Anda di halaman 1dari 10

Dampak Kesehatan Akibat Asap Sumatera dan Kalimantan bagi Masyarakat

(Adiyowati, 2015)
Asap kebakaran hutan yang saat ini terjadi di Sumatera dan Kalimantan
mengandung komponen gas yang umumnya bersifat iritan seperti ozon, SO2,
NOx dan gas asfiksian seperti CO dan carbondioksida (CO2). Selain itu juga
mengandung partikel yang dikenal partikulat matter, seperti PM10, PM2,5 dan
ultrafine. Bahan kimia lainnya, yaitu enzena, formaldehid, polisiklik hidrokarbon,
dan lainnya, di mana ada yang bersifat karsinogen atau memicu terjadinya kanker.
Zat-zat ini sudah pasti berbahaya bagi tubuh manusia (Maharani, 2015).
Tingkat pencemaran udara di Riau pertanggal 3 September 2015 sudah
pada tingkat berbahaya dengan kadar 307 Pollutant Standart Indeks (PSI). Kota
Dumai lebih parah lagi. Tingkat pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan
lahan sudah berada di level 471 PSI. Ambang batas level berbahaya berada di
rentang 300 hingga 500 PSI (Vladimir, 2015).
Pada tanggal 7 Oktober 2015 di Pekanbaru, tingkat pencemaran udaranya
sudah mencapai 831 Pollutan Standard Index (PSI). Sementara di Kabupaten

Kampar, Siak, Bengkalis dan Rokan Hilir berada pada angka 500 PSI. Angka itu
sangat jauh dari kategori sehat yang hanya 50 PSI (Syukur, 2015).
Gangguan kesehatan akan lebih mudah terjadi pada orang yang memiliki
gangguan paru-paru dan jantung, lansia, dan anak-anak. Dampak langsung yang
akan dirasakan adalah infeksi paru dan saluran napas. Kabut asap dapat
menyebabkan iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan.
Kemudian juga menyebabkan reaksi alergi, peradangan, hingga infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) dan yang paling berat menjadi pneumonia. Saat terjadi
bencana asap seperti saat ini kemampuan paru-paru dan saluran pernapasan
mengatasi infeksi juga berkurang sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi
infeksi (Maharani, 2015).
Selain infeksi pernapasan, dampak lainnya yaitu, gangguan iritasi pada
mata dan kulit akibat kontak langsung dengan asap kebakaran hutan. Mulai dari
terasa gatal, mata berair, peradangan, dan infeksi yang memberat. Bagi yang telah
memiliki asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, dan PPOK
akan diperburuk jika asap karena asap terhirup ke dalam paru-paru (Maharani,
2015).
Jumlah korban asap paling banyak adalah di Riau. Sebanyak 9.386 orang
terjangkit penyakit akibat paparan asap. Adapun jumlah pasien penderita saluran
pernapasan atas (ISPA) sebanyak 7.312 orang, asma 296 orang, pneumonia 290
orang, iritasi mata 485 orang, dan iritasi kulit 903 orang. (6 September 2015)
(Adityowati, 2015).
Pada 21 Oktober 2015 masyarakat riau yang menderita penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA) mencapai 66.234 jiwa, disusul infeksi kulit 4.857
jiwa, kemudian infeksi mata 3.693 jiwa, asma, 3.073 jiwa dan Pneumonia 1.076
jiwa (Nofitra, 2015).
Masyarakat yang berjatuhan akibat asap bukan hanya di Riau tetapi
hampir di sebagian besar wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mereka

berjatuhan akibat kabut asap yang telah mencapai tingkat berbahaya dan terjadi
lebih dari 2 bulan ini.

Adityowati, Putri. 2015. Hati-hati, Ini Dampak Kabut Asap bagi


Kesehatan

Manusia.

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/09/06/206698140/hatihati-ini-dampak-kabut-asap-bagi-kesehatan-manusia (Diakses pada


31 Oktober 2015 Pukul 18.30 WIB)
Maharani,

Dian.

2015.

Bahaya

Kabut

Asap

Bagi

Kesehatan.

http://health.kompas.com/read/2015/09/07/100657423/Bahaya.Kab
ut.Asap.Bagi.Kesehatan (Diakses pada 31 Oktober 2015 Pukul 18.35
WIB)
Novitra, Riyan. 2015.

Korban Kabut Asap Riau Sudah 78 Ribu Orang.

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/21/206711729/korbankabut-asap-riau-sudah-78-ribu-orang (Diakses pada 31 Oktober


2015 Pukul 18.35 WIB)
Syukur, M. 2015. Kabut Asap Riau Bikin Pernapasan 61.017 Jiwa
Terganggu. http://news.liputan6.com/read/2335095/kabutasap-riau-bikin-pernapasan-61017-jiwa-terganggu (Diakses
pada 31 Oktober 2015 Pukul 18.35 WIB)
Vladimir, Doddy. 2015. Kualitas Udara 4 Daerah di Riau Sudah
Kategori

Berbahaya.

http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/09/03/kualitasudara-4-daerah-di-riau-sudah-kategori-berbahaya?page=2
(Diakses pada 31 Oktober 2015 Pukul 18.35 WIB)

Dampak Ekonomi Akibat Kabut Asap Sumatera dan Kalimantan

(Lestari, 2015)
Dampak ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada
2015 ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp200 trilliun, melebihi kerugian pada
tahun 1997, padahal jumlah lahan yang terbakar jauh lebih sedikit. hitungan ini
didasarkan pada angka kerugian pada tahun 1997ditambah dengan kerugian yang
dialami Malaysia dan Singapura (Lestari, 2015).
Musim kemarau pada 2015 ini lebih panjang dan asap lebih luar biasa
daripada tahun 1997-1998, kalau ditambah US$9 miliar plus kerugian yang ada di
Singapura dan Malaysia masing-masing US$2 miliar, jadi US$13 miliar, ditambah
faktor seperti angka inflasi, jadi bisa bervariasi antara US$14 miliar hingga
US$20 miliar, tergantung angka inflasi yang diterapkan. Perhitungan ini masih
sangat kasar dilihat dari kerugian ekonomi, tanaman yang terbakar, air yang
tercemar, emisi, korban jiwa dan juga penerbangan (Lestari, 2015).
Kabut asap yang membuat jarak pandang terbatas menyebabkan ribuan
penerbangan dibatalkan. Garuda Indonesia menyebutkan potensi kerugian yang
dialami sampai Oktober ini mencapai US$8 juta atau Rp109 miliar. Total sampai

25 Oktober, 1.600 penerbangan batal, dan perhitungan kerugian masih dilakukan


sampai saat ini (Lestari, 2015).
PT Angkasa Pura II sebagai pengelola beberapa bandara yang terkena
dampak kabut asap juga mengakui, dalam sepekan terakhir, mereka kehilangan
pendapatan, terutama dari Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara atau
biasa dikenal dengan passenger service charge (PSC). Bandara mereka yang
terkena dampak kabut asap ada di Palembang, Pontianak, Jambi, dan Pekanbaru.
Jarak pandang di bandara-bandara tersebut cukup beragam, dari di bawah 200
meter sampai di bawah 1.000 meter. Di Jambi dan Pekanbaru yang paling terkena
dampak, dalam sehari di Pekanbaru ada 20 penerbangan yang batal (Artharini,
2015).
Kabut asap yang terjadi di enam provinsi juga mengganggu aktivitas
perdagangan dan ekonomi masyarakat setempat. Purwo Hadi Subroto, seorang
petani di Riau, mengaku produksi tanaman pangan dan sayuran di ladangnya
menurun sampai 40% karena proses produksi tanaman yang mengandalkan sinar
matahari terhalang kabut asap, meski antisipasi telah dilakukan (Lestari, 2015).
Peneliti CIFOR Herry Purnomo memperkirakan jumlah kerugian ekonomi
kemungkinan akan lebih besar karena, bencana kebakaran hutan masih terus
terjadi di enam provinsi dan bahkan menyebar ke Papua dan Sulawesi (Lestari,
2015).
Artharini, Isyana. 2015. Dampak ekonomi kabut asap 'lebih dari
Rp20

triliun'.

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/1
50917_indonesia_kerugian_kabutasap (Diakses pada 31
Oktober 2015 Pukul 19.50 WIB)
Lestari, Sri. 2015. Dampak kabut asap diperkirakan capai Rp 200
trilliun.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/1

51026_indonesia_kabutasap (Diakses pada 31 Oktober


2015 Pukul 19.55 WIB)
Dampak Alam Akibat Asap Sumatera dan Kalimantan

(Washarti, 2015)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan total lahan yang
terbakar di Sumatra dan Kalimantan mencapai 1,7 juta hektar dengan titik api
sekitar 1.800 pada Minggu (25/10) , jauh lebih kecil dibandingkan pada tahun
1997 yaitu 9,7 juta hektar (Lestari, 2015).
Tetapi dampak kebakaran hutan ini lebih luas karena pengaruh El Nino yang
panjang. Juru bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan biaya untuk
pemadaman juga diperkirakan akan lebih besar dibandingkan pada 2014 lalu.
BNPB sudah menganggarkan Rp385 miliar untuk pemadaman lahan dan hutan
yang terbakar. Sekitar 22 ribu petugas diterjunkan untuk memadamkan kebakaran
hutan (Lestari, 2015).
Selain hilangnya lahan akibat kebakaran ini, hewan-hewan di hutan sumatera dan
kalimantan juga mengalami nasib yang naas. Di pusat reintroduksi orang utan

BOS Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah orang utan-orang utan dilatih untuk
dapat bertahan di hutan alam bebas, meski kabut asap akibat kebakaran hutan di
berbagai daerah Kalimantan membuat pemandangan menjadi buram. Mereka
belajar untuk bergelantungan di pohon dan walau orang utan dewasa tampak tidak
memiliki kesulitan, tampak bayi orang utan perlahan-lahan sudah merasakan
dampak dari kabut asap (Washarti, 2015).
Karena kabut asap sangat tebal, dalam dua minggu terakhir ini. Enam belas bayi
orang utan tersebut terkena ISPA (infeksi saluran pernapasan atas). Itu artinya
bahwa bayi orangutan sangat rentan sekali terhadap perubahan-perubahan cuaca
atau pun sangat berpengaruh besar dari kabut asap ini. Untuk saat ini para bayi
orang utan terpaksa belajar di dalam ruangan dan karena tempat yang terbatas
maka mereka hanya dapat berguling-guling di lantai. Situasi ini akan berdampak
buruk pada orang utan dalam waktu dekat. Apabila kondisi ini terus berlangsung
akan banyak sekali orang utan yang ada di tempat kami itu sakit, atau bahkan
tidak menutup kemungkinan ada berapa orang utan yang dapat mati (Washarti,
2015).
Di pusat rehabilitasi orangutan Samboja Kalimatan Timur, yang juga merupakan
milik BOS, para staf terpaksa mengevakuasi 200 orangutan di tempat itu karena
kebakaran hutan yang terjadi dekat wilayah mereka. Selain orangutan, di situ juga
terdapat beruang-beruang yang perlu dilindungi. Di Kalimantan terdapat sekitar
700 orang utan yang berada di margasatwa (Washarti, 2015).
Sedangkan di Sumatera, kondisi hewan juga tidak cemerlang. Di Taman Nasional
Tesso Nilo yang terletak di provinsi Riau, Indonesia, satwa juga merasakan
dampak dari asap, khususnya 80 ekor gajah, harimau Sumatera, dan berbagai
satwa lainnya. Tempat tersebut merupakan kawasan konservasi satwa dan
kebakaran hutan yang menyebabkan asap juga dirasakan satwa di sana (Washarti,
2015).

Asap yang pasti berpengaruh terhadap satwa. Tapi saat ini belum ada conflict
report (laporan kerusuhan) antara satwa dan manusia. Yang jelas, dengan adanya
asap produksi madu yang sudah ada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo itu
berkurang karena terganggu dengan asap, jadi lebah tidak mau hinggap (Washarti,
2015).
Sedangkan Ilham Gobel petugas dari Taman Nasional Tesso Nilo mengatakan
sudah mengevakuasi gajah-gajah ke tengah-tengah hutan karena kabut asap tidak
mudah masuk ke tengah hutan (Washarti, 2015).
Menanggapi masalah yang dihadapi satwa, Eka Soegiri, Kepala Biro Hubungan
Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan saat ini
belum ada langkah nyata yang dapat dilakukan untuk langsung membantu satwa.
Tidak mungkin mengevakuasi. Yang bisa dikerjakan adalah memadamkan sumber
api. Karena kalau sumber apinya berkurang atau makin padam, harapannya
mereka akan terselamatkan (Washarti, 2015).
Para pengamat mengatakan Indonesia semestinya melindungi hutan-hutannya,
yang merupakan hutan tropis terbesar ke tiga di dunia sehingga masalah asap dan
kebakaran hutan tidak senantiasa terjadi (Washarti, 2015).
Hal itu adalah solusi jangka panjang namun sekarang pemerintah harus segera
memikirkan solusi jangka pendek, kata Nyoman Iswarayoga dari WWF (Washarti,
2015).
Lestari, Sri. 2015. Dampak kabut asap diperkirakan capai Rp 200
trilliun.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/1
51026_indonesia_kabutasap (Diakses pada 31 Oktober
2015 Pukul 19.55 WIB)
Washarti, Rizki. 2015. Bayi orang utan sakit akibat asap
kebakaran
hutan.

http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/10/151006_
majalah_lingkungan_satwaasap (Diakses pada 31 Oktober
2015 Pukul 20.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai