Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus
pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus
aureus dan streptococcus aeruginosa.
Mikroorganisme

Agen Penyebab

Bakteri

Streptococcus Pneumoniae, Streptococcus Piogenes,


Staphylococcus Aureus, Klebsiella Pneumonia,
Legionella, Haemophilus Influenza

Virus

Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial


Adenovirus, Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus
Herpes Simpleks

Fungi

Aspergillus, Fikomisetes, Blastomisetes, Histoplasma


Kapsulatum

2.3 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan


tubuhnya, adalah yang paling beresiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru.
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga pasien akan bertambah
3.

sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.


Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera

dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium akhir (resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
2.4 Klasifikasi
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
Adalah pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga
termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang
dari 48 jam.
2. Pneumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
Adalah pneumonia yang terjadi di rumah sakit dan infeksi terjadi setelah 48
jam berada di rumah sakit
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1.
Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis,
terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus
atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah
udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak
rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk
pneumonia lobaris.
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus


terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercakbercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat
sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan
penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang
lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma.
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
perselubungan yang tidak merata.
C. Berdasarkan sifatnya
a. Pneumonia primer
Peradangan pada paru yang terserang pada orang yang tidak mempunyai
faktor resiko tertentu,
b. Pneumonia Sekunder
Pneumonia yang terjadi dengan faktor predisposisi selain penderita penyakit
paru lainnya seperti COPD, HIV, Kanker,dll
2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
1. Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
Gejala Mayor: 1.batuk
2. sputum produktif
3. demam (suhu>37,80c)
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah. Dapat disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar
pada stadium resolusi.
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas.
Selain batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan
kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
3. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment

paru secara anatomis.


Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.

Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.


Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau

di lobus medius kanan.


Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling

akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya
udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,

hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia


lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada
lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu


segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)

atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada


pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan
lobus bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak


menjalar sampai perifer.
Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial


prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
oleh perselubungan yang tidak merata.
CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19 tahun.


(A) Menunjukkan area konsolidasi di prcabangan peribronkovaskuler yang
irreguler.
(B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukkan area komsolidasi
yang

irreguler

tersebut

berkembang

menjadi

bronkiektasis

atau

bronkiolektasis (tanda panah).

4. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan

berasal

dari

sputum,

darah,

aspirasi

nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum


disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.
2.6 Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
Minum banyak
Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :
Penatalaksanaan Umum
Pemberian Oksigen
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau

kelainan jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal
Dalam pemberian

antibiotika

pada

penderita

pneumonia

sebaiknya

berdasarkan MO (Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa


hal perlu diperhatikan:
Penyakit yang

disertai

panas

tinggi

untuk

penyelamatan

nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.


Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit,
oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan

gram sebaiknya dilakukan.


Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi

pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan


pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat
10

pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk


meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan,
diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun,
mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu
yang panjang.

Kategori

Keterangan

Kategori
1

- Usia penderita
< 65 tahun
- Peny.Penyerta
(-)
- Dapat berobat
jalan

Kategori
2

Kategori
3

Kategori
4

- Usia penderita
> 65 tahun
- Peny.Penyerta
(+)
- Dapat berobat
jalan
- Pneumonia
berat.
-Perlu dirawat di
RS, tapi tidak
perlu di ICU

- Pneumonia
berat
- Perlu dirawat di
ICU

Kuman
Penyebab
-S.pneumonia
-M.pneumonia
-C.pneumonia
-H.influenzae
-Legionale sp
-S.aureus
-M,tuberculosis
-Batang Gram (-)

Obat Pilihan I

- S.pneumonia
- Virus
- H.influenzae
- Batang gram (-)
- Aerob
- S.aures
- M.catarrhalis
- Legionalle sp
- S.pneumoniae
- H.influenzae
- Polimikroba
termasuk Aerob
- Batang Gram (-)
- Legionalla sp
- S.aureus
- Virus
- C.pneumoniae
- M.pneumoniae
- S.pneumonia
- Legionella sp
- Batang Gram (-)
aerob
- M.pneumonia
- Virus

- Sepalosporin
generasi 2

-Klaritromisin
2x250 mg
-Azitromisin
1x500mg
-Rositromisin
2x150 mg atau
1x300 mg

- Trimetroprim
+Kotrimoksazol
- Betalaktam

Obat Pilihan
II
Siprofloksasin
2x500mg atau
Ofloksasin
2x400mg
-Levofloksasin
1x500mg atau
Moxifloxacin
1x400mg
-Doksisiklin
2x100mg
- Makrolid
- Levofloksasin
- Gatifloksasin
Moxyfloksasin

- Sefalosporin
Generasi 2 atau

- Piperasilin +
Tazobaktam

- Betalaktam +
Penghambat
Betalaktamase +
makrolid

- Sulferason

- Sefalosporin
Generasi 3
(antipseudomonas
) + makrolid

- Carbapenem/
meropene
m
- Vankomicin
- Linesolid
- Teikoplanin

- Sefalosporin

11

- H.influenzae
- M.tuberculosis
Jamur endemic

generasi 4
- Sefalosporin
Generasi 3 +
kuinolon

Penyebab tersering pada usia muda : Streptokokus (Str) pneumonia


Penyebab tersering pada Lansia : Str.pneumoniae, H.influenzae, Stafilokokus (St)
aureus, batang Gr (-)
2.7 Diagnosis Banding
Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
1) Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah
saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik
meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA.
2) Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak
12

mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia
tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum
ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi
lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit.
Sehingga akan tampak thorax asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


3) Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram.
Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan
mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura
sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.

13

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari
pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan
pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis,
laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya
gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran
khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata
menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga
pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah
dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian
atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis
untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Kosasih, Widiana. 2011. Pneumonia Aspirasi.


Available from http://www.scribd.com/mobile/doc/49663540
Accessed 06 August 2015
2. Wibisono M., Jusuf, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair: Surabaya.
3. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnostis Dan Penatalaksanaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
4. Deni, dkk. 2013. Pneumonia.
Available from http://warliana.files.wordpress.com/2013/09.pneumonia/deni
Accessed 06 August 2015

15

Anda mungkin juga menyukai