Cardio Pregnancy Referat
Cardio Pregnancy Referat
Pembimbing
dr. Novi Salita, Sp.OG, M.kes
Oleh
Igri Septian Risky, S.Ked
I 11109018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jantung terdiri dari 2 jenis ruang pompa, atrium dan ventrikel, masingmasing
berjumlah 2 buah, kanan dan kiri, sehingga jantung memiliki 4 ruangan. Tampak
luar, atrium terletak diatas ventrikel dan berukuran lebih kecil dibandingkan
ventrikel, keduanya dipisahkan oleh arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks
yang terdapat didalam sulkus koronarius, mengelilingi jantung.
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium.
Perikardium terdiri dari 2 lapisan, perikardium viseral yang biasa disebut
epikardium dan perikardium parietal dibagian luar. Lapisan epikardium melapisi
seluruh bagian jantung hingga pangkal aorta dan arteri pulmonalis di bagian atas
untuk kemudian melipat keluar menjadi perikardium parietalis. Kedua lapisan
perikardium yang saling berkelanjutan ini membentuk suatu ruangan yang berisi
cairan, disebut sebagai cairan perikardium yang memudahkan pergerakan jantung
saat terjadi proses pemompaan darah. Adanya perikardium dengan perlekatannya
pada ligamentum-ligamentum juga berfungsi memfiksasi organ jantung di dalam
rongga dada.
yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hemodilusi dan
menurunnya konsentrasi hemoglobin, sehingga mengakibatkan anemia fisiologis
dalam kehamilan dan menambah beban jantung 1,5,6.
III.
Diagnosa
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum
kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan
jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci.
Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis saat kehamilan bila ada
gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung1.
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada.
Berhubung karena gejala ini juga dapat normal ditemukan selama kehamilan
maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala
ini merupakan penyakit jantung ataupun bukan. Oleh karena itu perlu
diperhatikan pendekatan diagnosis kardiologis yang lengkap, mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi sampai kateterisasi, termasuk
klasifikasi fungsional dan etiologi maupun kelainan anatomik1.
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada kehamilan
III.1. Anamnesis
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas sangat berkurang dan merasa
mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat dengan peningkatan berat badan yang
diperoleh selama masa kehamilan dan akibat anemia fisiologis pada kehamilan. Episode
pingsan atau sakit kepala ringan terjadi sebagai akibat dari kompresi mekanik dari rahim
yang hamil pada vena cava inferior, sehingga menyebabkan aliran balik vena ke jantung
tidak adekuat, terutama pada trimester ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan
termasuk hiperventilasi dan ortopnea yang disebabkan oleh tekanan mekanik dari rahim
yang membesar pada diafragma. Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga
berhubungan dengan sirkulasi yang hiperdinamik selama kehamilan 6. Pada pasien dengan
riwayat penyakit jantung, sangat penting untuk menanyakan tentang kapasitas fungsional,
prevalensi gejala terkait lainnya, regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik
sebelumnya (misalnya, ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi jantung), dan riwayat
operasi paliatif. Pada pasien tanpa penyakit jantung penting untuk menanyakan tentang
riwayat penyakit jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir atau anak usia dini,
adanya gangguan reumatologik (misalnya lupus eritematosus sistemik), episode aritmia,
terjadinya sinkop eksersional atau nyeri dada, dan edema tungkai yang sering terjadi.
Selain itu, pertanyaan mengenai ada tidaknya riwayat keluarga dengan penyakit jantung
bawaan, penyakit arteri koroner prematur, atau kematian mendadak pada anggota
keluarga6.
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan
oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut3 :
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri,
palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala gagal
jantung.
III.3 Elektrokardiografi
Pemeriksaan Elektrokardiografi Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu
menjawab pertanyaan yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari
variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasanya. Depresi segmen ST inferior sering
didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai, tetapi
deviasi aksis ke kiri yang nyata (-30o ) menyatakan adanya kelainan jantung 10.
III.4. Echokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan tanpa risiko terhadap ibu
dan janin. Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan
karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan
radiografi harus dihindari terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai
risiko terhadap organogenesis abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak
terutama leukemia. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan
lanjut, dengan dosis radiasi seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin seoptimal
mungkin 10.
IV.PENATALAKSANAAN
IV.1. Antepartum
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil, sebaiknya terlebih
dahulu dikonsultasikan dengan dokter. Mortalitas maternal umumnya bervariasi sesuai
dengan status fungsional jantung selama onset kehamilan, namun dapat bertambah tinggi
seiring dengan bertambahya umur kehamilan3.
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas fungsional
jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita penyakit jantung,
pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah 1.
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara samar namun
membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan denyut jantung,
pertambahan berat badan dan saturasi oksigen. Pertambahan berat badan yang berlebihan
menandakan perlunya penanganan yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya akan
mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal 1. Evaluasi resiko kehamilan
pada wanita dengan penyakit jantung direkomendasikan menggunakan klasifikasi resiko
modifikasi dari WHO ( World Health Organization ). Klasifikasi resiko ini mencakup semua
faktor resiko kardiovaskular maternal termasuk penyakit jantung sebelumnya dan
komorbiditas lainnya5.
Pada wanita dengan resiko WHO kelas I, Resiko mortalitas maternal sangat rendah, wanita
dengan resiko WHO kelas II mempunyai resiko mortalitas maternal yang rendah sampai
sedang, dan direkomendasikan follow up kehamilannya tiap trisemester. Pada wanita dengan
resiko WHO kelas III, ada resiko tinggi akan komplikasi pada maternal, dan sangat
direkomendasikan membutuhkan advis dari dokter spesialis jantung dan kandungan,
sedangkan pada wanita dengan resiko WHO kelas IV, kehamilan dikontraindikasikan, tetapi
bila wanita tersebut hamil dan tidak mau melakukan terminasi, maka control tiap bulan yang
ketat harus dilakukan5.
Tabel 4. Klasifikasi WHO (Modifikasi) pada faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular Pada
Maternal
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi antara lain : sindroma
Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi ventrikel kanan dan sindroma Marfan
dengan dilatasi aorta yang signifikan1. American College of Obstetricians and Gynecologists
(1992) menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan wanita dengan penyakit
jantung, yaitu :2
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada awal
trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada trimester kedua
dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada akhir kehamilan.
IV.2 Intrapartum
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan bebas nyeri.
Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala penderita penyakit
jantung yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik yang invasif dengan pemasangan
kateter arteri dan arteri pulmonalis1,9. Selama persalinan penderita harus ditopang dengan
bantal yang cukup untuk membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen yang dapat
diberikan secara intermitten atau terus menerus bila terdapat sesak napas atau sianosis. Kalau
perlu ahli jantung mendampingi proses partus. Sedasi dan analgesia yang cukup dengan
morfin sangat diperlukan. Metode persalinan bila sudah aterm dapat dipercepat dengan
pemecahan ketuban atau pada persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II, forsep
atau episiotomi. Cara anastesi dapat dipilih antara regional, spinal, kaudal, atau pudendal
maupun umum9 Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang, karena
bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari. Pemakaian forsep sedini mungkin
sebaliknya sangat diperlukan. Pemakaian suntik ergometrin harus dihindarkan karena bila
diberikan secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus yang tonik dan meningkatkan aliran
darah balik.9 Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman memberikan
oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda dekompensasi atau edema paru
karena saat inilah yang paling rawan pada proses persalinan. Tata laksana gagal jantung akut
berupa : posisi duduk, anastesi kaudal terus menerus, oksigen, digitalis ( sebaiknya setelah
ada indikasi tegas dari kardiologis ) , lakukan observasi yang ketat ( perhatikan tekanan
darah, nadi, pernapasan, balans cairan, elektrolit, anemia dan sebagainya ) 9.
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan adalah : 1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia epidural dengan
narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan penggantian cairan
yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian diuresis yang
agresif namun pelu hati-hati.
IV.3 Puerperalis
yang menjadi lebih serius bila ada kelainan jantung3,9. Sangat penting untuk
mencegah kehilangan darah yang berlebihan pada kala III. Oksitosin sebaiknya
diberikan secara infus kontinu untuk menghindari penurunan tekanan darah yang
mendadak. Alkaloid ergot seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi sementara1,9.
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat terhadap
keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi sentral
dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian harus diberikan kepada
penderita yang tidak mengalami diuresis spontan. Pada keadaan ini, bila ada
penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya
menandakan adanya edema paru1,9. Penderita harus mendapat istirahat yang cukup
dan diberikan pencegahan dengan antibiotik terhadap kemungkinan infeksi, termasuk
endokarditis. Penderita dengan kelas fungsional NYHA I dan II diusahakan untuk
mobilisasi dini, pemberian obat-obat kardiovaskular dievaluasi lagi, selanjutnya
ditentukan follow up dan prognosis untuk kehamilan selanjutnya. Harus dicegah
terjadinya dekompensasi kordis, dan perhatikan pula cara perawatan bayi, termasuk
rawat rumah pada saat penderita dipulangkan9.
V. PENGGUNAAN OBAT KARDIOVASKULAR
1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang tidak
dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan untuk
pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi dan yang
paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan furosemid. Diuretik
tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau pengobatan terhadap
edema pedis10,12. Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea
nokturnal paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam
kehamilan. Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak
2. Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel dan pada
kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis tidak berubah pada
kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada
janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila
diberikan pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila
dibanding diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan tidak
tercapai, maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat memperpendek
masa gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium sama dengan efek
inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam ASI.
10,12
Bila
3. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan
preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Rekomendasi
yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi. Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut
segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika
semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan
ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan
keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem
yang signifikan pada manusia10,12. Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena
adalah pilihan lain untuk obat parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan
hipertensi, regurgitasi aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan
telah didapat dengan calcium chanel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang
membahayakan terhadap janin tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra
indikasi pada kehamilan karena obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan
pada perkembangan ginjal janin. Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan
mengenai penggunaan losartin, valsartin, dan penghambat angiotensi II 10.
5. Obat Antiaritmia
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan semasa
kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan penyekat kalsium.
Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat digunakan secara aman sebagai
obat penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih disukai untuk menghindarkan penggunaan
obat anti aritmia standar pada pasien semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia
berulang atau untuk keselamatan ibu, maka dapat digunakan .10 Lidokain merupakan obat lini
pertama yang diberikan. Depresi neonatus transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain
darah janin melebihi 2,5 mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara
kadar lidokain darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar
pada ibu10. Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena
mempunyai avaxsdxilabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan karena
tidak jelas efek yang membahayan pada bayi. Informasi awal mengenai amiodaron
mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas janin 10.
6. Antikoagulan
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih lanjut, pasien
hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya
thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian tromboemboli vena mungkin sebanyak5 kasus
dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah melahirkan.
10,12
.Bila diperlukan
10,12
kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat setelah melahirkan 10,12 .Bila
diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan heparin untuk
trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin pada lima bulan
berikutnya, dan kembali lagi menggunakan heparin sebelum melahirkan. Walaupun
kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara ini, penulis memilih untuk menghindarkan
penggunaan warfarin selama kehamilan. Obat anti platelet ternyata meningkatkan
kesempatan untuk terjadinya perdarahn maternal dan dapt melewati plasenta. Selain itu,
warfarin juga memberikan efek teratogenik pada janin, termasuk warfarin embryopathy dan
kelainan sistem saraf yang terdiri dari displasia garis tengah punggung dan perut serta
perdarahan ketika digunakan selama trimester pertama
10,12
sejumlah efek samping, termasuk menipisnya antitrombin III, trombositopenia, dan dini
osteoporosis ibu, itu tetap merupakan agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan
melakukanevaluasi pada 100 kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu
terdapat 17 janin yang dilahirkan dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran
prematur, yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi komorbiditas
yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya. 12 Baik heparin atau warfarin tidak
disekresikan ke dalam ASI dan karena itu tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi
yang menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada periode
postpartum.12 samping, termasuk menipisnya antitrombin III, trombositopenia, dan dini
osteoporosis ibu, itu tetap merupakan agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan
melakukanevaluasi pada 100 kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu
terdapat 17 janin yang dilahirkan dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran
prematur, yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi komorbiditas
yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya. 12 Baik heparin atau warfarin tidak
disekresikan ke dalam ASI dan karena itu tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi
yang menkonsumsi ASI. Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada periode
postpartum12.
VI.
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang paling
sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada
pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa dorongan ventrikel kanan dan
bising sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang
terpisah. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel
kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada
pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran
ruang jantung kanan.1,2,3 Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh
penderita ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester
kedua. Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif
dan aritmia pada pasien-pasien ini.
tekanan
arteri
pulmonalis
suprasistemik).
Keadaan
ini
dapat
Gambar 8. VSD
Morbiditas dan mortalitas meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner dan
sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan hipertensi
pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi penurunan
tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan shunt
terbalik.3
VI.3 Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada wanita muda
penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan stenosis mitral).
Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising holosistolik pada apeks
jantung yang menjalar ke aksila dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda
pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri
sangat membesar.2 Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak membebani
ventrikel. Bila terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti paru maka
harus diberikan diuresis dan digoxin profilaksis.2
sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang
A yang menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa
terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG terlihat normal
kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi
aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan
tonjolan arteri pulmonalis.2,3 Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis
pulmonal yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty
perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung yang
refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih baik sebab
pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin. 2
Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul bila luas permukaan < 1,5 cm
Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas permukaan ini < 2,5 cm
. Curah jantung terbatas karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ;
peningkatan arus balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia
relatif dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan
selanjutnya mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti paru.1
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk stenosis
mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal. Gejala lain berupa
bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput dari perhatian.
Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan adanya stenosis
mitral khususnya pada pasien dari kelompok yang berisiko. Diagnosis
ekokardiografi stenosis mitral didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa
katup yang mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama
dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan
dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan. Hipertensi
pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk stenosis mitral dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi.1,
Penanganan antepartum
kateter
arteri
pulmonalis.
Denyut
jantung
-blocker.
Kala
DAFTAR PUSTAKA
1. POGI, 2012, Tatalaksana Kehamilan Dengan Penyakit Jantung, Himpunan
Kedokteran Fetomaternal;Jakarta
2. Tillery KA, Clarck SL. Cardiac disease in pregnancy. In : Clinical obstetrics
the fetus & mother. 3 rd ed. Reece A, Hobbins JC, eds. New York: Blackwell
Publishing; 2007. p. 700-14
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstorm
KD, eds. Cardiovascular diseases. In : Williams obstetrics. 22 nd ed. New
York: McGraw Hill; 2007. p. 1181-203.
4. Swiet MD, ed. Heart disease in pregnancy. In: Medical disorders in obstetrics
practice. 4 th ed. London: Blackwell Publishing; 2002. p. 125-58
5. Zagrosek VR, et al. ESC Guidelines on the management of cardiovascular
disease in pregnancy. In : European heart journal (2011). Berlin: European
Society of Cardiology; 2011. p. 3150-91
6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. Cardiac disorder in
pregnancy. In : Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology. 10 th
ed. New York: The McGraw Hill; 2006. p. 22.1-9
7. Sulin, Djusar. Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil. In :
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4 th ed. Saifuddin AB, Rachimhadhi
T, Wiknjosastro G, eds. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008. p. 182-3
8. Bender JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. Heart disease in
pregnancy. In : Oxford American Handbook of Cardiology. New York :
Oxford University Press; 2011. p. 405-10
9. Hartanuh, Edi. Penyakit jantung pada kehamilan. In : Buku Ajar Kardiologi FKUI.
Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS, eds. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2003. p. 289-99
10. Anwar, TB. Wanita kehamilan dan penyakit jantung. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara: USU repository; 2004. p. 1-33 30
2012
December
09];
Available
from:URL:http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatme
nt/Pharmacologic%20management%20of%20heart%20failure%20in%20p
regnancy.htm.