Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AIK

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM


YANG BERWATAK TAJDID

Disusun Oleh
Lindasari Safitri
Annisyah Wiradika
Dwi Fuji Lestari

(201310410311034)
(201310410311036)
(201310410311039)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam yang Berwatak Tajdid untuk memenuhi tugas dari pembimbing dosen AIK
III.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan
serta masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya, dan pada penyusun khususnya. penyusun mengucapkan terima kasih

Malang, November 2014

Penyusun
Kelompok 7

DAFTAR ISI

Konten
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.

Latar Belakang.................................................................................. 1

B.

Perumusan Masalah............................................................................ 2

C.

Tujuan Penulisan................................................................................ 2

BAB II..................................................................................................... 3
PEMBAHASAN......................................................................................... 3
A.

Pengertian Tajdid............................................................................... 3

B.

Prinsip Dasar Tajdid............................................................................3

C.

Model-Model Tajdid Dalam Muhammadiyah.............................................4

BAB III.................................................................................................... 9
PENUTUP................................................................................................. 9
A.

Kesimpulan...................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasi berubah dan berkembang
dengan seiringnya perkembangan zaman. Hal ini disebebkan karena sifat dari ilmu
yang selalu dinamis. Sebagai bagian dari sebuah ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu
islampun mengalami pergeseran paradigma. Hal ini terjadi karena ilmu-ilmu yang
lahir tidak terlepas dari bingkai sosial yang mengkonstruksi realitas yang mana
selalu mengalamu perubahan seiring dengan perkembangan peradaban manusia.
Ilmu pengetahuan termasuk juga agama, bila membuktikan dirinya sebagai bagian
dari peradaban dan historisitas manusia yang senantiasa berubah dan berkembang.
Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang.
Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan
multikulturalisme. Sebagai akibatnya adalah agama-agama yang selama ini mapan
dengan dirinya, dalam realita ditemukan problem yang makin kompleks dan
plural. Untuk itu maka, harus ada redefinisi atau pemurnian terhadap makna dan
orientasi agama, sehingga agama senatiasa relevan dengan peradaban manusia.
Agama sebagai sistem nilai, norma dan ajaran yang dominan (grand
culture), berhadapan dengan sistem nilai yang datang dari tradisi atau adat
masyarakat setempat. Sistem nilai itu lahir dari kearifan lokal (local wisdom) yang
secara turun-temurun dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai satu ajaran yang
harus dijunjung tinggi. Berdampingannya antara agama dan budaya (kearifan)
lokal ini juga sering memicu ketegangan, konflik dan perpecahan.
Dalam konteks Muhammadiyah, meninjau ulang paradigma yang selama ini
dipegang mutlak dilakukan. Kecenderungan ini bisa dilihat dari identitas yang
melekat dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam murni, disamping identitas
lainnya sebagai gerakan modernisme. Sadar akan kelemahan itu, maka
Muhammadiyah mencoba untuk merumuskan ulang pandangan teologisnya,
terutama pandangannya mengenai kebudayaan.
Muhammadiyah untuk merumuskan strategi gerakan dan dakwah (nalar
gerakan), sehingga selalu relevan dengan kebutuhan zaman. Konsekuensinya,
seluruh bangunan paradgmatik yang selama ini dipegang Muhammadiyah

mengalami pergeseran dan penyempurnaan. Tajdid (pembaharuan) sebagai nalar


gerakan Muhammadiyah bisa masuk pada ranah epistemologi gerakan, sehingga
Muhammadiyah bisa mengkritisi dirinya sendiri.

B. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tajdid dalam Muhammadiyah?
2. Apa saja model tajdid dalam Muhammadiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tajdid dalam Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui model-model tajdid dalam Muhammadiyah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tajdid
Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan
pelakunya disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah
(terminology), tajdid berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik
dalam bentuk pemikiran ataupun gerakan, sebagai respon atau reaksi atas
tantangan baik internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial
umat. Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui
interpretasi-interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaranajaran dasar Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sedah tidak relevan dengan
tuntutan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang
kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas
kehidupan manusia.
Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan
kembali ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk
kembali kepadanya. Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam
perspektif Muhammadiyah yang diutarakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah,
yaitu sebagai berikut.
1. Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah
dari praktek-praktek takhayul, bidah dankhurafat yang dianggap
syirik. Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung
Islam murni.
2.

Muhammadiyah mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab,


dinamisasi di tengah-tengah arus utama umat Islam yang terkungkung
dalam belenggu mazhab.

3. Pendirian Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-Maun


yang dikaitkan dengan pembebasan kaum tertindas.

B. Prinsip Dasar Tajdid


Secara garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk
Muhammadiyah setidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama,
seruan terhadap skriptualisme (al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan
otoritas mutlak teks suci dengan menemukan substansi ajaran baik yang bersifat
aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua, upaya untuk
mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman
baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.
Dalam kaitan dengan pembaharuan (tajdid), terdapat lima agenda penting
yang menjadi fokus Muhammadiyah dengan melakukan gerakannya, yaitu:
a.

Tajdid al-Islam yang menyangkut tandhifal-aqidah yaitu purifikasi


terhadap ajaran Islam. Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk
membersihkan
ajaran-ajaran
Islam
dari
unsur takhayul,
bidah dan khurafat(TBC).

b.

Pembaharuan yang menyangkut masalah teologi. Dalam bidang


teologi, Muhammadiyah sudah sewajarnya untuk mengkaji ulang
konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan tanggap terhadap
persoalan zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk
membicarakan persoalan-persoalan kemanusiaan, di samping
persoalan-persoalan ke-Tuhanan.

c.

Karena Islam menyangkut persoalan dunia dan akherat, ideologi dan


pengetahuan serta dimensi yang menyangkut kehidupan manusia,
maka tajdid diorientasikan pada pengembangan serta peningkatan
kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).

d.

Pembaharuan Islam mengangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus


rapi, terorgansir dan memiliki manajemen yang professional, sehingga
mampu bersaing dengan yang lainnya.

e.

Pembaharuan dalam bidang etos kerja. Point ini juga menjadi focus
perhatian Muhammadiyah karena etos kerja umat Islam saat
berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.

C. Model-Model Tajdid Dalam Muhammadiyah


Misi Tajdid Muhammadiyah sebenarnya diarahkan untuk membangun
kembali watak dan karakter masyarakat kepada ajaran islam yang sebnarbenarnya yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunah. Tetapi, yang menjadi
pertanyaan adalah: model tajdid yang bagaimanakah yang akan dilakukan oleh
Muhammadiyah dalam membangun peradaban utama. Langkah awal yang harus
dilakukan adalah merumuskan kembali atau memberikan makna baru ideologi
gerakan. Pikiran dasar ideologi Muhammadiyah yang dirumuskan dalam maksud
dan tujuan gerakan: Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sampai sekarang, masih
menjadi acuan gerakan.
Mengamalkan ajaran Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
komitmen setiap Muslim terhadap Islam. Karena itu komitmen untuk
melaksanakan kebaikan dan menjauhi kemungkaran merupakan ciri masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Ungkapan seperti amr maruf nahi munkar, yang
menjadi slogan popular di kalangan Muhammadiyah, merupakan acuan untuk
mewujudkan komitmen di atas.
Dari masyarakat Islam yang diidamkan itulah akan lahir peradaban utama.
Ada komponen penting yang menjadi sumber terbentuknya peradaban utama,
sebagai berikut.
1. Islam sebagai sumber pokok ajaran yang berkaitan dengan nilai
keadilan, kebebasan, persamaan, toleransi, dan pluralitas.
2. Apresiasi Islam terhadap ilmu pengetahuan.
3. Warisan tradisi klasik Islam yang telah melahirkan berbagai ragam
pemikiran yang sampai sekarang menjadi khazanah penting sumber
kajian Islam.
4. Bahasa Arab serta bahasa kawasan Islam.
5. Tegaknya aturan dan hukum yang mampu membentuk prilaku
seseorang dan menjamin kebebasan berekspresi.
6. Terciptanya tatanan masyarakat plural yang menjunjung tinggi nilainilai seperti yang disebutkan di atas.
Model tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah harus mengacu pada
pembentukan watak dan karakter warga anggota masyarakat yang memiliki
kompetensi nilai-nilai di atas. Karena itu gerakan keilmuan yang berorientasi pada
6

pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan tetap menjadi program


utama gerakan ini. Identitas diri Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar
makruf nahi munkar dan tajdid hendaknya dipahami sebagai gerakan kultural dan
bukan struktural. Dalam kaitan ini peran Muhammadiyah adalah mempersiapkan
sumber daya manusia yang mampu mengarahkan bahtera kehidupan sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan keagamaan. Karena itu peran penting
Muhammadiyah adalah keikutsertaannya dalam proses dan bukan menciptakan
peradaban itu sendiri.
Pada dasarnya, metodologi adalah alat untuk memperoleh kebenaran. Dalam
rangka mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan. Sejalan dengan
epistemologi yang dikembangkan Muhammadiyah, pemikiran keislaman
membutuhkan pendekatan bayani, burhani dan irfani sesuai dengan objek
kajiannya-apakah teks, ilham atau ralitas berikut seluruh masalah-masalah yang
menyangkut aspek trans-historis, trans-kultural dan trans-religius. Pemikiran
keislaman Muhammadiyah merespon problem-problem kontemporer yang sangat
kompleks, berikut rumusannya untuk aplikasi dalam praksis sosial,
mempergunakan ketiga pendekatan di atas secara spiral-triadik.
Muhammadiyah juga berusaha membuka ruang bagi keragaman
pemikiran. Untuk menjebatani ragam pemikiran ini, Muhammadiyah harus lebih
akomodatif dan terbuka terhadap tiga ragam pemikiran yang berkembang tersebut.
Ketiga pemikiran ini selayaknya dipertentangkan, tetapi harus dipelihara serta
dipertautkan secara kritis dialektis, sehingga bisa saling melengkapi serta saling
menutupi kekurangan satu sama lain.
Untuk itu, Muhammadiyah merumuskan manhaj pemikiran islam dengan
memadukan ketiga pendekatan yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga
pendekatan ini akan dijelaskan kemudian. Paradigma bayani, bisa mewakili
pemikiran yang formalistic-spiritual. Paradigm burhani, mewakili pola rasional
humanistic. Dan paradigm irfani bisa mengakomodir pemikiran yang memiliki
corak spiritual mistik.
1. Pendekatan Bayani

Paradigma bayani (penerapan analisius tekstual), diharapkan dapat


menggali landasan normative al-Quran dan sunnah serta dapat
mengungkapkan kandungan makna teks normative tersebut, sehingga
memberikan relevansi hukum. Formulasi ideologis dari nalar bayani

adalah teks-teks kitab suci yaitu Al-Quran dan Sunnah, sebab untuk
menguasai pesan agama tentunya harus menguasai bahasa Arab, sebagai
bahasa yang digunakan dalam kitab suci (al-Quran dan sunnah). Bayani
adalah pendekatan untuk: pertama, memahami dan menganalisa teks
guna menemukan tau mendapatkan makna yang dikandung dalam atau
(dikehendaki)
lafadz,.
Kedua, istinbath hukum-hukum
dari Alnusus diniyah dan Al-Quran pada khususnya. Dalam pendekatan bayani,
pendekatan teks demikian kuat, maka peran akal hanya bebas sebagai alat
pembenaran atau justifikasi atas teks difahami atau diinterpretasikan.
2.

Pendekatan Burhani
Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, perabaan dan
hukum-hukum logika. Burhani atau pendekatan rasional argumentatif
adalah pendekatan yang mendasarkan diri pada kekuatan rasio melalui
instrument logika, (induksi, deduksi, abduksi, simbolik, proses dan lainlain) dan metode diskursif (bathiniyah). Pendekatan ini menjadikan
realitas maupun teks dan hubungan antara keduanya sebagai sumber
kajian. Dalam pendekatan burhani ini, teks dan realitas berada dalam satu
wilayah yang mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terkait
dengan realitas yang mengelilingi dan mengadakannya, sekaligus
darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan. Karena burhani menjadikan
realitas dan teks sebagai sumber kajian, maka dengan pendekatan ini, ada
dua ilmu penting yaitu ilmu al-lisan dan ilmu al-mantiq. Yang
pertama membicarakan lafz-lafz, kafiyah, susunan, dan rangkaiannya
dalam ibarat-ibarat yang dapat digunakan untuk menyampaikan makna
serta cara merangkainya dalam diri manusia. Kedua, ilmu almantiq membahas tentang mufradhat dan susunan yang dengan itu dapat
disampaikan segala sesuatu yang bersifat inderawi dan hubungan yang
tetap diantara segala sesuatu tersebut, atau apa yang mungkin
mengeluarkan gambaran-gambaran dan hukum-hukum dirinya.
Tujuannya adalah untuk menetapkan aturan-aturan yang digunakan untuk
menentukan cara kerja akal, atau cara menacapai kebenaran yang
mungkin diperoleh darinya.
Yang menjadi titik tekan dalam nalar burhani adalah korespondensi;
yakni kesesuaian antara rumusan-rumusan yang diciptakan akal manusia
dengan hukum-hukum alam (al-mutabaqah baina al-aql wa nizam altabiah). Disamping itu juga ada aspek koherensi yaitu keruntutan dan
keteraturan berpikir logis dan upaya yang terus-menerus dilakukan untuk

memperbaiki dan menyempurnakan rumusan-rumusan dan teori-teori


yang telah dibangun dan disusun akal manusia.
3.

Pendekatan Irfani
Sementara itu, melalui pendekatan irfani (perenialis-ersoterisintuitif)diharapkan mampu mengungkap hakikat atau makna terdalam
dibalik teks dan konteks Irfan mencoba untuk mencari makna hakikat
dibalik sebuah teks. Dan ini tidak dapat dilakukan oleh paradigm bayani
dan burhani tadi. Irfan mengandung beberapa pengertian antara
lain: ilmu atau marifah, metode ilhamdan kashf yang telah dikenal jauh
sebelum Islam, para ahli al-irfan mempermudah masalah ini melalui
pembeciraannya mengenai, al-naql dan al-tawzif; upaya menyingkap
wacana Qurani dan memperluas ibrah-nya untuk memperbanyak
makna. Jadi, pendekatan irfan adalah salah satu pendekatan yang
digunakan
dalam
kajian
pemikiran
Islam
oleh
para mutasawwifin dan arifin untuk
mengeluarkan
makna
batin
dari lafz danibrah; irfan juga merupakan istinbath al-marifah alqalbiyah dari Al-Quran (Hendar Riyadi 2003).
Pendekatan irfan adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada
instrument pengenalan batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi.
Sedangkan metode yang digunakan meliputi manhaj kashfi, dan manhaj
ikhtisafi. manhaj kashfidisebut juga manhaj marifah yang tidak
menggunakan
inder
atau
akal,
tetapi kashf dengan riyadh dan mujahadah. Manhaj ikhtisafi disebut juga
al-mumathilah (analogi) yaitu metode untuk menyikap dan menemukan
rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam manhaj ini
mencakup: pertama, analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti =
2/4 = 4/8, dan seterusnya. Kedua, tamthil yang meliptui silogisme dan
induksi. Dan Ketiga, surah dan askhal.
Pendekatan irfani juga menolak atau menghindar dari mitologi.
Kaumirfaniyyun tidak berusan dengan mitologi, bahkan justru
membersihkannnya dari persoalan-persoalan agama dan dengan irfani
pula irfaniyyun lebih mengupayakan menangkap hakikat yang terletak
dibalik syariah, dan yang batin (al-dalalah al-isharah, wa al-ramziyah).
Dengan memperhatikan dua metode diatas, dapat diketahui bahwa
sumber pengetahuan dalam irfan mencakup ilham/ intuisi dan teks (yang
dicari makna batinnya melalui tawil).

Contoh kongkrit dari pendekatan irfani lainnya adalah falsafah


ishraqi yang memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah albathiniyah) harus dipadu secara kreatif, harmonis dengan pengetahuan
intuitif (al-hikmah aldhawuqiyyah). Dengan perpaduan tersebut,
pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan,
bahkan akan mencapai al-hikmah al-haqiqah. Pengalaman batin Rasul
SAW. dalam menerima wahyu Al-Quran merupakan contoh kongkrit
dari pengetahuan irfan. Namun dengan keyakinan yang dipegang selama
ini, irfan dikembangkan dalam kerangka ittibaal-rasul.
Implikasi irfan dalam konteks pemikiran Islam, adalah menghampiri
agama-agama pada tataran subtantif dan esensi spiritualitasnya dan
menggabungkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman
keagamaan orang lain (the ortheness) yang berbeda aksidensi dan
ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih
sama. Kedekatan pada Tuhan yang trans-historis, trans-historis, dan trans
religious dibagi dengan rasa empati dan simpati kepada orang lain secara
elegan dan setara. Termasuk di dalamnya kepekaan terhadap problemproblem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban yang
disinari oleh pancaran fitrah illahiyah.
Ketiga pendekatan itu, dirumuskan Muhammadiyah guna lebih
mengembangkan pola gerakan tajdid yang lebih dinamis dan peka
zaman. Ketiga pendekatan di atas memiliki hubungan yang erat, sehingga
tidak bisa digunakan salah satunya dengan tidak yang lainnya. Hubungan
ini bisa membentuk lingkaran dialogis yang melingkar (sirkulardialektika). Memahami teks (bayani) tidak terlepas dari pemahaman
konteks, tidak terlepas dari pemahaman teks itu sendiri. Sementara
pemahaman makna terdalam (irfani) memerlukan pemahaman terhadap
teks dan konteks sekaligus.

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tajdid adalah usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu
berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.
2. Prinsip-prinsip tajdid yaitu pertama, seruan terhadap skriptualisme (alQur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks suci
dengan menemukan substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun
dengan penerapan praksisnya. kedua, upaya untuk mereinterpretasi
ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman baru
seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer
3. Metode tajdid dalam Muhammadiyah dirumuskan manhaj pemikiran

islam dengan memadukan ketiga pendekatan yakni bayani,


burhani, dan irfani. Ketiga pendekatan ini akan dijelaskan kemudian.
Paradigma bayani, bisa mewakili pemikiran yang formalistic-spiritual.
Paradigm burhani, mewakili pola rasional humanistic. Dan paradigm
irfani bisa mengakomodir pemikiran yang memiliki corak spiritual
mistik.

11

DAFTAR PUSTAKA
Bandung, Filsafat (2012). Reorientasi Gerakan Tajdid Muhammadiyah, Pada:
http://filsafatbandung.blogspot.com/2012/11/reorientasi-gerakan-tajdidmuhammadiyah.html. Diakses : 13 November 2014

Jainuri, Achmad (2010). Model Tajdid Muhammadiyah: Membangun Peradaban


Utama.

Pada:

http://www.muhammadiyah.or.id/id/artikel-model-tajdid-

muhammadiyah-membangun-peradaban-utama-detail-7.html

Diakses

pada: 13 November 2014.

Nashir, Haedar (2010). Paradigma Tajdid Muhammadiyah Sebagai Gerakan


Modernis-Reformis. http://pdm1912.wordpress.com/2010/05/28/paradigmatajdid-muhammadiyah-sebagai-gerakan-modernis-reformis/, Diakses pada:
13 November 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai