn.1998).
Kosmesetikal (Cosmeceutical) merupakan pengunaan bahan yang dapat
mempengaruhi struktur & fisiologi kulit, cenderung memperbaiki fungsi
beberapa komponen pada kulit, dimana terjadi penetrasi

melalui stratum

korneum, Menurut Federal FDC (Food, Drug and Cosmetic).


Kosmetika (Cosmetic) bahan yg digunakan dgn cara mengoleskan,
menuangkan, menaburkan, menyemprotkan atau jenis pemakaian lain pd tubuh
atau bagian tubuh manusia, untuk tujuan: membersihkan, memperindah
,mempercantik atau mengubah penampilan. Menurut Federal FDC (Food, Drug
and Cosmetic, 1938).
Masker adalah kosmetik yang dipergunakan pada tingkat terakhir dalam
perawatan kulit wajah tidak bermasalah. Penggunaannya dilakukan setelah
massage, dioleskan pada seluruh wajah kecuali alis, mata dan bibir sehingga akan
tampak memakai topeng wajah. Masker juga termasuk kosmetik yang berkerja
secara mendalam (deepth cleansing) karena dapat mengangkat sel-sel tanduk
yang sudah mati. Kegunaan masker adalah sebagai berikut:
1.

Meningkatkan

taraf

kebersihan,

kesehatan,

dan

kecantikan

2.

kulit,memperbaiki dan merangsang kembali kegiatan-kegiatan sel kulit.


Melenyapkan kesuraman kulit, mengeluarkan sisa-sisa kotoran dan sel - sel

3.
4.

tanduk yang masih melekat pada kulit.


Memperbaiki dan mengencangkan tonus (daya bingkas) kulit.
Memupuk kulit, memberi makanan kulit, menghaluskan dan melembutkan

5.
6.

kulit.
Mencegah,menyamarkan,mengurangi keriput-keriput dan hyperpigmentasi.
Melancarkan peredaran darah kulit.

19

7.

Melancarkan peredaran cairan limfe (getah bening) dalam membawa sisasisa.

2.11MonografiZatTambahan
2.11.1NaCMC

NaCMC merupakan serbuk atau granul, putih sampai krem;


higroskopik. Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,
tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain. CMCNa digunakan sebagai pembentuk gel dengan kadar 3,0 6,0%. (FI IV, hal
175).
Basis yang digunakan dalam sediaan yang dibuat adalah Natrium
Karboksimetil Selulosa (NaCMC). Basis ini digunakan karena memiliki
fungsi sebagai agen penstabil yang tahan pada suhu tinggi dan tidak mudah
terkoagulasi, mudah terdispersi di dalam air membentuk koloid sehingga
cocok digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel (DepKes RI, 1995;
Rowe dkk, 2009; Voigt, 1994).
Na-CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dan merupakan
basis yang dapat digunakan dalam pembuatan obat luka pada perawatan
kulit, untuk menyerap air transepidermal dan keringat (Rowe, dkk 2009).
2.11.2

Propilenglikol

Propilenglikolmerupakancairanbening,tidakberwarna,kental,
praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam
menyerupaigliserin.Propilenglikollarutdalamaseton,kloroform,etanol
(95%),gliserin,danair;larutpada1pada6bagianeter,tidaklarutdengan
minyak mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa

20

minyakesensial.Propilenglikoltelahbanyakdigunakansebagaipelarut,
ekstraktan,danpengawetdalamberbagaiformulasifarmasiparenteraldan
nonparenteral.Pelarutiniumumnyalebihbaikdarigliserindanmelarutkan
berbagaimacambahan,sepertikortikosteroid,fenol,obatsulfa,barbiturat,
vitamin(AdanD),alkaloid,danbanyakanestesilokal.Propilenglikolbiasa
digunakan sebagai pengawet antimikroba, desinfektan, humektan,
plasticizer, pelarut, dan zat penstabil. Sebagai humektan, konsentrasi
propilenglikolyangbiasadigunakanadalah15%(Rowedkk,2009).
2.11.3 MetilParaben

Metilparabenbanyakdigunakansebagaipengawetantimikroba
dalamkosmetik,produkmakanan,danformulasisediaanfarmasi.Metil
parabendapatdigunakansendiriataudikombinasikandenganparabenlain
atau dengan zat antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metil paraben
merupakan pengawet yang paling sering digunakan. Metil paraben
berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk kristal putih. Zat ini tidak
berbauatauhampirtidakberbau.Metilparabenmerupakanparabenyang
paling aktif. Aktivitas antimikroba meningkat dengan meningkatnya
panjangrantaialkil. Dapat larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih. Metil paraben memiliki kadar 0,02% - 0,3% sebagai zat
antimikroba. (FIII, hal 378)
Aktivitaszatdapatdiperbaikidenganmenggunakankombinasi
paraben yang memiliki efek sinergis terjadi. Kombinasi yang sering
digunakanadalahdenganmetil,etil,propil,danbutilparaben.Aktivitas
metilparabenjugadapatditingkatkandenganpenambahaneksipienlain
seperti: propilen glikol (25%) phenylethyl alkohol, dan asam edetic
(Rowedkk,2009).
2.11.4PropilParaben

21

Propilparabenberbentukbubukputih,kristal,tidakberbau,dantidak
berasa.Propilparabenbanyakdigunakansebagaipengawetantimikroba
dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi.
PropilparabenmenunjukkanaktivitasantimikrobaantarapH48.Efikasi
pengawetmenurundenganmeningkatnyapHkarenapembentukananion
fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap
bakteri.Danjugalebihaktifterhadapgrampositifdibandingkanterhadap
bakterigramnegatif(Rowedkk,2009).

2.11.4 Etanol

Etanolmemilikisinonimalkohol,etilalkohol;etilhydroxide;
grainalkohol; methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit
mudah menguap, memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol
memilikirumusmolekulC2H6Odanbobotmolekul46,07.Etanoldapat
larutdalam kloroform, eter,gliserin,danair.Etanolbiasadigunakan
sebagai antimikrobIal,pelarut,dandesinfektan(Rowedkk,2009).
2.12 Formulasi Masker Gel Daun Jambu Biji
2.12.1FormulaMaskerGel
Tabel2.1FormulaSediaanMaskerGel
Komposisi

Formula

22

(%)
PVP (Poli Vinil Piolidin)

10

Propilenglikol

10

NaCMC

Propil Paraben

0,05

Metil Paraben

0,1

Etanol

12,5

Aqua Rosae

Aquadest Ad

100

(Fitri,2011).

2.12.2 ModifikasiFormula
DikutipdariSkripsiIndrawan2014
Tabel2.2.ModifikasiFormulaSediaanMaskerGelEkstrakDaunJambu
Biji.
Tiap50gramsediaanmengandung:
Bahan

Ekstrak Daun Jambu Biji


Na CMC

Formula

Fungsi

0,02
5

0,02 0,02
10

15

Zat Aktif
Gelling Agent

23

Propilenglikol

15

15

15

Humektan

Metil Paraben

0,2

0,2

0,2

Pengawet

Propil Paraben

0,1

0,1

0,1

Pengawet

Pelarut

100

100

100

Pelarut

Etanol 70%
Aquadest

Ad

24

2.13 Perhitungan
a. Ekstrak daun jambu biji

1/100 x 50g

= 0,5g

b. Na CMC

10/100 x 50g

= 5g

c. Propilengglikol

15/100 x 50g

= 7,5g

d. Metil paraben

0,2/100 x 50g

= 0,1g

e. Propil paraben

0,1/100 x 50g = 0,05g

f. Etanol 70%

8/100 x 50g

g. Aqua dest ad

50 - (0,5 + 5 + 7,5 + 0,1 + 0,05 + 4)

= 4g

= 50 17,15
= 32,85g
Dilebihkan 10%

10/100 x 32,85 = 3,285g

25

BAB III
METHODE DAN PROSEDUR

3.1 AlatdanBahanPenelitian
3.1.1Alat
Padapemelitianinialatyangdigunakanantaralain;batang
pengaduk, beaker glass, tabung reaksi, cawan penguap, spatel, pipet
tetes,lumpingdanmortar,chamber,pHmeter,danviskometer.
3.1.2 Bahan
Bahanformulasediaanmaskergelyangdigunakanantaralain;
ekstrak daun jambu biji sebagai zat aktif, dengan zat tambahan yang
digunakan adalah Na CMC,propilengglikol, metil paraben, propil
paraben,etanol70%,danaquadest.
3.2

Prosedur
3.2.1 Penyiapan Simplisia
Sejumlah simplisia telah disiapkan yang akan digunakan, dalam
keadaan kering. Tahapan selanjutnya hanya melakukan sortasi kering
dengan memilih kembali simplisia yang telah kering. Setelah penyortiran
simplisia kering tersebut digunting dengan ukuran kecil-kecil agar lebih
mudah dalam proses ekstraksi selanjutnya. Hitung kadar air simplisia
kering. Simlipsia dinyatakan baik jika mempunyai kadar < 10% ( Depkes
RI 2000).
3.2.2 Pengujian Kadar Abu
Yang pertama dilakukan adalah dengan menimbang kurs sebelum
dipanaskan, kemudian kurs dipanaskan selama 15 menit didalam tungku
dan setelah itu ditimbang pada menit ke 5, 10, dan 15. Setelah ditimbang
simplisia dimasukkan ke dalam kurs dan ditimbang kembali. Kemudian
dipanaskan diatas labu spiritus hingga asapnya menghilang, dipanaskan
kembali didalam tungku, ditimbang dan dihitung rendemnya. Abu total
tidak > 9,0%, Abu tidak larut asam tidak > 0,8% (Depkes RI, 2000).
3.2.3 Pengujian Kadar Sari

26
A. Kadar Sari Air

Keringkan serbuk 4/18 di udara, maserasi selama 24 jam 5,0


gram serbuk dengan 100 ml air kloroform P, menggunakan
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring,
uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara. Sari larut air tidak < 18,2%. (Depkes RI, 2000).
B. Kadar Sari Etanol
Keringkan serbuk 4/18 di udara, maserasi selama 24 jam 5,0
gram serbuk dengan 100 ml etanol 95%, menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan
menghindarkan penguapan etanol 95%, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara, panaskan sisa pada suhu 105 hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam pesrsen sari yang larut dalam etanol 95%,
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Sari
larut etanol tidak < 15,0%. (Depkes RI, 2000).
3.2.4 Skirining Simplisia
A. Uji Alkaloid
Sejumlah erbuk disimpan dalam mortar, dibasakan dengan
amonia sebanyak 1ml, kemudian ditambahkan kloroform dan
digerus kuat. Cairan kloroform disaring, filtrate ditempatkan
dalam tabung reaksi kemudianditambahkan HCl 2N, campuran
dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Dalam
tabung reaksi terpisah : Filtrat 1: sebanyak 1 tetes larutan
pereaksi meyer diteteskan kedalam larutan filtrate, adanya
alkaloid ditujukan dengan adanya endapan dan atau kekeruhan
berwarna hingga coklat.
Filtrat 2: sebanyak 1 tetes larutan pereaksi mayer diteteskan ke
dalam filtrate , adanya alkaloid ditunjukan dengan adanya
endapan atau kekeruhan berwarna putih.

27

Filtrat

sebagai

blanko

atau

control

negative

(Harbrone.J.B,1987).
B. Uji Fenolat
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 100ml air
panas, dididihkan selama 5 menit kemudian di saring. Filtrate
sebanyak 5 ml dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan
pereaksi besi(III) klorida, timbuul warna hijau kehitaman
menandakan positif fenolat. (Harbrone.J.B,1987).
C. Uji Tannin
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi
dipanaskan

di tangas air kemudian disaring. Pada filtrate

ditambahkan gelatin 1% akan timbul endapan putih, bila


terdapat kandungan tannin. (Harbrone.J.B,1987).
D. Uji Flavonoid
Diambil 5 mL ekstrak sampel, diisikan pada 3 tabung reaksi,
tambahkan eter secukupnya, kemudian tabung 1 tambahkan 3
tetes H2SO4 pekat. Perubahan warna merah menunjukan
positif flavanoid. Warna merah. Tabung 2 tambahkan 0,5 mL
HCl pekat, serta berikan sedikit serbuk Mg. perubahan warna
menjadi merah Menunjukan positif

flavanoid. Tabung 3

tambahkan dengan NaOH, jika terjadi perubahan warna


menjadi

kuning

menunjukan

positif

flavonoid.

(Harbrone.J.B,1987).
E. Monoterpen dan seskuiterpen
Digerus serbuk denagan eter, kemudian fase eter diuapkan
dalam cawan uap hingga kering, ditetesi pada residu lautan
pereaksi vanillin sulfat. Didapat warna warni menandakan
monoterpen dan seskuierpen. (Harbrone.J.B,1987).
F. Steroid dan triterpenoid
Dilarutkan serbuk dengan eter. Diambil sampel 5 mL,
tambahkan pereaksi Lieberman bochard jika terbentuk warna
merah atau ungu adalah posotif triterpenoid. Jika warna hijau
menunjukan positif steroid. (Harbrone.J.B,1987).
G. Kuinon
Ditambahkan serbuk sampel dengan air. Dididihkan dengan air
panas selama 5 menit, disaring dengan kapas atau kertas saring.
Pada filtrate ditambahkan KOH 1N. dibentuk warna kuning

28

menandakan

kandungan

kuinon

dalam

sampel

(Harbrone.J.B,1987).
H. Saponin
Ditambahkan serbuk sampel dengan air. Dididihkan dengan air
panas selama 5 menit, dikocok. Dibentuk busa yang konsisten
selama 5-10 menit menandakan kandungan saponin dalam
sampe.l (Harbrone.J.B,1987).
3.3 Metode Ekstraksi
3.3.1 Maserasi
Memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat
halus tertentu sebanyak 500g ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi
pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 3 liter etanol 70%, kemudian
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam
bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan
penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga
diperoleh 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan sebagian
pada tempat yang terlindung cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 2000).
3.3.2 Evaporasi
Dimasukan sampel hasil maserasi kedalam labu tampung pada rotary
evaporator. Dinyalakan alat evaporator, diatur pada suhu 70-80C ditunggu
hingga warna menjadi gelap pekat dan alcohol tidak menguap. Diambil
hasil evaporasi kemudian di uapkan agar menjadi kental (ekstrak kental)
(Ditjen POM, 2000).
3.3.3 Kromatografi lapis Tipis
Metode kromatografi lapis tipis sensitif dapat diandalkan untuk
kuantifikasi quercetin, flavonoid dalam daun Psidium guajava. Analisis
kromatografi dilakukan dengan menggunakan ekstrak daun jambu biji pada
silika gel 60 F 254 TLC piring menggunakan pelarut , kloroform p : aseton
p: asam formiat p (10 : 2 : 1) . Deteksi dan kuantifikasi quercetin dilakukan
menggunakan larutan pembanding Quarsetin 0,1% dalam etanol p.
Lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada kromatografi
dengan parameter sebagai berikut :

29

Fase gerak : Kloroform P-aseton P-asam Formiat P 10:2:1


Fase Diam : Silica gel 60 F254
Larutan uji : 1% dalam etanol P , Gunakan larutan uji KLT seperti yang
tertera pada kromatografi.
Larutan Pembanding : Quarsetin 0,1% dalam etanol P
Volume Penotolan : Totolkan 50L. larutan pembanding
Deteksi : alumunium klorida LP
Keterangan :
S : simplisia daun jambu biji
P : Pembanding Quarsetin
Rf : Pembanding Quarsetin 0,70
Rf 1. 0,10
Rf 2. 0,25
Rf 3. 0,45

(Farmakope Herbal Indonesia, Vol 8)

Rf 4. 0,70

Kandungan kimia simplisia, kadar flavonoid total tidak kurang dari


0,20% dihitung sebagai quarsetin lakukan penetapan kadar sesuai dengan
penetapan kadar flavonoid total. gunakan quarsetin sebagai pembanding dan
ukur serapan pada panjang gelombang 425nm. ( Farmakope Herbal Indonesia
Vol.8)
3.4 PERHITUNGAN,PROSEDUR&EVALUASIFORMULA
Tiap50gramsediaanmengandung:
Bahan

Formula
B

Fungsi

30

Ekstrak Daun Jambu Biji

Zat Aktif

Na-CMC

10

Gelling Agent

Propilenglikol

15

Humektan

Metil Paraben

0,2

Pengawet

Propil
Paraben

0,1

Pengawet

Pelarut

100

Pelarut

Etanol 70%

Aquadest

3.4.1

Ad

Perhitungan

a. Ekstrak

1/100 x 50g = 0,5g

b. Na CMC

10/100 x 50g

= 5g

c. Propilengglikol 15/100 x 50g

= 7,5g

d. Metil paraben

0,2/100 x 50g

= 0,1g

e. Propil paraben

0,1/100 x 50g

= 0,05g

f. Etanol 70%

8/100 x 50g

= 4g

g. Aqua dest ad

50- (0,5 + 5 + 7,5 + 0,1 + 0,05 + 4)


= 50g 17,15g
= 32,85g

Dilebihkan 10% = 10/100 x 32,85g = 3,285g

3.4.2 ProsedurPembuatanMasker

Disiapkanalatdanbahanyangakandigunakan.Ditimbangbahan
bahanyangakandigunakan,dilarutkanekstrakdalametanol70%sedikit

31

demi sedikit hingga larut sempurna. Dikembangkan Na CMC dalam


aquadest panas 20x nya dengan pengadukan yang konstan hingga
mengembanglaludidiamkanselama1malam(wadahA).
Didalamwadahterpisahlainya(wadahB)larutkannipagindan
nipasolkedalampropilenglikol.Dicampurkan(wadahA)dan(wadahB)
laluadukhingga homogen.Ditambahkanekstrakyangtelahdilarutkan
sedikit demi sedikit lalu aduk hingga homogen. Ditambahkan kembali
aquadest ad 50 gram dan aduk kembali hingga homogen. Di lakukan
evaluasipadasediaan.Dimasukkankedalamwadahlaludiberietiketdan
brosur.
3.4.3 Evaluasi
A. PengamatanPerubahanBentuk,WarnadanBau(Organoleptik)
Ujiorganoleptis,merupakanpengujiansediaandengan
menggunakan pancaindra untuk mendiskripsikan bentuk atau
konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna
(misalnya kuning, coklat) dan bau (misalnya aromatik, tidak
berbau).(Anonim,2000)
1. Diamati adanya perubahan bentuk, warna, dan bau dari
masingmasing sediaan masker selama penyimpanan pada
suhukamarpadamingguke1,2,3dan4.
2. Dicatatperubahantersebut.
B. PemeriksaanHomogenitas
1. Diambil sedikit sampel sediaan formula masker gel daun
jambubiji,kemudiandiletakkansedikitgelpadakacaobjek.
2. Diamati susunan partikel kasar atau ketidak homogenan,
laludicatat.
C. PemeriksaanpH
Uji nilai pH, prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni
berdasarkan pengukuran aktivitas ion hidrogen secara
potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter.
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara
perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk
mengencerkan,kemudianadukhinggahomogen,dandiamkan

32

agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter,


catathasilyangterterapadaalatpHmeter,pHkulitberkisar
antara 4,2 5,6. Larutan stabil pada pH 210, pengendapan
terjadipadapHdibawah2.Viskositaslarutanberkurangdengan
cepatjikapHdiatas 10.Menunjukanviskositasdanstabilitas
maksimumpadapH79.(Anonim,2004)
D. UjiViskositas
1. Viskositas/rheologimenggunakanBrookfield(lampiran
martin,Farfishal501).
2. Dimasukkansediankedalamwadah,dipasangspindle
3. Ditentukanrpmdi20,diputarspindle.

33

DAFTAR PUSTAKA

Agoes.G., (2007). Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB Press. Bandung. Hal: 21,38
39.
A. M. Metwally, A. A. Omar, F. M. Harraz, and S. M. El Sohafy. (2009).
Phytochemical investigation and antimicrobial activity of Psidium guajava L.
leaves.
Anonim., (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Penerbit Depkes RI. Jakarta. Hal: 2
22.
Anonim., (1987). Analisis Obat Tradisional. Penerbit Depkes RI. Jakarta. Hal: 2 3.
Anonim., (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Penerbit
Depkes RI. Jakarta. Hal:3 5.
Anonim., (2004). Cara Uji Derajat Keasaman (pH) dengan Menggunakan alat pH
Meter. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI., (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan.
El Sohafy S M, Metwali A M, Harraz F M, Omar A A., Phcog Mag (2009).
Quantification of flavonoids of psidium guajava L. Preparations by Planar
Chromatography (HPTLC). ;5;61-6
Farmakope Herbal Indonesia, Volume 8.
Fitri, E., (2011). Formulasi Ekstrak Peel Off Dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Asam
Kandis (Garcincg Cowa Roxb) Sebagai Kosmetik. Skripsi UNAND:
Padang.
Harborne. J.B., (1987). Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I.
Soediso, 69 94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press.
Indrawan., (2014). Formulasi Sediaan Masker Gel Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.).Skripsi.
Markham, K. 2002. Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB.
Materia Medika Indonesia Jilid V.

34

Rowe, R. C., Dkk., (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.


Chicago, London: Pharmaceutical Press.
Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 188. Phiadelphia : Lea &
Febige.

35

PROPOSAL
PRAKTIKUM STANDARISASI SEDIAAN BAHAN ALAM
PEMBUATAN MASKER GEL DARI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI
(PSIDIUM GUAJAVA) YANG MENGANDUNG KUARSETIN SEBAGAI
ANTIOKSIDAN
Nama / NPM

: Hesti Febriyanti / A 133 022


Siti Nur Styowati / A 131 062
Yukeu Eka Gloriose / A 131 097

Kelas

: REGULER SORE 2013 / Kelompok 13

Asisten Laboratorium

: Hesti Riasari , M.Si.,Apt


Siti Uswatun Hasanah, S.Farm.,Apt
Wahyu Priyo Legowo, S. Farm.,Apt

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA


YAYASAN HAZANAH
BANDUNG 2015

Anda mungkin juga menyukai